Eksternalitas Positif Banjir Kanal Barat Jakarta Sebagai Potensi Wisata Air

(1)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Banjir merupakan salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia, khususnya kota-kota besar seperti Jakarta. Banjir yang terjadi di Jakarta membentuk suatu peristiwa periodisasi atau kala ulang. Periodisasi banjir bisa terjadi dalam kala ulang 100 tahun, 50 tahun, 20 tahun, 10 tahun, dan sekarang telah menjadi siklus atau kala ulang lima tahunan. Meskipun sebenarnya setiap tahun Kota Jakarta mengalami banjir, hanya saja ada tahun-tahun yang kejadian banjirnya sangat besar, ada pula tahun-tahun-tahun-tahun yang banjirnya berkurang. Menurut sejarahnya Jakarta sudah dilanda banjir ketika masih disebut Batavia, yaitu sejak tahun 1621, 1654, 1873, dan 1918 pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Pada dekade terakhir ini, banjir besar terjadi pada tahun 1979, 1996, 1999, 2002, 2007 (Kusumaputra, 2010).

Terbatasnya lahan serta Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Jakarta menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir Jakarta karena kurangnya daerah resapan air. Keterbatasan tersebut akibat banyak dibangun gedung serta bangunan lain yang membuat Kota Jakarta menjadi padat. Tahun 1985, luas RTH Jakarta masih 28,76 % dari total luas Jakarta yang mencapai 661,52 km2. Namun pada tahun 1995, luas RTH Jakarta menjadi 24,88 %. Tahun 2003, luas RTH Jakarta hanya tersisa 9,12 % dan tahun 2007 luas RTH di Jakarta semakin berkurang menjadi 6,2 %. Data tersebut memperlihatkan terjadinya degradasi kawasan RTH di Jakarta. Padahal idealnya, proporsi RTH di Jakarta minimal 30 % dari luas total wilayah kota1.

1


(2)

2 Oleh karena itu, setiap tahun luas genangan banjir di Jakarta semakin melebar. Lokasi daerah rawan banjir dan rawan genangan umumnya daerah rendah, dimana lokasi tersebut awalnya diindikasikan sebagai tempat tampungan air banjir sementara. Tetapi pada perkembangannya, daerah tersebut menjadi lingkungan pemukiman yang relatif padat penduduk. Data lokasi banjir di lima wilayah kotamadya Jakarta dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Lokasi Banjir di Lima Wilayah Kota Jakarta

No. Wilayah Lokasi Banjir Luas Genangan

1. Jakarta Barat 7 Kecamatan 1.190.400 m2

32 Kelurahan (± 119 ha)

2. Jakarta Pusat 4 Kecamatan 209.000 m2

4 Kelurahan (± 20 ha)

3. Jakarta Selatan 10 Kecamatan 64.500 m2

45 Kelurahan (± 6 ha)

4. Jakarta Utara 7 Kecamatan 5.529.050 m2

31 Kelurahan (± 552 ha)

5. Jakarta Timur 10 Kecamatan 1.189.453 m2

45 Kelurahan (± 118 ha)

Sumber: Dok. Dinas Pekerjaan Umum (2010)

Penyebab lain banjir adalah curah hujan yang berfluktuasi. Tabel 2 menampilkan data curah hujan dan pos curah hujan di wilayah DKI Jakarta. Tabel 2. Curah Hujan Stasiun BMKG dan Pos Hujan Tanggal 14

September 2010

No. Pos Hujan Curah Hujan (mm)

1. Staklim Pondok Betung 108,9

2. Stamet Serang 7,0

3. Stamar Tanjung Priuk 0

4. Stamet Kemayoran 4,0

5. Stamet Cengkareng 14,0

6. Pos Istana 2,0

7. Pos Krukut Hulu 19,0

8. Pos Lebak Bulus 62,5

9. Pos Pasar Minggu 114,0

10. Pos Pesanggrahan 14,0

11. Pos Ragunan 60,8

12. Pos Rorotan 0

13. Pos Setiabudi 37,5

14. Pos Sunter Hulu 45,0

15. Pos Sunter Kodamar 0

16. Pos Waduk Melati 21,0


(3)

3 Banjir yang terjadi di Jakarta juga dipengaruhi oleh 13 sungai atau kali yang melintasi Kota Jakarta. Sungai atau kali tersebut adalah: Kali Mookervart, Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Kali Grogol, Kali Krukut, Kali Baru Barat, Kali Ciliwung, Kali Baru Timur, Kali Cipinang, Kali Buaran, Kali Sunter, Kali Jati Kramat, dan Kali Cakung. Data sungai atau Drainase Makro di Jakarta dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Drainase Makro 13 Sungai Melintas di Jakarta

No. Lokasi Panjang Lebar Rata2 Luas (km) (m) (km2)

1. K. Mookervart 7,30 50 0,3650

2. K. Angke-CD 12,81 42 0,5380

3. K. Pesanggrahan 27,30 13 0,3549

4. K. Grogol 23,60 7 0,1652

5. K. Krukut 28,75 6 0,1725

6. K. Ciliwung 46,20 25 1,1550

7. K. Baru Timur 30,20 13 0,3926

8. K. Cipinang 27,35 17 0,4650

9. K. Sunter 37,25 29 1,0803

10. K. Buaran 7,90 20 0,1580

11. K. Jati Kramat 3,80 5 0,0190

12. K. Cakung 20,70 20 0,4140

13. K. Blencong 6,00 27 0,1620

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum (2011)

Salah satu masalah terjadinya banjir adalah pencemaran sungai atau kali. Kondisi ke-13 sungai tersebut saat ini sangat kompleks karena pencemaran. Persentase status mutu air sungai yang melintasi Kota Jakarta dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data Persentase Status Mutu Air Sungai di Jakarta No. Status Mutu Air Persentase (%)

1. Masih Baik 0

2. Tercemar Ringan 7 sampai 9

3. Tercemar Sedang 10 sampai 20

4. Tercemar Berat 71 sampai 82

Sumber: Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta (2010)

Bulan Januari-Februari merupakan puncak bulan basah, sehingga jika pada bulan-bulan tersebut terjadi hujan deras, maka kemungkinan terjadi


(4)

4 banjir akan lebih besar. Banjir merupakan salah satu bentuk eksternalitas negatif, karena banjir bisa terjadi akibat sampah dari aktivitas ekonomi di hulu yang mengalir terbawa arus air sungai akibat sanitasi dan saluran air yang buruk. Selain itu banjir juga bisa disebabkan karena terjadinya sedimentasi dan tidak dilakukannya pembersihan rutin pada daerah aliran sungai. Oleh karena hal itu, pemerintah membangun waduk atau kanal sebagai salah satu upaya struktural pengendali banjir di Jakarta.

Pembangunan kanal tersebut ternyata mempunyai sisi lain yang dapat dimanfaatkan, yaitu sebagai objek wisata air seperti misalnya yang ada di Sungai Seine di Perancis serta Sungai San Antonio di Amerika Serikat. Pada tahun 1930 di Amerika Serikat dibangun sebuah proyek pengendali banjir yang diberi nama River Walk San Antonio, tetapi kemudian berkembang menjadi daerah tujuan wisata. Objek wisata yang ditawarkan berupa objek wisata air yang dapat menimbulkan suatu bentuk eksternalitas positif. Tidak hanya wisatawan lokal yang senang menikmati keindahan ekowisata River Walk San Antonio, tetapi juga wisatawan mancanegara yang memang sengaja datang kesana untuk menikmati keindahan ekowisata River Walk San Antonio2.

Jakarta yang mempunyai struktur alam mirip dengan negeri Belanda, menyebabkan dibangunnya kanal-kanal yang berfungsi untuk pencegah banjir3. Terdapat dua kanal yang dibangun di Jakarta, yaitu Banjir Kanal Barat (BKB) disebelah barat Jakarta dan Banjir Kanal Timur (BKT) disebelah

2

http://arenaphoto.blogspot.com/2011/04/keunikan-wisata-tepi-sungai-di-san.html. Diakses pada tanggal 7 September 2011 pukul 19.45

3

http://www.depdagri.go.id/pages/profil-daerah/provinsi/detail/31/dki-jakarta. Diakses pada tanggal 7 September 2011 pukul 21.00


(5)

5 timur Jakarta. Banjir Kanal yang dibangun awalnya bertujuan agar aliran Sungai Ciliwung melintas di luar Batavia, tetapi terdapat fungsi lain yaitu sebagai pengendali aliran air dari hulu sungai dan mengatur volume air yang masuk ke Kota Jakarta.

Peningkatan kapasitas BKB dari Pintu Air Manggarai sampai dengan Pantai Indah Kapuk yang sudah diselesaikan mampu mengalirkan air yang semula 330 m3/detik menjadi 507 m3/detik di Pintu Air Manggarai, semula 507 m3/detik menjadi 734 m3/detik di Pintu Air Karet, dan semula 842 m3/detik menjadi 1.019 m3/detik di Pantai Indah Kapuk. Sedangkan BKT mampu mengalirkan air dengan kala ulang 100 tahun sebesar 390 m3/detik4. Tabel 5 menampilkan data mengenai luas kedua banjir kanal Jakarta.

Tabel 5. Data Luas Banjir Kanal di Jakarta

No. Lokasi Panjang Lebar Rata2 Luas

1. Banjir Kanal Barat 16,90 km 60 m 1,0140 km2 2. Banjir Kanal Timur 23,70 km 100 m 2,3700 km2

Sumber: Dok. Departemen Pekerjaan Umum (2010)

Selain data luas Banjir Kanal, terdapat ciri pokok dari Terusan Banjir Kanal Barat yang dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Ciri Pokok Banjir Kanal Barat

Jarak Kemiringan Lebar Kemiringan Q100 Elevasi (km) Tebing Dasar (m) Dasar (m3/detik) Muka Air

0,00

4,20 1 : 1,5 13,5 0,00033 290 +4,00 9,80 1 : 1,5 17,0 0,00033 370 +4,00 12,20 1 : 1,5 17,0 0,00033 370 *) 18,20 1 : 20 28,0 0,00025 525 *)

Sumber: Membenahi Tata Air Jabotabek (2004)

Oleh karena Jakarta mempunyai dua Terusan Banjir Kanal yaitu barat dan timur, maka ciri pokok Banjir Kanal Timur dapat dilihat pada Tabel 7.

