Kondisi hutan dan pembalakan liar atau illegal logging
6
Pratama IHP, PT. Satria Perkasa Agung SPA, PT.Wana Rokan Bonay Perkasa WRBK, dan PT. Ruas Utama Jaya RUJ. Ke 14 perusahaan ini telah ditetapkan
sebagai tersangka dalam pembalakan liar atau illegal logging di Provinsi Riau. Proses pemberkasan perkara telah dilakukan selama hampir dua tahun sejak tahun 2005.
Namun, berdasarkan keterangan tim ahli dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup
dan Departemen Kehutanan Dephut sekarang Kemenhut, pada akhir Desember 2008 dianggap
kurang cukup
bukti atas
perbuatan melawan
hukumnya atau
onrechtmatigheids beleid-nya. Hal ini memberikan alasan kuat dari pihak Polri di Pusatdalam hal ini Mabes Polri, untuk mengeluarkan SP-3 atas 13 dari keseluruhan 14
berkas perkara yang belum dinyatakan P-21 atas kasus atau delik pidana pembalakan liar atau illegal logging di Provinsi Riau, yang sebelumnya telah dengan serius
ditangani Polda Riau tahun 2005. Pertimbangan dikeluarkannya SP-3 atas dugaan delik pidana pembalakan liar atau illegal loging di Provinsi Riau tersebut diatas, didasarkan
atas pertimbangan dua kelompok ahli, yaitu dari pihak: 1 Kementrian Lingkungan Hidup KLH dan 2 Departemen Kehutanan Dephut sekarang Kemenhut. Kedua
kelompok ahli menyatakan bahwa di Provinsi Riau selama ini tidak terdapat kerusakan lingkungan serta menyatakan juga bahwa sejumlah 13 dari 14 perusahaan yang
sebelumnya telah menjadi tersangka tersebut telah mendapatkan izin resmi yang dapat dipertanggungjawabkan sekalipun Polda Riau dan Mabes Polri pada tahun 2008
menyatakan hal sebaliknya. Mengacu kepada dua kelompok saksi yang dilibatkan yang berasal dari KLH
dan Dephut sekarang Kemenhut, sejumlah 13 dari 14 perusahaan yang sebelumnya telah menjadi tersangka tersebut, telah resmi dinyatakan mendapat izin yang dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam kasus PT RUJ Ruas Utama Jaya yang merupakan anak perusahaan, dalam berkas perkara Polda Riau saat itu, PT. IKPP tetap dinyatakan
tidak memiliki izin dan memenuhi unsur pembalakan liar atau illegal logging. Delik pidana yang dilakukan PT. RUJ Ruas Utama Jaya adalah membangun kanal parit di
dalam hutan lindung. Uraian di atas mengindikasikan bahwa telah terjadi inkonsistensi dan insinkronisasi antara produk dan pelaksana kebijakan perlindungan hutan dengan
pengusahaan hutan di Indonesia terkait delik pidana pembalakan liar atau illegal logging di Provinsi Riau. Merujuk pada kejadian tersebut, dapat dikatakan bahwa
implementasi sistem kebijakan perlindungan hutan belum efektif dan seluruh kebijakan peraturan perundangundangan terkait perlindungan hutan dari seluruh pemangku
7
kepentingan atau stake holders para pembuat keputusan di Indonesia belum terintegrasi dalam sebuah kesatuan sistem yang holistik dan terintegrasi.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka diperlukan suatu kajian yang komprehensif tentang sistem hukum dan kebijakan dalam melindungi hutan dari
pembalakan liar atau illegal logging di Indonesia, khususnya di Provinsi Riau yang berdampak terhadap aspek ekologi, ekonomi, dan sosial.