Pengaruh Peran Business Development Service (BDS) Terhadap Pendapatan Pengusaha Pertenunan Di Kota Pematangsiantar

(1)

PENGARUH PERAN BUSINESS DEVELOPMENT SERVICE (BDS) TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA PERTENUNAN

DI KOTA PEMATANGSIANTAR

T E S I S

Oleh

ROHANA SITUMORANG 067019117/IM

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2009


(2)

PENGARUH PERAN BUSINESS DEVELOPMENT SERVICE (BDS) TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA PERTENUNAN

DI KOTA PEMATANGSIANTAR

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ROHANA SITUMORANG 067019117/IM

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

Judul Tesis : PERAN BUSINESS DEVELOPMENT SERVICE (BDS) TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA PERTENUNAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR Nama Mahasiswa : Rohana Situmorang

Nomor Pokok : 067019117

Program Studi : Ilmu Manajemen

Mengetahui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Rismayani, MS) (Drs. Syahyunan, MSi)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Rismayani, MS) (Prof. Dr. Ir.T.Chairun Nisa B, MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 10 Pebruari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Rismayani, MS Anggota : 1. Drs. Syahyunan, MSi

2. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE 3. Dr. Arlini Nurbaity


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul

“PENGARUH PERAN BUSINESS DEVELOPMENT SERVICE (BDS) TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA PERTENUNAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR”

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya

Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, 10 Pebruari 2009

Rohana Situmorang 067019117


(6)

ABSTRAK

Perkembangan usaha pertenunan di Kota Pematangsiantar mengalami penurunan jumlah unit usaha maupun pendapatan pengusaha, sebagai salah satu kegiatan ekonomi masyarakat. Dalam perkembangannya usaha pertenunan mengalami beberapa kendala dalam pengembangan usahanya yaitu permodalan, pemasaran dan informasi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) sejauhmana pengaruh peran Business Development Services (BDS) terhadap pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar, dan (2) Bagaimana peningkatan jumlah pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar setelah adanya program yang berkaitan dengan Business Development Services (BDS).

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Manajemen Strategi dan teori yang berkaitan dengan program Business Development Services, pengertian permodalan, pemasaran, informasi, pendapatan, serta pertenunan.

Metode dengan pendekatan sensus. Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif. Sifat penelitian adalah eksplanatory, dimana seluruh variabel diukur dengan skala likert. Metode pengumpulan data dengan daftar pertanyaan dan wawancara kepada 48 orang pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar. Metode analisis data regresi berganda untuk menguji hipotesis pertama digunakan uji F dan uji t taraf kepercayaan sebesar 95%, =0,05, koefisien determinasi (R2) hasil regresi hipotesis pertama adalah 80,2%, menunjukkan bahwa variabel bebas (permodalan, pemasaran dan informasi) mampu menjelaskan 80,2% terhadap variabel terikat (pendapatan pengusaha).

Hasil uji beda t-test (paired t-test) untuk menguji signifikansi hipotesis kedua dapat diketahui nilai t-hitung (5,052) lebih besar dari t-tabel (678), yang berarti Ho

ditolak dan Ha diterima.

Kesimpulan dari penelitian ini secara bersama-sama variabel permodalan, pemasaran dan informasi berperan terhadap pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar. Pendapatan pengusaha pertenunan berbeda secara positif dan signifikan sebelum dan setelah program BDS.


(7)

ABSTRACT

The enterprises of woven clothes in Pematangsiantar have become more and more developed, either in the total of units or the profits, as one of the economic activities. In developing the enterprises of woven clothes, the enterpreneurs have some obstacles, such as capital, marketing and information.

The location of this research is Pematangsiantar, while the research problems are: (1) how far is the role of Business Development Services (BDS) toward the profit of woven-clothes enterpreneur, and (2) how is the profit of woven-clothes enterpreneur before and after the existence of BDS.

The theory which is used in this research is management of strategy and about the programs of capital, marketing, information, income, weaving.

In this research, the approach is sencus, the type is descriptive quantitative, and the characteristics is explanatory. All variables use the licert scale. Data are collected by the questionarie and interview methods to 48 enterpreneurs of Pematang Siantar.

The method of multiple regression data analyses is used to examine the frist hypothesis, and F and T examinationts are used to the third data. The reliability coefficient is 95% (cc=0.05). The coefficient determination (R2) as the result of first regressive hypothesis is 80.2 %. It shows that the free variables (capital, marketting and information) are able to explain 80.2% toward the tied variable (enterpreneur's profit)..

By using the technic of different examination t-test (paired t-test) to examine the second signiificant hypothesis, it can be understood that the result off-count (5.052) is higher than t-table (678), It means that Ho is refused and Ha is received.

The result of this research together with the variables of capital, marketing and information influence significantly toward the profit of waving enterpreneurs in Pematang Siantar. The profits of waving enterpreneurs are different positively and significantly before and after the programs of BDS.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan kasihnya Nyalah penelitian dengan judul Pengaruh Peran Business Development

Services terhadap Pendapatan Pengusaha Pertenunan dalam Pengembangan Usaha

Kecil dan Menengah di Kota Pematangsiantar.

Atas rampungnya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut memberikan bantuan dan dukungan, baik sewaktu penulis mengikuti proses perkuliahan maupun pada saat penulis melakukan penelitian. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan setinggi-tinginya penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof.dr.Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K)., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Hj. Rismayani, MS, selaku Ketua Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara serta selaku Ketua Komisi Pembimbing, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penyusunan tesis ini.

4. Bapak Drs. Syahyunan, selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penyusunan tesis ini. 5. Ibu. Dr. Elisabeth Siahaan, M.Ec, Ibu Dr. Arlina Nurbaity, Bapak Dr.lic.rer.reg

Sirojuzilam, SE., Bapak Drs. Tarmizi, SU, Bapak Drs. Rachmad Sumanjaya, M.Si, selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan banyak masukan dan saran bagi kesempurnaan tesis ini.


(9)

6. Seluruh Staf Pengajar dan Administrasi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Rekan-rekan di Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memebri motivasi dan semangat dalam dalam penulisan tesis ini.

Teristimewa penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada suami tercinta Ir. Fajar Simanungkalit serta kedua putra dan putri David Budiman Simanungkalit dan Kelly Debora Br Simanungkalit, yang dengan kerelaan dan pengertian yang sangat mendalam untuk tetap setia ditinggalkan pada hari-hari selama Mama mengikuti pendidikan, dan selalu berdoa, mendorong, dan memaklumi, serta memberikan perhatian khusus sejak Mama mengikuti perkualiahan hingga merampungkan tesis ini, Pengorbanan, Perhatian dan Kesabaran Papa, David dan Kelly sebagai dorongan dan kata kunci Keberhasilan Papa.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu dengan rendah hati Penulis menerima saran dan kritik membangun dari semua pihak. Akhirnya dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, tesis ini saya persembahkan bagi semua pihak yang membacanya dengan harapan dapat memberi arti dan manfaat. sekian.

Medan, Pebruari 2009 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Rohana Situmorang, dilahirkan pada tanggal 3 November 1962 di Kota Medan, putri pasangan P. Situmorang (alm) dan Ibunda P. Br Pangaribuan (alm) menikah dengan Ir. Fajar Simanungkalit tinggal di Medan.

Diterima sebagai Pegawa Negeri Sipil pada Pemerintah Sumatera Utara sejak tahun tahun 1991 dan bekerja di Dinas Koperasi Propinsi Sumatera Utara sampai dengan sekarang.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari Pendidikan Dasar pada Sekolah Dasar Antonius I Medan selesai pada Tahun 1974, melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kristen I Medan selesai pada Tahun 1977, selanjutnya meneruskan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas pada SMA Negeri 1 Medan selesai pada Tahun 1981. Melanjutkan pendidikan ke Fakultas Ekonomi Universitas Nomensen Medan selesai pada Tahun 1988. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan Strata-2 pada Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan dan lulus tahun 2009.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I. PENDAHULUAN... 1

I.1. Latar Belakang... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 2

I.3. Tujuan Penelitian ... 3

I.4. Manfaat Penelitian ... 3

I.5. Kerangka Berpikir... 4

I.6. Hipotesis ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 7

II.1. Penelitian Terdahulu ... 7

II.2. Teori Industri ... 11

II.3. Teori Petenunan ... 12

II.4. Konsep Business Development Services (BDS) ... 15

II.5. Pengertian Pendapatan ... 18

II.6. Modal ... 20

II.7. Pemasaran ... 20

II.8. Informasi ... 21

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 23

III.1. Tempat dan Waktu penelitian ... 23

III.2. Metode Penelitian ... 23

III.3. Populasi dan Sampel ... 24

III.4. Teknik Pengumpulan Data ... 24

III.5. Jenis dan Sumber Data ... 25

III.6. Hipotesis Pertama... 25

III.7. Hipotesis Kedua ... 29

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 31

IV.1. Hasil Penelitian... 31 IV.1.1. Gambaran Umum Bussines Development Services Pematangsiantar 31


(12)

IV.1.2. Karakteristik Responden ... 34

IV.1.3. Peran BDS terhadap Usaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar 41 IV.1.4. Penjelasan Responden ata Pengaruh BDS terhadap pendapatan Pengusaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar... 43

IV.2. Pembahasan ... 46

IV.2.1. Hasil Uji Hipotesis Pertama Pengaruh permodalan, Pemasaran dan Informasi ... 46

IV.2.2. Hasil Uji Hipotesis Kedua Perbedaan Pendapatan Sebelum dan Setelah Memanfaatkan Layanan BDS... 55

BABV. KESIMPULAN DAN SARAN... 60

V.1. Kesimpulan ... 60

V.2. Saran... 60


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

I.1. Jumlah Unit Usaha dan Pendapatan Pengusaha Pertenunan di Kota

Pematangsiantar Tahun 2003-2007... 2

III.3. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama ... 26

III.4. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Kedua ... 30

IV.1. Jenis Kelamin Pengusaha Pertenunan Kota Pematangsiantar... 35

IV.2. Umur Pengusaha Pertenunan Kota Pematangsiantar ... 35

IV.3. Status Perkawinan Pengusaha Pertenunan Kota Pematangsiantar... 36

IV.4. Suku Bangsa Pengusaha Pertenunan Kota Pematangsiantar ... 37

IV.5. Domisili atau Tempat Tinggal Pengusaha Pertenunan Kota Pematangsiantar ... 38

IV.6. Pendidikan Pengusaha Pertenunan Kota Pematangsiantar ... 38

IV.7. Jumlah Tanggungan Pengusaha Pertenunan Kota Pematangsiantar... 39

IV.8. Pertenunan Sebagai Kegiatan Utama di Kota Pematangsiantar... 40

IV.9. Alasan Menjalankan Usaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar ... 40