4


(6)

6 Tabel 7. Ciri Pokok Banjir Kanal Timur

Jarak Kemiringan Lebar Kemiringan Q100 Elevasi (km) Tebing Dasar (m) Dasar (m3/detik) Muka Air

0,00 1 : 1,5 8 0,0005 101 +8,50 1,45 1 : 1,5 15 0,0004 228 +8,50 5,40 1 : 1,5 16 0,0004 269 +4,50 12,00 1 : 1,5 20 0,0004 340 +4,50 13,40 1 : 1,5 20 0,0004 340 *) 14,30 1 : 1,5 20 0,00033 340 *)

Sumber: Membenahi Tata Air Jabotabek (2004)

Berdasarkan rencana induk “Master Plans for Drainage and Flood

Control of Jakarta” pada Desember 1973, dirancang sistem pengendalian banjir dengan membuat kanal yang memotong aliran sungai atau saluran di wilayah Jakarta Barat. Kanal ini adalah perluasan terusan banjir peninggalan Van Breen, yang kemudian dikenal sebagai BKB. Terusan tersebut akan menampung semua arus air dari bagian selatan dan dibuang ke laut melalui bagian-bagian hilir kota5.

Meski pada awalnya BKB dibentuk untuk mengatasi masalah banjir di Kota Jakarta, tetapi masih banyak potensi dan nilai jasa lingkungan dari BKB yang dapat diidentifikasi manfaatnya kemudian dinilai secara perhitungan ekonomi. Salah satu potensi BKB yang dapat diidentifikasi manfaatnya adalah potensi ekowisata. Konsep ekowisata dikembangkan sebagai pencari jawaban dari upaya meminimalkan dampak negatif bagi kelestarian keanekaragaman hayati, yang diakibatkan oleh kegiatan pariwisata. Perkembangan ekowisata saat ini melahirkan konsep pengembangan pariwisata alternatif yang tepat dan secara aktif membantu menjaga keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam secara berkelanjutan dengan

5

http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_Kanal_Jakarta. Diakses pada tanggal 8 September 2011 pukul 20.45


(7)

7 memperhatikan segala aspek dari pariwisata berkelanjutan, yaitu: ekonomi, masyarakat, lingkungan, dan sosial budaya.

Terdapat berbagai macam bentuk ekowisata yang bisa dimanfaatkan, salah satunya adalah wisata air. Potensi wisata air sendiri merupakan salah satu bentuk eksternalitas positif yang dapat ditawarkan dari dibangunnya BKB. Oleh karena itu, diharapkan eksternalitas positif BKB yang berada di Jakarta sebagai potensi wisata air dapat diidentifikasi manfaatnya serta dapat dinilai secara ekonomi manfaat yang ditimbulkan dari eksternalitas positif potensi BKB tersebut.

Banjir Kanal Barat Jakarta sepanjang daerah Halimun sampai Karet, Jakarta Pusat yang mempunyai potensi sebagai wisata air dahulu sempat dimanfaatkan sebagai daerah transportasi air di tahun 2007 oleh Pemerintah Daerah Jakarta yang dinamakan water way. Harga tiket untuk menaiki perahu

water way sebesar Rp 2.000,00 dan mereka dapat menaiki perahu tersebut dari tempat pemberhentian yang telah disediakan di Halimun ataupun di Karet. Terbangunnya water way dapat menjadi salah satu solusi kemacetan yang terjadi di Jakarta, tetapi tidak bertahan lama dikarenakan pengalokasian dana untuk perawatan tidak terdistribusi dengan baik dan masih banyaknya sampah yang menyebabkan baling-baling perahu tidak dapat berputar. Sepanjang daerah tersebut ternyata mempunyai potensi lain yang dapat menimbulkan eksternalitas positif bagi masyarakat, yaitu sebagai wisata air.

Wisata air dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar maupun masyarakat luas, terutama manfaat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Wisata air juga dapat membangun paradigma masyarakat akan


(8)

8 pentingnya menjaga lingkungan, sehingga dengan adanya tempat wisata air masyarakat akan selalu menjaga kualitas lingkungan daerah yang dijadikan sebagai tempat wisata agar para pengunjung selalu berkunjung ke tempat wisata tersebut. Oleh karena itu, daerah sepanjang Halimun sampai Karet, Jakarta Pusat apabila dibangun menjadi tempat wisata air akan memberikan dampak positif kepada masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Banjir yang terjadi di Jakarta tidak lagi menjadi hal yang luar biasa bagi masyarakat Jakarta sendiri. Secara umum penyebab banjir di Jakarta terjadi karena dua faktor utama, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Curah hujan yang tinggi, terlalu kecilnya kapasitas tampung sungai saat ini dibanding debit air yang masuk ke Jakarta merupakan beberapa faktor penyebab banjir di Jakarta.

Banjir yang melanda Jakarta pada awal Februari 2007 lalu memberikan dampak yang lebih besar daripada banjir pada tahun-tahun sebelumnya. Banjir tersebut menggenangi sekitar 60 % wilayah Jakarta, mengakibatkan 432.002 jiwa mengungsi, menewaskan sekitar 48 orang, 420.000 pelanggan listrik terganggu, 1.379 gardu induk terendam, dan juga menyebabkan kerugian sebesar 8,8 triliun rupiah. Banjir di tahun 2007 juga tercatat sebagai banjir terbesar dan terparah sepanjang sejarah banjir di Jakarta (Kusumaputra, 2010). Data korban meninggal di lima wilayah Kota Jakarta dapat dilihat pada Tabel 8.


(9)

9 Tabel 8. Data Korban Meninggal di Lima Wilayah Kota Jakarta

Februari 2007

No. Wilayah Jumlah Orang Tewas

1. Jakarta Pusat 3 orang

2. Jakarta Utara 11 orang

3. Jakarta Barat 17 orang

4. Jakarta Selatan 1 orang

5. Jakarta Timur 16 orang

Sumber: Satkorlak PBP Provinsi DKI Jakarta (2009)

Dampak akibat banjir bisa dilihat dari nilai kerugian yang paling besar terletak pada efek domino yang ditimbulkan bencana banjir tersebut. Kerugian lanjutan ini yang disebut dengan kerugian ekonomi pada aspek ekonomi, karena muncul dari aktivitas ekonomi yang mengalami perlemahan pascabanjir. Secara ekonomi, banjir mengakibatkan kemunduran pada kinerja perekonomian, karena sumber-sumber daya yang seharusnya digunakan untuk menggerakkan perekonomian tenggelam atau hanyut bersama banjir. Diantaranya adalah: infrastruktur, barang-barang modal berupa pabrik dan alat-alat perkantoran, bahan baku, barang hasil produksi yang belum sempat didistribusikan, peralatan rumah tangga, serta makanan dan minuman yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan aktivitas perekonomian. Potensi penerimaan lama kelamaan akan menurun akibat banjir.

Awalnya Banjir Kanal Jakarta merupakan kanal yang dibuat agar aliran Sungai Ciliwung melintas di luar Jakarta. Banjir Kanal digagas oleh Prof H Van Breen dari Burgelijke Openbare Welken (BOW) yang dirilis pada tahun 1920. Banjir Kanal berfungsi sebagai pengendalian aliran air dari hulu sungai dan mengatur volume air yang masuk ke Jakarta.

Keberadaan Banjir Kanal Barat Jakarta selain sebagai pengendali banjir tentunya mempunyai potensi lain yang dapat menimbulkan


(10)

10 eksternalitas positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan agar potensi wisata air Banjir Kanal Barat Jakarta dapat dibangun dan masyarakat dapat lebih menjaga lingkungan, sehingga potensi wisata air dapat memberikan manfaat positif kepada masyarakat serta merubah paradigma masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:

1) Eksternalitas positif apa saja yang bisa didapat dari potensi keberadaan Banjir Kanal Barat Jakarta?

2) Bagaimana peluang kesediaan membayar responden terhadap wisata air yang menjadi potensi Banjir Kanal Barat Jakarta?

3) Berapa nilai dana yang bersedia dibayarkan responden (WTP) terhadap potensi wisata air Banjir Kanal Barat Jakarta?

4) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya nilai dana yang bersedia dibayarkan responden terhadap potensi wisata air Banjir Kanal Barat Jakarta?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Mengidentifikasi eksternalitas positif yang bisa didapat dari potensi keberadaan Banjir Kanal Barat Jakarta

2) Mengkaji peluang kesediaan membayar responden terhadap wisata air yang menjadi potensi Banjir Kanal Barat Jakarta


(11)

11 3) Mengestimasi nilai dana yang bersedia dibayarkan responden terhadap

potensi wisata air Banjir Kanal Barat Jakarta

4) Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai dana yang bersedia dibayarkan responden terhadap potensi wisata air Banjir Kanal Barat Jakarta

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Pihak-pihak yang diharapkan dapat memperoleh manfaat adalah: 1) Pemerintah daerah DKI Jakarta sebagai rujukan serta gagasan untuk

memanfaatkan potensi wisata air BKB Jakarta sehingga dapat menimbulkan eksternalitas positif bagi masyarakat

2) Masyarakat sebagai informasi untuk lebih mengenal keberadaan lingkungan sehingga partisipasi untuk menjaga lingkungan dapat terus ditingkatkan

3) Akademisi dan peneliti lain sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Keberadaan BKB Jakarta menimbulkan eksternalitas negatif dan eksternalitas positif. Penelitian yang dilakukan disepanjang daerah jalur hijau terusan Banjir Kanal Barat Jakarta Halimun sampai daerah Karet, Jakarta Pusat hanya terbatas pada mengidentifikasi eksternalitas positif dari keberadaan BKB sebagai potensi wisata air secara deskriptif, kesediaan membayar, serta mengestimasi besarnya dana yang bersedia dibayarkan responden terhadap potensi wisata air BKB. Sedangkan eksternalitas negatif


(12)

12 dari keberadaan BKB Jakarta tidak dibahas dalam penelitian ini, karena pada eksternalitas negatif dibutuhkan dana kompensasi terhadap masyarakat yang menerima dampak dan tidak memiliki nilai ekonomi tinggi. Eksternalitas positif yang ditimbulkan lebih bernilai ekonomi sehingga dapat dirasakan manfaatnya.


(13)

13 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wisata Air

Wisata air merupakan salah satu bentuk dari ekowisata. Ekowisata menurut The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Ekowisata merupakan wisata yang berbasis alam yang berkaitan dengan pendidikan dan pemahaman lingkungan alam dan dikelola dengan prinsip berkelanjutan (Australian National Ecotourism Strategy, 1994)6.

