5
penyerapan zat ke dalam atmosfer melalui kontak molekul, pada umumnya perjalanan
lambat. Difusi turbulensi adalah penyerapan atau peresapan zat ke dalam atmosfer karena
adanya proses turbulensi. Proses turbulensi adalah gerakan massa udara berpusar,
sehingga mempercepat penyerapan dan peresapan zat pencemar ke dalam atmosfer
Oke, 1987.
Tingkat pencemaran udara yang terjadi di suatu wilayah juga turut dipengaruhi oleh
sifat dan karakteristik dari polutan di udara. Sifat bahan polutan yang sulit terurai dan
berekasi dengan zat lain di udara akan menyebabkan terjadinya pengendapan
polutan di udara. Sedangkan polutan yang mudah terurai dan bereaksi dengan zat lain di
udara menjadi zat yang tidak berbahaya air, H
2
O dapat mengurangi tingkat polusi udara yang terjadi di suatu wilayah.
II.5.3. Proses Dilusi pengenceran
Zat pencemar yang ada di udara dapat diendapkan dengan adanya hujan. Secara
umum proses penghilangan tersebut dipengaruhi oleh presipitasi hujan dan salju,
lapisan kabut, turbulensi, karakteristik permukaan Oke, 1987.
II.5.4. Proses Transport.
Proses transport adalah proses pengangk utan zat pencemar ke udara secara
horizontal sesuai arah angin, dengan jarak jangkau sebagai fungsi dari kecepatan angin.
Jadi arah angin menentukan ke arah mana polutan akan bergerak, sedangkan kecepatan
angin menentukan sejauh mana polutan akan bergerak ke suatu wilayah. Oke, 1987.
Dalam konteks pembahasan yang umum, pergerakan transport pencemar udara di
dalam atmosfer akan terjadi dalam tiga dimensi baik horizontal maupun transversal,
sesuai dengan arah angin, maupun vertikal, ke lapisan atas atmosfer bumi.
II.6. Faktor Meteorologi yang
Mempengaruhi Polusi Udara
Secara alami, faktor meteorologi
berperan dalam pengaturan da n pengendalian pencemaran udara, sehingga mempunyai
kemampuan untuk mengatur dan mengendalikan dir i terhadap masuknya
setiap zat pencemar. Faktor meteorologi yang berpengaruh terhadap polusi udara adalah
kecepatan dan arah angin, suhu, kelembaban dan stabilitas atmosfer Colls, 2002.
II.6.1. Arah dan Kecepatan Angin
Angin adalah pergerakan atau perpindahan besar -besaran massa ud ara
secara horisontal, dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Bentuk
pergerakan angin ini dapat dibedakan atas pergerakan laminar dan turbulen. Pergerakan
angin laminar adalah pergerakan yang mulus sepanjang lapisan yang sejajar lines of flow
parallel and ordery. Sedangkan pergerakan angin turbulen merupakan pergerakan yang
acak dan baur chaotic motion, rapid and unpredictable Geiger, 1995.
Gambar 3 menjelaskan pengaruh kecepatan angin terhadap konsentrasi
polutan. Pencemaran udara dianggap
memasuki atmosfer dengan laju satu satuan per detik. Semakin besar kecepatan angin
pada suatu daerah sumber pencemar maka konsentrasi pencemar pada daerah itu sendiri
berkurang, Jika kecepatan angin lebih kecil dimungkinkan konsentrasinya akan tetap
bereada di daerah sumber.
Pengaruh lain dari kecepatan angin, yaitu turbulensi. Angin yang lebih kuat
menyebabkan sering terjadinya turbulensi, sehingga dengan adanya turbulensi udara
tercemar lebih cepat tercampur dengan udara di sekelilingnya dan dapat mengencerkan zat
pencemar. Pada skala yang lebih mikro, karekteristik permukaan dan kontur
permukaan seperti pepohonan, bukit, pegunungan, dan bangunan akan
menimbulkan turbulensi lebih besar. Pada angin lemah, turbulensi lebih kecil dan
dengan begitu memperkecil juga terjadinya percampuran zat pencemaran dengan zat
lainnya di lingkungan sekitar sehingga pengenceran susah terjadi dan membuat
konsentrasi zat pencemar tetap tinggi Oke, 1987.
Gambar 3. Pengaruh Kecepatan Angin terhadap Konsentrasi Polutan
Sumber : Oke, 1987. 6 m
s
6 m 2 ms
2 m
6
II.6.2. Suhu Udara
Pada lapisan terendah di atmosfer, yaitu dari permukaan bumi sampai lapisan
troposfer, suhu berbanding terbalik lapse rate terhadap ketinggian. Variasi suhu pada
lapisan ini akan menyebabkan terjadinya turbulensi termal yang mempengaruhi variasi
angin dan menimbulkan efek pada stabilitas udara. Stabilitas udara ini yang kemudian
berperan dalam dispersi vertikal polutan.
Pada lapisan dimana kenaikan suhu berbanding lurus terhadap ketinggian
inv ersi, konsentrasi polutan di atmosfer akan meningkat hingga level yang berbahaya
Schnelle dan Dey , 2000.
II.6.3. Stabilitas Udara
Stabilitas udara dalam hal ini merupakan fungsi dari profil temperatur vertikal. Profil
temperatur vertikal yang menentukan stabilitas ini berperan dalam menyebarkan zat
pencemar ke arah vertikal untuk proses percampuran udara tercemar dengan udara
bersih.