IV.10 Pendapatan Hasil Usaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar sebelum Memanfaatkan Layanan BDS ... 42

IV.11 Pendapatan Hasil Usaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar setelah Memanfaatkan Layanan BDS ... 43

IV.12 Peran BDS dalam hal Permodalan terhadap Pengusaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar ... 44

IV.13 Peran BDS dalam hal Pemasaran terhadap Pengusaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar ... 45


(14)

IV.14 Peran BDS dalam hal Informasi terhadap Pengusaha Pertenunan di Kota

Pematangsiantar ... 46 IV.15 Hasil Uji Multikoloneriatas Data Hipotesis Pertama ... 48 IV.16 Hasil Uji Autokorelasi Data Hipotesis Pertama ... 50 IV.17 Hasil Uji Determinasi Hipotesis Pertama (Permodalan, Pemasaran dan

Informasi) ... 51 IV.18 Hasil Uji F. Hipotesis Pertama (Permodalan, Pemasaran dan Informasi) 52 IV.19 Hasil Uji Parsial Hipotesis Pertama (Permodalan, Pemasaran dan

Informasi) ... 54 IV.20 Uji t-test Hipotesis Kedua ... 57


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

I.1 Kerangka Berpikir... 5

IV.1 Struktur Organisasi BDS Kota Pematangsiantar ... 33

IV.2 Hasil Uji Normalitas Data Hipotesis Pertama ... 47

IV.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Data Hipotesis Pertama ... 49

IV.4 Kurva Uji Perbedaan Rata-Rata Pendapatan Responden Sebelum dan Setelah Memanfaatkan Layanan BDS ... 57


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 65 2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 69 3 Uji Regresi ... 70


(17)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Business Development Services (BDS) merupakan kebijakan pemerintah

untuk pengembangan sentra usaha kecil dan menengah seperti usaha pertenunan melalui kegiatan fasilitasi dalam hal permodalan, pemasaran dan pemberian informasi yang bermanfaat dalam pengembangan usaha pertenunan. Dengan adanya peran BDS ini diharapkan meningkatkan pendapatan pengusaha pertenunan.

Konsep penugasan kepada Business Development Services adalah upaya untuk mendorong lembaga-lembaga yang ada di wilayah sekitar sentra, baik dalam bentuk yayasan, lembaga swadaya masyarakat ataupun suatu lembaga pendidikan agar lebih bergairah untuk membangkitkan perekonomian daerahnya melalui penyediaan layanan pengembangan bisnis kepada para pengusaha kecil dan menengah setempat.

Kota Pematangsiantar sebagai wilayah perkotaan banyak terdapat kegiatan ekonomi yang banyak dilakukan oleh masyarakat salah satunya adalah industri pertenunan. Hal ini sejalan dengan agenda pembangunan daerah yaitu memperkuat struktur industri, pengembangan usaha kecil dan menengah, dengan fokus pada industri yang padat tenaga kerja, sehingga diharapkan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, penciptaan lapangan kerja, dan


(18)

pertumbuhan ekonomi. Adapun jumlah industri pertenunan serta pendapatan pengusaha di Pematangsiantar pada tahun 2003-2007 sebagai berikut :

Tabel I.1. Jumlah Unit Usaha dan Pendapatan Pengusaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar Tahun 2003-2007

J u m l a h No Tahun

Unit Usaha Pendapatan (Rp)

1 2003 109 5.547.790.000

2 2004 117 4.678.456.000

3 2005 129 3.829.416.000

4 2006 134 3.642.603.000

5 2007 148 3.556.740.000

Sumber: Disperindag Kota Pematangsiantar, 2008. (Data Diolah)

Berdasarkan Tabel I.1 di atas dapat dilihat bahwa pada Tahun 2003 sampai 2007 terjadi penurunan pendapatan pengusaha pertenunan.. Hal tersebut menunjukkan adanya hambatan yang dihadapi pengusaha dalam pengembangan usahanya.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Sejauhmana pengaruh peran Business Development Services (BDS) terdiri dari : permodalan, pemasaran, dan informasi terhadap pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar.

2. Bagaimana pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar sebelum dan setelah adanya peran Business Development Services (BDS).


(19)

I.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh peran Business Development

Services (BDS) terdiri dari permodalan, pemasaran dan informasi terhadap

pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar sebelum dan setelah adanya peran Business

Development Services (BDS).

I.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat sebagai berikut : a. Bagi lembaga BDS dan usaha pertenunan, hasil penelitian ini dapat dijadikan

salah satu bahan rujukan/informasi dalam mengembangkan dan meningkatkan potensi usaha lokal.

b. Bagi Dinas Koperasi dan UKM dan UKM Kota Pematangsiantar dalam menyusun program kebijakan pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah sebagai sistem ekonomi rakyat di Kota Pematangsiantar.

c. Bagi Program Studi Ilmu Manajemen Universitas Sumatera Utara, tesis ini merupakan tambahan kekayaan penelitian studi kasus untuk dapat dipergunakan dan dikembangkan pada penelitian selanjutnya.


(20)

d. Bagi Penulis, tesis ini merupakan peluang pembelajaran dalam meningkatkan wawasan akademis dan praktek di bidang manajemen.

I.5. Kerangka Berpikir

Peran BDS menurut Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia Nomor 32.1/KEP/M.KUKM tahun 2003, secara normatif peran BDS adalah melaksanakan kegiatan pemberdayaan dan pendampingan pengusaha berdasarkan kontrak kerja.

Teori tentang permodalan menurut Suryana (2000), menyatakan modal yang dimiliki pengusaha dalam melaksanakan kegiatan usahanya sangat menentukan terlaksananya proses produksi, dengan kata lain setiap unit usaha membutuhkan modal dalam menghasilkan suatu produk.

Teori tentang informasi menurut Sutrisno (2003), menyatakan bahwa dukungan informasi sangat penting dalam mengembangkan pemasaran produk hasil usaha serta meningkatkan permodalan melalui institusi perbankan maupun institusi lain yang dapat memfasilitasi pangusaha untuk mendapatkan modal dalam bentuk kredit lunak. Meningkatnya kemampuan pengusaha untuk memperoleh atau mengakses informasi tentang usaha kecil dan menengah, diharapkan dapat meningkatkan kemanpuan mereka dalam meningkatkan jumlah modal dalam mengembangkan usaha, serta meningkatkan pangsa pasar dari produk yang dihasilkannya.

Teori tentang pendapatan menurut Maryatmo dan Susilo (1996), menyatakan bahwa pendapatan merupakan jumlah seluruh uang yang diterima oleh keluarga atau seseorang selama jangka waktu tertentu biasanya satu tahun. Dari pendapat di atas


(21)

dapat disimpulkan bahwa pendapatan masyarakat adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima oleh masyarakat pada satu tahun tertentu baik itu dari hasil produksi pertanian maupun dari hasil produksi industri dan perdagangan serta sektor-sektor lainnya.

Tujuan pokok dijalankannya suatu usaha perdagangan adalah untuk memperoleh pendapatan, dimana pendapatan tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kelangsungan hidup usaha perdagangannya. Pendapatan yang diterima adalah dalam bentuk uang, dimana uang adalah merupakan alat pembayaran atau alat pertukaran (Samuelson dan Nordhaus, 1997).

Berdasarkan uraian terdahulu dan mengacu kepada tujuan Business

Development Services (BDS) dalam pengembangan usaha kecil dan

menengah, maka diasumsikan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pengusaha pertenunan meliputi: modal, pemasaran dan informasi.

Pemasaran Modal

Informasi

Pendapatan Pengusaha Pertenunan

Gambar 1.1. Kerangka Berpikir I.6. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah;

1. Peran Business Development Services (BDS) berpengaruh terhadap pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar.


(22)

2. Pendapatan pengusaha pertenunan berbeda sebelum dan setelah adanya peran


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Penelitian Terdahulu

Graf et al (2003), melakukan penelitian dengan judul ”peran Business

Development Services (BDS) dalam pengembangan perekonomian” dapat dilihat dari

pemanfaatan jasa pelayanan BDS oleh sektor-sektor ekonomi. Hasil studi ini menyimpulkan pemanfaatan BDS pada bidang komunikasi, media dan jasa bisnis (60%), pedagang eceran (42%), bidang manufaktur (29%), bidang logam (36%), tekstil/garmen (34%), transportasi (19%) serta jasa periklanan (16%).

Davidsson et al. (2002) melakukan penelitian dengan judul ”Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan usaha dari unit usaha industri”. Model ekonometrika yang disusun diselesaikan dengan regresi berganda ordinary least

square (OLS). Temuan dari riset tersebut antara lain besarnya unit usaha (firm size),

lamanya usaha (age), dan legalitas dari unit usaha (legal form) mempengaruhi pertumbuhan usaha dengan signifikan. Temuan yang lain adalah pertumbuhan usaha juga dipengaruhi secara signifikan oleh lokasi unit usaha dan internasionalisasi dari kegiatan unit usaha.

Kemudian Shanmugam dan Bhaduri (2002) melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh umur unit usaha (age) dan ukuran perusahaan (firm size) terhadap pertumbuhan usaha”. Riset yang dilakukan mencakup sampel 392 perusahaan manufaktur di India untuk periode tahun 1989 – 1993, khususnya untuk industri


(24)

makanan dan industri bukan barang logam. Dalam studi ini juga ditemukan kecenderungan untuk unit usaha yang besar dan unit usaha yang baru berdiri lambat pertumbuhan usahanya. Di samping itu, dampak ukuran perusahaan terhadap pertumbuhan usaha pada industri makanan lebih besar daripada industri bukan barang logam.

Kajian Becchetti dan Trovato (2002), melakukan penelitian dengan judul ” Pengaruh ukuran unit usaha (size) dan umur perusahaan (age) terhadap kemampuan perusahaan untuk melakukan eskpor dan pengambilan kredit perbankan”. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis multivariat (regresi berganda linier). Dari riset tersebut ditemukan bahwa yang mempengaruhi pertumbuhan usaha antara lain yang dilakukan secara rasional oleh pemilik atau pengelola IKM. Hasil temuan dari riset ini adalah ternyata subsidi atau bantuan yang diberikan pemerintah berpengaruh terhadap pertumbuhan usaha IKM.

Selanjutnya Roperti dalam Handrimurtjahyo et al (2007) melakukan penelitian dengan judul ” Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan usaha, dalam hal ini pertumbuhan penjualan dan profitabilitas perusahaan” terhadap 1853 perusahaan skala kecil di Irlandia dalam kurun waktu 1993 – 1994. Tujuan dari riset untuk mengetahui, dari perusahaan yang menjadi sampel. Kajian ini menggunakan data sekunder. Temuan dari studi tersebut diantaranya adalah kemampuan perusahaan dalam mengekspor produk berpengaruh terhadap kemampuan memperoleh peningkatan laba. Di samping itu, riset ini juga menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan (firm size) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap


(25)

pertumbuhan usaha, sedangkan umur perusahaan (firm age) berpengaruh secara negatif dan signifikan. Riset ini menggunakan model ekonometrika.