Terdapat enam prinsip dasar ekowisata yang disepakati bisa membedakan wisata alam dengan kegiatan ekowisata (Fennell, 1999), yaitu: 1) Memberikan dampak negatif yang paling minimum bagi lingkungan dan

masyarakat lokal

2) Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan baik bagi pengunjung maupun penduduk lokal

3) Berfungsi sebagai bahan untuk pendidikan dan penelitian baik untuk penduduk lokal maupun pengunjung (wisatawan, peneliti, akademisi) 4) Semua elemen yang berkaitan dengan ekowisata harus memberi dampak

positif berupa kontribusi langsung untuk kegiatan konservasi yang melibatkan semua aktor yang terlibat dalam kegiatan ekowisata. Sebagai contoh pengunjung tidak hanya berfungsi sebagai penikmat keindahan alam tapi juga secara langsung sebagai partisipan dalam kegiatan konservasi

6

http://www.tourism.wa.gov.au/Publications%20Library/Growing%20Your%20Business/Ecotouri sm%20vs%20Nature%20Based%20Tourism%20v3%20260706%20(final) (PDF). Diakses pada tanggal 25 Desember 2011 pukul 14.55


(14)

14 5) Memaksimumkan partisipasi masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan berkaitan dengan pengelolaan kawasan ekowisata

6) Memberi manfaat ekonomi bagi penduduk lokal berupa kegiatan ekonomi yang bersifat komplemen terhadap kegiatan ekonomi tradisional (bertani, mencari ikan, dan lainnya)

Wisata air yang terdapat di BKB adalah sungai atau kanal yang dapat dijadikan sebagai tempat wisata dengan menggunakan perahu bermesin ataupun perahu menggunakan dayung yang dapat dijadikan sebagai suatu tempat edukasi dan bersantai. Sungai merupakan jalan air alami, mengalir menuju samudera, danau, laut, atau ke sungai yang lain (wikipedia). Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai berdasarkan kondisi fisiknya terbagi menjadi tiga, yaitu:

1) Bagian hulu: pada kondisi hulu aliran air deras, batu-batuan juga besar dan erosi yang terjadi adalah erosi vertikal ke bawah (air terjun)

2) Bagian tengah: pada bagian ini aliran air sudah agak tenang, batu-batuan juga sudah tidak besar lagi dan erosi yang terjadi ke samping atau horizontal

3) Bagian hilir: pada bagian ini aliran air sudah tenang, batu-batuan juga sudah berubah menjadi kental atau pasir dan sudah jarang terjadi erosi.

Sedangkan kanal atau terusan merupakan saluran air yang dibuat oleh manusia untuk berbagai keperluan. Umumnya kanal merupakan bagian dari aliran sungai dengan pelebaran atau pendalaman pada bagian tertentu. Kanal tertua, sekitar 4000 SM, dibuat untuk tujuan irigasi di Mesopotamia. Dalam


(15)

15 perkembangan selanjutnya, kanal dapat difungsikan sebagai bagian dari sistem pengendalian banjir serta dapat berguna untuk jalur transportasi atau perdagangan7. Salah satu dari sekian banyak upaya adalah dengan menjadikan kanal atau sungai sebagai kawasan wisata yang berbasis lingkungan. Salah satu contoh wisata sungai yang dapat dijadikan sebagai referensi adalah wisata sungai atau river walk yang berada di San Antonio, Texas Amerika Serikat.

2.2 Eksternalitas

Terdapat beberapa definisi mengenai eksternalitas. Ada yang menyebutnya sebagai kegagalan pasar, atau akibat dari suatu kegiatan, tingkah laku, perbuatan manusia atau suatu proyek pembangunan yang direncanakan. Ada juga yang menyebutnya sebagai suatu keadaan yang timbul karena sumber-sumber alam dan ekonomi yang tidak dialokasikan secara tepat dan optimal. Menurut Suyanti Ismaryanto, eksternalitas adalah dampak sampingan yang timbul oleh adanya suatu kegiatan atau proyek.

Eksternalitas juga dapat diartikan sebagai suatu tindakan seseorang yang mempunyai dampak terhadap orang lain atau segolongan orang lain dengan tidak adanya kompensasi apapun juga sehingga timbul inefisiensi dalam alokasi faktor produksi (Mangkoesoebroto, 1993). Eksternalitas dibagi menjadi dua berdasarkan dampaknya yaitu eksternalitas positif dan negatif. Eksternalitas positif adalah dampak yang menguntungkan terhadap pihak lain dari suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak tertentu tanpa adanya kompensasi dari pihak yang diuntungkan. Eksternalitas negatif ialah dampak

7

http://elisabethjacksi.blogspot.com/2011/09/mengenal-kanal-dan-fungsinya.html. Diakses pada tanggal 26 Desember 2011 pukul 21.50


(16)

16 MSC = MSB

MSC = MPC + MEC MSB = MPB + MEB

yang bersifat merugikan bagi orang lain dan tidak menerima kompensasi terhadap kerugian tersebut.

Kemungkinan eksternalitas yang terjadi dalam kegiatan ekonomi (Yakin, 1997), yaitu:

1) Produsen-produsen, yaitu jika suatu kegiatan produksi mengakibatkan perubahan atau pergeseran fungsi produksi dari produsen lain. Contohnya limbah produsen pulp yang berada di hulu sungai dapat merugikan nelayan yang berada di hilir

2) Podusen-konsumen, yaitu jika aktivitas suatu produsen mengakibatkan perubahan atau pergeseran fungsi utilitas konsumen. Contohnya kegiatan pabrik yang menimbulkan polusi air sehingga mengganggu penduduk yang menggunakan air sungai tersebut

3) Konsumen-konsumen, yaitu jika aktivitas seseorang atau sekelompok konsumen mempengaruhi fungsi utilitas konsumen lain. Contohnya adalah seorang perokok menimbulkan polusi asap rokok yang mengganggu kenyamanan orang lain

4) Konsumen-produsen, yaitu jika aktivitas konsumen menimbulkan eksternalitas baik positif atau negatif terhadap produsen

Secara umum, adanya eksternalitas tidak akan mengganggu tercapainya efisiensi masyarakat apabila semua dampak yang merugikan maupun yang menguntungkan dimasukkan dalam perhitungan produsen dalam menetapkan jumlah barang yang diproduksi. Hal ini efisiensi akan tercapai apabila:


(17)

17 Dimana:

MSC = Marginal Social Costs

MSB = Marginal Social Benefits

MPC = Marginal Private Cost

MEC = Marginal External Cost

MPB = Marginal Private Benefits

MEB = Marginal External Benefits

Pada kasus eksternalitas negatif, produsen tidak memperhitungkan MEC dan MEB dalam menentukan harga dan jumlah barang yang dihasilkan, sehingga ada kecenderungan produsen berproduksi pada tingkat yang terlalu besar karena perhitungan biayanya menjadi terlalu murah dibandingkan dengan biaya yang harus dipikul oleh seluruh masyarakat. Karena produsen menentukan harga produk dan tingkat produksi pada tingkat MPC = MPB. Dapat disimpulkan bahwa dalam eksternalitas negatif MSC = MPC + MEC > MSB, sehingga produksi harus dikurangi agar efisiensi produksi optimum dapat dicapai ditinjau dari seluruh masyarakat. Kurva eksternalitas negatif dapat dilihat pada Gambar 1.


(18)

18 Gambar 1. Kurva Eksternalitas Negatif

Sumber: Mangkoesoebroto (1993)

Pada kurva eksternalitas negatif menunjukan kurva permintaan yang menunjukan manfaat masyarakat (MSB) atas sebuah produk. Tingkat output yang optimum terjadi saat tingkat produksi sebesar Q1. Produsen cenderung menetapkan tingkat produksi sebesar Q2, yaitu di mana kurva permintaan (MSB) memotong kurva MPC, sehingga tampak bahwa jumlah produksi yang diproduksi terlalu banyak dibandingkan tingkat produksi yang optimum.

2.2.1 Eksternalitas Positif

Eksternalitas positif merupakan bagian dari eksternalitas. Eksternalitas positif adalah dampak yang menguntungkan dari suatu tindakan yang dilakukan oleh suatu pihak terhadap orang lain tanpa adanya kompensasi dari pihak yang diuntungkan. Dengan kata lain, eksternalitas positif merupakan eksternalitas yang bersifat menguntungkan.

H1 H

MSC = MPC +MEC

MPC

MEC

MSB

Jumlah Produksi e

d

Q1 Q2 0


(19)

19 Pada kasus eksternalitas positif, produsen dalam melaksanakan aktivitasnya tidak menghiraukan eksternalitas positif yang diakibatkan oleh usahanya terhadap orang lain, atau menganggap MEB = 0, sehingga akan menyebabkan kecenderungan dalam menentukan tingkat produksi yang terlalu rendah. Hal ini disebabkan karena produsen menentukan tingkat produksi pada MPC = MPB sedangkan bagi seluruh masyarakat tingkat produksi yang efisien terjadi pada tingkat produksi dimana MSB = MPB + MEB, MSC = MPC + MEC. Digunakan asumsi MEC = 0, maka terlihat bahwa MSB > MPB sedangkan MSC + MPC. Selama MSB > MSC maka produksi seharusnya ditingkatkan sampai MSB = MSC. Berdasarkan kurva Gambar 2, maka terlihat dengan adanya eksternalitas positif menyebabkan kurva MSC berada di bawah kurva MPC.

Gambar 2. Kurva Eksternalitas Positif Sumber: Mangkoesoebroto (1993)

MPB

Harga

H0

0

Q0 Q1

Jumlah Produksi MSC

MPC


(20)

20 2.3 Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan Contingent

Valuation Method (CVM)

Barang dan jasa lingkungan tergolong kedalam barang non market value. Berbagai macam metode dapat digunakan untuk mengukur nilai dari suatu barang dan jasa lingkungan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi nilai dari barang dan jasa lingkungan adalah dengan

Contingent Valuation Method (CVM).

Metode yang dibangun oleh Davis pada tahun 1963 ini merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan semua komoditas yang tidak diperjualbelikan di pasar dapat diestimasi nilai ekonominya, termasuk nilai ekonomi dari barang lingkungan. Metode CVM menggunakan pendekatan secara langsung dengan menanyakan kepada masyarakat atas kesediaan untuk membayar (WTP) akibat manfaat tambahan yang diperoleh dari suatu perubahan lingkungan dan atau seberapa besar kesediaan masyarakat untuk menerima (WTA) kompensasi akibat penurunan kualitas barang lingkungan (Hanley dan Spash, 1993).

