Gambar 2.9 Daur Hidup Opistorchis spp Sumber : CDC, 2012
2.1.4 Opistorchis viverrini
a. Morfologi dan Daur Hidup
Morfologi dan daur hidup cacing ini mirip dengan Opistorchis felineus. Infeksi terjadi dengan makan ikan mentah yang mengandung metaserkaria
Sutanto et al, 2008.
Gambar 2.10 Telur Opistorchis viverrini Sumber : CDC, 2012
Gambar 2.11 Opistorchis viverrini Sumber : CDC, 2012
b. Epidemiologi
Daerah Muangthai timur laut terdapat banyak penderita kolangiokarsinoma dan hepatoma pada penderita opistorkiasis yang diduga akibat
peradangan pada saluran empedu yang berhubungan dengan cara pengawetan ikan yang menjadi hospes perantara cacing tersebut Sutanto et al, 2008.
2.2 Perubahan Patologi Anatomi Hati
Cacing yang hidup di saluran empedu hati seperti Clonorchis, Opisthorchis, dan Fasciola dapat menimbulkan rangsangan dan menyebabkan
peradangan saluran empedu, menyebabkan penyumbatan aliran empedu sehingga menimbulkan ikterus dan akibat lainnya bisa berupa hepatomegali Sutanto et al,
2008.
Gambar 2.12 Hati Sapi Terinfeksi Trematoda Sumber : Okezone, 2011
Pada kasus akut ditandai dengan adanya gejala klinis berupa ikterus, anemia, penurunan berat badan, edema submandibular bottle jaw, serta
perdarahan akibat dari cacing yang memakan jaringan hati Soulsby, 1986.
Gambar 2.13 Trematoda yang Tampak Setelah Proses Penyayatan Sumber :Global FM Jogja, 2012
Pada kasus kronik ditandai dengan penurunan nafsu akan, anemia, anoreksia, diare kronis, penurunan berat badan, bottle jaw, cholangitis, dan fibrosis organ
hati akibat dari cacing hati dewasa yang hidup dalam buluh empedu Soulsby, 1986.
Tingkat kerusakan atau perubahan patologi anatomi pada hewan dipengaruhi oleh jumlah metaserkaria yang termakan oleh ternak, fase
perkembangan cacing di dalam hati, dan spesies inang definitif. Perubahan patologi di dalam tubuh inang definitif terjadi akibat adanya migrasi cacing di
dalam tubuh. Migrasi diawali dengan penetrasi intestinal prehepatik kemudian sampai ke hati dan akhirnya masuk ke saluran empedu. Migrasi cacing pada organ
hati menyebabkan hemoragi, kerusakan parenkim dan buluh empedu. Buluh empedu mengalami peradangan, penebalan dan penyumbatan sehingga terjadi
sirosis periportal, peritonitis serta kolesistitis. Secara mikroskopis terjadi perubahan pada struktur jaringan hati. Perubahan tersebut digolongkan menjadi
dua kelompok yaitu kelompok perubahan akut dan kronis. Pada stadium akut tampak adanya perdarahan, degenerasi sel hati, peradangan, proliferasi buluh
empedu, infiltrasi sel radang, serta adanya globula leukosit pada mukosa buluh empedu. pada stadium kronis tampak fokus-fokus radang granuloma, mineralisasi,
dan fibrosis Winarsih et al, 1996
2.3 Prosedur Operasional Standar Pemotongan Hewan di RPH