Bila kondisi atmosfer stabil, maka gerakan udara vertikal terhambat, sehingga
kemampuan atmosfer untuk mendispersikan pencemar menjadi berkurang. Hal ini
menyebabkan konsentrasi polutan di daerah itu besar. Sedangkan bila kondisi atmosfer
tidak stabil, maka keadaan sebaliknya terjadi.
Stabilitas dipengaruhi oleh banyak parameter meteorologi, seperti insolasi,
turbulensi, shear angin, dan gradien
temperatur vertikal. Dalam proses difusi, peranan stabilitas
atmosfer sangat penting. Perbedaan nilai stabilitas atmosfer akan menghasilkan
perbedaan pola penyebaran atau menghasilkan bentuk kepulan yang berbeda
sehngga menghasilkan jarak jangkau dan kemampuan difusi yang berbeda-beda
Menurut Geiger dan Todhunter 1995 berdasarkan kondisi stabilitas atmosfer, pola
kepulan suatu cerobong dapat diklasifikasikan. Pada dasarnya ada 3 tiga
jenis pola dasar kepulan, yaitu : looping, con ing, dan fanning. Selain itu, tedapat pula
pola peralihan, yakni : fumingation, lofting Gambar 4. Adapun penjelasannya adalah
sebagai berikut : a
Looping. Pola kepulan ini terjadi jika suhu udara berkurang secara cepat
dengan bertambahnya ketinggian. Kasus ini terjadi pada kondisi ketidakstabilan
yang kuat labil. Looping hanya terjadi pada siang hari, biasanya jika langit
cerah dan angin hampir tenang. Karena kelabilan udara dan pencampuran
konvektif kuat, maka kepulan didispersikan secara cepat dan tidak
teratur, dibawa ke atas dan ke bawah hingga konsentrasi zat pencemar
menjadi encer;
b Coning. Pola kepulan ini terjadi jika
suhu berkurang dengan bertambahnya ketinggian. Kasus ini terjadi dalam
kondisi atmosfer mendekati netral. Coning terjadi jika hari berawan dan
berangin, sedangkan suhu sedikit turun dengan meningkatnya ketinggian sekitar
1°C100 m. Kondisi ini lebih sering terjadi pada iklim lembab dari pada
iklim kering, yang disebabkan terutama oleh turbulensi secara mekanis;
c Fanning. Pola kepulan ini terjadi jika
suhu udara meningkat dengan bertambahnya ketinggian. Kasus ini
terjadi dalam kondisi atmosfer stabil. Fanning sering terjadi pada malam hari
dan pagi hari saat langit cerah dan angin bertiup lemah. Hal ini mendorong
pembentukan lapisan udara stabil tebal dekat permukaan tanah. Pada daerah
lintang tinggi, kondisi semacam ini dapat bertahan lama terutama jika ada liputan
salju;
d Lofting. Pada pola kepulan ini tidak
terjadi proses pencampuran ke arah bawah
e Fumigation. Pada kepulan ini terjadi
proses pencampuran ke arah bawah dan atas yang dibatasi oleh lapisan inversi.
Fumigration dikaitkan dengan inversi radiatif yang pada umumnya menghilang
menjelang siang;
f Trapping. Pola kepulan ini terjadi proses
pencampuran yang lemah ke arah bawah dan atas yang dibatasi lapisan inversi.
Sehingga kepulan cenderung menyebar horizontal ke arah bawah.
II.6.4. Kelembaban Nisbi RH
Kelembaban dapat menyatakan kondisi uap air yang dikandung oleh udara.
Kelembaban udara dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak dan kelembaban relatif.
Kelembaban mutlak dinyatakan sebagai tekanan uap e, yaitu kandungan uap air per
satuan volume udara. Sedangkan kelembaban relatif RH merupakan perbandin gan antara
jumlah uap air aktual dengan kapasitas udara dalam menampung uap air.
Kelembaban udara RH juga termasuk salah satu unsur cuaca yang memegang
peranan dalam proses polusi udara. Nilai RH
7
Gambar 4. Pola Kepulan Cerobong yang Terbentuk pada Berbagai Kondisi Stabilitas Atmosfer Sumber : Geiger dan Todhunter, 1995
yang rendah akan menyebabkan konsentrasi polutan di atmosfer meningkat. Hal ini
dikarenakan RH menghalangi pema nasan surya terhadap permukaan.
Selain itu, konsentrasi partikel tersuspensi yang
meningkat di udara juga akan berakibat pada berkurangnya
jarak pandang visibility karena udara yang berkabut dan berasap
Oke 1987.
II.6.5. Radiasi Matahari
Radiasi mempengaruhi pencemaran udara secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung radiasi mempengaruhi proses -proses kimia di atmosfer dengan
interaksi antar molekul yang bertindak sebagai fotoaseptor Bibbero dan Young,
1974, Seperti aldehid, asam nitrit HNO
2
dan Ozon O
3
, yang berlangsung efektif pada siang hari dengan bantuan sinar
matahari, dan secara tidak langsung sebagai energi penggerak udara akibat perbedaan
pemanasan permukaan sehingga menimbulkan angin dan turbulensi kemudian
mempengaruhi terjadinya inversi dan stabilitas udara.
II.6.6. Hujan
Hujan merupakan faktor utama dalam pembersihan atmosfer. Proses pembersihan
ini terjadi melalui dua mekanisme, yaitu rain out dan wash out. Rain out terjadi pada saat
proses kondensasi dengan partikel pencemar sebagai butir kondensasi, sedangkan wash
out terjadi pada saat air hujan dalam perjalanannya ke bumi bereaksi den gan
partikel-partik el pencemar Liu dan Liptak, 2000.
II.7. Model Matematis dalam Pendugaan