Tujuan CVM adalah untuk menghitung nilai atau penawaran yang mendekati, jika pasar dari barang-barang lingkungan tersebut benar-benar ada. Asumsi dasar yang belaku di CVM adalah bahwa individu-individu memahami benar pilihan masing-masing dan cukup mengenal kondisi lingkungan yang dinilai. Oleh karena itu, pasar hipotetik (kuesioner dan responden) harus mendekati kondisi pasar yang sebenarnya. Responden harus mengenal secara baik barang yang ditanyakan dan alat hipotetik yang digunakan untuk pembayaran, seperti pajak dan biaya masuk secara langsung.


(21)

21 Tahapan-tahapan untuk mengetahui nilai WTP (Hanley dan Spash, 1993), adalah:

1) Membuat Pasar Hipotetik (Setting Up the Hypothectical Market)

2) Mendapatkan Penawaran Besarnya Nilai WTP/WTA (Obtaining Bids) 3) Memperkirakan Nilai Rata-Rata WTP dan/atau Nilai Tengah WTA

(Calculating Average WTP and/or Mean WTA)

4) Memperkirakan Kurva Permintaan (Estimating Demand Curve)

5) Menjumlahkan Data (Agregating Data)

6) Mengevaluasi Penggunaan CVM (Evaluating the CVM Exercise)

2.4 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Berdasarkan studi pustaka diperoleh beberapa hasil kajian yang mendekati kemiripan penelitian mengenai eksternalitas positif Banjir Kanal Barat Jakarta sebagai potensi wisata air dan dapat dijadikan rujukan penelitian. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Bahroin Idris Tampubolon. Tampubolon (2011) melakukan penelitian dengan judul

“Analisis Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor)”. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengkuantifikasikan besarnya nilai kesediaan menerima dana kompensasi oleh masyarakat akibat eksternalitas negatif yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan batuan gamping. Besarnya nilai WTA masyarakat diketahui dengan menggunakan perhitungan Willingness to Accept. Hasil yang ditunjukkan oleh penelitian tersebut bahwa nilai total WTA masyarakat adalah sebesar Rp 447.975.000,00 per bulan.


(22)

22 Penelitian yang dilakukan oleh Dian Diniyati dan Budiman Achmad

di tahun 2007 yang berjudul “Analisis Manfaat Ekonomi Ekowisata Sekitar

Danau Toba” bertujuan untuk mengetahui respon pengunjung terhadap

kegiatan ekowisata terpilih disekitar Danau Toba dan perkiraan manfaat ekonomi. Pendugaan nilai ekonomi ekowisata dilakukan dengan metode survey dan metode kontingensi, yaitu kesediaan wisatawan membayar (WTP) jika ingin menikmati obyek wisata dan kesediaan wisatawan dibayar (WTA) jika hak untuk menikmati obyek wisata dilarang. Hasil perhitungan yang didapat menujukkan nilai total WTA wisatawan lebih besar daripada nilai total WTP wisatawan terhadap obyek wisata disekitar Danau Toba.

Pusat Penelitian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Tanjung Pinang

melakukan penelitian pada tahun 2010 yang berjudul “Kajian Pengembangan Ekowisata Bahari Sebagai Mata Pencaharian Alternatif Bagi Masyarakat Di

Kabupaten Bintan”. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan WTP dan

WTA untuk menilai potensi ekonomi dari hasil pengkajian potensi ekowisata bahari yang dapat dikembangkan di Kabupaten Bintan. Hasil yang didapat menunjukkan potensi ekowisata yang dapat dikembangkan sekitar 62 obyek dan kegiatan ekowisata serta potensi ekonomi sebesar Rp 109.741.621.510,00. Penelitian-penelitian terdahulu ini bisa dirangkum ke dalam Tabel 9.


(23)

23 Tabel 9. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Beberapa kesamaan yang terdapat dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada metode untuk penentuan besarnya nilai ekonomi yang ditimbulkan dari eksternalitas positif potensi wisata air BKB Jakarta yaitu Contingen Valuation Method (CVM) namun terdapat juga beberapa perbedaan. Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah: lokasi tempat penelitian, tujuan, dan jenis kegiatan yang melatarbelakangi timbulnya eksternalitas positif. Lokasi tempat penelitian ini adalah sepanjang daerah jalur hijau terusan BKB Jakarta

Nama Peneliti Judul Penelitian Alat Analisis Hasil Penelitian

Bahroin Idris Tampubolon (2011)

Analisis Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor) Alat analisis yang digunakan adalah WTA dengan metode Contingen Valuation Method (CVM)

Nilai total WTA masyarakat adalah sebesar Rp 447.975.000,00 per bulan Budiman Achmad (2007) Analisis Manfaat Ekonomi Ekowisata Sekitar Danau Toba

Alat analisis yang digunakan adalah WTP dan WTA dengan metode survei dan kontingensi

Nilai total WTA wisatawan lebih besar daripada nilai total WTP wisatawan terhadap obyek wisata disekitar Danau Toba Pusat Penelitian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PPSPL) (2010)

Kajian Pengembangan Ekowisata Bahari Sebagai Mata

Pencaharian Alternatif Bagi Masyarakat Di Kabupaten Bintan

Alat analisis yang digunakan adalah

pendekatan WTP dan WTA

Potensi ekowisata yang dapat dikembangkan sekitar 62 obyek dan kegiatan ekowisata serta potensi ekonominya sebesar Rp 109.741.621.510,00 Sumber: Penulis(2012)


(24)

24 Halimun sampai daerah Karet yang berpotensi sebagai tempat wisata air. Jenis kegiatan dalam penelitian ini adalah wisata air yang menjadi potensi keberadaan BKB Jakarta sehingga dapat menimbulkan eksternalitas positif.


(25)

25 III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Terdapat tiga konsep pemikiran teoritis yang dibahas, yaitu: Konsep WTP, Konsep Model Regresi Logistik, dan Konsep Model Regresi Linier Berganda.

3.1.1 Konsep Willingness to Pay

Willingness to Pay atau kesediaan untuk membayar merupakan salah

satu bagian dari metode CVM yang akan digunakan dalam penelitian ini. Perhitungan WTP melihat seberapa jauh kemampuan individu atau masyarakat secara agregat untuk membayar atau mengeluarkan uang dalam rangka memperbaiki kondisi lingkungan agar sesuai dengan standar yang diinginkan, dimana WTP merupakan nilai kegunaan potensial dari sumberdaya alam dan jasa lingkungan (Hanley dan Spash, 1993).

Beberapa pendekatan yang digunakan dalam penghitungan WTP untuk menghitung peningkatan atau kemunduran kondisi lingkungan adalah: 1) Melalui suatu survey dalam menentukan tingkat kesediaan masyarakat

untuk membayar dalam rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan atau untuk mendapatkan kualitas lingkungan yang lebih baik 2) Menghitung biaya yang bersedia dibayarkan oleh individu untuk

mengurangi dampak negatif pada lingkungan karena adanya suatu kegiatan pembangunan

3) Menghitung pengurangan atau penambahan nilai atau harga dari suatu barang akibat semakin menurun atau meningkatnya kualitas lingkungan


(26)

26 A. Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Pay (WTP) Masyarakat

Beberapa asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai Willingness to Pay (WTP) dari setiap responden adalah:

1) Responden merupakan anggota masyarakat yang ditemui disekitar lokasi penelitian ataupun yang tinggal dekat dengan lokasi penelitian dan bersedia membayar untuk mendapatkan kualitas lingkungan yang lebih baik

2) Nilai WTP yang diberikan responden merupakan nilai maksimum yang bersedia dibayarkan jika potensi BKB sebagai wisata air benar-benar dilaksanakan

3) Pemerintah Daerah ataupun swasta memberikan perhatian terhadap potensi wisata air BKB Jakarta

4) Responden dipilih secara acak dari masyarakat yang ditemui disekitar lokasi penelitian ataupun yang tinggal dekat dengan lokasi penelitian. B. Metode Mempertanyakan Nilai Willingness to Pay (Elicitation Method)

Metode yang dapat digunakan untuk memperoleh besarnya penawaran nilai WTP/WTA responden (Hanley dan Spash, 1993) adalah:

1) Bidding Game (Metode tawar menawar)

Metode yang digunakan dengan mempertanyakan kepada responden tentang sejumlah nilai tertentu yang diajukan sebagai titik awal dan selanjutnya semakin meningkat sampai titik maksimum yang disepakati

2) Open-ended Question (Metode pertanyaan terbuka)

Menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimum uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimum uang yang ingin diterima


(27)

27 akibat perubahan kualitas lingkungan. Metode ini memiliki kelebihan yaitu responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal. Kelemahan metode ini terletak pada kurangnya akurasi nilai serta terlalu besar variasinya selain itu seringkali ditemukan responden yang kesulitan menjawab pertanyaan yang diberikan terutama bagi mereka yang tidak memiliki pengalaman mengenai pertanyaan yang ada dalam kuesioner

3) Closed-ended Question (Metode pertanyaan tertutup)

Metode pertanyaan tidak jauh berbeda dengan Open-ended Question

hanya saja bentuk pertanyaannya tertutup. Responden diberikan beberapa nilai WTA/WTP yang disarankan kepada mereka untuk dipilih, sehingga responden tinggal memberi jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka

4) Payment Card (Metode kartu pembayaran)

Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan menerima, sehingga responden dapat memilih nilai maksimal/minimal sesuai dengan preferensinya. Metode ini dikembangkan untuk membatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar. Mengembangkan kualitas metode ini terkadang diberikan semacam nilai patokan yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan oleh seseorang dengan tingkat pendapatan tertentu bagi barang lingkungan yang lain. Keunggulan metode ini adalah memberikan stimulan untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai maksimum atau minimum yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi


(28)

28 dengan nilai tertentu, seperti pada metode tawar menawar. Penggunaan metode ini dibutuhkan pengetahuan statistik yang baik.

Selain metode tersebut, terdapat pula metode bertanya Contingent

Rangking. Metode ini tidak menanyakan langsung berapa nilai yang ingin

dibayarkan atau diterima, tetapi responden diberi pilihan rangking dari kombinasi kualitas lingkungan yang berbeda dengan nilai moneter yang berbeda. Responden diminta mengurut beberapa pilihan dari yang paling disukai sampai kepada yang tidak disukai. Metode ini menggunakan skala ordinal sehingga diperlukan pengetahuan statistik yang sangat baik dan jumlah sampel yang besar.

