Novelty PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

17

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah: upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum, UUPPLH No. 32 Tahun 2009.

2.2. Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu

Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah suatu pendekatan pe- ngelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumber daya, dan kegiatan pemanfaatan pembangunan secara terpadu integrated guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Keterpaduan integration mengandung tiga dimensi: sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis Dahuri et al, 2008 Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu ada koordinasi tugas, wewenang dan tanggung jawab antar sektor atau instansi pemerintah pada tingkat pemerintah tertentu horizontal integration, dan antar tingkat pemerintahan dari mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, sampai tingkat pusat vertical integration. Keterpaduan dari sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa di dalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar pendekatan interdisiplin ilmu interdisciplinary approaches, yang melibatkan bidang ilmu: ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum, dan lainnya yang relevan. Hal ini diperlukan karena wilayah pesisir pada dasarnya terdiri dari sistem sosial yang terjalin secara kompleks dan dinamis serta pada dasarnya tersusun dari berbagai macam ekosistem mangrove, terumbu karang, estuarin, pantai berpasir, dan lainnya yang satu sama lain saling terkait, tidak berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang menimpa satu ekosistem akan menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu, wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh berbagai macam kegiatan manusia maupun proses-proses alamiah yang terdapat di lahan atas upland areas 18 maupun laut lepas oceans. Kondisi empiris seperti ini mensyaratkan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu PWPLT harus memperhatikan segenap keterkaitan ekologis ecological linkages tersebut yang dapat mempengaruhi suatu wilayah pesisir. Mengingat bahwa suatu pengelolaan management terdiri dari tiga tahap utama: perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi; maka nuansa keterpaduan tersebut perlu diterapkan sejak tahap perencanaan sampai evaluasi. 2.2.1. Perencanaan terpadu Perencanaan terpadu dimaksudkan untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan berbagai aktivitas dari dua atau lebih sektor dalam perencanaan pembangunan dalam kaitannya dengan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan, Dahuri et al, 2008. Perencanaan terpadu biasanya dimaksudkan sebagai suatu upaya secara terprogram untuk mencapai tujuan yang dapat mengharmoniskan dan mengoptimalkan antara kepentingan untuk memelihara lingkungan, keterlibatan masyarakat, dan pembangunan ekonomi. Seringkali, keterpaduan juga diartikan sebagai koordinasi antara tahapan pembangunan di wilayah pesisir dan lautan yang meliputi: pengumpulan dan analisis data, perencanaan, implementasi, dan kegiatan konstruksi Sorensen, 1990 diacu dalam Dahuri et al, 2008. Dalam konteks perencanaan pembangunan sumber daya alam yang lebih luas, Hanson 1988 diacu dalam Dahuri et al, 2008 mendefinisikan perencanaan sumber daya secara terpadu sebagai suatu upaya secara bertahap dan terprogram untuk mencapai tingkat pemanfaatan sistem sumber daya alam secara optimal dengan memperhatikan semua dampak lintas sektoral yang mungkin timbul. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pemanfaatan optimal adalah suatu cara pemanfaatan sumber daya pesisir dan lautan yang dapat menghasilkan keuntungan ekonomis secara berkesinambungan untuk kemakmuran masyarakat. Kemudian, Lang 1986 diacu dalam Dahuri et al 2008 menyarankan bahwa keterpaduan dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam, seperti pesisir dan lautan, hendaknya dilakukan pada tiga tataran level: teknis, konsultatif, dan koordinasi. Pada tataran teknis, segenap pertimbangan teknis, ekonomis, sosial, dan lingkungan hendaknya secara seimbang atau proporsional dimasukkan kedalam 19 setiap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sumber daya pesisir dan lautan. Pada tataran konsultatif, segenap aspirasi dan kebutuhan para pihak yang terlibat stakeholders atau terkena dampak pembangunan sumber daya pesisir dan lautan hendaknya diperhatikan sejak tahap perencanaan sampai pelaksanaan. Tataran koordinasi mensyaratkan diperlukannya kerjasama yang harmonis antar semua pihak yang terkait dengan pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan, baik itu pemerintah, swasta, maupun masyarakat umum. 2.2.2. Keterpaduan ekologis Antara lahan atas daratan dan laut, secara keruangan dan ekologis wilayah pesisir memiliki keterkaitan. Hal ini disebabkan karena wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara daratan dan laut. Karena keterkaitan kawasan tersebut, maka pengelolaan kawasan pesisir dan laut tidak terlepas dari pengelolaan lingkungan yang dilakukan di kedua kawasan tersebut. Berbagai dampak lingkungan yang mengenai kawasan pesisir dan laut adalah akibat dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan yang dilakukan di lahan atas seperti penggunaan lahan permukiman, peternakan, perkebunan, kehutanan, industri, perkantoran dan sebagainva, demikian juga dengan kegiatan yang dilakukan di laut lepas, seperti kegiatan pengeboran minyak lepas pantai dan perhubungan laut Dahuri, 2008 Pengendalian pencemaran yang diakibatkan oleh antropogenik di hulu tidak dapat hanya dilakukan di kawasan di pesisir saja, melainkan harus dilakukan mulai dari sumber dampaknya. Oleh karena itu, pengelolaan di wilayah pesisir harus diintegrasikan dengan wilayah daratan dan laut serta daerah aliran sungai menjadi satu kesatuan dan keterpaduan pengelolaan. Pengelolaan yang baik di wilayah pesisir akan terganggu jika tidak diimbangi dengan perencanaan DAS yang baik pula. 2.2.3. Keterpaduan sektor Wilayah pesisir merupakan perairan yang sangat penting, baik dipandang dari segi ekologis dan ekonomis serta merupakan penopang sistem ekologi dari biota laut. Banyaknya instansi atau sektor-sektor pelaku 20 pembangunan yang bergerak dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut, maka akibatnya, seringkali terjadi tumpang tindih pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut antar satu sektor dangan sektor lainnya. Oleh karena itu, supaya pengelolaan sumberdaya alam di kawasan pesisir dapat dilakukan secara optimal dan berkesinambungan, maka dalam perencanaan pengelolaan harus mengintegrasikan semua kepentingan sektoral. Kegiatan suatu sektor tidak dibenarkan