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan usaha dari industri kecil di Skotlandia dilakukan oleh Glancey (1998). Riset ini menggunakan model ekonometrika yang diselesaikan dengan metode OLS. Model ekonometri yang dikembangkan dalam kajian ini juga menggunakan 2SLS (two

stages least square). Hasil riset ini antara lain adalah pertumbuhan usaha industri

kecil dipengaruhi secara signifikan oleh variabel ukuran usaha (size) dan umur perusahaan (age). Temuan lain dari riset ini adalah lokasi dari unit usaha industri juga berpengaruh terhadap pertumbuhan usaha. Hasil studi ini konsisten dengan hasil studi yang telah disebutkan sebelumnya. Kasongan, Bantul dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh ukuran usaha dalam hal ini jumlah tenaga kerja, umur unit usaha atau lamanya unit usaha telah beroperasi, legalitas badan/unit usaha, fasilitas kredit perbankan yang diperoleh unit / badan usaha, dan kegiatan internasionalisasi badan / unit usaha dengan melakukan aktivitas ekspor hasil produksinya. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam riset ini terbukti. Dari hasil penelitian dapat disarankan beberapa hal antara lain: (1). Pengembangan usaha pengrajin gerabah dan keramik di Kasongan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul secara konsisten harus dilakukan. Bentuk kongkret dukungan untuk mengembangkan tersebut baik dari aspek manajerial, keuangan, produksi, dan pemasaran. Dukungan tersebut secara terintegrasi dari pemerintah, asosiasi pengusaha, perguruan tinggi, perbankan, dan pihak lain yang terkait. (2). Riset ini dapat dikembangkan dengan melakukan pengembangan model,


(26)

yaitu dengan menambah variabel penjelas yang lain serta mengambil kasus industri/pengrajin yang lain dan dengan besar sampel (sampel size) yang lebih banyak.

Perkembangan usaha kecil dan menengah dipengaruhi oleh variabel/faktor yang bersumber dari dalam unit usaha UKM maupun yang berasal dari luar. Faktor dari dalam termaksud antara lain (ISBRC–Pupuk, 2003): (1) kemampuan manajerial, (2) pengalaman pemilik atau pengelola, (3) kemampuan untuk mengakses pasar input dan output, teknologi produksi, dan sumber-sumber permodalan, serta (4) besar kecilnya modal yang dimiliki. Sedangkan beberapa faktor eskternal termaksud, antara lain (Tambunan, 1999): (1) dukungan berupa bantuan teknis dan keuangan dari pihak pemerintah/swasta, (2) kondisi perekonomian yang dicerminkan dari permintaan pasar domestik maupun dunia, dan (3) kemajuan teknologi dalam produksi. Salah satu indikator perkembangan IKM adalah dengan melihat pertumbuhan usaha.

Pertumbuhan usaha sendiri dapat dilihat dari (Davidsson et al., 2002; Shanmugam and Bhaduri, 2002) : (1) pertumbuhan poduksi, (2) pertumbuhan penjualan, (3) pertumbuhan pendapatan, dan (4) pertumbuhan laba. Agar dapat dapat disusun strategi dan rekomendasi kebijakan yang tepat untuk mendorong pertumbuhan usaha UKM, maka diperlukan studi atau kajian identifikasi variabel/faktor yang menyebabkan pertumbuhan usaha tersebut.


(27)

II.2. Teori Industri

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Kelompok industri adalah bagian-bagian utama kegiatan industri yakni kelompok industri hulu (kelompok industri dasar), kelompok industri hilir, dan kelompok industri kecil. Bidang usaha industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri dan jenis industri. Sementara jenis industri adalah sutu cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi (UU RI No.5 Tahun 1984 tentang Perindustrian)

Ciri atau kriteria industri skala kecil adalah:

(a) Bahan bakunya mudah diperoleh, utamanya karena tersedia di daerah.

(b) Menggunakan teknologi sederhana sehingga mudah dilakukan alih teknologi. (c) Keterampilan dasar umumnya sudah dimiliki secara turun temurun.

(d) Bersifat padat karya atau menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.

(e) Peluang pasar cukup luas, sebagian besar produknya terserap di pasar lokal/domestik dan tidak tertutup sebagian lainnya berpotensi untuk diekspor. (f) Beberapa komoditi tertentu memiliki ciri khas terkait dengan karya seni budaya

daerah setempat

(g) Melibatkan masyarakat ekonomi lemah setempat. (h) Secara ekonomis menguntungkan.


(28)

Misi serta tujuan industri skala kecil adalah :

(a) Memanfaatkan potensi sumber daya alam (SDA) andalan lokal secara optimal, masyarakat IKM setempat dan sebagai pemasok utama pasar lokal.

(b) Meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah. (c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(d) Memperluas kesempatan kerja (mengurangi pengangguran). (e) Melestarikan dan mengembangkan seni tradisional budaya daerah. (f) Mengisi kebutuhan pasar lokal, domestik dan ekspor.

(g) Meningkatkan perolehan devisa. (h) Memajukan daerah.

II. 3. Teori Pertenunan

Menurut Deperindag (2003) pertenunan dikategorikan dalam Industri Tenun Tradisional. Keadaan spesifik usaha pertenunan adalah (1) Sebagai bahan dasar adibusana/busana resmi dan kebutuhan interior serta cinderamata, (2) Desain

didominasi corak tradisional yang cenderung bertahan dalam pola-pola tetap, (3) Sering terjadi kelangkaan bahan baku., dan (4) Memerlukan desainer yang cukup

banyak.

Beberapa lokasi pengembangan usaha pertenunan adalah (1) Songket dari Kota Palembang Sumatera Selatan; Kota Bukittinggi Sumatera Barat, (2) Tapis dari Kota Bandar Lampung, Kabupaten Agam Sumatera Barat, (3) Ulos dari Kota Pematangsiantar, Kabupaten. Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara, (4) Tenun cak-cak dari Kabupaten Gianyar Bali, (5) Tenun ikat dari NTT;


(29)

Kabupaten Jepara Jawa Tengah; Kabupaten Wajo; Kabupaten Luwu Utara; Kabupaten Toraja; Kabupaten Mamasa; Kabupaten Mamuju; Kabupaten Goa/Takalar Sulawesi Selatan; Kabupaten Buton; Kabupaten Kendari Sulawesi Tenggara; Kabupaten Lombok Barat; Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.

Pertenunan (pakaian) tradisional diperkirakan telah dimulai sejak masa Neolitikum (Prasejarah), dimana ditemukan bukti-bukti adanya temuan dari benda-benda prasejarah prehistoris yang umurnya lebih dari 3.000 tahun yang lalu. Bekas-bekas peninggalan pembuatan pakaian ini ditemukan pada situs Gilimanuk, Melolo, Sumba Timur, Gunung Wingko, Yogyakarta dan lain-lain. Di daerah ini ditemukan teraan (cap) tenunan, alat untuk memintal, kereweng-kereweng bercap kain tenun dan bahan yang terlihat jelas adanya tenunan kain terbuat dari kapas.

Pada jaman prasejarah pakaian berfungsi sebagai pelindung badan dari panas dan dingin, serta gangguan serangga dan benda-benda tajam. Bahan yang digunakan masih sangat sederhana, seperti kulit kayu, kulit binatang, serat, daun-daunan serta akar tumbuh-tumbuhan. Alat yang digunakan untuk membuat pakaian berupa alat pemukul dari bahan kayu atau batu, bentuknya persegi panjang dan terdapat beberapa garis di tengahnya. Pembuatan pakaian dari kulit kayu memerlukan pengalaman dan pengetahuan, setelah dipilih jenis pohon keras dan mempunyai serat kayu yang panjang, selanjutnya pohon (kayu) dikuliti, kemudian serat kayu direndam air agar lunak. Dengan pemukul batu maka kulit kayu dibentuk menjadi kain. Sisa tradisi pembuatan kain semacam ini masih ditemukan di daerah Sulawesi Tengah yang disebut "Fuya" dan di Irian disebut "Capo."


(30)

Dilihat dari sejarahnya, tenun adalah hasil kerajinan berupa bahan kain yang dibuat dari benang serat kayu, kapas, sutera, dan lain-lain. Dengan cara memasukkan pakan secara melintang pada lungsin, yakni jajaran benang yang terpasang membujur. Kain tenunan ini dikerjakan dengan seperangkat alat tenun, umumnya dikerjakan oleh kaum wanita dan alat tersebut sampai sekarang masih digunakan dan sering disebut dengan nama ATBM atau Alat Tenun Bukan Mesin.

Teknik pembuatan tenun dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu teknik dalam membuat kain dan teknik membuat hiasan. Ada dua hal lagi yang sangat penting yaitu mempersiapkan pembuatan benang dan pembuatan zat warna.

Pembuatan benang secara tradisional dengan menggunakan pemberat yang diputar dengan jari tangan (Jawa: diplintir), pemberat tersebut berbentuk seperti gasing terbuat dari kayu atau terakota. Di Indonesia bagian barat (Sumatera, Jawa, Bali, Lombok) ada cara lain membuat benang dengan menggunakan "Antih," alat ini terdiri dari sebuah roda lebar yang bisa diputar berikut pengaitnya (jawa: ontel) untuk memutar roda tersebut. Bahan membuat benang selain kapas, kulit kayu, serat pisang, serat nanas, daun palem dan sebagainya.

Pembuatan zat warna pada masa lalu terdiri dari dua warna biru dan merah. Warna biru didapatkan dari Indigo atau Mirinda Citrifonela atau mengkudu. Selain itu ada pewarna dari tumbuhan lain seperti kesumba (sono keling). Ada dua wilayah pembagian alat tenun, pertama alat tenun Indonesia bagian timur, pada umumnya penenun duduk di atas tanah di luar rumah, di tempat teduh atau di lantai rumah, dengan mengaitkan salah satu alat tersebut pada tiang. Kedua alat tenun Indonesia


(31)

bagian barat (Jawa-Bali), di daerah ini terdapat alat tenun disebut "Cacak" yaitu dua buah tiang pendek yang diberi belahan untuk menempatkan papan guna menggulung benang yang akan ditenun, alat ini biasanya ditempatkan pada sebuah "amben" yaitu balai-balai terbuat dari bambu.