C. Langkah-langkah untuk Mendapatkan Nilai Willingness to Pay Responden

Nilai WTP responden dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan CVM. Pendekatan CVM memiliki enam tahapan (Hanley dan Spash, 1993), yaitu:

1) Membangun Pasar Hipotetik

Pasar hipotetik dapat membangun alasan mengapa responden seharusnya membayar terhadap suatu jasa lingkungan yang tidak memiliki nilai dalam mata uang. Pasar hipotetik harus menggambarkan penjelasan secara mendetail, nyata, dan informatif terhadap jasa lingkungan yang dipertanyakan sehingga responden dapat memberikan hasil yang akurat. 2) Memperoleh Nilai Penawaran Terhadap WTP

Setelah kuesioner selesai dibuat, maka tahap berikutnya adalah memperoleh nilai penawaran terhadap WTP. Tahapan ini dapat dilakukan melalui berbagai macam teknik wawancara, seperti: tatap muka, surat atau


(29)

29 perantara telepon mengenai besarnya maksimum WTP yang bersedia dibayarkan. Kemungkinan terjadinya bias saat melakukan teknik-teknik wawancara tersebut bisa saja terjadi.

3) Menghitung Dugaan Nilai Rata-rata WTP (Estimating Mean WTP)

Dugaan nilai rata-rata WTP dapat dihitung setelah mendapatkan nilai penawaran. Bila rentang nilai penawaran yang didapat terlalu jauh, maka dapat dilakukan perhitungan nilai tengah. Nilai tengah penawaran tidak dipengaruhi oleh rentang yang cukup besar dan biasanya selalu lebih kecil daripada nilai rata-rata. Jika perhitungan nilai penawaran menggunakan nilai rata-rata, maka nilai yang diperoleh akan lebih tinggi dari yang sebenarnya.

4) Menduga Kurva Permintaan WTP

Kurva Permintaan WTP dapat diperkirakan dengan menggunakan fungsi WTP. Fungsi WTP terdiri dari jumlah responden yang bersedia membayar dan besarnya nilai WTP yang bersedia dibayarkan oleh responden.

5) Menjumlahkan Data

Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksudkan.

6) Mengevaluasi Penggunaan CVM

Evaluasi penggunaan CVM merupakan suatu penilaian sejauh mana penerapan CVM telah berhasil dilakukan. Penilaian dilakukan dengan cara melihat tingkat keandalan (reability) fungsi WTP dengan nilai R-squares


(30)

30 3.1.2 Model Regresi Logistik

Menurut Hosmer dan Lemeshow dalam Merryna (2009) model analisis regresi logistik merupakan bagian dari analisis regresi yang mengkaji hubungan pengaruh-pengaruh peubah penjelas (χ) terhadap peubah respon (Y) dengan model matematis tertentu. Jika peubah respon berupa numerik, maka analisis regresi yang digunakan adalah model analisis regresi logistik. Sedangkan peubah penjelas pada model regresi logistik dapat berupa peubah kategorik maupun numerik, untuk menduga besarnya peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon.

Peubah kategorik bisa merupakan suatu pilihan ya/tidak atau suka/tidak suka. Data yang dapat dianalisis dengan menggunakan regresi logistik adalah data yang relatif umum dan terdiri atas dichotomus classification. Analisis permodelan peluang kejadian tertentu dari kategori respon dilakukan melalui transformasi logit. Persamaan dari transformasi logit tersebut adalah:

Dimana: Pi merupakan peluang munculnya kejadian kategori dari peubah respon untuk individu ke – i. Loge logaritma dengan basis bilangan ke e. Gambar 3 memperlihatkan proses transformasi logit (Juanda, 2009).

P(i) Logit (Pi)

Transformasi Logit

Predictor (χ) Predictor (χ)

Gambar 3. Gambaran Transformasi Logit, dengan Peubah χ Berskala Interval


(31)

31 Interpretasi model logistik sama seperti model OLS yaitu dengan

slope dari parameter. Slope diinterpretasikan sebagai perubahan logit (p) akibat perubahan satu unit peubah bebas (χ). Keuntungan dalam penggunaan regresi logistik adalah terdapatnya odds ratio. Odd adalah peluang kejadian tidak sukses dari peubah respon. Ratio mengindikasikan seberapa mungkin dalam kaitannya dengan nilai odd munculnya kejadian sukses pada suatu kelompok dibandingkan dengan kelompok lain.

3.1.3 Model Regresi Linier Berganda

Model regresi linier berganda merupakan model regresi yang terdiri lebih dari satu variabel bebas. Terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat pada regresi berganda. Metode analisis berganda merupakan metode analisis yang didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Sifat-sifat OLS adalah (Gujarati, 2003): 1) penaksiran OLS tidak bias, 2) penaksiran OLS mempunyai varian yang minimum, 3) konsisten, 4) efisien, dan 5) linier. Menurut Gujarati (2003) analisis regresi berganda digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap nilai suatu parameter (variabel penjelas yang diamati). Beberapa asumsi yang dapat digunakan untuk model regresi linier berganda dengan OLS adalah:

1. E (ui) = 0, untuk setiap i, dimana i = 1,2,....,n. Artinya rata-rata galat adalah nol, dengan nilai yang diharapkan bersyarat dari ui tergantung pada variabel bebas tertentu adalah nol.

2. Cov (ui,uj) = 0, i ≠ j. artinya covarian (ui,uj) = 0, dengan kata lain tidak ada autokorelasi antara galat yang satu dengan yang lain.


(32)

32 3. Var (ui) = 2, untuk setiap i, dimana i = 1,2,....,n. Artinya setiap galat memiliki

varian yang sama (asumsi homoskedastisitas).

4. Cov (ui, X1i) = cov (ui, X2i) = 0. Artinya kovarian setiap galat memiliki varian yang sama. Setiap variabel bebas tercakup dalam persamaan linier berganda. 5. Tidak ada multikolinearitas, yang berarti tidak terdapat hubungan linier yang

pasti antara variabel yang menjelaskan, atau variabel penjelas harus saling bebas.

Secara umum, fungsi regresi berganda dituliskan sebagai berikut (Juanda, 2009):

Y = β1 X1i + β2 X2i + β3 X3i + ... + βk Xki +

εi ...

(1) Jika semua pengamatan X1i bernilai 1, maka model diatas menjadi

Y = β1 + β2 X2i + β3 X3i + ... + βk Xki +

εi...

(2) Keterangan:

Y = Peubah tak bebas

i = Nomor pengamatan dari 1 sampai N (populasi) / n (sample) Xki = Pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk

β1 = Intersep

β2,3,.n = Parameter penduga Xi i = Pengaruh sisa (error term) 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Jakarta merupakan ibukota negara Indonesia yang dilewati oleh 13 sungai. Sungai-sungai tersebut sebagian besar memiliki permasalahan yang kompleks sehingga seringkali menimbulkan masalah. Secara umum Banjir Kanal Barat (BKB) yang memiliki potensi ekowisata dapat menimbulkan eksternalitas positif bagi masyarakat. Potensi ekowisata BKB yang bisa dimanfaatkan berupa wisata air. Munculnya eksternalitas positif dari potensi


(33)

33 keberadaan BKB sebagai tempat wisata air dapat diestimasi berapa besar nilainya secara perhitungan ekonomi. Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian, dibuat alur pemikiran yang dapat dilihat pada Gambar 4.


(34)

34 Keterangan: --- = Batasan penelitian = Aliran

Gambar 4. Diagram Alur Kerangka Operasional Permasalahan Sungai di Jakarta: Banjir, Kotor dan Tersedimentasi,

serta Tidak Terpelihara

Eksternalitas Negatif

Solusi Mengatasi Permasalahan Banjir,

Sedimentasi, Tidak Terpelihara

Banjir Kanal Barat

Eksternalitas Positif

Wisata Air

Peluang Kesediaan Membayar Eksternalitas

Positif Potensi BKB

Estimasi Nilai WTP

Rekomendasi Untuk Terbangunnya Wisata Air

Banjir Kanal Barat Analisis

Deskriptif Kualitatif

Analisis Regresi Logistik

Contingen Valuation Method

Faktor Mempengaruhi

Nilai WTP

Analisis Regresi Linier Berganda


(35)

35 IV. METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih adalah di daerah sekitar terusan BKB Jakarta, yaitu sepanjang daerah Halimun sampai Karet, Jakarta Pusat. Pengambilan data primer dilaksanakan dari bulan Februari 2012 sampai Maret 2012. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive), karena pada kawasan tersebut terlihat adanya potensi wisata air yang dapat menimbulkan eksternalitas positif bagi masyarakat.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section. Data dikumpulkan untuk penelitian ini dalam satu waktu tertentu. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari hasil wawancara terhadap responden dengan menggunakan kuesioner. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian atau responden. Sedangkan data sekunder merupakan data yang tidak langsung diperoleh dari responden (Wardiyanta, 2006).

Beberapa hal yang dibutuhkan dalam pengumpulan data primer, meliputi: karakteristik responden, eksternalitas positif yang dirasakan responden dari adanya potensi wisata air BKB Jakarta, mengenai kesediaan atau ketidaksediaan membayar, serta seberapa besar nilai yang bersedia di bayarkan.

Data sekunder meliputi data lokasi banjir di lima wilayah kota Jakarta, data curah hujan stasiun BMKG dan pos hujan, data luasan Banjir Kanal yang


(36)

36 ada di Jakarta, serta data lainnya yang dibutuhkan. Data sekunder tersebut diperoleh dari studi pustaka maupun literatur yang terkait dengan topik penelitian.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Penentuan pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode convenience sampling. Metode convenience sampling merupakan metode pengambilan responden yang kebetulan ditemui, memenuhi kriteria dan bersedia diwawancara (Nasution,2003). Jumlah responden yang diambil sebanyak 100 orang.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif, dengan menggunakan program Excel 2007 dan SPSS 16 For Windows. Matriks metode analisis yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Matriks Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data dan Metode Analisis Jumlah Sampel Data

1 Mengidentifikasi - Kuesioner Analisis

eksternalitas positif - Responden = 100 deskriptif

dari potensi keberadaan orang kualitatif

BKB Jakarta

2 Mengkaji peluang - Kuesioner Analisis

kesediaan membayar - Responden = 100 logistik dengan

masyarakat orang SPSS 16.0

3 Mengestimasi nilai WTP - Kuesioner

responden terhadap - Responden CVM

potensi wisata air BKB (yang menjawab Ya) Jakarta

4 Mengidentifikasi - Kuesioner Analisis regresi

faktor-faktor yang - Responden berganda dengan mempengaruhi besarnya (yang menjawab Ya) SPSS 16.0

nilai WTP


(37)