mengganggu, apalagi sampai mematikan kegiatan sektor lain. Keterpaduan sektoral ini, meliputi keterpaduan secara horisontal antar sektor dan keterpaduan secara vertikal dalam satu sektor. Oleh karena itu, pengelolaan di kawasan pesisir secara terpadu sangat perlu dilakukan untuk menghindari benturan dan tingkat kepentingan antara stakeholder Mukhtasor, 2007 2.2.4. Keterpaduan disiplin ilmu Karasteristik wilayah pesisir dan laut adalah unik, baik sifat dan karakteristik ekosisitem pesisir, maupun sifat dan karasteristik sosial budaya masyarakat pesisir. Sehingga dalam mengkaji wilayah pesisir dan laut tidak hanya diperlukan satu disiplin ilmu saja tetapi dibutuhkan berbagai disiplin ilmu yang menunjang sesuai dengan karakteristik pesisir dan lautan tersebut. Dengan sistem dinamika perairan pesisir yang khas, dibutuhkan disiplin ilmu khusus pula, seperti ilmu hidrologi, ilmu perairan, hidrooseanografi, dinamika oseanografi, perikanan, ilmu pertanian, ilmu MIPA, ekologi, keteknikan, hukum, sosiologi, dan ilmu kebijakan lingkungan disertai keragaman analisis Dahuri 2005 2.2.5. Keterpaduan sistem Dalam beberapa hal, perubahan yang terjadi bukanlah sesuatu yang mudah untuk dipelajari karena keterkaitan antar komponen yang sangat kompleks. Sebagai contoh, pembuangan limbah secara langsung ke badan perairan secara terus ke sungai, akan mengakibatkan perubahan fisik,kimia, dan biologi di sungai maupun di pesisir. Hal tersebut menyebabkan perubahan fungsi sungai dan pesisir sehingga menyebabkan pencemaran atau degradasi ekosistem pesisir. Selain itu akan mempengaruhi aspek ekonomi dan sosial. Perubahan yang bersifat kompleks membuat pengelola tidak hanya mempelajari sebagian dari perubahan tersebut, tetapi harus mempelajarinya secara 21 menyeluruh, karena keterkaitan antar komponen yang satu dengan lainnya. Oleh sebab itu, dalam menangani suatu masalah, harus menyelesaikannya tidak hanya pada suatu tempat kejadian dan waktu tertentu, namun pada skala yang lebih luas baik secara spasial maupun temporal. Pada kasus pembuangan limbah di atas, dampaknya tidak langsung terjadi seketika, namun dapat terjadi pada masa yang akan datang setelah bahan pencemar mencapai titik kritis tertentu Hartisari, 2007 Pendekatan sistem merupakan cara pandang yang bersifat menyeluruh holistic yang memokuskan pada integrasi dan keterkaitan antar komponen. Pendekatan ini dapat mengubah cara pandang dan pola berpikir dalam menangani permasalahan dengan menggunakan model yang merupakan penyerhanaan dari sebuah sistem Eriyatno, 2003 2.2.6. Keterpaduan kebijakan Kebijakan muncul dan diperlukan dalam masyarakat yang relatif maju dan menghadapi permasalahan yang kompleks dalam mengatur perilaku anggota masyarakat dalam aktivitas tertentu. Oleh karena itu kebijakan dapat menghasilkan suatu perubahan yang nampaknya tidak mungkin terjadi menjadi mungkin Tidak mudah mendefinisikan kata kebijakan, hal ini disebabkan adanya berbagai tafsiran dan persepsi dari masyarakat umum dalam percakapan sehari- hari. Menurut Dunn, W, 2003 bahwa, analisis kebijakan Policy Analysis adalah aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan. Dalam arti historis yang paling luas, analisis kebijakan sebagai suatu pendekatan terhadap pemecahan masalah sosial dimulai pada satu tonggak sejarah ketika pengetahuan secara sadar digali untuk memungkinkan dilakukannya pengujian secara eksplisit kemungkinan menghubungkan pengetahuan dan tindakan. Sedangkan ilmu kebijakan Policy Sciences, suatu istilah dan orientasi terhadap ilmu sosial yang dikembangkan oleh Harold D. Lasswell dkk sebelum dan setelah perang dunia II adalah: ilmu yang berorientasi pada masalah kontekstual, multidisiplin, dan secara eksplisit bersifat normatif. Ilmu kebijakan dirancang untuk menyoroti masalah fundamental dan yang seringkali diabaikan yang muncul ketika warga Negara dan pengambil kebijakan menyesuaikan 22 dengan perubahan-perubahan sosial dan transformasi politik dan kebijakan yang terus menerus untuk melayani tujuan-tujuan demokrasi. Kemudian menurut E.S Quade dalam Dunn, W 2003 bahwa analisis kebijakan adalah suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberi landasan dari pusat pembuat kebijakan dalam membuat keputusan. Keterpaduan kebijakan sangat esensial untuk menjamin konistensi dari program pengelolaan pesisir terpadu dalam konteks kebijakan pemerinah pusat dan daerah serta untuk memelihara koordinasi. Tujuan akhir adalah mengintegrasikan program pengelolaan pesisir secara terpadu ke dalam rencana pembangunan ekonomi dan strategi penyuluhan pesisir harus dapat merupakan perubahan yang terjadi di wilayah pesisir dan konsisten dengan tujuan pembangunan ekonomi nasional Untuk mewujudkan pengelolaan terpadu, para stakeholder yang terkait dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan harus mengetahui kegiatan apa saja yang dapat dan tidak dapat dipadukan, dan bagaimana cara memadukannya Aunuddin et al. 2001 diacu dalam Rofiko, 2005 2.2.7. Keterpaduan stakeholder Suatu keterpaduan bisa berhasil bila diterapkan atau ditunjang oleh keterpaduan dari pelaku dan pengelola pembangunan di kawasan pesisir di laut stakeholder. Pelaku pembangunan dan pengelola sumber daya alam wilayah pesisir dan laut antara lain terdiri dari pemerintah pusat dan daerah, masyarakat pesisir, swastainvestor dan juga lembaga swadaya masyarakat yang masing- masing mempunyai tingkat kepentingan dalam pemanfaatan sumber daya alam di pesisir. Perencanan pengelolaan terpadu harus mengakomodir segenap kepentingan pelaku pembangunan sumber daya pesisir dan laut. Oleh karena itu. perencanaan pengelolaan pembangunan harus menggunakan pendekatan dua arah, yaitu pendekatan top down dan pendekatan bottom up Dahuri, 2005 Pengelolaan secara terpadu merupakan dimensi yang sangat penting dalam sistem pengeloalan sumberdaya pesisir dan laut, tidak hanya dari segi kecocokan secara internal antara kebijakan dan program aksi, antar proyek dan program, tetapi juga antara perencanaan dan pelaksanaan. Berdasarkan jenis 23 keterpaduan dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu keterpaduan sistem, keterpaduan fungsi dan keterpaduan kebijakan. 2.2.8. Keterpaduan fungsional Keterpaduan fungsional diperlukan dalam pengelolaan pesisir dan lautan yang berkaitan dengan hubungan antara berbagai kegiatan pengelolaan seperti koordinasi mengenai program dan proyek supaya sesuai dengan tujuan dan sasaran pengelolaan. Keterpaduan juga mengupayakan supaya tidak terjadi duplikasi proyek diantara stakeholder yang terlibat, tetapi saling melengkapi. Keterpaduan fungsional merupakan salah satu bentuk efektif dalam penyusunan zonasi pesisir yang mengalokasikan pemanfaatan sumberdaya secara spesifik.