Tenun ikat adalah kain tenun yang dibuat dengan tehnik tenun di mana benang pakan, lungsi atau dua-duanya dicelup sebelum ditenun, benang-benang yang diikat tidak kena warna, sehingga setelah dilepas pengikatnya akan timbul pola-pola yang diinginkan. Kain ikat lungsi juga ada yang dikombinasikan dengan hiasan manik-manik. Hiasan pada kain adat mencerminkan unsur-unsur yang sangat erat hubungannya dengan kepercayaan, pemujaan kepada leluhur, pemujaan terhadap keagungan alam, serta dapat menunjukkan status sosial bagi pemakaiannya.

Widodo (2006) menyatakan goncangan dibidang produksi kain tradisional terjadi pada waktu adanya revolosi pembuatan kain tradisional pada sekitar tahun 1911, ketika pemerintah Hindia Belanda mengintrodusir Alat Tenun bukan Mesin (ATMB). Alat ini terbuat dari kayu, di mana digunakan torak-torak yang dihubungkan dengan tali, sehingga apabila salah satu alat tenun digerakkan, maka secara otomatis alat lainnya akan bergerak. Alat ini hanya dapat untuk membuat kain sederhana, seperti kain polos, lurik, ikat dan sebagainya.

II.4. Konsep Business Development Services (BDS)

Istilah BDS dalam konteks pengembangan UKM, kini setidaknya telah dikenal luas. Istilah ini penting bagi pengembangan UKM pada aspek non finansial. Secara singkat, BDS kerap diartikan sebagai jasa non-finansial yang bertujuan meningkatkan kinerja suatu perusahaan individual.


(32)

Miehlbradt and McVay (2003) menyatakan pengertian BDS sebagai berikut:

Business Development Services (BDS) refers to the wide range of services used by enterpreneurs to help them operate efficiently and grow their business with the broader purpose of contributing to economic growth, employment generation and property alleviation.

Secara khusus, Commite of Donor Agencies for Small Enterprise

Development mendefinisikan BDS sebagai jasa non-finansial yang meningkatkan

kinerja perusahaan/ aksesnya ke pasar dan kemampuannya untuk bersaing yang mencakup beraneka ragam jenis usaha yang dirancang untuk melayani kebutuhan perusahaan secara individual, bukan untuk melayani komunitas bisnis secara luas.

Sutrisno (2002) menyatakan bahwa, setidaknya secara generik, BDS diartikan sebagai jasa non-finansial yang bertujuan meningkatkan kinerja, akses ke pasar dan kemampuan bersaing suatu perusahaan individual, yang tersedia untuk jangka waktu singkat atau sementara.

Lingkup aneka jasa yang dimaksud antara lain: pelatihan manajemen dan teknik (jangka pendek), konsultasi masalah manajerial dan teknis perbaikan dan pemeliharaan, desain produk, sertifikasi produk dan proses, konsultasi jasa teknologi informasi dan komputer, jasa informasi, jasa riset pasar, pialang perdagangan, jasa iklan dan hubungan dengan masyarakat, jaringan pialang, jasa akuntansi, sekretarial, perpajakan dan hukum, konsultasi finansial dan kepialangan serta konsultasi dan pelatihan pembukuan usaha baru.

Selanjutnya Sutrisno (2002) menyatakan bahwa: suatu strategi realistik dengan kinerja tinggi dan ekonomis untuk menciptakan jasa pengembangan usaha (BDS), setidaknya harus didasarkan pada tiga tiang utama, yaitu:!) Harus diciptakan kondisi untuk menggairahkan pengembangan sektor swasta, Sektor swasta bagaimanapun memerankan peran yang signifikan bagi pengembangan UKM, oleh karenanya pemerintah harus mengkondisikan iklim usaha yang kondusif yang berdampak positif bagi pasar dan bisnis, 2)Pengembangan pasar BDS yang semakin diprioritaskan, Artinya pola


(33)

penyediaan jasa BDS yang berdasar pada ketersediaan dan subsidi pemerintah, harus digeser kearah pola yang mengembangkan lingkungan pasar yang efekt'rf, sehingga memungkinkan penyediaan BDS secara komersial atas dasar permintaan pasar, 3)Upaya mengembangkan pasar BDS swasta seyogianya dilengkapi dengan pengurangan dan rasionalisasi keteriibatan sektor pemerintah, pengurangan peran konvensional pemerintah dalam penyediaan jasa dapat didorong dengan cara memperketat aturan pengembalian ongkos (cost recovery) BDs agar program ini bisa berlanjut secara finansial, menggunakan sektor swasta untuk menyalurkan BDS yang didanai oleh pemerintah dan melakukan evaluasi lebih ketat terhadap dampak yang terkait dengan lokasi anggaran untuk BDS. Rasionalisasi pengucuran dana pemerintah untuk BDS dapat diikuti dengan swastanisasi program yang telah sepenuhnya mencapai cost recovery.

Indikator perkembangan pasar, merupakan salah satu hal untuk mengukur kinerja intervensi, selain indikator pengkajian dampak

Business Development Services atau Layanan Pengembangan Bisnis (BDS /

LPB) adalah Jasa layanan yang diberikan oleh Lembaga Penyediaan Layanan Pengembangan Bisnis (LPLPB) kepada KUKM untuk menjalankan bisnisnya. Layanan tersebut bersifat dinamis, mencakup aspek yang luas sesuai dengan kebutuhan KUKM, namun tidak termasuk layanan financial.

Business Development Services harus mampu melakukan layanan secara

(a) profesional dalam memberikan layanan bisnis kepada UKM, (b) layanan yang

diberikan sesuai dengan kebutuhan UKM, (c) fee dihitung atas jasa layanan, (d) pemberdayaan masyarat oleh dan untuk masyarakat, (f) menjembatani antara

UKM dengan Pemda.

Sesuai dengan pedoman atau petunjuk teknis Business Development Services


(34)

Republik Indonesia Nomor 32.1/KEP/M.KUKM/2003, fungsi Business Development Services (BDS) adalah:

a) Memberikan layanan pengembangan bisnis pada Sentra KUKM terpilih meliputi: layanan Informasi, layanan Konsultasi, dan layanan pelatihan

b) Melakukan bimbingan / pendampingan c) Menyelenggarakan Kontak Bisnis. d) Fasilitasi dalam memperluas pasar e) Fasilitasi dalam memproleh permodalan f) Fasilitasi dalam organisasi dan manajemen g) Fasilitasi dalam pengembangan teknologi

h) Penyusunan proposal dalam pengembangan bisnis

II.5. Pengertian Pendapatan

Beberapa pengertian pendapatan menurut Gilarso (1998) yaitu pendapatan atau penghasilan adalah sebagai balas karya. Pendapatan sebagai balas karya terbagi dalam enam kategori, yaitu :

a) Upah/gaji adalah balas jasa untuk pekerjaan yang dilaksanakan dalam hubungan kerja dengan orang/instansi lain (sebagai karyawan yang dibayar).

b) Laba usaha sendiri adalah balas karya untuk pekerjaan yang dilakukan sebagai “pengusaha“ yaitu mengorganisir produksi, mengambil keputusan tentang kombinasi faktor produksi serta menanggung resikonya sendiri entah sebagai petani/tukang/pedagang dan sebagainya.

c) Laba Perusahaan (Perseroan) adalah laba yang diterima atau diperoleh perusahaan yang berbentuk atau berbadan hukum.

d) Sewa adalah jasa yang diterima oleh pemilik atas penggunaan hartanya seperti tanah, rumah atau barang-barang tahan lama.


(35)

e) Penghasilan campuran (Mixed Income) adalah penghasilan yang diperoleh dari usaha seperti ; petani, tukang, warungan, pengusaha kecil, dan sebagainya disebut bukan laba, melainkan terdiri dari berbagai kombinasi unsur-unsur pendapatan : i. Sebagian merupakan upah untuk tenaga kerja sendiri.

ii. Sebagian berupa sewa untuk tanah/ alat produksi yang dimiliki sendiri. iii. Sebagian merupakan bunga atas modalnya sendiri.

iv. Sisanya berupa laba untuk usaha sendiri.

f) Bunga adalah balas jasa untuk pemakaian faktor produksi uang. Besarnya balas jasa ini biasanya dihitung sebagai persen (%) dari modal dan disebut tingkat/dasar bunga (rate of interest).

Menjalankan usaha salah satu faktor yang terpenting yaitu pendapatan dalam menjalankan usaha. Pendapatan menurut ilmu ekonomi merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula. Pengertian tersebut menitikberatkan pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu periode. Dengan kata lain, pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan hanya yang dikonsumsi. Secara garis besar pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode ditambah perubahan penilaian yang bukan diakibatkan perubahan modal dan hutang.

Menurut Pass dan Lowes (1999), pendapatan adalah uang yang diterima oleh seseorang dan perusahaan dalam bentuk gaji (Wages) upah, (Salaries) sewa, (Rent), bunga, (Interest), laba, (Profit), dan lain sebagainya bersama-sama dengan tunjangan pengangguran, uang pensiun, dan lain sebagainya.

Selanjutnya Samuelson dan Nordhaus (1997) menyatakan bahwa tujuan pokok dijalankannya suatu usaha perdagangan adalah untuk memperoleh pendapatan, dimana pendapatan tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kelangsungan hidup usaha perdagangannya. Pendapatan yang diterima adalah dalam bentuk uang, dimana uang adalah merupakan alat


(36)

pembayaran atau alat pertukaran pendapatan juga dapat didefinisikan sebagai berikut: “Pendapatan menunjukan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), pendapatan terdiri dari upah, atau penerimaan tenaga kerja, pendapatan dari kekayaan seperti: (sewa, bunga dan deviden) serta pembayaran transfer atau penerimaan dari pemerintah seperti tunjangan sosial atau asuransi pengangguran”.

II.6. Modal

Pengertian modal adalah sejumlah harga (uang/barang) yang dipergunakan untuk menjalankan usaha, modal berupa uang tunai, barang dagangan bangunan dan lain sebagainya.

Menurut Schwiedland dalam Ryanto (2000), modal usaha merupakan faktor yang sangat penting dalam kegiatan usaha karena tanpa modal usaha tidak akan dapat melakukan kegiatan usaha. Pengertian modal dalam artian yang lebih luas meliputi baik modal dalam bentuk uang (Geld Kapital), maupun dalam bentuk barang (Sach Kapital), misalnya mesin-mesin, barang-barang dagangan, dan lain sebagainya. Modal dalam bentuk uang dapat digunakan oleh sektor produksi untuk membeli modal baru dalam bentuk barang investasi yang dapat menghasilkan barang baru lagi.