37 4.4.1 Analisis Dampak Eksternalitas Positif Potensi Keberadaan BKB

Analisis dampak eksternalitas positif dari potensi keberadaan BKB dilihat dengan melakukan tinjauan secara langsung ke daerah BKB yang memiliki potensi wisata air sehingga dapat menimbulkan suatu eksternalitas positif bagi masyarakat dan menanyakan kepada responden perubahan apa saja yang mereka rasakan. Identifikasi ini meliputi ada atau tidak adanya manfaat atas potensi wisata air BKB Jakarta, pandangan responden terhadap kualitas lingkungan, dan dampak yang timbul akibat potensi wisata air BKB. Dampak eksternalitas positif ini diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

4.4.2 Analisis Peluang Kesediaan Membayar (WTP) Responden

Analisis peluang kesediaan membayar responden meliputi bersedia atau tidak bersedia mengeluarkan sejumlah uang untuk wisata air yang menjadi potensi BKB Jakarta. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui nilai observasi dan harapan. Hasil identifikasi ini dapat menduga ketepatan antara nilai harapan dan observasi dari data yang diperoleh. Nilai tersebut didapat melalui perhitungan dengan menggunakan metode regresi logistik. Bentuk model logit yang digunakan adalah:

Li = Ln [Pi/(1-Pi)] = β0 + β1PNDKi + β2PNDPi + β3JTKi + β4JTTi + β5FKi +

β6KUi+ β7TKi+ β8KAi+ β9PMDi + i dimana:

Li = peluang responden bersedia membayar akibat eksternalitas positif

dari potensi wisata air BKB (bernilai 1 untuk “bersedia”, bernilai 0 untuk “tidak bersedia”)

β0 = intersep

β1..β9 = koefisien dari regresi

PNDK = lamanya menempuh pendidikan (tahun) PNDP = tingkat pendapatan (Rp)


(38)

38 JTT = jarak tempat tinggal (meter)

FK = frekuensi kunjungan (kali) KU = kualitas udara (persepsi) TK = tata kota (persepsi) KA = kualitas air (persepsi) PMD = pemandangan (persepsi)

i = kesalahan pengganggu (disturbance’s error)

Variabel pendidikan diduga akan mempengaruhi besarnya peluang kesediaan membayar responden, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula kesadaran akan pentingnya menjaga lingkugan, sehingga peluang kesediaan membayar akan semakin besar. Variabel pendapatan juga diduga akan mempengaruhi besarnya peluang kesediaan membayar responden, semakin besar pendapatan, maka peluang kesediaan membayar akan semakin besar.

Variabel jumlah tanggungan keluarga dan variabel jarak tempat tinggal diduga akan mempengaruhi peluang kesediaan membayar responden. Responden yang memiliki tanggungan keluarga lebih sedikit diduga peluang kesediaan membayarnya juga semakin besar. Responden yang bertempat tinggal dekat dengan terusan BKB diduga peluang kesediaan membayarnya akan semakin besar. Responden yang frekuensi kunjungan ke daerah terusan BKB lebih sering diduga peluang kesediaan membayarnya akan semakin besar.

Variabel-variabel yang berhubungan dengan kualitas lingkungan juga diduga akan berpengaruh terhadap peluang kesediaan membayar responden. Semakin baik persepsi responden terhadap kualitas udara, kualitas air, tata kota, serta pemandangan apabila potensi wisata air BKB Jakarta terbangun, maka peluang kesediaan membayarnya akan semakin tinggi.


(39)

39 4.4.3 Estimasi Nilai WTP Responden Terhadap Potensi Wisata Air

BKB

Langkah selanjutnya setelah menganalisis peluang kesediaan membayar responden terhadap wisata air yang menjadi potensi BKB Jakarta adalah mengestimasi nilai ekonomi dari adanya wisata air yang menjadi potensi BKB Jakarta. Besarnya nilai WTP responden dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan CVM. Pendekatan tersebut memiliki enam tahapan (Hanley and Spash,1993), yaitu:

1) Membuat Pasar Hipotetik (Setting Up The Hypothetical Market)

Pasar hipotetik dibuat atas dasar skenario bahwa pemerintah atau swasta akan memberlakukan kebijakan baru yaitu memanfaatkan potensi wisata air BKB Jakarta sepanjang Halimun sampai Karet yang dapat menimbulkan eksternalitas positif bagi masyarakat. Pertanyaan dalam pasar hipotetik yang dibentuk dalam skenario adalah:

2) Memperoleh Nilai Penawaran WTP (Obtaining Bids)

Alat survei telah dibuat, maka survei dilakukan dengan wawancara langsung. Responden ditanya besarnya maksimum WTP yang dibayarkan terhadap dampak peningkatan kualitas lingkungan, dalam hal ini digunakan cara payment card, karena menurut beberapa penelitian metode ini terbukti lebih mudah dipahami oleh responden. Payment card

merupakan salah satu metode yang dapat menghilangkan bias titik awal karena dalam metode ini sudah disediakan beberapa nilai yang dapat

“Bersediakah bapak/ibu/saudara/i untuk berpartisipasi dalam bentuk kesediaan membayar terhadap kebijakan pemerintah atau swasta dalam pemanfaatan potensi wisata air BKB Jakarta dalam bentuk perahu unik disepanjang Halimun sampai Karet dan berapa besar dana yang bersedia dibayarkan?”


(40)

40 langsung dipilih oleh responden. Biaya yang ditawarkan berkisar dari Rp 2.000,00 sampai Rp 10.000,00. Penentuan besarnya biaya tersebut berdasarkan harga tiket untuk menaiki perahu saat adanya water way di Jakarta tahun 2007. Penentuan harga tersebut masih relevan, karena jika dibandingkan dengan harga tiket perahu yang ada di Sungai Musi juga berkisar diantara Rp 2.000,00.

3) Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTP (Estimating Mean WTP)

Perhitungan nilai rata-rata dan median dapat dilakukan setelah nilai WTP deketahui. Dugaan rata-rata dihitung dengan rumus:

dimana:

EWTP = Dugaan rataan WTP xi = Jumlah tiap data n = Jumlah responden

i = Responden ke-i yang bersedia membayar 4) Menduga Kurva Permintaan WTP (Estimating Curve)

Pendugaan kurva WTP akan dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:

WTP = f (jumlah responden, besarnya nilai WTP) dimana:

Jumlah responden = banyaknya responden yang bersedia membayar sejumlah nilai WTP tertentu (orang)

Besarnya nilai WTP = nilai maksimal yang bersedia dibayarkan responden (Rp)

5) Menjumlahkan Data (Agregating Data)

Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai rata-rata penawaran dikonversikan terhadap populasi yang dimaksud. Nilai total WTP dari


(41)

41 masyarakat dapat diketahui setelah menduga nilai tengah WTP. Rumus yang dapat digunakan adalah:

dimana:

TWTP = Total WTP

WTP = WTP individu ke-i

ni = Jumlah sampel ke-i yang bersedia membayar sebesar WTP i = Responden ke-i yang bersedia membayar

6) Mengevaluasi Penggunaan CVM (Evaluating the CVM Exercise)

Tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam pengaplikasian CVM. Pelaksanaan model CVM dapat dievaluasi dengan melihat tingkat keandalan fungsi WTP dengan melihat nilai

R-squares (R2) dari model OLS (Ordinary Least Square) WTP.

4.4.4 Analisis Fungsi Willingness to Pay (WTP)

Analisis fungsi WTP digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi WTP responden. Alat analisis yang digunakan adalah model regresi linier berganda. Fungsi persamaannya sebagai berikut:

midWTPi = β0 + β1PNDKi + β2PNDPi + β3JTKi + β4JTT + β5FK +

β6KU + β7TK + β8KA + β9PMD + i dimana:

PNDK = tingkat pendidikan (tahun) PNDP = tingkat pendapatan (Rp)

JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang) JTT = jarak tempat tinggal (meter)

FK = frekuensi kunjugan (kali) KU = kualitas udara(persepsi) TK = tata kota(persepsi) KA = kualitas air (persepsi)

PMD = kualitas pemandangan (persepsi) i = responden ke-i


(42)

42 Variabel yang diduga mempengaruhi secara positif adalah tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, frekuensi kunjungan, jarak tempat tinggal, persepsi tentang kualitas air, persepsi tentang kualitas udara, persepsi tentang tata kota, serta persepsi tentang kualitas pemandangan. Tingginya tingkat pendidikan mencerminkan responden memiliki pengetahuan akan eksternalitas, sehingga mempengaruhi responden untuk membayar lebih tinggi. Tingginya tingkat pendapatan diduga akan mempengaruhi responden untuk membayar lebih tinggi. Semakin sering tingkat kunjungan responden, diduga akan mempengaruhi responden untuk membayar lebih tinggi. Semakin dekat jarak tempat tinggal responden, diduga akan mempengaruhi responden untuk membayar lebih tinggi.

Persepsi tentang kualitas lingkungan adalah semakin baik persepsi responden terhadap kualitas air yang disebabkan adanya potensi wisata air BKB, diduga akan mempengaruhi responden untuk membayar lebih tinggi. Semakin baik persepsi responden terhadap kualitas udara yang disebabkan adanya potensi wisata air BKB, diduga akan mempengaruhi responden untuk membayar lebih tinggi. Semakin baik persepsi responden terhadap tata kota yang disebabkan adanya potensi wisata air BKB, diduga akan mempengaruhi responden untuk membayar lebih tinggi. Serta semakin baik persepsi responden terhadap kualitas pemandangan yang disebabkan adanya potensi wisata air BKB, diduga akan mempengaruhi responden untuk membayar lebih tinggi.


(43)

43 4.5 Pengujian Parameter

Pengujian secara statistik terhadap model perlu dilakukan dengan cara:

4.5.1 Pengujian Regresi Linier Berganda 1) Uji Keandalan

Uji ini dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanaan CVM dilihat dengan nilai R-squares (R2) dari OLS (Ordinary Least Square)WTP. Koefisien determinasi adalah suatu nilai statistik yang dapat mengetahui besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat dari suatu persamaan regresi (Firdaus, 2004). Mitchell dan Carson (1989) dalam Hanley dan Spash (1993) merekomendasikan 15 persen sebagai batas mínimum dari R2 yang realibel. Nilai R2 yang lebih besar dari 15 persen menunjukkan tingkat realibilitas yang baik dalam penggunaan CVM.

2) Uji Statistik t

Uji statistik t adalah uji untuk mengetahui masing-masing variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikatnya. Pengujian koefisien regresi secara individual dilakukan untuk membuktikan bahwa koefisien regresi suatu model regresi tersebut secara statistik signifikan atau tidak. Prosedur pengujian uji statistik t adalah (Ramanathan, 1997):

H0 : βi = 0 atau variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat


(44)

44 Jika thit(n-k) < tα/2 maka terima H0, artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika thit(n-k) > tα/2, maka terima H1 artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y).

3) Uji Statistik F

Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Prosedur pengujian menurut Ramanathan (1997) adalah:

H0= β1= β2 = β3 = … β= 0 atau tidak ada satupun variabel yang berpengaruh H1 = β1 = β2 = β3 = … β0 atau minimal ada satu variabel yang berpengaruh

dimana:

JKK = jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom JKG = jumlah kuadrat galat

n = jumlah sampel k = jumlah peubah

Jika Fhit < Ftabel maka terima H0, artinya secara serentak variabel (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika Fhit > Ftabel, maka terima H1, yang artinya variabel (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap (Y). 4) Uji Terhadap Kolinear Ganda

Model dengan banyak peubah sering terjadi masalah multikolinier yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas. Cara yang paling mudah untuk mengungkapkan apakah multikolinieritas menyebabkan masalah adalah dengan mengkaji simpangan baku koefisiennya. Jika beberapa koefisien mempunyai simpangan baku yang tinggi, dan kemudian mengeluarkan satu atau lebih peubah bebas dari model menyebabkan simpangan bakunya rendah, maka biasanya sumber


(45)

45 masalahnya adalah multikolinieritas. Masalah tersebut dapat dilihat langsung melalui hasil komputer, jika Varian Inflation Factor (VIF) < 10, maka tidak ada masalah multikolinier (Gujarati, 2003).

5) Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi metode pendugaan kuadrat terkecil adalah

homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan.

Pelanggaran atas asumsi ini disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi

heteroskedastisitas (Ghozali, 2006). Deteksi ada tidaknya

heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah di-studentized (Ghozali, 2006).

Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Dasar analisis uji

heteroskedastisitas (Ghozali, 2006):

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedatisitas. Penelitian ini menggunakan uji white seperti yang disarankan oleh Goldfeld dan Quandt (Ramanathan, 1997). Prosedur pengujiannya adalah: H0 = tidak ada heteroskedastisitas


(46)

46 H1 = ada masalah heteroskedastisitas

Terima H0 jika probability obs*R square lebih besar dari α. Artinya tidak terjadi heteroskedastisitas.

6) Uji Normalitas

Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data atau observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Data pada penelitian ini jumlahnya lebih dari 30, oleh sebab itu diduga data telah mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Penerapan uji ini adalah bahwa jika signifikasi dibawah 5 % berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, artinya data tersebut tidak normal (Suliyanto, 2005).

7) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Autokorelasi cenderung akan mengestimasi standar error lebih kecil daripada nilai sebenarnya, sehingga nilai statistic-t akan lebih besar. Uji yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji DW (Durbin Watson test). Nilai statistik DW berada diantara 1,55 dan 2,46 maka menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus, 2004).


(47)

47 4.5.2 Pengujian Regresi Logit

1) Uji G

Uji G atau Likelihood ratio merupakan rasio kemungkinan maksimum

(likelihood ratio test) yang digunakan untuk menguji peranan variabel bebas secara serentak. Rumus umum uji G adalah (Hosmer dan Lemeshow, 1989):

dimana:

lo = nilai likelihood tanpa variabel penjelas

li = nilai likelihood model penuh Prosedur pengujiannya adalah: H0 = β1= β2= .... = βk = 0

H1 = minimal ada satu βi tidak sama dengan nol, dimana i = 1,2,...,n

Jika G > χ2 α, k-1, atau nilai-p dari Hosmer and Lemeshow Test lebih besar dari alpha, maka hipotesis nol (H0) ditolak (Juanda, 2009). Artinya secara bersama-sama variabel independen dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

2) Uji Wald

Uji Wald digunakan untuk menguji signifikansi parameter koefisien secara parsial (Juanda, 2009). Statistik uji yang digunakan adalah:

H0 = = 0 H1 = ≠ 0


(48)

48 dimana:

= Vektor koefisien dihubungkan dengan penduga (koefisien x) E( ) = Galat kesalahan dari

Uji Wald mengikuti sebaran normal baku dengan kaidah keputusan menolak H0 jika > Zα/2 (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Artinya variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. 3) Uji Odds Ratio

Odds Ratio sebesar Exp (β) merupakan rasio peluang terjadi pilihan-1 terhadap peluang terjadi pilihan-0 (Juanda, 2009). Koefisien yang bertanda positif menunjukkan nilai odds ratio lebih besar dari satu, artinya bahwa peluang kejadian sukses lebih besar dari peluang kejadian tidak sukses. Sedangkan koefisien yang bertanda negatif berarti bahwa peluang kejadian tidak sukses lebih besar dari peluang kejadian sukses. Formula Odds Ratio


(49)

49 V. GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Banjir Kanal Barat (BKB) yang terbentang mulai dari kawasan Manggarai sampai kawasan Muara Angke menampung beberapa aliran sungai yang melintas di Jakarta, yaitu Sungai Ciliwung, Sungai Cideng, Sungai Krukut, dan Sungai Grogol. Pembangunan BKB yang sering disebut sebagai Kali Malang (Barat) sudah dimulai sejak tahun 1922, dengan bagian hulu berawal di daerah Manggarai ke arah barat melewati Pasar Rumput, Dukuh Atas lalu membelok ke arah barat laut di daerah Karet Kubur. Selanjutnya ke arah Tanah Abang, Tomang, Grogol, Pademangan, dan berakhir di sebuah reservoar di muara Angke, daerah Pluit.

Terdapat beberapa daerah strategis yang dilalui oleh terusan Banjir Kanal Barat Jakarta ini, yaitu sepanjang daerah Halimun sampai Karet Jakarta Pusat. Daerah disepanjang Halimun sampai Karet merupakan koridor perkantoran, pusat aktivitas, dan bisnis. Oleh karena itu disepanjang daerah tersebut juga dilalui jalur kereta api. Selain itu terdapat komplek perumahan serta tempat kos untuk orang-orang yang bekerja disekitar daerah tersebut. Daerah Halimun sampai Karet yang terbentang sepanjang 1,7 km juga memiliki taman yang indah disepanjang sisinya.

5.1.1 Gambaran Umum Potensi Wisata Air BKB

Potensi wisata air Banjir Kanal Barat yaitu disepanjang Halimun sampai Karet dapat dibangun perahu unik sebagai tempat edukasi dan bersantai. Bagian samping dari BKB juga terdapat taman yang bisa


(50)

50 digunakan sebagai tempat untuk berjualan, sehingga para pedagang dapat mendirikan kios atau toko-toko disepanjang taman tersebut.

5.2 Karakteristik Responden

Karakteristik umum responden yang diambil adalah masyarakat yang ditemui disekitar Banjir Kanal Barat (BKB), yaitu disepanjang Halimun sampai Karet. Beberapa variabel yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah: jenis kelamin, usia, status, lama pendidikan formal yang telah ditempuh, pekerjaan, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, jarak tempat tinggal dari terusan BKB, serta frekuensi kunjungan ke daerah terusan BKB. 5.2.1 Jenis Kelamin

Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan, tetapi perbandingannya dengan laki-laki tidak berbeda jauh. Persentase jumlah responden laki-laki berbanding perempuan adalah 48 persen (48 orang) berbanding 52 persen (52 orang). Sebaran jenis kelamin responden dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Responden (orang) Responden (%)

Laki-laki 48 48

Perempuan 52 52

Sumber: Data Primer, 2012 5.2.2 Usia Responden

Tingkat usia responden cukup bervariasi. Persentase tertinggi terdapat pada kelompok usia 29-39 tahun yaitu sebanyak 35 persen (35 orang). Kelompok usia tersebut mengindikasikan responden yang ditemui berada pada usia produktif. Distribusi usia responden dapat dilihat pada Tabel 12.


(51)

51 Tabel 12. Sebaran Responden Menurut Usia

Sumber: Data Primer, 2012

5.2.3 Lama Pendidikan Formal

Sebagian besar responden yang ditemui memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), yaitu sebesar 36 persen (36 orang). Jumlah responden yang berlatar belakang pendidikan Perguruan Tinggi (PT) sebesar 33 persen (33 orang). Hipotesis yang dapat diperoleh adalah semakin tinggi tingkat pendidikan responden, diharapkan semakin tinggi pemahaman mereka akan pentingnya menjaga kualitas lingkungan. Perbandingan tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Responden (orang) Responden (%)

SD 15 15

SMP 15 15

SMA 36 36

PT 33 33

S2 1 1

Sumber: Data Primer, 2012 5.2.4 Jenis Pekerjaan

Sebagian besar responden yang ditemui disekitar lokasi penelitian memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta, yaitu sebesar 31 persen (31 orang). Hal ini menunjukkan dengan dibangunnya tempat wisata air BKB Jakarta, diduga akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Sebaran jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Tabel 14.

Usia (tahun) Responden (orang) Responden (%)

18-28 22 22

29-39 35 35

40-50 32 32

51-61 9 9


(52)

52 Tabel 14. Sebaran Responden Menurut Jenis Pekerjaan

Sumber: Data Primer, 2012 5.2.5 Tingkat Pendapatan

Sebagian besar responden memiliki pendapatan pada tingkat Rp 500.000,00-2.000.000,00 sebesar 41 persen (41 orang). Hal ini sesuai dengan jenis pekerjaan sebagian besar responden yaitu sebagai wiraswasta. Faktor pendapatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam pengambilan keputusan. Semakin besar tingkat pendapatan, semakin besar kemampuan finansial seseorang. Perbandingan distribusi tingkat pendapatan responden tiap bulannya dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pedapatan

Tingkat Pendapatan Responden (orang) Responden (%)

<Rp 500.000,00 8 8

Rp 500.000,00-2.000.000,00 41 41

Rp 2.000.001,00-3.500.000,00 30 30

Rp 3.500.001,00-5.000.000,00 18 18

>Rp 5.000.000,00 3 3

Sumber: Data Primer, 2012

5.2.6 Jumlah Tanggungan Keluarga

Sebagian besar responden memiliki jumlah tanggungan sebanyak kurang dari sama dengan dua orang, yaitu sebanyak 53 persen (53 orang). Jumlah tanggungan keluarga yang dimaksud disini adalah tanggungan yang mencakup keluarga inti (istri dan anak) serta tanggungan bukan keluarga inti dirumah responden. Hipotesis yang dapat diperoleh adalah semakin banyak

Pekerjaan Responden (orang) Responden (%)

PNS 25 25

Buruh 6 6

Wiraswasta 31 31

Supir/Ojek 3 3

Pegawai swasta 15 15


(53)

