Pengaruh Shabu Terhadap Volume, Ph Dan Kadar Ion Kalsium Saliva pada Mantan Pecandu Shabu di Pusat Rehabilitasi PSPP Insyaf Tahun 2014

(1)

(2)

(3)

1.

LAMPIRAN:

DATA BASE

NO UMUR

PENDID

IKAN REHAB FREKUENSI DURASI CARA

LAMA

HENTI NARKOBA LAIN MULUT KERING DULU MULUT KERING SKRG MINUM

AN FREK SIKAT VOLUM

1 17 SMP 5 16 5 BONG 5 GANJA YA 2 SUSU 3 3

2 18 SMA 8 3 4

BONG

8 TDK

YA

2 SUSU 3 5.5

3 21 SMA 5 21 7

BONG

5 GANJA

YA

2 TEH 3 2.4

4 28 SMA 2 14 11

BONG

2 INEX

YA

1

SUSU

2 1.7

5 20 SMA 4 21 6

BONG

4 TDK

YA

2

SUSU

3 2

6 17 SMP 6 14 5

BONG

6 TDK

YA

2

SUSU

4 3.5

7 16 SMA 5 28 4

BONG

5 GANJA

YA

1

SUSU

3 2

8 26 SMA 2 28 10

BONG

2 INEX

YA

1

SUSU

4 1.7

9 21 SMA 7 5 2

BONG

7 TDK

YA

1

SUSU

3 8.2

10 19 SMA 3 5 4

BONG

3 TDK

YA

1

SUSU

3 4

11 23 S1 3 28 8

BONG

3 TDK

YA

2

SUSU

3 1.5

12 16 SMP 2 10 3

BONG

2 GANJA

YA

2

SUSU

3 4

13 26 SMA 6 3 2

BONG

6 TDK

YA

2 TEH 3 4.8

14 31 SD 4 4 3

BONG

4 TDK

YA

2

SUSU

1 4.6

15 20 SMA 7 3 2

BONG

7 GANJA

YA

2

SUSU

3 5.4

16 19 SMA 2 21 5

BONG

2 TDK

YA

1 TEH 3 1.8

17 26 SMA 5 28 8

BONG

5 TDK

YA

1

SUSU

3 1.7

18 18 SD 7 7 2

BONG

7 GANJA

YA

2

SUSU

3 7.6

19 27 D3 4 21 10

BONG

4 INEX

YA

2 SODA 3 1.7

20 19 SMA 3 17 5

BONG

3 TDK

YA

1

SUSU

3 2.2

21 17 SMA 5 6 2

BONG

5 GANJA

YA

2

SUSU

3 4.5

22 16 SMA 3 30 4

NASAL

3 TDK

YA

1

SUSU

3 2.5

23 31 SMA 6 4 3

BONG

6 PUTAU

YA

1

SUSU

3 4.8

24 18 SMA 2 21 6

BONG

2 TDK

YA

1

SUSU


(4)

2. LAMPIRAN: KUESIONER

DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

NO. SAMPEL :

KUESIONER

A. IDENTITAS PASIEN

Nama :………

Umur : ………

Pendidikan Terakhir : ……… Masa Rehabilitasi : ……… Bulan

B. KEADAAN UMUM PASIEN

1). Gangguan mental : A. Ada B. Tidak ada

2). Apakah Saudara/Bapak memiliki penyakit umum? (penyakit ginjal, diabetes mielitus, hipertensi)

a. Ya b. Tidak

3). Bila Ya, apakah Saudara/Bapak rutin menjalani pemeriksaan dan pengobatan penyakit tersebut?

a. Ya b. Tidak


(5)

1). Sebelum masuk panti rehabilitasi, apakah Saudara/Bapak sering mengkonsumsi shabu ?

a. Ya b. Tidak

2). Berapa kali Saudara/Bapak menggunakan shabu dalam seminggu? . . .

3). Sudah berapa lama Saudara/Bapak telah mengkonsumsi shabu-shabu ? . . . tahun.

4). Bagaimana cara Saudara/Bapak mengkonsumsi shabu-shabu? a. Dihisap (Dirokok/ Bong) b. Oral (dimakan) e. Lainnya

c. Injeksi d. Nasal (dihirup)

5). Sudah berapa lama Saudara/Bapak berhenti mengonsumsi shabu ? ……… Bulan.

6). Apakah Saudara/Bapak pernah mengonsumsi jenis narkotika lainnya? a. Ya, yaitu ……….. b. Tidak

C.

KEADAAN RONGGA MULUT

1) Sewaktu dulu

a. Ya b. Tidak

mengonsumsi shabu, apakah Saudara/Bapak pernah merasa mulut kering?

2) Bila Ya, apakah sekarang

a. Ya b. Tidak

Saudara/Bapak tetap merasakan mulut kering ?


(6)

2) Selain air putih, pada saat ini, minuman apa yang sering Saudara/Bapak konsumsi?

a. Air putih b. Jus c. Minuman soda d. Teh manis e. Susu e. Lainnya

3) Berapa banyak saudara konsumsi minuman tersebut? a. 1-3x sehari b. 4-6x sehari c. > 7x sehari

4) Berapa kali Saudara/Bapak menyikat gigi dalam sehari?

a. 1x b. 2-3x c. >3x

d. Kadang-kadang

D. PENGUKURAN VOLUME SALIVA

Volume saliva yang terkumpul = ……… mL E. PENGUKURAN pH SALIVA

pH saliva = ……… pH D. KADAR ION KALSIUM


(7)

3.LAMPIRAN: GLOSSARY

GLOSSARY

5-HT : 5-hydroxytryptamine

ADHD : Attention deficit hyperactivity disorder a.m.u : Atomic mass unit

BNN : Badan Narkotika Nasional CYP2D6 : Cytochrome P450 2D6 DAT : Dopamine transporter

DMFT : Decay, Missing, Filling Teeth Kepmensos : Keputusan menteri sosial L-DOPA : L-3,4-dihydroxylphenylalanine OHIS : Oral Hygiene Index Score MAO : Enzim monoamine oksidasi

MDMA : 3,4-Methylenedioxy-N- Methamphetamine Meth : Methamphetamine

NAPZA : Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif NET : Norephineprin transporter

P2P : Phenyl-2-propanone

PET : Positron emission tomography

ROS : reactive oxygen species SERT : Serotonin transporter

SPECT : Single photon emission computed tomography TMJ : Temporo mandibular joint

UNODC : United Nation Office of Drug and Crime VMAT2 : Vesicular Monoamines Transporter-2


(8)

4.LAMPIRAN

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat pagi,

Dalam rangka menyelesaikan studi Kedokteran Gigi, saya akan melakukan penelitian yang berjudul “PENGARUH SHABU TERHADAP VOLUME, PH DAN KADAR ION KALSIUM SALIVA PADA MANTAN PECANDU SHABU DI PSPP INSYAF MEDAN TAHUN 2015 ”.

Tujuandari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan ukuran kamar pulpapada penderita diabetes melitus (kencing manis) dan non-diabetes melitus (sehat). Kamar pulpa adalah rongga yang berisi pembuluh darah dan saraf pada gigi.

Manfaat penelitian ini untuk melihat perubahan yang terjadi pada kamar pulpa pasien diabetes melitus (kencing manis), apabila terjadi perubahan yang besar pada kamar pulpa, dapat berpengaruh dalam perawatan gigi yang ingin dilakukan. Dokter gigi akan lebih berhati-hati dalam melakukan perawatan gigi seperti penambalan dan perawatan saluran akar. Untuk mengetahui perubahan ukuran kamar pulpa ini, akan dilakukan rontgen foto pada gigi.

Pembuatan rontgen foto tidak berbahaya, tetapi apabila ada keluhan karena tindakan ini, seperti bercak merah pada kulit, maka silahkan menghubungi saya (Enni Mulianingsih, 085276310420).

Bapak/Ibu Yth, saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi subjek penelitian, dimana Bapak/Ibu berperan sebagai responden. Responden diminta untuk mengisi kuesioner sesuai petunjuk yang diberikan. Pada penelitian ini Bapak/Ibu tidak akan dikenakan biaya (gratis), dan mendapatkan souvenir sebagai ucapan terima kasih dari peneliti. Apabila Bapak/Ibu sudah setuju setelah membaca


(9)

keterangan diatas, mohon untuk menandatangani persetujuan pada lembaran berikutnya.

Demikian surat penjelasan penelitian, mudah-mudahan penjelasan ini dapat dimengerti, dan atas bantuan, partisipasi, serta kesediaan atas waktu yang telah berikan dalam penelitian saya, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,


(10)

LAMPIRAN3

LEMBAR PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Kepada Yth.

Bapak/Ibu di RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN. Bapak/Ibu di Lingkungan FKG USU.

Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama :

Alamat :

Dengan ini, menyatakan bersedia ikut berpartisipasi menjadi salah satu responden dan subjek penelitian dalam penelitian “Perbedaan ukuran kamar pulpa molar 1 rahang bawah pada pasien diabetes melitus dan non-diabetes melitus ditinjau dari radiografi periapikal”, dan bersedia mengisi kuesioner serta dilakukan foto rontgen terhadap Bapak/Ibu dengan sebaik-baiknya.

Medan, September 2014


(11)

4. ALUR PIKIR

1. Pada tahun 2012, ganja dan shabu merupakan jenis narkotika yang paling banyak disalahgunakan di dunia. (UNODC. World drug report 2012. Vienna : United Nation Publication, 2012: 1-10.)

2. Di Indonesia pada tahun 2007 – 2011 kasus penyalahgunaan shabu menempai urutan pertama yaitu 40.612 kasus. (Badan Narkotika Nasional. Data Tindak Pidana Narkoba Indonesia dan Sumatera Utara 2007-2011. <

3. Temuan Lineberry menunujukan bahwa penyalahgunaan shabu berdampak negatif terhadap kesehatan rongga mulut. (Lineberry TW, Bostwick JM. Methamphetamine Abuse: A Perfect Storm of Complication. Mayo Clin Proc 2006; 81: 77-82).

4. Mc Grath dan Chan tahun 2005 menemukan tingginya prevalensi penyakit rongga mulut pada pecandu shabu. Penyakit tersebut diantaranya 95% mengalami xerostomia, 52% mengalami clenching, 56% nyeri pada TMJ, 40% mengalami pati rasa pada mukosa 37% kesulitan mengunyah 31% pasien mengalami karies, dan 29% diantaranya mengalami gangguan penampilan gigi. (Mc Grath C, Chan B. Oral Health Sensation Associated with Illcit Drug Abuse. British Dent J 2005; 198(3): 159-83).

5. Saini dkk menduga tingginya prevalensi penyakit tersebut disebabkan oleh menurunnya volume saliva. (Saini TS, dkk. Etiology of Xerostomia and Dental Caries Among Methamphetamine Abusers. Oral Health Prev Dent 2005; 3: 189-95).

6. Hasil laporan Ravenel dkk tahun 2012 menunjukan volume saliva stimulasi pada 36 % pasien tergolong rendah dengan konsistensi saliva lebih kental dibandingkan normal. (Ravenel MC, dkk. Methamphetamine Abuse and Oral Health: A Pilot Study of Meth Mouth. Quintessence International Pubh 2012; 43(3): 229-37).

7. Penelitian Brown dkk tahun 2012 menunjukan 30% pasien merasa mulutnya kering , 24% pasien mengeluhkan kesulitan menelan makanan dan 35% pasien memerlukan bantuan air untuk proses penelanan. (Brown C, dkk. Dental Disease Prevalence Among Methamphetamine and Heroin Users in an Urban Setting. JADA 2012; 143(9): 992-81).

8. Ravenel dkk mengemukakan bahwa penyalahgunaan shabu berpengaruh terhadap penurunan pH saliva, yaitu 57,1% pecandu memiliki pH saliva di bawah normal. . (Ravenel MC, dkk. Methamphetamine Abuse and Oral Health: A Pilot Study of Meth Mouth. Quintessence International Pubh 2012; 43(3): 229-37).

9. Penyalahgunaan shabu berpengaruh terhadap penurunan kadar ion kalsium saliva pada pecandu shabu yaitu sebesar 0,906 mMol/L.( Multazam A. Analysis of Calcium Content in Saliva drug Abusers. Karya Ilmiah. Makasar: Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Hasanudin, 2012:


(12)

1-Perumusan masalah

Dari uraian di atas timbul pemikiran untuk mengetahui volume, pH dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada pecandu shabu di Pusat Rehabilitasi PSPP

Tujuan penelitian

Adapun tujuan umum dari penelitian ini : Untuk mengetahui pengaruh penyalahgunaan shabu terhadap volume, pH dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada pecandu shabu di Pusat Rehabilitasi PSPP Insyaf Medan tahun 2014.

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Untuk mengukur volume saliva yang distimulasi pada pecandu berdasarkan frekuensi, durasi, waktu terakhir kali mengonsumsi shabu, dan cara mengonsumsinya.

2. Untuk mengukur pH saliva yang distimulasi pada pecandu shabu berdasarkan frekuensi, durasi, waktu terakhir kali mengonsumsi shabu, dan cara mengonsumsinya.

3. Untuk mengukur kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada pecandu shabu berdasarkan frekuensi, durasi, waktu terakhir kali mengonsumsi shabu, dan cara mengonsumsinya.

Manfaat Penelitian

1. untuk pengembangan ilmu biologi oral khususnya kajian tentang pengaruh penyalahgunaan shabu terhadap rongga mulut

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak-pihak medis terutama dokter gigi tentang pengaruh shabu terhadap rongga mulut, sehingga dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang rentan terhadap


(13)

5. DATA UJI STATISTIK DAN SSA

Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Terhadap Frekuensi Penyalahgunaan Shabu.

Tests of Normality

KEL_FREK_ SABU

Shapiro-Wilk

Statistic n Sig.

VOL_SALIVA 1-7 KALI .845 7 .110*

8-14 KALI .904 3 .398*

15-21 KALI .887 8 .217*

> 21 KALI .900 6 .373*

PH_SALIVA 1-7 KALI .840 7 .099*

8-14 KALI .964 3 .637*

15-21 KALI .805 8 .063*

> 21 KALI .866 6 .212*

CALCIUM_SALIVA 1-7 KALI .788 7 .071*

8-14 KALI .918 3 .447*

15-21 KALI .897 8 .272*

> 21 KALI .955 6 .780*

*. Distribusi normal p< .05

Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Terhadap Durasi Penyalahgunaan Shabu.

Tests of Normalityb

KEL_DURASI

Shapiro-Wilk

Statistic n Sig.

VOL_SALIVA 1-4 TAHUN .934 12 .419*

5-8 TAHUN > 8 TAHUN

.878 .567 10 2 .124* .000*

PH_SALIVA 1-4 TAHUN .873 12 .071*

5-8 TAHUN .656 10 .000

> 8 TAHUN .878 2 .124*

CALCIUM_SALIVA 1-4 TAHUN .852 12 .038

5-8 TAHUN .874 10 .110*

> 8 TAHUN .874 2 .000 *distribusi normal p > .05

Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Terhadap cara Penyalahgunaan Shabu.


(14)

Tests of Normalityb,c,d CARA_G

UNA

Shapiro-Wilk

Statistic n Sig.

VOL_SALIVA BONG .885 23 .013

PH_SALIVA BONG .910 23 .041

CALCIUM_SALIVA BONG .918 23 .059

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

b. VOL_SALIVA is constant when CARA_GUNA = NASAL. It has been omitted. c. PH_SALIVA is constant when CARA_GUNA = NASAL. It has been omitted. d. CALCIUM_SALIVA is constant when CARA_GUNA = NASAL. It has been omitted.

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Terhadap Lama Henti Meyalahgunakan Shabu.

Tests of Normality KEL_LAMA_H

ENTI

Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

VOL_SALIVA 1-3 BULAN .820 9 .095*

4-6 BULAN .847 11 .070*

7-9 BULAN .835 4 .183*

PH_SALIVA 1-3 BULAN .838 9 .054*

4-6 BULAN .923 11 .346*

7-9 BULAN .971 4 .850*

CALCIUM_SALIVA 1-3 BULAN .851 9 .076*

4-6 BULAN .871 11 .079*

7-9 BULAN .787 4 .081*

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance. ( distribusi norlmal p> .05)

Kruskal-Wallis Test

Ranks

KEL_DURASI N Mean Rank

VOL_SALIVA 1-4 TAHUN 12 17.79

5-9 TAHUN 10 7.95

> 9 TAHUN 2 3.50

Total 24

PH_SALIVA 1-4 TAHUN 12 8.42


(15)

> 9 TAHUN 2 23.00

Total 24

CALCIUM_SALIVA 1-4 TAHUN 12 14.71

5-9 TAHUN 10 12.05

> 9 TAHUN 2 1.50

Total 24

Test Statisticsa,b

VOL_SALIVA PH_SALIVA CALCIUM_SALIVA

Chi-Square 14.181 10.358 6.054

df 2 2 2

Asymp. Sig. .001 .060 .007

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: KEL_DURASI

Median Test

Frequencies

KEL_DURASI

1-4 TAHUN 5-9 TAHUN > 9 TAHUN

VOL_SALIVA > Median 10 2 0

<= Median 2 8 2

PH_SALIVA > Median 2 7 2

<= Median 10 3 0

CALCIUM_SALIVA > Median 7 5 0

<= Median 5 5 2

Test Statisticsc

VOL_SALIVA PH_SALIVA CALCIUM_SALIVA

N 24 24 24

Median 3.2500 7.8000 .9387

Chi-Square 10.933a 8.828b 2.333a


(16)

Asymp. Sig. .004 .060 .048 a. 2 cells (33.3%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 1.0.

b. 3 cells (50.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is .9.

c. Grouping Variable: KEL_DURASI

U J I K ORELASI PEARSON

Tabel 6. Hasil Uji Korelasi antara Volume,pH dan Kadar Kalsium Saliva Pecandu Shabu

Correlations

VOL_SALIVA PH_SALIVA CALCIUM_SALIVA

VOL_SALIVA Pearson Correlation 1 -.722** .413*

Sig. (2-tailed) .000 .045

N 24 24 24

PH_SALIVA Pearson Correlation -.722** 1 -.423*

Sig. (2-tailed) .000 .040

N 24 24 24

CALCIUM_SALIVA Pearson Correlation .413* -.423* 1

Sig. (2-tailed) .045 .040

N 24 24 24

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(17)

LAMPIRAN 6

DATA PERSONALIA PENELITI

Riwayat Peneliti

Nama : EKA GANDARA PUTRA

Tempat dan Tanggal Lahir : SUMEDANG, 2 MEI 1992 Jenis Kelamin : LAKI-LAKI

Agama : ISLAM

Anak ke : 1

Alamat : JL. HARMONIKA KOMP. AMBASADOR NO.46

MEDAN

No. Telepon : 0853 5 9191 333

Alamat e-mail : ekagandaraputra@yahoo.com Riwayat Pendidikan

1998-2004 : SDN CIPAGERAN II CIMAHI

2004-2007 : SMPN 1 CIMAHI

2007-2010 : SMAN 9 BANDUNG


(18)

DAFTAR PUSTAKA

1. UNODC. World drug report 2012. Vienna : United Nation Publication, 2012: 1-10.

2. Lineberry TW, Bostwick JM. Methamphetamine Abuse: A Perfect Storm of Complication. Mayo Clin Proc 2006; 81: 77-82.

3. Gettig JP, Grady SE, Nowosadzka I. Methamphetamine: Putting the Brakes on Speed. The School of School Nursing 2006; 22: 66-73.

4. Saini TS, dkk. Etiology of Xerostomia and Dental Caries Among Methamphetamine Abusers. Oral Health Prev Dent 2005; 3: 189-95.

5. Badan Narkotika Nasional. Data Tindak Pidana Narkoba Indonesia dan Sumatera Utara

6. Logan BK. Methamphetamine: Effects on Human Performance and Behavior. Forensic Science Review 2002; 14: 134-50.

7. Shetty V, dkk. The Relationship between Methamphetamine Use and Increased Dental Disease. JADA 2010; 141(3): 307-81.

8. Kelsch NB. Methamphetamine Abuse: Oral Implication and Care. RDH 2010: 71-6.

9. Klasser GD, Epstein J. Methamphetamine and Its Impact on Dental Care. JCDA 2005; 71: 759-83.

10.Mc Grath C, Chan B. Oral Health Sensation Associated with Illcit Drug Abuse. British Dent J 2005; 198(3): 159-83.

11.Brown C, dkk. Dental Disease Prevalence Among Methamphetamine and Heroin Users in an Urban Setting. JADA 2012; 143(9): 992-81.

12.Donaldson M, Goodchild JH. Oral Health of The Methamphetamine Abuser. Am J Health Syst Pharm 2006; 63: 2078-82.


(19)

14.Amarongen AVN. Ludah dan Kelenjar Ludah: Arti Bagi Kesehatan Gigi. 2nd. Yogyakarta: Gajah Mada Iniversity Press, 1992; 5-20.

15.Hamamoto DT, Rhodus NL. Methamphetamine Abuse and Dentistry. Oral Diseases J 2009; 15: 27-37.

16.Flanigan J. Effects of Methamphetamine on Salivary Characteristics: Pilot Study. IADR 2009; 3: 21-2.

17.Ravenel MC, dkk. Methamphetamine Abuse and Oral Health: A Pilot Study of Meth Mouth. Quintessence International Pubh 2012; 43(3): 229-37.

18.Sceutz F. Secretion Rate in A Group of Drug Addicts (Short Communication). Scand J Dent Res 1984; 92: 496-504.

19.Goodchild JH, Donaldson. Methamphetamine Abuse and Dentistry: A Revuew of the Literature and Presentation of a Clinical Case. Quintessence International Pubh 2007; 38(7): 583-90.

20.Multazam A. Analysis of Calcium Content in Saliva drug Abusers. Karya Ilmiah. Makasar: Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Hasanudin, 2012: 1-35.

21.Toolaney GH. New Research on Methamphetamine Abuse. New York: Nova Science Publisher, 2007: 1-30.

22.Jenner J, Lee N.Treatment Approaches for Users of Methamphetamine. Canberra: Aus Gov Dept of Health and Ageing 2008:1-40.

23.Schep LJ, Slaughter RJ, Beasley DM. The Clinical Toxicology of Methamphetamine. InformaHealthCare 2010; 48: 675-95.

24.Cruickshank CC, Dyer KR. A Review of The Clinical Pharmacology of Methamphetamine. Jounal Compilation 2009; 104:1085-95.

25.Syarif A, dkk. Farmakologi dan Terapi.5th. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009; 65-75.

26.Japardi I. Efek Neurologis Dari Ecstasay dan Shabu-Shabu. USU Digital Library. 2002.


(20)

27.Frese P, , Kunselman B, McClure E, Schierling J. Methamphetamine: Implications for the Dental Team. 19 Februari 2009.

28.Rees TD. Oral Effects of Drug Abuse. Oral Biology and Medicine 1992; 3(3): 163-81.

29.Lubis S, Tarigan RN, Lubis N. Penyakit-Penyakit Kelenjar Ludah. Medan: USU Press, 2011: 84-90.

30.Pedersen AML. Saliva. University of Copenhagen Digital Library. 2007. 31.Almeida PDV, dkk. Saliva Composition and Functions: A Comprehensive

Review. J Contemp Dent Pract 2008; (9)3: 72-80.

32.Wong D. Salivary Diagnosis. New Delhi: Aptara Inc, 2008; 32-42.

33.Lumikari ML, Loimaranata V. Saliva and Dental Caries. Adv Dent Res 2000; 14:40-7.

34.Garett JR, Ekstrom J, Anderson LC. Neural Mechanisms of Salivary Gland Secretion. Basel: Karger, 1999; 35-47.

35.Ekstrom J, dkk. Saliva and the Control of Its Secretion. Berlin: Springer Verlag, 2012; 20-42.

36.Emmelin N. Nerve Interactions in Salivary Glands. J Dent Res 1987: 66(2); 509-17.

37.Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Lembaran Negara RI Tahun 2009, No. 143. Sekretariat Negara. Jakarta.

38.Shaner JW. Caries Associated with Methamphetamine Abuse. New York State Dent J 2002: 68(10); 20-4.

39.Bamise CT, Kolawol KA, Oloyede EO. The determinants and control of soft drinks-incited dental erosion. Rev Clin Pesq Odontol 2009; 5(2); 141-54. 40.Cornelius TB, Eyitope OO, Adeyemi OO, Temitope AE. Erosive potential of


(21)

41.Grobler SR, Chikte U, Westraat. The pH Levels on Different Methamphetamine Drug Sample on The Street Market in Cape Town. ISRN Dentistry 2011:1-4.

42.Obikoya G. Calcium.<http://en.wikipedia.org/wiki/Calcium>.(26 Januari 2014).

43.Medsfacts. Analysis covering adverse side effect reports of methamphetamine hydrochloride patients who developed blood calcium decreased.< http:// www.medsfacts.com/study-METHAMPHETAMINE%20HYDROCHLORIE-causingBLOODCALCIUM%20DECREASED.php >. (20 Februari 2014). 44.Asmin LO. Spektrofotometri serapan atom (SSA).Karya ilmiah. Kendari:

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Haluoleo, 2010: 1-5.

45.Departemen Sosial.Profile dan tugas pokok PSPP Insyaf Medan 2014 <http://insyaf.depsos.go.id>. (17 Agustus 2014).

46.BNN Indonesia. Ringkasan Eksekutif:Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia 2011.<http://bnn.go.id/portal/ survei2011>.(17 Agustus 2014).

47.Saragih N. Karakteristik Penyalahguna Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA) di Sibolangit Center Rehabilitation. Karya Ilmiah. Medan: Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, 2009: 30-53. 48.Departemen Kesehatan RI. Kategori Usia.<http://depkes.go.id /kategoriusia

2009>.(17 Agustus 2014).

49.National Drug Alcohol Research Centre. Illcit Drug In Australia: Epidemiology, Use Patterns and Associated Harm. 2nd. Australia: Commonwealth, 2007; 24-35.

50.Johnston LD, Omalley PM, Bachman JG, Schulenberg JE. Monitoring The Future National Results On Drug Use: 2012 Overview Key Findings On Adolescent Drug Use. Michigan, 2012; 1-30.

51.Brown RE, Morisky DE, Steven J. Severity Of Meth Mouth In Respone To Drug-Use Patterns And Dental Care Access In Methamphetamine Users. California Forensic Medical Journal. 2013:1-30.


(22)

52.Mehrjerdi ZA, dkk. Attention Deficit in Chronic Meth Users as a Potential Target for Enhanching Treatment Effcacy. Basic and Clinical Neuroscience 2012; 3(4): 5-11.

53.Holley M. How Reversible is Methamphetamine Related Brain Damage. North Dakota Law Review 2005; 82:1135-48.

54.Yudko E, Hall HV, McPherson SB. Methamphetamine Use: Clinical and Forensic Aspect. Florida: CRC Press LLC, 2003:1-50.

55.Itzhak Y, Achatmendes C. Methamphetamine and MDMA Neurotoxicity : of Mice and Men. TF Healthscience 2004; 36(3): 249-55.

56.Karch SB. Karchs Pathology of Drug Abuse. 4th. New York: CRC Press, 2009: 284-93.

57.Harris DS, dkk. The Bioavaibility of Intranasal and Smoked Methamphetamine. J CLPT, 2003; 10(101): 475-86.

58.Schepers RJ, dkk. Methamphetamine and Amphetamine Pharmacokinetic in Oral Fluid and Plasma After Controlled Oral Methamphetamine Administration to Human Volunteers.Clinical Chemistri, 2003; 49(1): 121-32. 59.Worthley LI, Clinical Toxicology: Part I Diagnosis and Management of

Common Drug Overdosage. Critical Care and Resuscitation, 2002;4 :192-215. 60.Coco TJ, Klasner AE. Drug Induced Rhabdomyolisis. Current Opinion in

Pediatrics, 2004; 16: 206-10.

61.Threkel DE. Nutritional Attitudes of Methamphetamine Addicted. Tesis. California, 2010: 1-35.

62.Sediaoetama AD. Ilmu Gizi: Untuk Mahasiswa dan Profesi. 1st. Dian Rakyat, 2009; 135-36.

63.Koriem KM, Soliman RE. Chlorogenic and Caftaric Acids in Liver Toxicity and Oxidative Stress Induced by Methamphetamine. Journal of Toxicology, 2014; 10: 1-10.

64.Murray RK, Granner DK, Rodwell VW.Biokimia Harper.Trans. Brahm U. Jakarta: EGC, 2009: 605-08.


(23)

65.Krier M, Ahmed A. The Asymptomatic Outpatient with Abnormal Liver Function Test. Clin Liver Dis, 2009; 13: 167-77.

66.Mata ADS. Influence of Magnesium on Salivary Gland Secretion: Physiological and Pathophysiological Studies. Tesis. Preston, 2003,44-50. 67.Whelton H. Introduction The Anatomy and Physiology of Salivary Glands.

<http://www.shancocksltd.co.uk/wrigleywrigley/ohp>.(20 Agustus 2014). 68.Prasetyo EA. Keasaman Minuman Ringan Menurunkan Kekerasan

Permukaan Gigi. Maj Ked Gigi, 2005; 38: 60-3.

69.Palomares CF, dkk. Unstimulated Salivary Flow Rate, pH And Buffer Capacity Of Saliva In Healthy Volumteers. Rev Esp Enferm Dig, 2004; 96: 773-83.

70.Ehrlich H, Koutsoukos PG, Demadis KD, Pokrovsky OS. Principles of Demineralization: Modern Strategies for The Isolation of Organic Frameworks Part II Decalcification. Journal Micron, 2008; 06(004): 163-93. 71.Magalhaes AC, Wiegand A, Rios D, Honorio HM, Buzalaf MA. Insight Into

Preventive Measures For Dental Erosion. J App Oral Sci, 2009; 17(2): 75-86. 72.Rodriguez CT, Lopez SG, Navarro AR, Lloret PA, Sanchez P. Acid Induced

Demineralization of Bovine Enamel and Its Effects at Molecular Level. Resumen SEM, 2009; 4: 183-84.


(24)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian analitik dengan pendekatan cross

sectional, yaitu peneliti melakukan pengukuran variabel untuk mencari ada atau

tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung pada waktu bersamaan lalu kemudian dilakukan analisis.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di

1. Pusat Rehabilitasi Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Insyaf yang berlokasi di Jalan Berdikari No.37 Desa Lau Bakeri kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

2. Laboratorium Penelitian Farmasi USU.

3.2.2 Waktu Penelitian

Rangkaian penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan Juli 2014. 3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah pecandu narkotika yang dalam masa rehabilitasi sosial di Pusat Rehabilitasi Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Insyaf.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah stimulated whole saliva dari mantan pecandu narkotika jenis shabu dalam masa rehabilitasi sosial di Pusat Rehabilitasi Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Insyaf yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.


(25)

3.3.2.1 Besar Sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel (Sugiyono, 2009). Dengan demikian, maka peneliti mengambil sampel dari seluruh subjek yang memiliki riwayat penyalahgunaan narkotika jenis shabu di Pusat Rehabilitasi PSPP Insyaf pada bulan Juli 2014.

3.4 Kriteria Sampel 3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Mantan pecandu shabu berjenis kelamin laki-laki

2. Kooperatif dan bersedia mengisi lembar informed consent.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Memiliki penyakit sistemik yang tidak terkontrol. 2. Memiliki riwayat gangguan mental.

3.5 Variabel Penelitian Variabel bebas Mantan pecandu

shabu laki-laki

Variabel tergantung 1. Volume saliva 2. pH saliva

3.Kadar ion kalsium

Variabel terkendali

1. Teknik pengambilan saliva. 2. Waktu pengumpulan saliva.

3. Lama pengambilan saliva selama 5 menit.

Variabel tidak terkendali 1. Kebersihan rongga mulut. 2. Diet.


(26)

3.6 Definisi Operasional 1.Shabu

Shabu (metamfetamin) adalah obat narkotika jenis stimulan yang bekerja pada sistem saraf pusat. 2

2. Pecandu Shabu

Pecandu shabu adalah orang yang menggunakan dan menyalahgunakan shabu dan dalam keadaan ketergantungan pada shabu, baik secara fisik maupun psikis. 37

3. Mantan Pecandu Shabu

Pecandu shabu yang sudah berhenti menyalahgunakan shabu. 4. Penyalahgunaan Shabu

Penyalahgunaan shabu adalah pemakaian shabu bukan untuk pengobatan dan digunakan tanpa mengikuti dosis yang benar sehingga pada tingkat ketergantungan. 37 Status penyalahgunaan shabu adalah :

A.Frekuensi penyalahgunaan adalah seberapa seringnya penggunaan shabu dalam seminggu.

B. Durasi penyalahgunaan adalah jangka waktu pasien telah menggunakan shabu sampai pasien terakhir kali menggunakannya.

C.Lama berhenti menyalahgunakan shabu adalah jangka waktu terakhir kali penggunaan shabu sampai pada saat penelitian.

D.Cara menyalahgunakan adalah bagaimana metode yang paling dominan atau paling sering digunakan pada saat menyalahgunakan shabu.

5. Rehabilitasi Sosial

Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat. 37

6. Penyakit Sistemik yang Tidak Terkontrol

Penyakit sistemik yang dimaksud adalah penyakit yang dapat mempengaruhi terhadap kuantitas dan kualitas saliva seperti diabetes meilitus, penyakit ginjal, infeksi HIV dan lain-lain. 14 Penyakit tersebut dikatakan terkontrol apabila pasien rutin mengikuti medikal check-up dan rutin mengosumsi obat-obat penyakit tersebut.


(27)

7. Riwayat Gangguan Mental

Gangguan mental adalah kondisi yang menimpa seseorang berupa gejala-gejala gangguan dan penyakit kejiwaan seperti psikosis, depresi dan ansietas sehingga tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan secara normal.

8. Kelainan Rongga Mulut

Kelainan rongga mulut yang dimaksud adalah berbagai kelainan rongga mulut yang berpengaruh terhadap variabel tergantung penelitian ini seperti, karies, penyakit periodontal, kelainan kelenjar saliva dan atrisi.

9. Volume Saliva

Volume saliva yang dimaksud adalah stimulated whole saliva. 8. Teknik Pengambilan Saliva

Teknik pengambilan saliva adalah dengan menggunakan metode spitting, yaitu pengambilan saliva dimana subjek membiarkan saliva tergenang dalam mulut tanpa ditelan lalu meludahkan saliva ke dalam tabung beberapa kali. (Moritsuka et al.)

9. Pengukuran Saliva

Saliva yang terkumpul diukur volumenya dengan menimbang massa saliva yang, lalu dinyatakan dalam milliliter. Kriteria volume saliva : 17

Normal : > 5 mL/5 menit Rendah : 3,5-5 mL/5 menit Hiposalivasi : < 3,5 mL/menit 10. Waktu Pengumpulan Saliva

Waktu pengumpulan saliva dilakukan pada pukul 9.00 – 12.00 WIB yaitu dua jam setelah sarapan pagi dan sebelum makan siang.

11. pH Saliva

pH saliva adalah derajat keasaman dan kebasaan saliva yang diukur dengan pH meter digital. Kriteria pH saliva :17

Sehat : 6,8-7,8 Asam : 6,0-6,6 Sangat asam : 5,0-5,8


(28)

12. Kadar Ion Kalsium Saliva

Kadar ion kalsium pada saliva adalah jumlah kadar ion kalsium yang terdapat pada saliva yang diukur dalam satuan mMol/L dengan alat Spektofotometer Serapan Atom. 44 (normal = 1-1,4 mmol/L)

3.7 Alat dan bahan penelitian 3.7.1 Alat

1. Pot saliva

2. Timbangan digital

3. pH meter digital merek Hanna® 4. Spektofotometer Serapan Atom 5. Termos es

6. Labu ukur 7. Corong 8. Pipet tetes 9. Spuit 5 cc 3.7.2 Bahan

1. Saliva sebagai bahan pemeriksaan 2. Ortho wax

3. Dry ice

4. Handscone

5. Masker 6. Kertas tisu

7. Lembar penelitian dan informed consent

3.8 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam tujuh tahap : 1. Pengumpulan Data Demografi


(29)

Pengumpulan data subjek penelitian didapatkan dari buku induk PSPP Insyaf dan rekam medis, yaitu berupa nama, umur, kasus penyalahgunaan, pendidikan, lama penyalahgunaan, tanggal masuk, dan riwayat medis.

2. Pengisian Kuesioner

Sampel penelitian sebagai naracoba diberi penjelasan terlebih dahulu tentang tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian, lalu diminta kesedian menjadi subjek penelitian dengan mengisi dan menandatangani informed consent.

3. Pengumpulan Saliva

Setelah sampel memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi maka sampel dipersiapkan untuk mengikuti prosedur penelitian. Pengambilan saliva dilakukan pada pukul 9.00-12.00 yaitu dua jam setelah sarapan pagi, dan selama dua jam tersebut pasien tidak diperkenankan untuk makan, minum, menyikat gigi dan merokok.

Pasien diinstruksikan untuk duduk dengan tenang dan diinstruksikan untuk mengunyah aktif ortho wax total selama 5 menit, 3 menit pertama pasien mengunyah lalu selama 30 detik meludahkan saliva ke dalam pot penampung, dan dilanjutkan mengunyah aktif ortho wax kembali 2 menit terakhir lalu selama 30 detik meludahkan saliva ke dalam pot penampung.

4. Pengukuran Volume Saliva

Pengukuran volume saliva dilakukan dengan cara menyalakan timbangan digital dan timbangan menunjukkan angka 0. Berat pot saliva ditimbang terlebih dahulu. Saliva yang sudah dikumpulkan kemudian di timbang dan dikurangkan dengan hasil timbangan pot saliva kemudian hasil yang diperoleh dinyatakan dalam ml karena berat jenis untuk saliva adalah 1,0 maka 1 gr saliva sama dengan 1 ml saliva.

5. Pengukuran pH Saliva

pH saliva diukur dengan cara memasukan alat pHmeter digital ke dalam pot saliva hingga bagian sensor elektroda terendam dalam saliva, lalu dibiarkan beberapa detik hingga menunjukkan derajat pH saliva tersebut. pH meter digital harus


(30)

dibersihkan dan dikalibrasi dalam larutan buffer setiap kali setelah digunakan mengukur saliva. Lalu sampel di beri label dan disusun dalam termos berisi es batu.

6. Analisa Kuantitatif Kalsium dengan Spektofotometer Serapan Atom (SSA)

Pertama, larutan saliva dilakukan penentuan lineritas kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Larutan baku kalsium (1000 µ g/mL) dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukan ke dalam labu takar 100 mL lalu diencerkan dengan aquades. Dari larutan tersebut (10 µg/mL) dipipet 1;2;3;4;5 mL hingga diperoleh larutan berkonsentrasi 1,2,3,4,5 µg/mL. Larutan tersebut diukur dengan SSA pada panjang gelombang absorbansi maksimum 422,7 nm. Lalu dibuat kurva kalibrasi untuk larutan standar kalsium.

Larutan sampel saliva dimasukan 1 mL dengan spuit ke dalam labu takar 25 mL, diencerkan dengan aquades sampai garis tanda dan larutan dihomogenkan. Larutan sampel disaring dengan kertas saring ke dalam labu takar 10 mL dan larutan dihomogenkan. Dari labu 10 mL larutan sampel dipipet 4 mL ke labu 25 mL dan diencerkan. Larutan diukur absorbansinya dengan SSA.

7. Analisis Statistik

Pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi dan disajikan dalam bentuk tabel. Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji oneway

anova dan uji korelasi pearson. Uji oneway anova digunakan untuk melakukan

inferensi terhadap populasi dan mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara tiga kelompok sampel atau lebih. Uji korelasi pearson digunakan untuk melihat korelasi antara dua variabel (Santoso, 2003).


(31)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Panti Rehabilitasi PSPP Insyaf pada bulan Juli 2014. Subjek penelitian ini berjumlah 24 orang mantan pencandu shabu yang sedang dalam masa rehabilitasi. Seluruh subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki dan telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.Hasil penelitian kemudian ditabulasi dan diolah menggunakan program SPSS 17 Windows dan ditampilkan dalam beberapa tabel.

4.1 Karakteristik Umum Subjek yang Diteliti

Hasil penelitian diperoleh beberapa karakteristik umum subjek yang diteliti yang tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4. Gambaran karakteristik umum subjek yang diteliti

Karakteristik N %

Jenis Kelamin

Laki-laki 24 100

Umur 12-16 tahun 17-25 tahun 26-35 tahun 2 14 8 8 59 33 Pendidikan terakhir SD SMP SMA/SMK D3 S1 2 3 17 1 1 8 13 71 4 4 Masa Rehabilitasi 1-3 bulan 4-6 bulan 7-9 bulan 9 11 4 37 46 17 Status Mental

Tidak ada gangguan

Mental 24 100


(32)

Tidak ada penyakit Sistemik

24 100

Berdasarkan Tabel 4, maka dapat dideskripsikan beberapa karakteristik umum sebagai berikut, jenis kelamin penelitian ini adalah laki-laki 100%. Umur mantan pecandu shabu dengan frekuensi terbanyak adalah kelompok umur 17-25 tahun sebanyak 17 orang (59%) dan frekuensi paling sedikit adalah kelompok umur 12-16 tahun sebanyak 2 orang (8%) dengan usia paling muda yaitu 16 tahun, usia yang paling tua yaitu 31 tahun. Sementara itu, tingkat pendidikan terakhir yang paling umum adalah SMA (71%)dan yang paling jarang Diploma dan Sarjana (4%). Pada umumnya subjek pada penelitian ini sedang mengalami rehabilitasi selama 4-6 bulan (46%). Seluruh subjek dalam penelitian tidak memiliki gangguan mental (100%) dan riwayat penyakit sistemik (100%).

Tabel 5. Gambaran riwayat menyalahgunakan shabu

Karakteristik N %

Ketergantungan shabu

Ya 24 100

Frekuensi menyalahgunakan shabu 1-7 kali/minggu

8-14 kali/minggu 15-21 kali/minggu > 21 kali/minggu

7 3 8 6 29 13 33 25 Durasi menyalahgunakan shabu

1-4 tahun 5-8 tahun > 8 tahun

14 7 3 58 29 13 Cara menyalahgunakan shabu

Bong Nasal 23 1 96 4 Lama berhenti menyalahgunakan shabu

1-3 bulan 4-6 bulan 7-9 bulan 9 11 4 37 46 17 Pernah mencoba narkoba jenis lainnya

Ya Tidak 11 13 45 55 Jenis narkoba yang pernah dikonsumsi


(33)

Ganja Ekstasi/inex

Putau

7 3 1

64 27 9

Pada Tabel 5 seluruh subjek penelitian memiliki ketergantungan terhadap shabu (100%). Frekuensi menyalahgunakan shabu terbesar adalah 15-21 kali per minggu yaitu sebanyak 8 orang (33%) dan frekuensi terkecil adalah 8-14 kali per minggu sebanyak 3 orang (13%). Durasi menyalahgunakan shabu terbesar adalah 1-4 tahun yaitu sebanyak 14 orang (58%) sedangkan durasi terkecil pada kelompok >8 tahun yaitu sebanyak 3 orang (13%).

Pada penelitian ini hampir seluruh mantan pecandu shabu mengunakan bong (23 orang) dan hanya 1 orang yang menyalahgunakan shabu secara nasal. Lama berhenti menyalahgunakan shabu terbanyak adalah 4-6 bulan yaitu sebanyak 11 orang (46%) dan paling sedikit pada kelompok 7-9 bulan yaitu 4 orang (17%). Pada penelitian ini, sebanyak 11 subjek (45%) menyatakan pernah mencoba jenis narkoba lainnya, terutama ganja (64%) dan ectacy (27%).

4.2 Volume Saliva yang Distimulasi pada Mantan Pecandu Shabu Berdasarkan Frekuensi, Durasi, dan Lama Berhenti Menyalahgunakan Shabu

Setelah tabulasi data deskriptif maka dilakukan uji normalitas, hasilnya data kelompok frekuensi dan lama henti menyalahgunakan shabu terdistribusi normal sehingga untuk melihat perbedaan rerata antar kelompok (>2 kelompok) dilakukan uji statistik oneway anova. Sedangkan data kelompok durasi penyalahgunaan shabu tidak terdistribusi normal sehingga untuk melihat perbedaan rerata antar kelompok (>2 kelompok) dilakukan uji statistik kruskal-wallis yang analog dengan oneway

anova. Untuk melihat hubungan atau korelasi antara volume saliva, pH saliva dan

kadar ion kalsium saliva yang distimulasi menggunakan uji Korelasi Pearson. Dimana untuk semua uji statistik yang dilakukan, tingkat signifikan yang diinginkan adalah p<0,05. Adapun untuk variabel cara menyalahgunakan shabu tidak dilakukan


(34)

uji statistik dikarenakan data yang didapat tidak memungkinkan untuk diuji secara statistik.


(35)

Tabel 6. Rerata volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu shabu di PSPP Insyaf Medan tahun 2014 berdasarkan frekuensi dan lama berhenti menyalahgunakan shabu

Karakteristik n Rerata volume ± SD

(ml/5menit) P

Frekuensi shabu (per minggu) 1-7 kali

8-14 kali 15-21 kali > 21 kali

Frekuensi keseluruhan 7 3 8 6 24

5,628 ± 1,623 3,066 ± 1,209 3,050 ± 1,391 1,996 ± 0,408 3,533 ± 1,877

0,000* Lama berhenti menyalahgunakan shabu 1-3 bulan 4-6 bulan 7-9 bulan

Lama henti keseluruhan

9 11 4 24

2.567 ± 0,348 3.118 ± 0,392 6.670 ± 0,178 3.533 ± 1,877

0,000*

*. Hasil uji Oneway Anova, signifikan p < 0,05

Pada Tabel 6 berdasarkan frekuensi penyalahgunaan shabu didapati kelompok mantan pecandu shabu yang memiliki riwayat menyalahgunakan shabu sebanyak 1-7 kali per minggu menunjukkan rerata volume saliva yang masih normal (>5 ml/5menit). Sedangkan mantan pecandu shabu yang memiliki riwayat menyalahgunakan shabu sebanyak 8-14 kali per minggu, 15-21 kali per minggu dan lebih besar dari 21 kali per minggu menunjukkan penurunan rerata volume saliva yang sangat rendah sehingga termasuk kriteria hiposalivasi (<3,5 ml/menit). Hasil penelitian yang diuji dengan Oneway Anova (Tabel 6) menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara kelompok-kelompok frekuensi menyalahgunakan shabu dengan penurunan rerata volume saliva.

Pada Tabel 6 rerata volume saliva pada kelompok mantan pecandu shabu yang telah berhenti menyalahgunakan shabu selama 1-3 bulan dan 4-6 bulan menunjukkan hiposalivasi (<3,5 ml/5menit). Sedangkan volume saliva menjadi normal pada kelompok mantan pecandu shabu yang telah berhenti menyalahgunakan shabu selama 7-9 bulan. Hasil uji Oneway Anova (Tabel 6) membuktikan bahwa


(36)

terdapat pengaruh yang signifikan antara lama berhenti menyalahgunakan shabu dengan peningkatan rerata volume saliva mantan pecandu shabu.

Tabel 7. Rerata volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu shabu di PSPP Insyaf Medan tahun 2014 berdasarkan durasi menyalahgunakan shabu

Durasi menyalahgunakan

shabu n

Rerata volume ± SD

(ml/5menit) P

1-4 tahun 5-8 tahun > 8 tahun Durasi keseluruhan

12 10 2 24

4.825 ± 1,778 2.350 ± 0,787 1.700 ± 0,000 3,533 ± 1,877

0,001*

*. Hasil uji Kruskal-Wallis, signifikan p < 0,05

Pada Tabel 7 berdasarkan lama durasi penyalahgunaan shabu didapati kelompok durasi 1-4 tahun dan 5-8 tahun menunjukkan rerata volume saliva yang rendah (< 3,5-5 ml/5menit), sedangkan rerata volume saliva kelompok durasi lebih dari 8 tahun tergolong hiposalivasi (<3,5 ml/5menit). Hasil uji Oneway Anova diperoleh perbedaan yang signifikan antara kelompok-kelompok durasi menyalahgunakan shabu dengan penurunan volume saliva mantan pecandu shabu.

4.3 pH Saliva yang Distimulasi Pada Mantan Pecandu Shabu Berdasarkan Frekuensi, Durasi, dan Lama Berhenti Menyalahgunakan Shabu.

Tabel 8. Rerata pH saliva yang distimulasi pada mantan pecandu shabu di PSPP Insyaf Medan tahun 2014 berdasarkan frekuensi dan lama berhenti menyalahgunakan shabu

Karakteristik n Rerata pH ± SD P

Frekuensi shabu (per minggu) 1-7 kali

8-14 kali 15-21 kali > 21 kali

Frekuensi keseluruhan 7 3 8 6 24

7,514 ± 0.069 7,933 ± 0,154 7,800 ± 0,239 7,883 ± 0,223 7,754 ± 0,220

0,081 Lama berhenti menyalahgunakan shabu 1-3 bulan 4-6 bulan 9 11

7.588 ± 0,056 7.709 ± 0,066


(37)

7-9 bulan

Lama henti keseluruhan

4 24

7.875 ± 0,853 7.754 ± 0,220 *. Hasil uji Oneway Anova, signifikan p < 0,05

Pada Tabel 8 didapati rerata pH saliva yang normal (pH 6,8-7,8) pada setiap kelompok mantan pecandu shabu berdasarkan frekuensi menyalahgunakan shabu. Hasil uji Oneway Anova menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara kelompok subjek yang meyalahgunakan shabu sebanyak 1-7 kali per menit, 8-14 kali per menit, 15-21 kali per menit dan lebih dari 21 kali per menit.

Hasil penelitian diperoleh bahwa (Tabel 8) seluruh kelompok mantan pecandu shabu berdasarkan lama berhenti menyalahgunakan shabu memiliki nilai rerata pH saliva yang normal dan terjadi peningkatan nilai pH seiring lama berhenti menyalahgunakan shabu. Hasil uji Oneway Anova didapati tidak ada perbedaan rerata pH yang signifikan (p<0,05) antara kelompok mantan pecandu shabu yang telah menghentikan shabu selama 1-3 bulan, 4-6 bulan dan 7-9 bulan.

Tabel 9. Rerata pH saliva yang distimulasi pada mantan pecandu shabu di PSPP Insyaf Medan tahun 2014 berdasarkan durasi menyalahgunakan shabu Durasi menyalahgunakan

shabu n

Rerata pH ± SD P

1-4 tahun 5-8 tahun > 8 tahun Durasi keseluruhan

12 10 2 24

7.833 ± 0,172 7.640 ± 0,201 8.050 ± 0,070 7,754 ± 0,220

0,06

*. Hasil uji Kruskal-Wallis, signifikan p < 0,05

Pada Tabel 9 berdasarkan lama durasi menyalahgunakan shabu didapati rerata pH saliva yang normal pada kelompok durasi 1-4 tahun, 5-8 tahun dan lebih dari 8 tahun. Hasil uji Kruskal-Wallis (Tabel 9) diperoleh tidak ada pengaruh yang signifikan antara durasi menyalahgunakan shabu terhadap penurunan rerata pH saliva.

4.4 Ion Kalsium Saliva yang Distimulasi Pada Mantan Pecandu Shabu Berdasarkan Frekuensi, Durasi, Cara dan Lama Berhenti Menyalahgunakan Shabu.


(38)

Tabel 10. Rerata kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu shabu di PSPP Insyaf Medan tahun 2014 berdasarkan frekuensi dan lama berhenti menyalahgunakan shabu

Karakteristik n Rerata Kadar Ion

Kalsium ± SD (mmol/L) P Frekuensi shabu (per minggu)

1-7 kali 8-14 kali 15-21 kali > 21 kali

Frekuensi keseluruhan 7 3 8 6 24

1,148 ± 0,173 0,975 ± 0,296 0,931 ± 0,331 0,850 ± 0,081 0,988 ± 0,252

0,018* Lama berhenti menyalahgunakan shabu 1-3 bulan 4-6 bulan 7-9 bulan

Lama henti keseluruhan

9 11 4 24

0,954 ± 0,231 0,981 ± 0,293 1,082 ± 0,206 0,988 ± 0,252

0,013*

*. Hasil uji Oneway Anova, signifikan p < 0,05

Hasil rerata kadar ion kalsium (Tabel 10) berdasarkan frekuensi menyalahgunakan shabu pada kelompok frekuensi 8-14 kali per minggu, 15-21 kali per minggu dan lebih dari 21 kali per minggu menunjukkan angka di bawah normal (<1 mmol/L), sedangkan rerata kadar ion kalsium kelompok frekuensi 1-7 kali per minggu tergolong normal (1-1,4 mmol/L). Hasil analisis uji Oneway Anova (Tabel 10) antara kelompok-kelompok frekuensi menyalahgunakan shabu dengan kadar ion kalsium saliva pada penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05).

Pada Tabel 10 berdasarkan lama berhenti menyalahgunakan shabu maka didapati kelompok mantan pecandu shabu yang telah berhenti menyalahgunakan selama 7-9 bulan memiliki kadar ion kalsium saliva yang normal (1-1,4 mmol/L), sedangkan kelompok mantan pecandu shabu yang telah berhenti meyalahgunakan shabu selama 1-3 bulan dan 4-6 menunjukkan rerata dibawah normal ( < 1 mmol/L). Hasil uji Oneway Anova menunjukkan terdapat perbedaan rerata ion kalsium saliva yang signifikan (p<0,05) antara mantan pecandu shabu yang telah berhenti menyalahgunakan shabu selama 1-3 bulan, 4-6 tahun dan 7-9 bulan .


(39)

Tabel 11. Rerata kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu shabu di PSPP Insyaf Medan tahun 2014 berdasarkan lama durasi menyalahgunakan shabu

Durasi menyalahgunakan

shabu n

Rerata Kadar Ion

Kalsium ± SD (mmol/L) P

1-4 tahun 5-8 tahun > 8 tahun Durasi keseluruhan

12 10 2 24

1,051 ± 0,180 1,011 ± 0,228 0,490 ± 0,296 0,988 ± 0,252

0,007*

*. Hasil uji Kruskal-Wallis, signifikan p < 0,05

Pada Tabel 11 diperoleh rerata kadar ion kalsium yang normal (1-1,4 mmol/L) pada kelompok mantan pecandu shabu dengan durasi lama menyalahgunakan selama 1-4 tahun dan 5-8 tahun, berbeda dengan kelompok mantan pecandu shabu dengan durasi lebih dari 8 tahun yang menunjukkan rerata dibawah normal (<1 mmol/L). Hasil uji Kruskal-Wallis didapati perbedaan rerata ion kalsium saliva yang signifikan (p<0,05) antara mantan pecandu shabu yang menyalahgunakan shabu selama 1-4 tahun, 5-8 tahun dan lebih dari 8 tahun.

4.5 Hubungan Antara Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distumulasi.

Tabel 12. Hubungan korelasi antara rerata volume, ph dan kadar ion klasium pada saliva mantan pecandu shabu di PSPP Insyaf tahun 2014

Korelasi Pearson

Vol Saliva Ph Saliva

Ion Kalsium

Vol Saliva r 1 -0,722 * 0,413*

P 0,000 0,045

n 24 24 24

pH Saliva r -0,722* 1 -0,423*

P 0,000 0,040

n 24 24 24

Ion Kalsium r 0,413* -0,423* 1

P 0,045 0,040

n 24 24 24

*


(40)

Hasil penelitian (Tabel 9) diperoleh bahwa terdapat hubungan korelasi antara volume, pH dan kadar ion kalsium. Hubungan antara volume dan pH saliva pada mantan pecandu shabu tersebut menunjukkan hubungan yang terbalik yang ditandai dengan tanda negatif (-0,722) dan memiliki korelasi yang kuat. pH dan ion kalsium saliva pada penelitian (Tabel 9) menunjukkan hubungan yang terbalik (-0,423) dan korelasi yang sedang. Sedangkan hubungan volume saliva dan pH saliva menunjukkan hubungan yang searah tetapi memiliki korelasi yang sedang (0,413).

Gambar 8 menunjukkan grafik regresi linear antara nilai rerata volum saliva dengan pH saliva pada mantan pecandu shabu, dimana grafik tersebut menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik dikarenakan semakin tinggi volume saliva maka nilai pH semakin rendah. Sedangkan Gambar 9 menunjukkan hubungan yang berbanding lurus antara volume saliva dan kadar ion kalsium, dimana semakin tinggi volume saliva maka semakin tinggi pula kadar ion kalsium saliva.

Gambar 8. Grafik hubungan linear antara nilai rerata volume saliva dengan nilai rerata pH saliva pada mantan pecandu shabu di PSPP Medan.

pH Saliva Vol

um e Sal iva


(41)

Gambar 9. Grafik hubungan linear antara nilai rerata volume saliva dengan nilai rerata kadar ion kalsium saliva pada

mantan pecandu shabu di PSPP Medan.

Gambar 10. Grafik hubungan linear antara nilai rerata pH saliva dengan nilai rerata kadar ion kalsium saliva pada mantan pecandu shabu di PSPP Medan.

Ion Kalsium Saliva Ion Kalsium Saliva Vo

lu me Sal iva

pH Sal iva


(42)

Regresi linear antara pH saliva dan kadar ion kalsium (Gambar 10) pada saliva mantan pecandu shabu menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik, semakin tinggi pH saliva maka semakin rendah kadar ion kalsium saliva.

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh penyalahgunaan shabu terhadap volume, pH dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu shabu berdasarkan frekuensi, durasi, cara dan lama berhenti menyalahgunakan shabu di Pusat Rehabilitasi PSPP Insyaf tahun 2014. Seluruh subjek dalam penelitian ini merupakan pecandu shabu yang sedang dalam masa rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi PSPP Insyaf Medan sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial RI. Berdasarkan KEPMENSOS RI No. 59/HUK/2003, PSPP Insyaf mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahgunaan NAPZA laki-laki yang datang berdasarkan laporan masyarakat ataupun dari pihak Kepolisian. Di PSPP Insyaf terdapat korban penyalahgunaan dari berbagai jenis NAPZA seperti shabu, ganja, ekstasi, kokain, heroin dan zat adiktif lainnya.37,45 Program pokok PSPP Insyaf terdiri dari 6 tahapan yaitu pendekatan awal, penerimaan, assesment, bimbingan sosial mental psikologis, resosialisasi, dan bimbingan lanjut. Program rehabilitasi ini dilaksanakan selama 9 bulan dan korban penyalahgunaan NAPZA tersebut tidak diperkenankan lagi mengkonsumsi NAPZA.45

Subjek penelitian adalah mantan pecandu shabu kelompok reguler atau teratur pakai, yang memiliki kebiasaan menyalahgunakan shabu secara teratur minimal 3 kali per minggu.46 Hasil total sampling diperoleh sebanyak 24 orang laki-laki yang termasuk kelompok teratur pakai shabu dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Seluruh subjek mengakui bahwa jenis NAPZA yang paling dominan digunakan adalah shabu dan hal tersebut dikuatkan dengan data di Buku Induk PSPP


(43)

Insyaf. Sampel yang digunakan adalah whole stimulated saliva karena metode ini lebih sering digunakan disebabkan oleh prosedurnya yang cukup mudah dilakukan dan umumnya dilakukan pada pasien dengan keluhan mulut kering.

5.1 Karakteristik Umum Subjek Yang Diteliti

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4) maka dapat dilihat beberapa karakteristik umum mantan pecandu shabu, seperti jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, masa rehabilitasi, status mental, dan penyakit sistemik. Semua subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki (100%). Hal tersebut dikarenakan PSPP Insyaf hanya dikhususkan menerima korban penyalahguna NAPZA laki-laki. Pecandu shabu laki-laki menjadi fokus dunia dikarenakan sesuai penelitian United Nation Office on

Drugs and Crime (UNODC) pada tahun 2012 yang menyebutkan bahwa pecandu

NAPZA berjenis kelamin laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan pecandu shabu perempuan. Hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2011 menyebutkan bahwa rasio pecandu NAPZA laki-laki terhadap perempuan adalah 4 berbanding 1.1,46 Selain itu berdasarkan penelitian BNN pada anak SMU, diketahui bahwa siswa laki-laki berpeluang 29,77 kali lebih besar untuk menyalahgunakan NAPZA dibandingkan siswa perempuan. Salah satu teori penyebab ketergantungan zat menyatakan bahwa ada kecenderungan anak laki-laki memiliki pandangan harus berprestasi, berkerja keras, bertanggung jawab kepada keluarga, sehingga mereka cenderung melakukan pelarian kepada NAPZA untuk mengurangi beban tanggung jawab tersebut. Selain itu, pergaulan anak laki-laki lebih luas dibandingkan anak perempuan, menyebabkan anak laki-laki lebih rentan menjadi korban penyalahgunaan NAPZA. Faktor-faktor tersebut diduga menjadi penyebab prevalensi korban penyalahguna NAPZA lebih banyak pada laki-laki dibandingkan pada perempuan.1,46,47

Departemen Kesehatan (Depkes) RI tahun 2009 membagi menjadi 9 kategori usia, tiga kategori diantaranya yaitu masa remaja awal (12-16 tahun), masa remaja akhir (17-25 tahun), dan masa dewasa awal (26-35 tahun). Pada Tabel 4, kategori umur terbanyak yang menjadi korban penyalahgunaan shabu adalah pada kelompok usia 17-25 tahun yaitu sebesar 59% dan paling sedikit pada kelompok usia 12-16


(44)

tahun (8%). Rentang usia subjek penelitian dimulai dari 16-31 tahun, dimana tidak terdapat pembatasan usia pada penelitian ini dikarenakan sesuai hasil survei UNODC pada tahun 2012 yang mendapati usia rentan korban penyalahgunaan NAPZA adalah 16-64 tahun dan memuncak pada kelompok usia 18-25 tahun.1,48 Kelompok usia 17-25 tahun termasuk ke dalam kategori remaja akhir yang pada umumnya masih berstatus sebagai pelajar. Usia remaja merupakan sasaran strategis peredaran gelap NAPZA di seluruh dunia termasuk di Indonesia.46,47 Masa remaja ditandai dengan perobahan yang pesat baik fisik, psikologis dan sosialnya. Perobahan psikologis remaja yang sedang mengalami masa transisi menuju dewasa, menimbulkan karakter yang labil sehingga mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Pergejolakan antara keinginan dan kenyataan menyebabkan masa remaja lebih mudah mengalami depresi, stres, dan apatis sehingga mudah terjerumus ke dalam penyalahgunaan NAPZA sebagai bentuk pelarian dari masalah. Selain faktor individu tersebut, hasil survei UNODC menyebutkan bahwa shabu yang memiliki image yang baik yaitu, sebagai vitamin, doping, moodbooster dan penambah tenaga, menyebabkan banyak pelajar dan pekerja muda menyalahgunakan shabu dengan tujuan untuk mempermudah mereka dalam menyelesaikan tugas pekerjaan.45,46,47

Tingkat pendidikan pecandu shabu sangat bervariasi dan ada dalam setiap tingkatan pendidikan dimulai dari tingkat sekolah dasar hingga sarjana. Pendidikan terakhir yang paling umum pada mantan pecandu shabu adalah tingkat pendidikan menengah (SMA/SMK) sebesar 71%. Hal tersebut sesuai dengan data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) pada tahun 2001 yang menunjukkan tingkat pendidikan terakhir pecandu narkoba adalah SMA/SMK. Tingginya prevalensi pada tingkat pendidikan menengah ini menunjukkan bahwa masa SMA/SMK sangat rentan menyalahgunakan shabu dan menyebabkan ketergantungan. Setelah ketergantungan pada shabu maka orang tersebut akan sulit menjalani aktivitas seperti normal sehingga cenderung putus sekolah.49,50 Hal tersebut koherens dengan hasil penelitian ini (Tabel 4) bahwa tingkat pendidikan mantan pecandu shabu di atas SMA/SMK (diploma dan sarjana) sangat jarang yaitu masing-masing hanya 4%.


(45)

Setiap mantan pecandu narkoba di PSPP Insyaf akan menjalani proses rehabilitasi selama 9 bulan. Untuk melihat perkembangan proses rehabilitasi terhadap pemulihan kesehatan rongga mulut, khususnya volume, pH dan kadar ion kalsium saliva pada pecandu shabu maka subjek penelitian dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan masa rehabilitasi yaitu 1-3 bulan, 4-6 bulan dan 7-9 bulan.

Dalam penelitian ini seluruh subjek harus bebas dari riwayat gangguan mental. Gangguan mental yang dimaksud adalah kondisi yang menimpa seseorang berupa gejala-gejala gangguan dan penyakit kejiwaan seperti psikosis, depresi dan ansietas sehingga tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan secara normal.37 Hal tersebut bertujuan agar subjek penelitian dapat kooperatif dan mengikuti prosedur penelitian sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan pengisian kuesioner dan pengumpulan saliva. Pada Tabel 4 didapati seluruh subjek penelitian (100%) tidak memiliki riwayat gangguan mental. Selain riwayat gangguan mental, seluruh subjek tidak boleh memiliki riwayat penyakit sistemik tertentu. Penyakit sistemik yang dimaksud adalah penyakit yang dapat mempengaruhi terhadap kuantitas dan kualitas saliva seperti diabetes meilitus, penyakit ginjal, infeksi HIV dan lain-lain.14 Selain itu dikhawatirkan terjadi induksi obat-obatan penyakit sistemik yang dapat menghambat sekresi saliva seperti antihipertensi dan antidepresan.14,16 Oleh karena itu, untuk menghindari hasil yang bias maka riwayat gangguan mental dan penyakit sistemik menjadi kriteria eksklusi penelitian ini.

5.2 Gambaran Riwayat Menyalahgunakan Shabu

Hingga saat ini belum ada definisi yang disepakati oleh para ahli terkait pengklasifikasian untuk menentukan batas seseorang sebagai pecandu ringan dan pecandu berat. Ada yang menggunakan pendekatan medis, psikologi, frekuensi pakai atau kombinasinya.46,47 Dalam penelitian ini peneliti mengklasifikasikan pengguna narkoba menurut frekuensi penyalahgunaan. Menurut Mizner dan Johnson, kategori terbagi menjadi tiga yaitu kategori eksperimental (coba pakai) yaitu pernah mencoba 1-2 kali dalam seumur hidup, kategori occasional 3-9 kali, dan kategori reguler (teratur pakai) yaitu menyalahgunakan shabu secara teratur minimal 1 kali perminggu


(46)

dalam 1 tahun.46 Dalam Tabel 5 didapati seluruh subjek penelitian ini (100%) termasuk ke dalam kategori reguler (teratur pakai). Hal tersebut telah sesuai dengan ekspektasi atau tujuan penelitian yang hanya fokus terhadap penyalaguna narkoba kelompok reguler saja.

Hasil penelitian diperoleh mantan pecandu shabu ke dalam beberapa kelompok frekuensi penyalahgunaan. Frekuensi terbanyak terjadi pada kelompok penyalahgunaan 15-21 kali per minggu dan terendah pada kelompok penyalahgunaan lebih dari 21 kali per minggu. Kelompok penyalahgunaan 15-21 kali ini menunjukkan mereka menyalahgunakan shabu setiap hari (daily consumption), dengan rerata penggunaan 2-3 kali per harinya. Hasil tersebut relevan dengan penelitian Brown dkk di California pada tahun 2012 yang menunjukkan sebanyak 45,8% pecandu shabu cenderung akan menyalahgunakan secara reguler setiap harinya, minimal satu kali dalam sehari.51 Pada tahap ketergantungan pada shabu maka pecandu shabu akan meningkatkan dosis atau frekuensi penggunaannya.1,34,46

Dalam penelitian ini mantan pecandu shabu terbagi menjadi 3 kelompok berdasarkan durasi pemakaiannya, yaitu kelompok dengan durasi penyalahgunaan 1-4 tahun, 5-8 tahun dan lebih dari 8 tahun. Pada Tabel 5 diperoleh lebih dari separuh pecandu shabu telah menyalahgunakan shabu selama 1-4 tahun (58%) dan terendah kelompok penyalahgunaan lebih dari 8 tahun. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Brown dkk tahun 2012 dan Saragih tahun 2009.47,51 Penelitian Brown dkk di California pada tahun 2012 menunjukkan durasi menyalahgunakan shabu dengan frekuensi terbesar adalah pada kelompok dibawah lima tahun (<5 tahun) yaitu sebanyak 47%. Saragih tahun 2009 meneliti pada mantan pecandu NAPZA di Pusat Rehabilitasi Sibolangit memperoleh proporsi tertinggi penyalahgunaan NAPZA berdasarkan lama pemakaian adalah kurang dari 5 tahun (1-4 tahun) yaitu 60,4% dan terendah adalah kelompok lebih dari 10 tahun.47,51 Hasil penelitian didapati rerata durasi penyalahgunaan shabu selama 5,04 tahun dengan standar deviasi 2,76 dengan

coefisien of variation > 7 % artinya durasi lama penyalahgunaan rata-rata mantan


(47)

hasil penelitian Ravenel pada tahun 2012 pada pecandu shabu di Carolina, yaitu dengan rerata 5,67 tahun standar deviasi 1,83.17

Pada penelitian ini (Tabel 5) didapati hampir seluruh mantan pecandu (23 orang) shabu menyalahgunakan shabu dengan cara dihisap dan hanya satu orang yang menyalahgunakan shabu secara intranasal. Proporsi yang tidak seimbang tersebut menyebabkan nilai rerata volume saliva berdasarkan cara menyalahgunakan shabu tidak dapat terlihat kemaknaannya secara statistik maupun secara klinis, sehingga pada penelitian ini efek penyalahgunaan shabu terhadap volume, pH dan kadar ion kalsium yang distimulasi pada mantan pecandu shabu berdasarkan cara menyalahgunakan tidak dapat dibahas lebih lanjut. Penyalahgunaan shabu dengan alat bong (dihisap) sangat marak digunakan karena mudah dibuat dan bahan-bahannya sangat sederhana. Selain itu para pecandu shabu meyakini bahwa bong merupakan cara yang paling aman digunakan untuk kesehatan. Hal tersebut hampir benar, dikarenakan zat-zat psikoaktif dalam shabu yang masuk ke dalam saluran pernafasan dapat tersaring melalui molekul-molekul yang ada dalam air, sehingga asap yang keluar dari pipa lebih lembut dibandingkan yang dibakar langsung menggunakan kertas tapir. Tetapi, hasil penelitian di Amerika Serikat menunjukkan para pecandu narkoba yang menggunakan bong cenderung meningkatkan dosis atau frekuensi agar mencapai efek high atau binge.21,43 Hasil penelitian tersebut relevan dengan temuan BNN (Badan Narkotika Nasional) tahun 2002 yang menyatakan pecandu narkoba dengan cara dihisap (bong) cenderung akan terus meningkat, seperti jumlah pada tahun 2001 hanya 26,7% dan meningkat menjadi 42,3% pada tahun 2002. Ravenel tahun 2012 di California juga mendapati cara penyalahgunaan shabu dengan prevalensi terbesar adalah dengan cara dihisap yaitu sebesar 62,5%. Pada penelitian ini tidak dijumpai pecandu shabu suntik, dikarenakan jumlah pecandu shabu suntik telah menurun tajam , disebabkan oleh penurunan suplai shabu jenis

fluid dan ketakutan akan bahaya HIV/AIDS serta overdosis.46,47

Lama berhenti menyalahgunakan shabu atau waktu terakhir kali menyalahgunakan shabu diinterpretasikan dari masa rehabilitasi subjek penelitian, dikarenakan di PSPP Insyaf Medan mantan pecandu shabu tidak diperkenankan lagi


(48)

menyalahgunakan narkoba jenis apapun. Pihak panti rehabilitasi menggantikan ketergantungan shabu dengan cara memberikan rokok dengan jumlah tertentu setiap harinya. Subjek penelitian berdasarkan lama berhenti menyalahgunakan shabu dibagi dalam tiga kategori untuk melihat perkembangan pemulihan setelah proses rehabilitasi. Berdasarkan Tabel 5 didapati 46% subjek penelitian telah menjalani masa rehabilitasi selama 4-6 bulan dan selebihnya telah menjalani masa rehabilitasi selama 1-3 bulan (37%) dan 7-9 bulan (17%).

Pada Tabel 5 diperoleh hampir separuh mantan pecandu shabu di PSPP Insyaf pernah mengonsumsi narkoba jenis lainnya (poly drugs). Hal ini sulit dihindari, dikarenakan pecandu narkoba jenis apapun akan cenderung mencoba-coba jenis narkoba lainnya untuk memenuhi hasrat keingintahuannya (eksperimental).13,21,47 Ganja merupakan jenis narkoba yang paling banyak dicoba oleh mantan pecandu shabu dalam penelitian ini (64%) dikuti oleh ekstasi (27%) dan putau (9%). Hal tersebut tidak mengherankan mengingat ganja, ekstasi dan putau merupakan narkoba yang sangat marak digunakan di Indonesia selain shabu.20,47 Penelitian BNN pada tahun 2011 menunjukkan 4 jenis narkoba yang paling sering disalahgunakan di Indonesia adalah ganja (40%), shabu (35%), ekstasi (12%) dan putau (3%).46 Meskipun pada penelitian ini beberapa subjek pernah mengonsumsi narkoba jenis lainnya, tetapi tetap shabu adalah jenis narkoba yang paling dominan dikonsumsi oleh seluruh subjek penelitian.

5.3 Pengaruh Frekuensi, Durasi, dan Lama Berhenti Menyalahgunakan Shabu terhadap Volume Saliva Mantan Pecandu Shabu

Hasil uji Oneway Anova (Tabel 6) menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0,05) antara frekuensi menyalahgunakan shabu dengan penurunan rerata volume saliva. Ini berarti hipotesis penelitian diterima, artinya rerata volume saliva mantan pecandu shabu dipengaruhi oleh frekuensi menyalahgunakan shabu. Semakin tinggi frekuensi menyalahgunakan shabu maka semakin rendah volume saliva. Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian Rau dkk pada tahun 2006 di Salt Lake City yang menyatakan bahwa efek samping shabu berhubungan erat dengan frekuensi dan


(49)

intensitas menyalahgunakan shabu.52 Hasil penelitian diperoleh bahwa mantan pecandu shabu yang menggunakan shabu lebih dari satu kali per harinya (daily

consumption) akan menunjukan rerata volume saliva yang rendah. Hasil tersebut

terlihat dari uji post hoc test antara kelompok 1-7 dengan kelompok 15-21 kali per minggu. Motif para pecandu menyalahgunakan shabu secara terus-menerus dikarenakan sifat adiktif shabu, sehingga ketika efek shabu hilang maka pecandu shabu akan merasakan kelelahan dan kegelisahan.24,45,52 Penyalahgunaan terus-menerus berakibat terhadap kerusakan dan penyusutan akson dopaminergik dan serotonergik serta berkurangnya jumlah transporter dopamin (DAT atau dopamine

transporter), norepineprin (NET atau norephineprin transporter) dan transporter

serotonin (SERT atau serotonin transporter) di bagian otak yang mengatur sekresi saliva, seperti di medula spinalis dan amigdala.21,23,55 Penurunan kadar DAT dan SERT di amigdala (pusat emosi), menyebabkan mantan pecandu shabu mudah mengalami stres dan cemas.21,23,53 Hal tersebut dapat menghambat proses sekresi saliva dikarenakan keadaan emosionil tersebut merangsang terjadinya pengaruh simpatik dari sistem saraf otonom dan menginhibisi sistem parasimpatik yang menyebabkan volume sekresi menurun tetapi kaya protein. 23,34-36

Hasil uji Oneway Anova (Tabel 7) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara durasi menyalahgunakan shabu dengan penurunan volume saliva mantan pecandu shabu (p<0,05). Ini berarti hipotesis penelitian diterima, artinya rerata volume saliva mantan pecandu shabu dipengaruhi oleh durasi menyalahgunakan shabu. Semakin lama durasi menyalahgunakan shabu maka semakin rendah volume saliva. Penyalahgunaan shabu jangka panjang menyebabkan kerusakan-kerusakan pembuluh darah kelenjar saliva yang disebabkan oleh stimulasi terus-menerus pada α-1 adrenoreceptor, sehingga menyebabkan vaskulitis nekrosis yaitu berupa peradangan pada dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh nekrosis jaringan fibrin dan infiltrasi leukosit pada dinding pembuluh darah. 21-24,53,54 Akibatnya kelenjar saliva kekurangan suplai cairan, menyebabkan hipoksia jaringan serta membatasi proses reabsorbsi ion natrium dari lumen duktus. Pada penelitian ini


(50)

terlihat efek shabu begitu kuat pada penyalahgunaan shabu lebih dari 8 tahun dikarenakan nilai rerata saliva yang sangat rendah (1,7 mL/5menit).4

Hasil uji Oneway Anova (Tabel 6) menunjukkan pengaruh yang signifikan antara lama berhenti menyalahgunakan shabu dengan peningkatan rerata volume saliva mantan pecandu shabu. Dengan kata lain hipotesis diterima, yaitu lama berhenti meyalahgunakan shabu mempengaruhi rerata volume saliva mantan pecandu shabu. Sesuai Tabel 6, maka terjadi peningkatan rerata volume saliva seiring semakin lamanya berhenti menyalahgunakan shabu. Pada penelitian terlihat pengaruh shabu terhadap penurunan volume sekresi saliva terjadi pada kelompok pecandu shabu yang baru berhenti menyalahgunakan shabu selama 1-3 bulan 4-6 bulan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh shabu masih terjadi meskipun subjek telah berhenti mengonsumsi shabu. Hasil klinis tersebut diperkuat oleh data kuesioner penelitian yang menemukan hampir separuh mantan pecandu shabu (46%) masih merasakan mulut kering meski telah direhabilitasi. Penelitian Buffenstein dkk tahun 1997 di Hawai, menemukan bahwa pengaruh penyalahgunaan shabu terus berlanjut selama berbulan-bulan meskipun pecandu telah berhenti menyalahgunakan shabu. 22 Tetapi meskipun demikian banyak peneliti sepakat bahwa seiring waktu maka pemulihan akan terjadi.21,53 Penelitian Wang dkk pada tahun 2004 menunjukkan bahwa pemulihan parsial dapat terjadi pada mantan pecandu shabu yang telah berhenti di atas 6 bulan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan volume sekresi kembali normal pada kelompok mantan pecandu shabu dengan lama berhenti 7-9 bulan. Hasil uji post hoc test terlihat perbedaan rerata volume saliva yang signifikan (p<0,000) antara kelompok 1-3 bulan dengan 7-9 bulan, hal tersebut menunjukan bahwa pengaruh shabu sangat kuat pada kelenjar saliva mantan pecandu shabu yang baru saja berhenti mengonsumsi shabu, tetapi efek tersebut akan berkurang seiring lama berhentinya shabu dan normal kembali pada kurun waktu 7-9 bulan kemudian.

Dalam waktu berbulan-bulan maka zat toksis shabu telah banyak dieksresikan sehingga dampak terhadap tubuh semakin berkurang. Pemulihan ini terjadi seiring regenerasi sel-sel saraf dan peningkatan jumlah reseptor saraf di kelenjar saliva,


(51)

menyebabkan regulasi sekresi saliva kembali normal. Kondisi psikis mantan pecandu shabu yang telah lama menjalani rehabilitasi semakin pulih dan normal, tidak mudah cemas, emosi, dan paranoid, sehingga kondisi psikologis tersebut tidak lagi menyebabkan gangguan regulasi sekresi saliva. Akhirnya volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu shabu kembali normal. 6,24,52

5.4 Pengaruh Frekuensi, Durasi, dan Lama Berhenti Menyalahgunakan Shabu terhadap pH Saliva yang Distimulasi pada Mantan Pecandu Shabu

Shabu merupakan senyawa kimia yang berbahaya bagi tubuh. Bahan dasar shabu berasal dari zat-zat toksik seperti P2P (phenyl-2-propanone), metilamin (derivat amonia), asam hidroklorid, asam formik dan merkuri.15,19 Penelitian Grobler dkk tahun 2011 di Cape Town terhadap 29 sampel shabu yang tersebar di pasar bebas menemukan bahwa shabu memiliki derajat keasaman yang rendah dan di bawah pH kritis saliva (pH <5,6). Hal tersebut tentunya dapat mempengaruhi derajat keasaman rongga mulut pecandu shabu dikarenakan asam klorida akan terakumulasi dalam cairan rongga mulut dan menyebabkan penurunan pH saliva. Selain itu, shabu dapat menurunkan pH saliva akibat asap hasil pembakaran shabu. Asap pembakaran shabu yang terdiri dari karbondioksida juga dapat menurunkan pH saliva dengan cara berikatan dengan kandungan air pada saliva, mengeluarkan ion hidrogen dan membentuk asam.41,57 Penelitian terbaru, shabu dapat dideteksi di dalam cairan rongga mulut, dikarenakan siklus perjalanan shabu dalam tubuh mulai dari plasma, melintasi membran kapiler, lalu basal membran, lalu menuju sel epitel kelenjar saliva hingga pada akhirnya diekskresikan ke dalam cairan rongga mulut. Hal tersebut turut merobah keadaan pH saliva.55,58 Penelitian Schepers dkk tahun 2003 terhadap 130 orang yang masih menyalahgunakan shabu, menemukan rerata pH saliva pecandu shabu yaitu pH 6 dengan standar deviasi sebesar 0,6.58 Tetapi pada penelitian ini seluruh subjek (100%) menunjukkan pH saliva yang normal dengan rerata pH saliva yaitu 7,754. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ravenel MC., dkk tahun 2012 terhadap pecandu shabu di Amerika dimana 12 orang mantan pecandu shabu dari total 14 subjek memiliki pH saliva (stimulasi) kategori normal dengan rentang


(52)

6,8-7,8.12 Penelitian tersebut diperkuat oleh temuan Woyceichoski dkk pada tahun 2011 bahwa pH pada pecandu kokain dalam masa rehabilitasi yaitu 7,11 dengan standar deviasi sebesar 0,212.12,23

Pada hasil penelitian (Tabel 8 dan Tabel 9) tidak terdapat pengaruh yang signifikan (p>0,05) antara frekuensi, durasi dan lama berhenti menyalahgunakan shabu terhadap penurunan rerata pH saliva. Ini berarti hipotesis penelitian ditolak, artinya rerata pH saliva mantan pecandu shabu tidak dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lama berhenti menyalahgunakan shabu. Hal ini diduga karena subjek penelitian sudah tidak lagi menyalahgunakan shabu sehingga efek penurunan pH saliva tidak terlihat. Dugaan tersebut diperkuat oleh penelitian Schepers dkk pada tahun 2003 yang menemukan bahwa penurunan pH saliva ini bersifat akut dikarenakan shabu hanya bertahan selama 24 jam dalam plasma sehingga sudah tidak terdapat di dalam cairan rongga mulut.Selain itu mantan pecandu shabu sudah tidak lagi terpapar oleh asap pembakaran shabu yang bersifat asam sehingga pH saliva kembali normal.58

Setiap harinya cairan saliva diproduksi baru oleh kelenjar saliva, sehingga pH saliva akan kembali normal dan pada prinsipnya banyak hal yang mempengaruhi derajat keasaman pH saliva seperti irama circadian, diet dan kebersihan rongga mulut. Hasil wawancara dengan pihak panti bahwa mantan pecandu shabu dalam masa rehabilitasi tidak lagi memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan bersifat asam dan lebih sering mengonsumsi makanan berserat dan berprotein. Selain itu data kuesioner menunjukkan hampir seluruh subjek (79%) memiliki kebiasaan menyikat gigi yang baik (2-3kali sehari) sehingga dapat mencegah penumpukan plak dan debris yang dapat mempengaruhi pH lokal rongga mulut mantan pecandu shabu.

5.5 Pengaruh Frekuensi, Durasi, Cara dan Lama Berhenti Menyalahgunakan Shabu terhadap Kadar Ion Kalsium Saliva yang Distimulasi pada Mantan Pecandu Shabu

Hasil uji Oneway Anova (Tabel 10) menunjukkan pengaruh yang signifikan (p<0,05) antara frekuensi menyalahgunakan shabu dengan penurunan kadar ion


(53)

kalsium saliva, ini berarti hipotesis penelitian diterima, artinya rerata kadar ion kalsium saliva dipengaruhi oleh frekuensi menyalahgunakan shabu dan terjadi penurunan kadar ion kalsium saliva seiring meningkatnya frekuensi menyalahagunakan shabu.59,60 Penggunaan shabu dengan frekuensi dan intensitas tinggi bersifat neurotoksik pada hipotalamus dan striatum sebagai pusat pengaturan suhu tubuh dan lokomotor. Akibatnya suhu tubuh terus meningkat (hipertermia) dan otot-otot akan terus kontraksi (hiperaktivitas) berkepanjangan. Dengan kata lain tubuh memerlukan banyak energi dan proses pembentukan energi memerlukan ion kalsium untuk merobah ADP menjadi ATP, menyebabkan cadangan kalsium dalam otot akan berkurang dan dalam pemakaian intensitas tinggi akan mempengaruhi cadangan kalsium dalam darah. Penurunan kadar kalsium dalam darah akan mempengaruhi suplai ion kalsium ke dalam kelenjar saliva, menyebabkan penurunan kadar ion kalsium di dalam saliva mantan pecandu shabu.23,53,60

Hasil uji Kruskal-Wallis (Tabel 11) menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara durasi penyalahgunaan shabu terhadap penurunan rerata kadar ion kalsium saliva (p<0,05), ini berarti hipotesis penelitian diterima. Penurunan kadar ion kalsium terjadi seiring semakin lamanya penyalahgunaan shabu. Hubungan tersebut dapat terlihat pada penelitian Koreim dan Soleiman di Kairo tahun 2014 pada tikus yang diberikan shabu secara jangka panjang. Soleiman menemukan bahwa shabu dapat menyebabkan kerusakan pada organ liver yang bersifat reversibel dengan cara menghasilkan reactive oxygen species (ROS) sehingga menyebabkan situasi kritis yang disebut oxidative stres. Toksisitas shabu menyebabkan penurunan kadar albumin yang berfungsi penting sebagai pengikat berbagai ligan, khususnya kalsium.63,64 Setiap penurunan albumin serum (g/dL) menurunkan kalsium serum sebesar 0,8 mg/dL, akibat kalsium tetap bebas (yang terionisasi) dan menyebabkan tidak tersuplainya kalsium ke dalam berbagai sel atau jaringan termasuk suplai kalsium ke dalam kelenjar saliva. Hal tersebut yang diduga menyebabkan kadar ion kalsium pada saliva mantan pecandu shabu rendah.65 Secara klinis terlihat perbedaan rerata kadar ion kalsium yang cukup signifikan antara kelompok durasi 1-4 tahun dan >8 tahun, menunjukan bahwa shabu memerlukan waktu yang sangat lama hingga bisa


(54)

mempengaruhi rerata ion kalsium saliva, karena pada kelompok 1-4 dan 4-8 tahun ion kalsium masih normal (Tabel 11).

Penurunan kadar ion kalsium yang dipengaruhi frekuensi dan durasi penyalahgunaan (Tabel 10 dan Tabel 11) relevan dengan terjadinya penurunan volume saliva pada mantan pecandu shabu ( Tabel 6 dan Tabel 7). Hal ini diduga karena penurunan volume saliva akan mempengaruhi kuantitas komponen di dalamnya termasuk ion kalsium saliva.20 Hal tersebut sesuai dengan temuan Neilsen tahun 1987 bahwa akan terjadi peningkatan permeabilitas ion kalsium seiring meningkatnya laju aliran saliva, sebaliknya ketika terjadi penurunan laju aliran saliva maka influx ion kalsium ke kelenjar saliva akan berkurang juga.66

Hasil uji Oneway Anova (Tabel 10) menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan (p<0,05) dari lama berhenti menyalahgunakan shabu terhadap peningkatan rerata ion kalsium saliva, itu artinya hipotesis diterima. Berdasarkan Tabel 10 didapati semakin lama pecandu shabu tidak lagi menyalahgunakan shabu, maka semakin tinggi peningkatan kadar kalsium saliva. Dalam penelitian terlihat bahwa pengaruh shabu bertahan hingga 6 bulan, setelah itu kadar ion kalsium saliva kembali normal pada kelompok mantan pecandu shabu dengan lama berhenti mengonsumsi shabu selama 7-9 bulan (Tabel 10). Pemulihan terjadi seiring membaiknya proses metabolisme kalsium di liver menyebabkan kelenjar saliva mendapatkan asupan ion kalsium yang cukup, hiperaktivitas tubuh berkurang seiring terjadinya regenerasi sel-sel saraf di pusat motorik, dan akhirnya sekresi ion kalsium ke dalam saliva kembali normal.25,61,62

Peningkatan kadar ion kalsium saliva pada mantan pecandu shabu berkaitan juga dengan asupan yang didapatkan selama masa rehabilitasi di PSPP Insyaf. Setelah hasil wawancara subjek rutin diberikan susu kaleng sebanyak 2 kali sehari sebagai bentuk pemenuhan asupan nutrisi yang bergizi. Pada mantan pecandu shabu memang diperlukan keseimbangan asupan makanan dan minuman yang bergizi seperti susu untuk mempercepat proses pemulihan sel-sel somatik dan hemostasis neurobiologis.61 Susu merupakan makanan alami yang sempurna, karena sebagian besar zat gizi esensial berada dalam susu, termasuk mineral dan multivitamin. Susu dapat memberi


(55)

asupan kalsium sebesar 143 mg per 100 gram susu sapi, sehingga semakin sering pecandu shabu mengonsumsi susu maka akan meningkatkan kembali kadar ion kalsium dalam tubuh termasuk dalam saliva. Susu juga banyak mengandung protein yang dapat memicu perbaikan sel-sel saraf yang rusak dan mempercepat proses detoksifikasi shabu dalam tubuh khususnya di liver mantan pecandu shabu.61,62

5.6 Hubungan Antara Kadar Ion Kalsium dan Volume Saliva yang Distimulasi pada Mantan Pecandu Shabu

Douglas dan Poisner tahun 1963 merupakan ilmuan yang pertama kali menunjukkan bahwa kalsium terlibat dalam regulasi sekresi saliva. Sekresi saliva terjadi bila terdapat ion kalsium berdifusi dari ekstraselular ke dalam sel. Regulasi ion kalsium dan aliran saliva sama-sama dipengaruhi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatis dan parasimpatis. Sehingga terjadi korelasi searah antara tingkat kadar ion kalsium dengan volume aliran saliva (Gambar 9).66

Neilsen dan Petersen tahun 1972 menunjukkan bahwa setelah adanya

rangsangan kelenjar saliva oleh muskarinik dan α-1 adrenergik menyebabkan penyerapan dan pengeluaran ion kalsium meningkat pada sel asinar. Hemostasis ion kalsium intraselular dan permeabilitas membran terhadap ion kalsium akan berobah setelah distimulasi oleh muskarinik dan α-1 adrenergik.66

Ion kalsium berperan dalam proses pemindahan cairan dari membran basolateral melewati membran apikal dan kemudian memasuki lumen, sehingga dibutuhkan jumlah ion kalsium yang banyak untuk memindahkan cairan saliva dalam keadaan terstimulasi. Oleh karena itu akan terjadi peningkatan penyerapan ion kalsium dari ekstraselular menuju intraselular seiring terjadinya peningkatan aliran saliva.Di intraselular ion kalsium disimpan di dalam retikulum endoplasma dan akan

dikeluarkan menuju cairan saliva ketika mendapat rangsangan muskarinik dan α-1 adrenergik.66,67

Pada pecandu shabu terjadi gangguan regulasi kalsium dan juga terjadi gangguan pada pusat saraf otonom di medula spinalis sehingga mempengaruhi volume saliva dan kadar ion kalsium pada saliva yang distimulasi.21,23,63 Gangguan


(1)

2.4.1 Fisiologi Saliva ... 22

2.4.2 Persarafan Saliva ... 23

2.4.3 Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva ... 24

2.5 Pengaruh Shabu Terhadap Saliva ... 26

2.5.1 Pengaruh Shabu Terhadap Volume Saliva ... 26

2.5.2 Pengaruh Shabu Terhadap pH Saliva ... 27

2.5.3 Pengaruh Shabu Terhadap Ion Kalsium Saliva ... 29

2.6 Spektrofotmeter Serapan Atom (SSA) ... 29

2.7 Kerangka Teori ... 30

2.8 Kerangka Konsep ... 32

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

3.2.1 Tempat Penelitian ... 33

3.2.2 Waktu Penelitian ... 33

3.3 Populasi dan Sampel... 33

3.3.1 Populasi ... 33

3.3.2 Sampel ... 33

3.3.2.1 Besar Sampel ... 34

3.4 Kriteria Sampel ... 34

3.4.1 Kriteria Inklusi... 34

3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 34

3.5 Variabel Penelitian ... 34

3.6 Definisi Operasional ... 35

3.7 Alat dan Bahan ... 37

3.7.1 Alat ... 37

3.7.2 Bahan ... 37

3.8 Prosedur Penelitian ... 37

3.8.1 Pengumpulan Data Demografi ... 38

3.8.2 Pengisian Kuesioner ... 38

3.8.3 Pengumpulan Saliva ... 38

3.8.4 Pengukuran Volume Saliva ... 38

3.8.5 Pengukuran pH Saliva ... 38

3.8.6 Pengukuran Kadar Ion Saliva ... 39

3.8.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 39

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Umum Subjek yang Diteliti ... 40

4.2 Volume Saliva yang Distimulasi pada Mantan Pecandu Shabu Berdasarkan Frekuensi, Durasi, dan Lama Henti Menyalahgunakan Shabu... 42 4.3 pH Saliva yang Distimulasi pada Mantan Pecandu Shabu


(2)

4.4 Ion Kalsium Saliva yang Distimulasi pada Mantan Pecandu Shabu Berdasarkan Frekuensi, Durasi, dan

Lama Henti Menyalahgunakan Shabu... 45 4.5 Hubungan Antara Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium

Saliva yang Distimulasi. ... 47

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Umum Subjek yang Diteliti ... 51 5.2 Gambaran Riwayat Menyalahgunakan Shabu ... 53 5.3 Pengaruh Frekuensi, Durasi, dan Lama Henti terhadap

Volume Saliva Mantan Pecandu Shabu ... 56 5.4 Pengaruh Frekuensi, Durasi, dan Lama Henti terhadap

pH Saliva Mantan Pecandu Shabu ... 59 5.5 Pengaruh Frekuensi, Durasi, dan Lama Henti terhadap

Kadar Ion Kalsium Saliva Mantan Pecandu Shabu ... 60 5.6 Hubungan Antara Kadar Ion Kalsium dan Volume

Saliva yang Distimulasi pada Mantan Pecandu Shabu... 63 5.7 Hubungan Antara Kadar Ion Kalsium dan pH Saliva

yang Distimulasi pada Mantan Pecandu Shabu ... 64 5.8 Hubungan Antara Volume dan pH Saliva yang

Distimulasi pada Mantan Pecandu Shabu ... 65 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 67 6.2 Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. ... Farmakokinetik shabu berdasarkan cara menyalahgunakannya. ... ... 11

2. ... Efek klinis shabu pada fase awal/akut ... 16 3. ... Efek klinis penyalahgunaan shabu

berdasarkan tingkat

Keparahannya ... 18 4. ... Karakteristi

k Umum Yang Diteliti ... 40 5. ... Gambaran

Riwayat Menyalahgunakan Shabu ... 41 6. ... Rerata

volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu

shabu di PSPP Insyaf Medan tahun 2014 berdasarkan frekuensi

dan lama berhenti menyalahgunakan shabu. ... 43 7. ... Rerata

volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu Shabu di PSPP Insyaf Medan tahun 2014 berdasarkan durasi

menyalahgunakan shabu. ... 44 8. ... Rerata pH

saliva yang distimulasi pada mantan pecandu shabu

di PSPP Insyaf Medan tahun 2014 berdasarkan frekuensi dan

lama berhenti menyalahgunakan shabu. ... 44 9. ... Rerata pH

saliva yang distimulasi pada mantan pecandu shabu

di PSPP Insyaf Medan tahun 2014 berdasarkan durasi menyalah-


(4)

10. ... Rerata kadar ion kalsium saliva pada mantan pecandu shabu di

PSPP Insyaf Medan tahun 2014 berdasarkan frekuensi dan lama

berhenti menyalahgunakan shabu ... 46

11. ... Rerata kadar ion kalsium saliva pada mantan pecandu shabu di PSPP Insyaf Medan tahun 2014 berdasarkan durasi menyalah- gunakan shabu ... 47

12. ... Hubungan korelasi antara rerata volume, ph dan kadar ion klasium saliva mantan pecandu shabu di pspp insyaf medan tahun 2014 ... 47

DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Berbagai macam sedian shabu (kristal dan powder) ... 8

2. Alat bong ... 9

3. Struktur kimia dari feniletilamin dan stereoisomers dari amfetamin dan metamfetamin. ... 10

4. Ringkasan jalur metabolisme shabu dalam liver ... 12

5. Mekanisme kerja shabu dalam ujung saraf ... 14

6. Perobahan penampilan pada pemakaian shabu jangka panjang ... 18

7. Manifestasi oral pada pecandu shabu ... 21

8. Grafik hubungan linear antara nilai rerata volume saliva dengan nilai rerata pH saliva pada mantan pecandu shabu di PSPP Medan ... 48

9. Grafik hubungan linear antara nilai rerata volume saliva dengan nilai rerata kadar ion kalsium saliva pada mantan pecandu Shabu di PSPP Medan. ... 49 10. Grafik hubungan linear antara nilai rerata pH saliva dengan nilai


(5)

(6)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

1. Data Base Sampel Penelitian 2. Kuesioner Penelitian

3. Glossary

4. Skema Penelitian

5. Informed Consent

6. Ethical Clearance

7. Hasil Analisa Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)