II.7. Pemasaran

Menurut Saladin (1996), pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiaran bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan. Definisi tersebut mengandung beberapa kesimpulan yaitu:


(37)

a. Pemasaran adalah kegiatan manusia yang ditujukan untuk menentukan kebutuhan dan keinginan (angganan melalui proses pertukaran).

b. Pemasaran adalah kegiatan perusahaan dalam membuat rencana/menentukan harga, promosi serta mendistribusikan barang dan jasa.

c. Pemasaran beronentasikan kepada langganan yang ada dan potensial.

d. Pemasaran tidak hanya bertujuan memuaskan langganan, akan tetapi juga memperhatikan semua pihak yang terkait dengan perusahaan.

e. Program pemasaran itu dimulai dengan sebuah ide tentang produk baru dan tidak berhenti sampai keinginan konsumen benar-benar terpuaskan.

Selanjutnya Kotler (1996) menyatakan bahwa, pemasaran merupakan proses sosiat dan manajerial seseorang atau sekelompok orang untuk memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk dan nilai.

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa pemasaran merupakan fungsi bisnis yang mengindentifikasikan keinginan dan kebutuhan yang belum terpenuhi sekarang dan mengukur seberapa besar pasar yang akan dilayani, menentukan pasar sasaran yang paling baik dilayani organisasi serta menentukan berbagai produk/ jasa dan program yang tepat untuk melayani pasar tersebut

II.8. Informasi

Untuk mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan konsumen maka suatu perusahaan perlu memiliki informasi pasar yang menggambarkan dan menjawab tentang prinsip what, who, when, where, why dan how sehingga dengan data-data tersebut perusahaan dapat memperkirakan peluang pasar yang tepat dan penjualan


(38)

yang maksimal dengan implementasi strategi yang efektif. Informasi sebagai data yang telah diolah menjadi bentuk yang berguna bagi penerimanya dan nyata, berupa nilai yang dapat dipahami di dalam keputusan sekarang maupun masa depan.


(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Pematangsiantar. Pelaksanaan penelitian ini dari bulan September sampai dengan Desember 2008.

III.2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan sensus yang dilakukan terhadap pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar.

Sensus adalah penelitian yang mengambil selusuh populasi yang sesuai kriteria menjadi sampel dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok dan secara umum menggunakan metode statistik (Singarimbun dan Effendy, 1995).

Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif yaitu penelitian untuk mengetahui pengaruh program BDS terhadap pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar, meliputi pengumpulan data dan uji hipotesis (Nazir, 2005).

Adapun sifat penelitian adalah eksplanatory, yaitu penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan yang lain (Sugiyono, 2004).


(40)

III.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar (data bulan Maret tahun 2008) sebanyak (N) 48 unit usaha kecil menengah pertenunan dengan kriteria :

a. Menggeluti usaha pertenunan minimal 1 tahun

b. Pernah mendapat layanan dari program business development services (BDS). Sampel dalam penelitian ini adalah total sampling (sampel jenuh) karena jumlah populasi relatif kecil dan homogen, yaitu (n) 48 pengusaha pertenunan.

III.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara sebagai berikut:

1. Pengamatan (observation) terhadap kegiatan pertenunan, peralatan yang digunakan dan sarana/prasarana yang terdapat dalam usaha pertenunan.

2. Wawancara (interview) kepada pengusaha pertenunan tentang program BDS yang diterima oleh pengusaha pertenunan yang ada di Kota Pematangsiantar yang mengikuti program BDS.

3. Daftar pertanyaan yang (quertionare) yang diberikan kepada responden terpilih (pertenuna ulos)

4. Studi Dokumentasi, mengumpulkan dan mempelajari data dan informasi dari laporan perkembangan kinerja BDS dan perkembangan usaha pertenunan, serta data-data yang mendukung lainnya seperti profil pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar.


(41)

III.5. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder: a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari pengusaha pertenunan

sebagai responden meliputi: (1) kegiatan pertenunan, (2) peralatan yang

digunakan dan sarana/prasarana yang terdapat dalam usaha pertenunan, (3) layanan yang diperoleh dari program BDS.

b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen dari Dinas Koperasi dan UKM Kota Pematangsiantar berupa: (1) laporan kinerja BDS, (2) dan laporan perkembangan usaha pertenunan yang mengikuti program BDS yang diperoleh dari Dinas Koperasi dan UMK Kota Pematangsiantar.

III.6. Hipotesis Pertama

Hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah : Business Development

Services (BDS) dalam memanajemen permodalan, pemasaran dan informasi

berpengaruh terhadap pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar. III.6.1. Identifikasi Variabel Penelitian Hipotesis Pertama

Pada hipotesis pertama terdapat tiga variabel bebas (independent variable) yang digunakan, yaitu permodalan (X1), pemasaran (X2) dan informasi (X3) dan satu


(42)

III.6.2. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama

Definisi operasional dari variabel-variabel pada hipotesis pertama yaitu:

1. Permodalan (X1), adalah layanan BDS dalam hal permodalan yang diperoleh

pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar

2. Pemasaran (X2), adalah layanan BDS dalam hal pemasaran yang diperoleh pengusaha

pertenunan di Kota Pematangsiantar.

3. Informasi (X3), adalah Layanan BDS dalam hal informasi yang diperoleh pengusaha

pertenunan di Kota Pematangsiantar.

4. Pendapatan Pengusaha Pertenunan (Y), adalah jumlah keuntungan yang diterima dari hasil kegiatan usaha industri pertenunan yang dinilai dengan uang.

Tabel III.3 Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama

Variabel Definisi Indikator Skala

Pengukuran Pendapatan

(Y)

Jumlah keuntungan yang diterima dari hasil kegiatan usaha industri pertenunan yang dinilai dengan uang

Hasil penjualan Produk pertenunan Skala Interval Modal (X1)

Layanan BDS dalam hal permodalan yang dirasakan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar

1.Lembaga keuangan 2.Fasilitasi proposal 3.Proses pengajuan 4.Kemitraan

Skala Likert

Pemasaran (X2)

Layanan BDS dalam hal pemasaran yang dirasakan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar

1. Peluang pasar 2. Persaingan harga

3. Fasilitasi promosi produk 4. Kemitraan

Skala Likert

Informasi (X3)

Layanan BDS dalam hal informasi yang dirasakan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar

1. Informasi bank 2. Informasi pasar 3. Informasi harga 4. Informasi bahan baku


(43)

III.6.3. Metode Analisis Data Hipotesis Pertama Hipotesis pertama dalam penelitian ini, yaitu:

Ho : b1, b2, b3 = 0 (Business Development Services (BDS) dalam

memanajemen permodalan, pemasaran dan informasi tidak berpengaruh terhadap pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar)

H1 : b1, b2, b3 ≠ 0 (Business Development Services (BDS) dalam

memanajemen permodalan, pemasaran dan informasi berpengaruh terhadap pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar)

Alat statistik yang dipergunakan untuk menganalisis hipotesis pertama adalah analisis regresi berganda (multiple regression analysis). Untuk menguji variabel bebas (permodalan, pemasaran dan informasi) terhadap variabel terikat (pendapatan pengusaha pertenunan). Analisis regresi linier berganda dipergunakan dalam penelitian ini karena variabel yang dicari pengaruhnya lebih dari satu variabel bebas atau variabel penjelas. Model persamaan regresi linier berganda :

Y = b0 + bIX1 + b2X2 + b3X3 + µ

Di mana :

Y = Pendapatan pengusaha pertenunan X1 = Permodalan

X2 = Pemasaran

X3 = Informasi

b0 = Intercept

b1, b2,b3 = Koefisien Regresi


(44)

Pengujian hipotesis pertama sebagai berikut: 1. Uji F (Uji secara serentak)

Uji F dilakukan untuk melihat secara bersama-sama apakah ada pengaruh dari variabel bebas (X1, X2, X3), yaitu permodalan, pemasaran dan informasi terhadap

pendapatan pengusaha pertenunan yang merupakan variabel terikat (Y) di Kota Pematangsiantar.

Maka hipotesis yang digunakan dalam uji F ini adalah:

Ho : b1, b2, b3 = 0 (artinya, Business Development Services (permodalan,

pemasaran dan informasi) dalam memanajemen permodalan, pemasaran dan informasi tidak berpengaruh terhadap pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar).

H1 : b1, b2, b3 ≠ 0 (Business Development Services (permodalan, pemasaran

dan informasi) dalam memanajemen permodalan, pemasaran dan informasi berpengaruh terhadap pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar).

Nilai F hitung akan dibandingkan dengan nilai F tabel dengan kriteria

pengambilan keputusan yaitu:

Ho diterima jika F hitung < F tabel pada = 5%.

Ho ditolak (Ha diterima) jika F hitung > F tabel pada = 5%.

1. Uji t (uji secara parsial)

Uji t bertujuan untuk melihat secara parsia apakah ada pengaruh dari masing-masing variabel bebas: permodalan (X1), pemasaran (X2), dan informasi (X3),


(45)

terhadap pendapatan pengusaha pertenunan yang merupakan variabel terikat (Y) di Kota Pematangsiantar.

Maka hipotesis yang digunakan dalam uji t ini adalah:

Ho : b1, b2, b3 = 0 (Business Development Services (permodalan, pemasaran

dan informasi) dalam memanajemen permodalan, pemasaran dan informasi tidak berpengaruh secara parsial terhadap pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar).

H1 : b1, b2, b3 ≠ 0 (Business Development Services (permodalan, pemasaran

dan informasi) dalam memanajemen permodalan, pemasaran dan informasi berpengaruh secara parsial terhadap pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar).

Nilai F hitung akan dibandingkan dengan nilai F tabel dengan kriteria

pengambilan keputusan yaitu:

Ho diterima jika F hitung < F tabel pada = 5%.

Ho ditolak (Ha diterima) jika F hitung > F tabel pada = 5%.

III.7. Hipotesis Kedua

Hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah pendapatan pengusaha pertenunan berbeda sebelum dan setelah program Business Development Services (BDS).

Untuk mengetahui perbedaan pendapatan pengusaha pertenunan sebelum dan setelah Business Development Services (BDS) digunakan analisa statistik uji beda rata-rata ( t–test ) dengan rumus :


(46)

Sb = ) 1 ( 2 −

n n d

Sb = Standar error dua rata-rata yang berhubungan

2

d =

BB− =

B2 -

2 ) (

B

n B = Beda antara pengamatan tiap pasang B = rata-rata dari beda pengamatan

( B - 0 ) B t = = Sb Sb

Kriteria Pengujian adalah : H0 : µ1 = µ2

Hi : µ1 ≠ µ2

Terima H0 jika – t.Tab ≤ t.Hit ≤ t.Tab (tidak ada perbedaan tingkat pendapatan sebelum

dan setelah BDS ).

Tolak H0 jika t.Hit > t.Tab atau t.Hit < - t.Tab (ada perbedaan tingkat pendapatan

sebelum dan setelah BDS)

Definisi operasional hipotesis kedua dapat dilihat pada Tabel III.4 Tabel III.4 Definisi Operasional Variabel Hipotesis Kedua

Variabel Definisi Indikator Skala

Pengukuran Pendapatan

Sebelum Layanan

BDS

Jumlah keuntungan yang diterima dari hasil kegiatan usaha industri pertenunan yang dinilai dengan uang sebelum memanfaatkan layanan BDS

Hasil penjualan Produk pertenunan (sebelum memanfaatkan layanan BDS) Skala Interval Pendapatan Setelah Layanan BDS

Layanan BDS dalam hal permodalan yang dirasakan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar sebelum memanfaatkan layanan BDS

Hasil penjualan Produk pertenunan (setelah memanfaatkan layanan BDS) Skala Interval


(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Penelitian

IV.1.1. Gambaran Umum Bussines Development Services Pematangsiantar

Bussines Development Services (BDS) Mandiri Kota Pematangsiantar

merupakan suatu lembaga pengembangan bisnis yang bergerak dibidang pelayanan bisnis diperuntukkan untuk usaha kecil dan menengah Bussines Development

Services (BDS) itu sendiri adalah suatu usaha yang dikelola oleh pihak swasta yang

dibiayai oleh pemerintah melalui Dinas Koperasi Kota Pematangsiantar.

Sejalan dengan program Menteri Negara Usaha Kecil dan Menengah (UKM), dimana pembinaan Usaha Kecil dan Menengah dilaksanakan sentra dengan tujuan untuk mewujudkan pemberdayaan koperasi dan usaha kecil menengah, melalui peran swasta sebagai pendamping dan pembina usaha kecil dan menengah dalam sentra. Untuk itu Bussines Development Services (BDS) ikut ambil bagian dengan bekerja sama dengan beberapa usaha kecil dan menengah yang memiliki sentra untuk dibuat suatu jaringan usaha. Mereka berperan sebagai pihak mitra yang bertanggung jawab untuk membantu mengembangkan para usaha kecil dan menengah tersebut dengan sistem bagi fee hasil. Pelayanan jasa yang menjadi fokus dari Bussines Development

Services (BDS) adalah pembinaan sentra pertenunan. Dengan dasar kepemilikan data


(48)

pertenunan. Bussines Development Services (BDS) bertekad mengembangkan sentra bidang pertenunan di seluruh wilayah Kota pematangsiantar.

Saat ini Bussines Development Services (BDS) memasuki tahun kelima sebagai lembaga pelayanan jasa kepada usaha kecil dan menengah melalui sentra telah mendapatkan fee dari usaha yang dilaksanakannya melalui kegiatan:

1. Kerjasama pemasaran produk kecil dan menengah

2. Subsidi silang dari program Dinas/Lembaga/Instansi yang terkait dengan usaha kecil dan menengah

3. Jasa pelatihan sumberdaya manusia, manajemen dari berbagai instansi/lembaga. 4. Penyusunan proposal dan perencanaan usaha serta manajemen usaha/pembukuan

Bussines Development Services (BDS) dalam melaksanakan kegiatan

organisasi mempunyai misi, yaitu:

1. Mewujudkan usaha kecil dan menengah yang mempunyai wawasan bisnis yang tangguh, inovatif dan efisien.

2. mengangkat harkat dan martabat usaha kecil dan menengah dengan mengedepankan jiwa kewirausahaan yang bersinergi serta mempunyai pola jaringan.

Adapun misi dari lembaga ini adalah” Membangun tatanan perekonomian masyarakat yang maju, modern, profesional sesuai dengan paradigma pemberdayaan ekonomi rakyat yang berkeadilan”


(49)

Lembaga ini mempunyai beberapa jenis layanan: a. Pelatihan/pendampingan usaha kecil dan menengah

b. Marketing research

c. Konsultan lapangan

d. Pengembangan sumberdaya manusia (pelatihan wira usaha) e. Advokasi

f. Studi banding

g. Alih teknologi klinik bisnis/kontak bsnis h. Pengembangan pasar

i. Informasi pasar.

Dalam lembaga ini terdapat susunan organisasi dan kepengurusan seperti yang ditunjukkan pada Gambar IV.1 berikut:

Adminsitrator Manager Operational Manager

Konsultan Administration

Financial Manager

DIREKTUR

Human Resource

Sumber: Laporan Kinerja BDS Kota Pematangsiantar Tahun 2007


(50)

IV.1.2. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar yang telah memanfaatkan layanan BDS lebih dari satu tahun. Karakteristik responden disekripsikan berdasarkan jenis kelamin, usia, status perkawinan, suku bangsa, domisili atau tempat tinggal, jumlah tanggungan, apakah usaha pertenunan merupakan keguatan utama serta alasan menjalankan usaha pertenunan.

IV.1.2. 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, diperoleh gambaran dari 48 pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar mayoritas adalah jenis kelamin wanita (62,5%), sedangkan jenis kelamin pria (37,7%). Dengan demikian usaha pertenunan di Kota pematangsiantar lebih banyak dijalankan atau dikembangkan oleh perempuan dibandingkan laki-laki.

Studi Semeru (2003) menyatakan bahwa kegiatan usaha mikro dan usaha kecil tidak terlepas dari peran kaum perempuan. Usaha mikro banyak diminati oleh perempuan dengan pertimbangan bahwa usaha ini dapat menopang kehidupan rumah tangga dan dapat memenuhi kebutuhan pengembangan diri. Meskipun sulit untuk memisahkan peran perempuan dan laki-laki dalam usaha mikro, dan belum ada angka pasti tingkat keterlibatan perempuan dalam usaha mikro, diperkirakan porsinya cukup besar dan sebanding dengan porsi perempuan dalam usaha kecil, yaitu sekitar 40%.


(51)

Tabel IV.1 Jenis Kelamin Pengusaha Pertenunan Kota Pematangsiantar

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1 Pria 18 37.5

2 Wanita 30 62.5

Jumlah 48 100.0

Sumber: Hasil Penelitian, 2008 (Data Diolah)

IV.1.2. 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Karakteristik responden berdasarkan umur di Kota Pematangsiantar, hasil penelitian menunjukkan mayoritas pada kelompok umur lebih dari 48 tahun (31,3%), sedangkan pada yang berumur kurang dari 25 tahun (4,2%).

Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut terlihat bahwa mayoritas responden berusia lebih dari 48 tahun , bila dikaitkan dengan tahapan dalam siklus hidup, pada usia-usia tersebut telah berkeluarga dan memiliki anak bahkan cucu. Dengan demikian dalam menjalankan usaha pertenunan mereka telah memperhitungkan sebagai usaha yang dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarganya serta telah menetapkan sebagai bidang yang dijalan sselama masih mampu bekerja.

Tabel IV.2. Umur Pengusaha Pertenunan Kota Pematangsiantar

No Umur Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Kurang dari 25 Tahun 2 4.2

2 25-30 Tahun 4 8.3

3 31-36 Tahun 7 14.6

4 37-42 Tahun 8 16.7

5 43-48 Tahun 12 25.0

6 Lebih dari 48 Tahun 15 31.3

Jumlah 48 100.0


(52)

IV.1.2. 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan

Dilihat dari status perkawinan responden di Kota Pematangsiantar, mayoritas dengan status kawin (91,7%), sedangkan yang berstatus belum kawin (8,3%). Bila dikaitkan dengan keberadaan pengusaha pertenunan yang umumnya dengan status kawin, artinya sudah mempunyai tanggung jawab untuk mencukupi nafkah keluarganya. Pada pengusaha yang statusnya belum menikah, pemenuhan kebutuhan hidup dari usaha pertenunan hanya untuk diri sendiri, namun bagi yang telah menikah tentunya harus memenuhi kebutuhan keluarganya dari usaha pertenunan.

Tabel IV.3. Status Perkawinan Pengusaha Pertenunan Kota Pematangsiantar No Status Perkawinan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Belum Kawin 4 8.3

2 Kawin 44 91.7

Jumlah 48 100.0

Sumber: Hasil Penelitian, 2008 (Data Diolah)

IV.1.2. 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Suku Bangsa

Mayoritas pengusaha industri pertenunan di Kota Pematangsiantar merupakan suku Batak Toba (66,7%), sedangkan yang paling sedikit adalah suku Mandailing (8,3%).

Suku Batak Toba yang mendominasi usaha pertenunan di Kota Pematangsiantar sesuai dengan studi Sumardjo (2002) tentang sejarah pertenunan (partonun) pada masa awal munculnya berbagai jenis ulos lebih tepat disebut sebagai seniman ulos karena menggabungkan antara tehnik pembuatan ulos dengan system religi masyarakat Batak Toba. Asumsi ini dibuat karena ulos masuk ke dalam konteks


(53)

artefak perlambangan akan sesuatu maksud/ tujuan yang tidak harus dibuat atas dasar hubungan empiris saja. Ulos berhubungan dengan ide/ gagasan yang terelaborasi dalam kehidupan religiusitas Orang Batak masa dahulu yang kompleks. Ulos bukan hanya benda lambang, tetapi ulos merupakan manifestasi kehidupan religi yang terlambangkan oleh si pembuat (partonun) pada masa ini. Itu sebabnya ragam hias pada ulos umum dipakai dalam lambang-lambang religi lama di berbagai etnis di Indonesia. Tidak dapat dipastikan kalau hal itu merupakan "peniruan" bentuk-bentuk yang empirik, yang kemudian digeneralisasi oleh para pengamat masa kini (seperti gambar manusia, binatang, tumbuhan selalu ada pada kain-kain tenunan tradisional).

Tabel IV.4. Suku Bangsa Pengusaha Pertenunan Kota Pematangsiantar No Suku Bangsa Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Batak Toba 32 66.7

2 Simalungun 12 25.0

3 Mandailing 4 8.3

Jumlah 48 100.0

Sumber: Hasil Penelitian, 2008 (Data Diolah)

IV.1.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Domisili (Tempat Tinggal) Dilihat dari tempat tinggal pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar, mayoritas berdomisili di Kota pematangsiantar (85,4%), sedangkan yang berdomisili di luar Kota Pematangsiantar (14,6%).

Berdasarkan persentase dimisili atau tempat tinggal responden, menunjukkan bahwa sebagian pengusaha pertenunan menjalankan usaha pertenunan sekaligus lokasi usaha tersebut menjadi tempat tinggalnya, namun terdapat sebagian responden


(54)

yang hanya menjalankan usaha pertenunan di Kota Pematangsiantar, namun bertempat tinggal di luar Kota Pematangsiantar.

Tabel IV.5. Domisili atau Tempat Tinggal Pengusaha Pertenunan Kota Pematangsiantar

No Domisili atau Tempat Tinggal Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Kota Pematangsiantar 41 85.4

2 Luar Pematangsiantar 7 14.6

Jumlah 48 100.0

Sumber: Hasil Penelitian, 2008 (Data Diolah)

IV.1.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar, mayoritas mempunyai tingkat pendidikan Akademi/Universitas (62,5%), sedangkan yang berpendidikan SLTP (4,2%). Dengan demikian tingka keterampilan atau kemampuan pengusaha dalam mengelola atau menjalankan usaha pertenunan sudah cukup didukung oleh tingkat pendidikan. Secara umum tingkat pengetahuan sejalan dengan tingkat pendidikan, mengacu kepada hal tersebut dimana pendidikan pengusaha pertenunan umumnya adalah tingkatan pendidikan tinggi, maka diharapkan memiliki pengetahuan yang baik pula dalam menjalankan usaha pertenunan, termasuk dalam memanfaatkan layanan dari program Business Development Services.

Tabel IV.6. Pendidikan Pengusaha Pertenunan Kota Pematangsiantar

No Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Tamat SMP 2 4.2

2 Tamat SLTA 16 33.3

3 Tamat Akademi/Universitas 30 62.5

Jumlah 48 100.0


(55)

IV.1.2.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan dalam keluarga termasuk dalam hal ini istri/suami dari pengusaha serta anak maupun orang yang tinggal bersama dan menjadi tanggungan pengusaha. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas mempunyai jumlah tanggungan 3-5 orang (72,9%), sedangkan yang mempunyai jumlah tanggungan 0-2 orang (8,3%). Dengan demikian tingkat ketergantungan terhadap pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar antara 3-5 orang, artinya setiap pengusaha pertenunan rata-rata menanggung hidup sebanyak 3-5 orang.

Sesuai dengan definisi usaha mikro menurut USAID (dalam Semeru, 2003) adalah kegiatan bisnis yang mempekerjakan maksimal 10 orang pegawai termasuk anggota keluarga yang tidak dibayar. Kadangkala pemilik yang sekaligus menjadi pekerja. Kepemilikan aset dan pendapatannya terbatas.

Tabel IV.7. Jumlah Tanggungan Pengusaha Pertenunan Kota Pematangsiantar No Jumlah Tanggungan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 0-2 orang 4 8.3

2 3-5 orang 35 72.9

3 6-8 orang 9 18.8

Jumlah 48 100.0

Sumber: Hasil Penelitian, 2008 (Data Diolah)

IV.1.2.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Pertenunan sebagai Kegiatan Utama

Pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar, mayoritas menyatakan industri pertenunan sebagai kegiatan utama (93,8%), sedangkan yang bukan sebagai kegiatan utama (6,2%). Dengan demikian hampir seluruhnya responden melaksanakan usaha pertenunan sebagai kegiatan utama, sehingga pemenuhan


(56)

kebutuhan hidup sepenuhnya tergantung kepada keberhasilan dalam pengelolaan usaha pertenunan.

Tabel IV.8. Pertenunan sebagai Kegiatan Utama di Kota Pematangsiantar No Pertenunan sebagai Kegiatan Utama Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Ya 45 93.8

2 Tidak 3 6.2

Jumlah 48 100.0

Sumber: Hasil Penelitian, 2008 (Data Diolah)

IV.1.2.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan Menjalankan Usaha Pertenunan

Hasil penelitian menunjukkan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar, mayoritas menyatakan alasan menjalankan industri pertenunan sesuai keahlian (66,7%), sedangkan alasan karena tidak ada pekerjaan lain (8,3%).

Menurut Farbman dan Lessik (1989) Usaha mikro seperti usaha pertenunan merupakan usaha keluarga dan menggunakan tenaga kerja keluarga, lokasi kerja biasanya di rumah, menggunakan teknologi tradisional, dan berorientasi pasar lokal.

Tabel IV.9. Alasan Menjalankan Usaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar No Alasan Menjalankan Usaha Pertenunan Jumlah Persentase

1 Tidak ada pekerjaan lain 4 8.3

2 Warisan Orangtua 12 25.0

3 Sesuai Keahlian 32 66.7

Jumlah 48 100.0

Sumber: Hasil Penelitian, 2008 (Data Diolah)

Pengamatan di masa kini, seperti di Kota Pematangsiantar ulos diperjual-belikan di pasaran tak ubahnya seperti barang dagangan biasa. Kedalaman makna


(57)

filosofis dari selembar ulos telah berkurang dan cenderung lebih dinilai dari sudut pandang ekonomi. Harga selembar ulos dimulai dari harga dua puluh ribu sampai bisa mencapai jutaan rupiah (seperti dijual di Jakarta). Di balik tingginya nilai dan harga sebuah ulos, justru banyak partonun tingkat perekonomiannya masih kekurangan. Status sosial merekapun dianggap rendah sama seperti buruh upahan. Keadaan mereka diperparah lagi karena faktor penentu harga ulos ada di tangan para tokeh/ parkilang (distributor ulos ke pasaran, biasanya mereka memiliki sejumlah alat tenun dengan para partonun yang mereka gaji). Ani, seorang partonun di Pematang Siantar yang sudah lebih sepuluh tahun membuat ulos, mengatakan meskipun harga benang naik, upah partonun belum tentu bisa ikut naik. Ada saja alasan para tokeh/parkilang mengatakan kalau masih banyak ulos yang belum laku dijual menumpuk di gudang (www.internews.com).

IV.1.3. Peran BDS Terhadap Usaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar Indikator yang digunakan untuk mengukur peran BDS terhadap pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar dalam penelitian ini adalah peningkatan, pendapatan, serta peran dalam aspek, permodalan, pesaran dan informasi.

IV.1.3.1 Peran BDS dalam Peningkatan Pendapatan Pengusaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar

Peran layanan BDS yang diberikan kepada pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar dapat diukur dari ada atau tidaknya peningkatan pendapatan sebelum dan setelah memanfaatkan pelayanan BDS, seprti diuraikan berikut ini.


(58)

Pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar sebelum memanfaatkan layanan BDS, mayoritas menjual memperoleh pendapatan dari usahanya sebesar Rp.1.000.000 –Rp.5.000.000 setiap bulan (58,3%), sedangkan yang memperoleh pendapatan lebih dari Rp.10.000.001 – Rp. 15.000.000 setiap bulan (8,3%).

Tabel IV.10. Pendapatan Hasil Usaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar Sebelum Memanfaatkan Layanan BDS

No Pendapatan Hasil Usaha Pertenunan Sebelum Memanfaatkan Layanan BDS

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1 Rp.1.000.000 – Rp.5.000.000 28 58.3

2 Rp.5.000.001 – Rp.10.000.000 16 33.4

3 Rp.10.000.001 – Rp.15.000.000 4 8.3

Jumlah 127 100.0

Sumber: Hasil Penelitian, 2008 (Data Diolah)

Setelah memanfaatkan layanan Business Development Services (BDS) di Kota Pematangsiantar, mayoritas pengusaha pertenunan memperoleh pendapatan dari usahanya sebesar Rp.1.000.000 –Rp.5.000.000 setiap bulan (58,3%), sedangkan yang memperoleh pendapatan lebih dari Rp.15.000.001 – Rp. 20.000.000 setiap bulan (2,1%).

Meskipun persentase pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar masih mayoritas pada kisaran 1.000.000 –Rp.5.000.000 setiap bulan (58,3%), namun bebepara pengusaha mengalami peningkatan pendapatan Rp.10.000.001 – Rp. 15.000.000 setiap bulan serta Rp.15.000.001 – Rp. 20.000.000 setiap bulan. Hal ini menunjukkan pemanfaatan layanan Business Development


(59)

Services (BDS) mampu memberikan manfaat bagi pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar dalam meningkatkan pendapatannya.

Tabel IV.11. Pendapatan Hasil Usaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar Setelah Memanfaatkan Layanan BDS

No Pendapatan Hasil Usaha Pertenunan Setelah Memanfaatkan Layanan BDS

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1 Rp.1.000.000 – Rp.5.000.000 28 58.3

2 Rp.5.000.001 – Rp.10.000.000 13 27.1

3 Rp.10.000.001 – Rp.15.000.000 6 12.5

4 Rp.15.000.001 – Rp.20.000.000 1 2.1

Jumlah 48 100.0

Sumber: Hasil Penelitian, 2008 (Data Diolah)

IV.1.4. Penjelasan Responden atas Pengaruh BDS terhadap Pendapatan Pengusaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar

Sesuai konsep pelayanan yang diberikan BDS terhadap pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar antara lain yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi adalah dalam hal permodalan, pemasaran dan informasi.

IV.1.4.1. Penjelasan Responden atas Pengaruh Permodalan terhadap Pendapatan Pengusaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar

Hasil penelitian menunjukkan pernyataan responden menyatakan peran BDS dalam memfasilitasi pengusaha tertenunan dengan lembaga keuangan atau perbankan, membantu dalam penyusunan proposal untuk mendapatkan modal usaha, membantu dalam pengajuan proposal tersebut, serta menjalin kemitraan antara pengusaha pertenunan dengan lembaga keuangan atau perbankan. Mayoritas pada kategori berperan (20 orang ; 41,7%), sangat berperan (18 orang ; 37,5%), sangat berperan


(60)

sekali (7 orang ; 14,6%), sedangkan yang menyatakan kurang berperan (3 orang ; 6,3%). Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel IV.12. Peran BDS dalam hal Permodalan terhadap Pengusaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar

No Permodalan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Sangat berperan sekali 7 14.6

2 Sangat berperan 18 37.5

3 Berperan 20 41.7

4 Kurang berperan 3 6.3

Jumlah 48 100.0

Sumber: Hasil Penelitian, 2008 (Data Diolah)

IV.1.4.2. Penjelasan Responden atas Pengaruh Pemasaran terhadap Pendapatan Pengusaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar

Aspek pemasaran yang dapat diukur sebagai peran BDS terhadap pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar dilakukan melalui kegiatan: memfasilitasi pengusaha pertenunan tentang peluang pasar untuk produk pertenunan, tentang harga produk pertenunan, memfasilitasi pengusaha dalam melakukan promosi produk pertenunan, serta menjalin kemitraan antara pengusaha pertenunan dengan pelaku pasar (konsumen) produk pertenunan. Mayoritas pada kategori berperan (24 orang ; 50,0%), sangat berperan (14 orang ; 29,2%), sangat berperan sekali (8 orang ; 16,7%), sedangkan yang menyatakan kurang berperan (2 orang ; 4,2%).


(61)

Tabel IV.13. Peran BDS dalam hal Pemasaran terhadap Pengusaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar

No Pemasaran Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Sangat berperan sekali 8 16.7

2 Sangat berperan 14 29.2

3 Berperan 24 50.0

4 Kurang berperan 2 4.2

Jumlah 48 100.0

Sumber: Hasil Penelitian, 2008 (Data Diolah)

IV.1.4.3. Penjelasan Responden atas Pengaruh Informasi terhadap Pendapatan Pengusaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar

Aspek informasi yang dapat diukur sebagai peran BDS terhadap pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar dilakukan melalui kegiatan: memberikan informasi kepada pengusaha pertenunan tentang bank/lembaga keuangan yang dapat membantu dalam permodalan, memberikan informasi kepada pengusaha pertenunan tentang pasar produk pertenunan, memberikan informasi kepada pengusaha pertenunan tentang harga produk pertenunan, serta memberikan informasi kepada pengusaha pertenunan tentang bahan baku.

Mayoritas pada kategori berperan (21 orang ; 43,8%), sangat berperan (17 orang ; 35,4%), sangat berperan sekali (6 orang ; 12,5%), sedangkan yang menyatakan kurang berperan (4 orang ; 8,3%).


(62)

Tabel IV.14. Peran BDS dalam hal Informasi terhadap Pengusaha Pertenunan di Kota Pematangsiantar

No Informasi Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Sangat berperan sekali 6 12.5

2 Sangat berperan 17 35.4

3 Berperan 21 43.8

4 Kurang berperan 4 8.3

Jumlah 48 100.0

Sumber: Hasil Penelitian, 2008 (Data Diolah)

IV.2. Pembahasan

IV.2.1. Hasil Uji Hipotesis Pertama Pengaruh Permodalan, Pemasaran dan Informasi

IV.2.1.1. Pengujian Asumsi Klasik Hipotesis Pertama Pengaruh Permodalan, Pemasaran dan Informasi

Sebelum melakukan pengujian hipotesis dari penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik untuk memastikan bahwa alat uji regreri berganda dapat digunakan atau tidak. Apabila uji asumsi klasik telah terpenuhi, maka alat uji statistik regersi linier berganda dapat dipergunakan.

a. Uji Normalitas Data

Model yang paling baik adalah apabila datanya berdistribusi normal atau mendekati normal. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah diagonal, maka model regresi memenuhi asumai normalitas. Sebaliknya, jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Sugiono, 2005).


(63)

Uji untuk mengetahui apakah data berdistribus normal atau mendekati normal dilakukan dengan regression standrarized residual. Hasil pengujian dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Pendapatan setelah

Observed Cum Prob

1.00 .75

.50 .25

0.00

Expected Cum Prob

1.00

.75

.50

.25

0.00

Sumber: Hasil Penelitian, 2008 (Data Diolah)

Gambar IV.2. Hasil Uji Normalitas Data Hipotesis Pertama

Berdasarkan pada Gambar IV.2 di atas, dapat dilihat bahwa penyebaran data berada pada sekitar garis diagonal dan mengikuti garis arah diagonal. Dengan demikan maka model regresi hipotesis pertama tersebut memenuhi asumsi normalitas

b. Uji Multikolonieritas

Multikolonieritas adalah kejadian yang menginformasikan terjadinya hubungan antara variabel-variabel bebas dan hubungan yang terjadi cukup besar. Hal ini menyebabkan koefisien-koefisien menjadi tidak dapat ditaksir dan nilai standrad


(64)

error setiap koefisien regresi menjadi tidak terhingga.. Hasil pengujian multikolonieritas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel IV.15. Hasil Uji Multikolonieritas Data Hipotesis Pertama Coefficientsa

-11505135 1351813 -8.511 .000

517472.832 140334.8 .374 3.687 .001 .438 2.285 387928.388 155215.8 .280 2.499 .016 .359 2.786 441414.293 149756.1 .337 2.948 .005 .344 2.907 (Constant) Modal Pasar Informasi Model 1

B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardi zed Coefficien ts

t Sig. Tolerance VIF Collinearity Statistics

Dependent Variable: Pendapatan setelah a.

Coefficients

Sumber: Hasil Penelitian, 2008 (Data Diolah)

Berdasarkan pada Tabel IV.15 di atas, dapat dilihat bahwa nilai VIF untuk variabel permodalan, pemasaran dan informasi lebih kecil dari 10 (VIF < 10). Dengan demikian maka model atau persamaan regresi hipotesis pertama tersebut memenuhi asumsi multikolonieritas.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terajdi ketidaksamaan variance dari residual atau pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, sebaliknya jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Hasil pengujian heteroskedastisitas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(1)

pengembangan wilayah, maka kegiatan industri kecil di masa datang masih cukup peospektif. Pengembangan industri kecil dilakukan secara komprehensif, pada sisi internal diperlukan strategi penguatan dan pemberdayaan industri kecil dalam aspek-aspek input produksi, permodalan, teknologi dan infrastruktur produksi, sistem pengelolaan, dan tenaga kerja. Pada sisi eksternal, diperlukan strategi pengembangan pada aspek-aspek aksesibilitas, keterkaitan, hirarki pemukiman, kultural-historis, dan strategi dan kebijakan pemerintah.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan secara serempak terdapat pengaruh peran BDS yang terdiri dari permodalan, pemasaran dan informasi terhadap pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar (Fhitung =59,509) lebih tinggi dibandingkan Ftabel (3,20), karena secara parsial variabel permodalan, pemasaran dan informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar (thitung> ttabel)

2. Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan terdapat perbedaan pendapatan pengusaha pertenunan sebelum dan setelah adanya peran BDS, dengan perbedaan pendapatan sebesar sebesar Rp.373.958/bulan.

V.2. Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Perlu peningkatan peran BDS dalam dalam hal permodalan, pemasaran produk dan pemberian informasi untuk pengembangan usaha pertenunan, dengan


(3)

memfasilitasi pengusaha pertenunan yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha.

2. Pengusaha pertenunan di Kota Pematangsiantar hendaknya memanfaatkan peran BDS untuk meningkatkan pendapatannya, dengan meningkatkan permodalan, pemasaran produk pertenunan serta akses informasi yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin, T, 2003. Studi Pengembangan Industri Kecil di Daerah Istimewa Yogyakarta.). Departemen Teknik Planologi–ITB, Tesis (Tidak dipublikasikan.

Arikunto, S, 2006, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi, PT. Rineka Cipta: Jakarta.

Bappenas, 2006, Menatap Kedepan Perekonomian Indonesia,” Bapenas: Jakarta. Becchetti, L., dan Trovato, G., 2002, The Determinants of Growth for Small and

Medium Sized Firms: The Role of the Availability of External Finance, Small Business Economics.

Davidsson, P., Kirchhoff, B., Hatemi-J, A., dan Gustavsson, H., 2002, Empirical of Business Growth Factors Using Swedish Data, Journal of Small Business Management, 40 (4),

Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, 2002, UU RI No.5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Jakarta.

http://www.w3.org. Gelar Tenun Tradisional Indonesia, 2006., diakses tanggal 21

Agustus 2007.

Ghozali, Imam, 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang

Gilarso, 1998. Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Mikro. Percetakan Kanisius, Yogyakarta.

Glancey, K., 1998, Determinants of Growth and Profitability in Small Entrepreneurial Firms, International Journal of Entrepreneurial Behaviour & Research,

Graf, K,. Kai, H,. Frank, N, 2003, Pasar untuk Penyediaan BDS Komersil bagi Usaha Kecil dan Menengah (Laporan Akhir April 2003), Program Pengembangan Wilayah Ekonomi Regional Economic Development (RED), Kerjasama Teknis Jerman-Indonesia dan Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ).


(5)

Handrimurtjahyo D, Susilo YS dan Soeroso A Faktor-Faktor Penentu Pertumbuhan Usaha Industri Kecil:Kasus pada Industri Gerabah dan Keramik Kasongan, Bantul, Yogyakarta, Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta ISBRC – Pupuk, 2003, Usaha Kecil Indonesia: Tinjauan Tahun 2002 dan Prospek

Tahun 2003, ISRBC – Pupuk dan LP3E Kadin Indonesia, Jakarta.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2007. Profil Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Jakarta.

Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia Nomor 32.1/KEP/M.KUKM/2003, Pedoman atau Petunjuk Teknis Business Development Services, Jakarta

Kotler, P. 1999, Marketing Management, Analisis, Planning, Implemantation and

Control 8 th. ed. Prentice Hall International Edition, London.

Munir, Risfan, 2002 Perencanaan Pengembangan Ekonomi Lokal (Local Economic Development) Specialist PERFORM Project, Jakarta.

Nachrowi, DN dan Hardius Usman, 2002. Penggunaan

Teknik Ekonometri, (Pendekatan Populer dan

Praktis dilengkapi Teknik Analisis dan Pengolahan

Data dengan Menggunakan paket Program SPSS),

edisis revisi, Penerbit ; PT.Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Nasir, Muhammad, 1999. Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta Pass dan Lowes, 1999. An Introduction To The Market Economy (Elements of

Business) Publisher: Oxford University Press, 1999. ISBN10: 0198775245 Ryanto K, 2000, Menyiasati Kredit Tanpa Agunan UMKM, Intermedia, Jakarta Saladin Dj, 1996. Unsur-Unsur Inti Pemasaran dan Manajemen Pemasaran,

Penerbit CV.Mandar Madju, Bandung.

Samuelson, Paul A. dan Nordhaus, William D, 1997, Makro Ekonomi. Terjemahan. Percetakan Kanisius, Yogyakarta

Santoso, Singgih, 2001, Buku Latihan SPSS Statstik Non Parametrik, Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta.


(6)

Shanmugam, K.R., dan Bhaduri, S.N., 2002, Size, Age and Firm Growth in the Indian Manufacturing Sector, Applied Economics Letters.

Singarimbun dan Effendi, 1995, Metode Penelitian Survei, Cetakan Kedua. PT Pustaka LP3ES Indonesia: Jakarta.

Sugiyono, 2005, Metode Penelitian Bisnis, Penerbit Alfabeta: Bandung.

Sumardjo, Jakob, 2002. Arkeologi Budaya Indonesia, Pelacakan Hermeneutis – Historis terhadap Artefak-Artefak Kebudayaan Indonesia. CV.Qalam, Yogyakarta.

Sutrisno, 2003, Kiat Sukses Berwirausaha (Strategi baru Mengelola Usaha Kecil dan Menengah), Grasindo: Jakarta

Widodo, 2006. Museum Nasional/Proyek Pengembangan Kebijakan Kebudayaan:

http://www.hupelita.com/index.php, diakses tanggal 21 Agustus 2007.

www.bappenas.go.id/.../ Narasi%20(Pemberdayaan%20UKMK).doc

http://www.smeru.or.id. Peta Upaya Penguatan Usaha Mikro/Kecil di Tingkat Pusat

Tahun 1997-2003 SMERU dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan. Diakses tanggal 22-11-2007.

http://www.internews.com, download siaran Ki Radiotentang kehidupan Partonun di P. Siantar.