53 jumlah tanggungan keluarga, maka semakin kecil kemungkinan responden untuk mau membayar wisata air yang menjadi potensi BKB Jakarta. Perbandingan jumlah tanggungan keluarga responden dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga

Sumber: Data Primer, 2012

5.2.7 Jarak Tempat Tinggal dari Terusan BKB

Terusan BKB yang dimaksud disini adalah terusan BKB di daerah Halimun sampai Karet, Jakarta Pusat. Rata-rata responden yang ditemui disekitar lokasi penelitian bertempat tinggal dekat dengan terusan tersebut. Sebanyak 45 persen responden (45 orang) berjarak kurang dari 500 meter. Hipotesis yang dapat diperoleh adalah semakin dekat jarak tempat tinggal dengan terusan BKB Jakarta, maka semakin mudah untuk mengunjungi daerah tersebut dan semakin besar kesediaan membayar responden terhadap wisata air yang menjadi potensi BKB Jakarta. Persentase responden berdasarkan jarak tempat tinggalnya dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Sebaran Responden Menurut Jarak Tempat Tinggal dari Terusan BKB

Jarak Tempat Tinggal Responden (orang) Responden (%)

<500 meter 45 45

500-1500 meter 25 25

1501-2500 meter 4 4

2501-3500 meter 3 3

>3500 meter 23 23

Sumber: Data Primer, 2012

Jumlah Tanggungan Keluarga Responden (orang) Responden (%)

≤ 2 orang 53 53

3 orang 21 21

4 orang 13 13

5 orang 10 10


(54)

54 5.2.8 Frekuensi Kunjungan

Sebagian besar responden bertempat tinggal dekat dengan terusan BKB, oleh karena itu rata-rata frekuensi kunjungan responden ke terusan BKB lebih dari lima kali. Sebanyak 51 persen responden (51 orang) sudah lebih dari lima kali berkunjung ke terusan BKB. Hal ini menunjukkan semakin sering frekuensi kunjungan responden ke daerah terusan BKB Jakarta, maka semakin besar kemungkinan responden untuk membayar wisata air yang menjadi potensi BKB. Distribusi frekuensi kunjungan ke terusan BKB dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Sebaran Responden Menurut Frekuensi Kunjungan

Frekuensi Kunjungan Responden (orang) Responden (%)

1 kali 30 30

2 kali 12 12

3 kali 4 4

4 kali 3 3

> 5 kali 51 51

Sumber: Data Primer, 2012

Berdasarkan hasil penelitian karakteristik umum responden yang ditemui disekitar daerah Halimun sampai Karet, Jakarta Pusat adalah: mayoritas responden (52 orang) adalah perempuan, usia sebagian besar responden (35 orang) berkisar diantara 29-39 tahun, tingkat pendidikan responden mayoritas adalah SMA yaitu sebesar 36 orang, sebanyak 31 orang responden mempunyai pekerjaan sebagai wiraswasta, tingkat pendapatan sebagian besar responden (41 orang) adalah Rp 500.000,00-2.000.000,00. Sebanyak 53 orang responden memiliki jumlah tanggungan keluarga kurang dari dua orang, 45 orang responden berjarak tempat tinggal kurang dari 500 meter, dan frekuensi kunjungan 51 orang responden lebih dari lima kali.


(55)

55 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Analisis Eksternalitas Positif Potensi Wisata Air BKB

Wisata merupakan salah satu bentuk kegiatan yang bermanfaat, selain bisa menghilangkan rasa jenuh juga dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar tempat wisata. Banjir Kanal Barat (BKB) yang merupakan suatu kanal pengendali banjir Jakarta mempunyai sisi lain yang berpotensi sebagai tempat wisata air. Daerah BKB yang berpotensi dijadikan tempat wisata air berada disepanjang Halimun sampai Karet, Jakarta Pusat. Daerah tersebut merupakan daerah strategis yang dilewati banyak orang, karena merupakan salah satu pusat perkantoran.

Pemanfaatan terhadap potensi BKB sebagai tempat wisata air memiliki hasil sampingan positif, yang disebut eksternalitas positif. Eksternalitas positif yang dirasakan masyarakat sekitar terusan BKB adalah peningkatan tingkat pendapatan serta peningkatan kenyamanan. Terlihat dari hasil survei, seluruh responden (100 orang) merasakan adanya manfaat apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air.

Eksternalitas positif ditinjau dari dampak yang dirasakan responden apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air. Sebanyak 43 persen responden (43 orang) menyatakan bahwa dampak yang akan mereka rasakan adalah peningkatan tingkat pendapatan karena dengan adanya tempat wisata air, maka terbukanya lahan pekerjaan bagi mereka, sedangkan 27 persennya (27 orang) menyatakan adanya peningkatan kenyamanan bila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air. Distribusi eksternalitas positif yang dirasakan


(56)

56 responden apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Eksternalitas Positif yang Dirasakan Respoden

Persepsi terhadap perubahan pemandangan daerah sekitar BKB yang lebih indah apabila dijadikan sebagai tempat wisata air dirasakan oleh 56 persen responden (56 orang), sedangkan 27 persen responden (27 orang) menyatakan persepsi terhadap perubahan tata kota daerah sekitar BKB yang lebih indah apabila dijadikan sebagai tempat wisata air. Distribusi persepsi perubahan yang dirasakan responden dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Persepsi Perubahan yang Dirasakan Responden

Perubahan kualitas udara yang dirasakan sebagian besar responden apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air adalah udara yang sejuk, segar saat bernafas, serta tidak berdebu, sedangkan 13 persen responden (13 orang) menyatakan perubahan kualitas udara yang sejuk, segar saat bernafas, dan berdebu apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air. Sisanya lagi sebesar dua persen responden (dua orang) menyatakan perubahan kualitas


(1)

85

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 79

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 1.13678535

Most Extreme Differences Absolute .074

Positive .074

Negative -.066

Kolmogorov-Smirnov Z .662

Asymp. Sig. (2-tailed) .773

a. Test distribution is Normal.

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 165.936 9 18.437 12.621 .000a

Residual 100.798 69 1.461

Total 266.734 78

a. Predictors: (Constant), PMD, PNDP, JTK, JTT, KA, TK, FREK, PNDK, KU


(2)

86 Lampiran 4. Peta Lokasi Penelitian


(3)

87


(4)

88 RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Mei 1990. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Hidayat Sofyan dan Yani Andayani.

Penulis mengawali pendidikan di TK Satria Jakarta pada tahun 1993, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) 01 Pagi Kelapa Dua Jakarta. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 75 Jakarta Barat. Pendidikan selanjutnya yang ditempuh penulis adalah di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 78 Jakarta Barat pada tahun 2005. Setelah itu pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa (USMI) di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Ekonomi Umum Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, aktif di kegiatan kemahasiswaan yaitu sebagai Staf Departemen Coorporate Social Responsibility

(CSR) HIMPRO REESA tahun 2010/2011, Anggota Penari Lingkung Seni Sunda GENTRA KAHEMAN IPB, dan aktif dalam kepanitiaan beberapa event kampus.


(5)

RINGKASAN

KEMALA INDAH WAHYUNI. Eksternalitas Positif Banjir Kanal Barat Jakarta

Sebagai Potensi Wisata Air. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI. Potensi Banjir Kanal Barat (BKB) Jakarta sebagai wisata air dapat menimbulkan eksternalitas positif bagi masyarakat. Eksternalitas positif yang dirasakan oleh sebagian besar responden berupa peningkatan pendapatan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji eksternalitas positif yang ditimbulkan serta kesediaan membayar responden melalui pendekatan ekonomi sumberdaya dan lingkungan. Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi eksternalitas positif yang dirasakan akibat dari potensi wisata air Banjir Kanal Barat Jakarta; 2) mengkaji peluang kesediaan membayar responden akibat wisata air yang menjadi potensi BKB Jakarta; 3) mengkuantifikasi besarnya nilai yang bersedia dibayarkan responden; dan 4) mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai yang bersedia dibayarkan responden terhadap potensi wisata air BKB Jakarta.

Studi kasus penelitian ini dilakukan di daerah sekitar terusan BKB Jakarta, yaitu daerah Halimun sampai Karet, Jakarta Pusat. Pengambilan data dilakukan selama bulan Januari sampai Maret 2012. Eksternalitas positif yang dirasakan responden diidentifikasi dengan menggunakan analisis deksriptif kualitatif. Peluang kesediaan membayar responden terhadap wisata air yang menjadi potensi BKB Jakarta dianalisis dengan menggunakan regresi logistik. Besarnya nilai WTP responden dilakukan dengan perhitungan Willingness To Pay. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP dianalisis dengan menggunakan model regresi linier berganda.

Hasil penelitian ini adalah sebagian besar responden merasakan adanya eksternalitas positif dari potensi wisata air Banjir Kanal Barat Jakarta. Eksternalitas positif yang dirasakan responden berupa peningkatan tingkat pendapatan, peningkatan kenyamanan, peningkatan kebersihan, serta mengurangi kejenuhan. Mayoritas responden (79 orang) bersedia membayar untuk potensi wisata air BKB, sedangkan sisanya 21 orang tidak bersedia membayar dengan alasan biaya retribusi terlalu tinggi, tidak mempunyai kemampuan secara finansial, dan tidak tertarik terhadap wisata air. Nilai dugaan rataan WTP responden sebesar Rp 4.126,58 per orang, nilai total WTP responden sebesar Rp 326.000,00. Nilai total WTP masyarakat diduga sebesar Rp 4.636.916.709,00. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap besarnya nilai WTP responden adalah tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, tingkat frekuensi kunjungan, persepsi tentang kualitas udara, dan persepsi tentang pemandangan.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan beberapa saran untuk berbagai pihak, diantaranya adalah: 1) Permasalahan sampah yang terjadi di Jakarta khususnya di daerah sekitar terusan BKB Jakarta, sepanjang Halimun sampai Karet yang mempunyai potensi wisata air harus ditangani dengan baik, sehingga wisata air yang menjadi potensi daerah tersebut dapat berjalan tidak seperti permasalahan water way pada tahun 2007 lalu; 2) Daerah BKB sepanjang


(6)

Halimun sampai Karet yang memiliki potensi wisata air dapat dibentuk sebagai suatu tempat rekreasi atau bermain anak. Tempat tersebut dapat berupa area dengan perahu serta taman-taman yang indah disekitarnya. Taman tersebut juga dapat dipasang beberapa slogan yang bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan; 3) Harga tiket untuk menaiki perahu yang akan menjadi salah satu obyek wisata air BKB Jakarta masih dapat dinaikkan sesuai dengan kesediaan membayar responden sebesar Rp 4.126,58 per orang.