Tanggapan Masyarakat Kerangka Berpikir

26 g. mencarikan pasangan hidup yang permanensuami bagi para wanita tuna susila untuk membawa mereka ke jalan yang benar; h. mengikutsertakanex-WTS bekas wanita tuna susila dalam usaha transmigrasi, dalam rangka pemerataan penduduk dan di tanah air dan perluasan kesempatan kerja bagi kaum wanita. Giusta, Tomaso and Stron 2004: 5 menjelaskan bahwa “the conclusions reached by the study are that prostitution will always exist, even if it is prohibited by law, that limits can be drawn on the types of prostitution existing in each community, and that policies prohibiting prostitution altogether should be changed for the good of society ” kesimpulan yang dicapai oleh penelitian ini adalah bahwa prostitusi akan selalu ada, bahkan jika itu dilarang oleh hukum, keterbatasan itu dapat di gambarkan pada jenis prostitusi yang ada di setiap komunitas, dan bahwa kebijakan yang melarang prostitusi sama sekali harus diubah untuk kebaikan masyarakat. Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa pelacuran akan selalu ada bahkan jika itu dilarang oleh hukum, maka penanggulangan pelacuran bisa dilakukan dengan cara rehabilitasi. Selain itu, pemerintah juga harus membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dengan gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memberikan pelatihan serta keterampilan bagi para wanita agar tidak bekerja sebagai PSK.

F. Tanggapan Masyarakat

Kartono 2013:257 mengemukakan bahwa semakin ditekan pelacuran, maka akan semakin luas menyebar prostitusi tersebut. Sikap reaktif dari masyarakat luas atau reaksi sosialnya bergantung pada empat faktor, yaitu: 27 1. derajat penampakanvisibilitas tingkah laku, yaitu menyolok tidaknya perilaku immoral para pelacur; 2. besarnya pengaruh yang mendemoralisasi lingkungan sekitarnya; 3. kronis tidaknya kompleks tersebut menjadi sumber penyakit kotor syphilis dan gonorrhoe, dan penyebab terjadinya abortus keguguran serta kematian bayi-bayi; 4. pola kultural: adat-istiadat, norma-norma susila dan agama yang menentang pelacuran, yang sifatnya represif dan memaksakan. Reaksi sosial itu bisa bersifat menolak sama sekali dan mengutuk keras serta memberikan hukuman berat sampai pada sikap netral, masa bodoh dan acuh tak acuh serta menerima dengan baik. Sikap menolak bisa bercampur dengan rasa benci, ngeri, jijik, takut, dan marah. Sedang sikap menerima bisa bercampur dengan rasa senang, memuji-muji, mendorong, dan simpati. “Apabila deviasi atau penyimpangan tingkah laku berlangsung terus- menerus dan jumlah pelacur menjadi semakin banyak menjadi kelompok- kelompok deviant dengan tingkah lakunya yang menyolok, maka terjadilah perubahan pada sikap dan organisasi masyarakat terhadap prostitusi.Terjadi pula perubahan-perubahan dalam kebudayaan itu sendiri. Stigma atau noda sosial dan eksploitasi-komersialisasi seks yang semula dikutuk hebat, kini berubah dan mulai diterima sebagai gejala sosial yang umum ” Kartono, 2013:258.

G. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan dimensi-dimensi kajian utama, faktor- faktor kunci, variabel-variabel dan hubungan antara dimensi-dimensi yang disusun dalam bentuk narasi. 28 Pekerja Seks Komersial PSK seringkali menjadi masalah di masyarakat. Keberadaan para pekerja seks komersial dinilai melanggar norma-norma sehingga kerap dibenci oleh banyak orang, tetapi para pekerja seks tersebut juga bukan tanpa alasan memilih pekerjaan menjadi PSK. Banyak faktor yang melatarbelakangi wanita bekerja sebagai PSK. Faktor tersebut dapat dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor individu dan spiritual, sedangkan faktor eksternal meliputi ekonomi dan lingkungan. Faktor individu adalah faktor yang paling kuat karena bersumber dari dalam diri. Faktor ini akan susah dipatahkan atau dibendung apabila seorang wanita ingin benar-benar menjadi pekerja seks komersial. Faktor internal selanjutnya adalah faktor spiritual. Faktor spiritual di sini apabila seorang wanita dibekali dengan pengetahuan agama yang kurang. Seorang wanita yang kurang menguasai pengetahuan tentang agama maka akan lebih mudah terjerumus untuk menjadi pekerja seks komersial. Kemudian faktor eksternal, yaitu faktor ekonomi. Kesulitan dalam hal ekonomi sudah menjadi rahasia umum wanita menjadi pekerja seks komersial, karena tekanan ekonomi inilah beberapa wanita terpaksa menjual diri menjadi pelacur untuk mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu lingkungan juga mempunyai pengaruh terhadap beberapa wanita yang memilih pekerjaan menjadi pekerja seks komersial. Lingkungan yang sudah terbiasa akan prostitusi dan pekerjaan sebagai pekerja seks komersial, kemudian dari pekerjaan tersebut dapat dengan 29 mudah mengkonsumsi barang-barang rumah tangga, maka akan menimbulkan kerabat dan tetangga dekatnya untuk meniru. Terjadilah keadaan dimana di lingkungan tersebut bahwa pekerjaan sebagai pekerja seks komersial dianggap sudah biasa. Dalam hal ini seharusnya pemerintah memberikan solusi terbaik bagi para PSK tersebut. Cara yang sudah sering dilakukan adalah seperti menyediakan pelatihan keterampilan bagi para PSK, harapannya tidak hanya sekadar pelatihan saja, tetapi ada tindak lanjut dari pelatihan tersebut agar tidak bekerja sebagai PSK lagi. Berikutnya adalah Dinas Sosial maupun LSM terkait untuk melaksanakan sosialisasi HIVAIDS atau penyakit infeksi menular seksual lainnya agar masyarakat lebih paham bagaimana cara mencegah dan menaggulanginya. Penyatuanpenyempitan lokalisasi juga perlu dilakukan untuk mempersempit ruang gerak dari para pelaku prostitusi. Solusi ini juga diharapkan dapat menekan angka penularan HIVAIDS yang semakin bertambah. Mendirikan panti rehabilitasi sendiri juga tidak ada salahnya. Melihat maraknya kasus prostitusi di kawasan pantura dan semakin banyaknya penderita HIVAIDS adalah salah satu alasan yang kuat untuk mendirikan panti rehabilitasi sendiri. Tujuan akhirnya adalah agar PSK tersebut dapat kembali hidup normal di masyarakat dengan kreatif dan produktif, karena pada hakikatnya PSK juga manusia yang akhirnya akan kembali ke masyarakat. Kerangka teoretis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 30 dan Pekerja Seks Komersial PSK  Pemerintah menyediakan pelatihan keterampilan bagi para wanita dan tindak lanjut dari pelatihan tersebut agar tidak bekerja sebagai PSK lagi.  Dinas Sosial melaksanakan sosialisasi HIVAIDS  Penyatuanpenyempitan lokalisasi di Kab. Batang  Pemerintah Daerah mendirikan panti rehabilitasi di Kab. Batang. Latar Belakang 1. faktor internal, meliputi: a. faktor individu; b. spiritual; 2. faktor eksternal, meliputi: a. ekonomi b. lingkungan Karakteristik  Umur  Pendidikan  Latar Belakang Keluarga  Keyakinanagama  Lingkungan  Geografi Sosial Kembali menjadi manusia normal di masyarakat Tanggapan masyarakat Membiarkan permisif 31

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah Moleong 2010: 6.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana peneliti melakukan penelitian atau tempat dimana penelitian itu dilakukan. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di lokalisasi Petamanan yang berada di kawasan pangkalan truk Banyuputih dan Dusun Petamanan Desa Banyuputih Kecamatan Banyuputih Kabupaten Batang karena PSK di Dusun Petamanan Desa Banyuputih tempatnya dilokalkan di lokalisasi Dusun Petamanan Desa Banyuputih.

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian menyatakan pokok persoalan apa yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian. Penetapan fokus penelitian merupakan tahap yang

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Remaja Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Deskriptif : Psk Dampingan Perempuan Peduli Pedila Medan Lokalisasi Losmen Cibulan)

1 74 108

Hubungan Sosiodemografi, Pengetahuan, dan Sikap Pekerja Seks Komersial (PSK) dengan Upaya Pencegahan HIV/AIDS di Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau

0 80 120

Pandangan Waria Penjaja Seks Komersial Tentang Kesehatan (Studi Administrasi Kesehatan di Pelabuhan Belawan Kota Medan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2003)

0 31 85

Pengetahuan Dan Sikap Pekerja Seks Komersial (PSK) Tentanginfeksi Menular Seksual (IMS) Di Desa Naga Kesiangan Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010

4 49 92

Pengaruh Demografi Dan Pengetahuan Pekerja Seks Komersial Tentang HIV/AIDS Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Klinik VCT Komite Penanggulangan HIV/AIDS Di Kabupaten Toba Samosir

1 44 124

Tingkat Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) Tentang Kesehatan Reproduksi di Lokasi Pantai Nirwana Wilayah Kecamatan Puskesmas Tembilahan Kota (Riau) Tahun 2008

3 31 62

Hubungan Perilaku Pekerja Seks Komersial Dengan Kejadian Penyakit Sifilis Dan HIV Di Lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2008

1 58 92

Persepsi Pekerja Seks Komersial Terhadap Pemanfaatan Klinik IMS Dan VCT Di Klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan Kota Medan Tahun 2009

1 44 97

Karakteristik Kepribadian Pekerja Seks Komersial (PSK) Berdasarkan Tes Grafis dan Tes Wartegg

1 4 2

Karakteristik pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi desa Puger kulon kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 5 67