2.3. Perencanaan secara sektoral

Perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir secara sektoral biasanya berkaitan dengan hanya satu macam pemanfaatan sumber daya atau ruang pesisir oleh satu instansi pemerintah untuk memenuhi tujuan tertentu, seperti perikanan tangkap, tambak, pariwisata, pelabuhan, atau industri minyak dan gas. Pengelolaan semacam ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antar sektor yang berkepentingan yang melakukan aktivitas pembangunan pada wilayah pesisir dan lautan yang sama. Selain itu, pendekatan sektoral semacam ini pada umumnya tidak atau kurang mengindahkan dampaknya terhadap yang lain, sehingga dapat mematikan usaha sektor lain. Contohnya kegiatan industri yang membuang limbahnya ke lingkungan pesisir dapat mematikan usaha tambak, perikanan tangkap, pariwisata pantai dan membahayakan kesehatan manusia Dahuri 2005

2.4. Dimensi pembangunan berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan adalah: Pembangunan yang berdasarkan pada azas pertumbuhan ekonomi, pelestarian lingkungan hidup dan stabilitas sosial untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, baik generasi saat ini maupun generasi mendatang tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan ekosistem Sutjahjo 2007. Kemudian menurut UU nomor. 32 tahun 2009 tentang perlindungan pengelolaan lingkungan hidup, bahwa pembangunan berkelanjutan adalah: upaya sadar terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial,