Analisa Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi Pada Pecandu Ganja di Pusat Rehabilitasi Insyaf Medan Tahun 2014

(1)

ANALISA VOLUME, pH DAN KADAR ION KALSIUM

SALIVA YANG DISTIMULASI PADA PECANDU

GANJA DI PUSAT REHABILITASI INSYAF

MEDAN TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

BEACTRIS LAMRIA NIM. 100600060

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Bagian Biologi Oral Tahun 2014

Beactris Lamria

Analisa Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi Pada Pecandu Ganja di Pusat Rehabilitasi Insyaf Medan Tahun 2014

xii + 68 halaman

Ganja adalah tanaman Cannabis sativa yang dikeringkan dan mengandung Delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) yang bersifat psikoaktif. Penyalahgunaan ganja di Sumatera Utara tahun 2011 mencapai 846 kasus. Penyalahgunaan ganja mengakibatkan masalah kesehatan rongga mulut, salah satunya akibat perubahan sekresi saliva pada pecandu ganja. Ganja dapat menyebabkan defisit fungsi fisiologis bahkan setelah berhenti mengonsumsi ganja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan mengonsumsi ganja dengan volume, pH dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Subjek yang diteliti adalah sebanyak 40 orang yang terdiri dari 30 orang mantan pecandu ganja dan 10 orang tanpa riwayat konsumsi ganja sebagai kelompok kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan terjadinya penurunan volume dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada pecandu ganja dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan mengonsumsi ganja dengan penurunan volume dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi antara kelompok mantan pecandu ganja dibandingkan dengan kelompok kontrol dan hal ini dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja. Tidak adanya hubungan mengonsumsi ganja pH saliva yang distimulasi antara kelompok mantan pecandu ganja dibandingkan dengan kelompok kontrol dan hal ini tidak dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja.

Kata kunci: ganja, saliva yang distimulasi, volume, pH, ion kalsium Daftar Rujukan: 49 (1994-2013)


(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujuai untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 16 Mei 2014

Pembimbing: Tanda tangan,

Rehulina Ginting, drg., MSi ... NIP. 195110181980032001


(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 16 Mei 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Rehulina Ginting, drg., MSi ANGGOTA : 1. Lisna Unita R., drg., M.Kes


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rehulina Ginting, drg., Msi., selaku Ketua Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, juga selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan, arahan, saran dan waktu yang sangat berguna dalam meningkatkan semangat dan motivasi penulis untuk penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof.Nazruddin , drg., Sp. Ort, Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Seluruh staf pengajar Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokeran Gigi USU yang telah memberikan saran, masukan dan semangat dalam penyelesaian skripsi.

3. Staf Departemen Biologi Oral, khususnya Kak Ngaisah dan Kak Dani yang telah membantu dalam hal administrasi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM selaku Dosen Pembimbing Akademis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi USU.

5. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi USU atas bimbingan yang telah diberikan selama penulis menjalankan kuliah.

6. Bapak Sinar Sebayang selaku Kepala Panti, Ibu Lisken selaku Kepala Bagian Rehabilitasi, Bang Lery, serta seluruh pegawai dan staf di Panti Sosial Parmadi Putra (PSPP) Insyaf Medan. Kak Henny selaku Koordinator Laboratorium, Kak Yade, serta seluruh pegawai dan staf di Laboratorium Penelitian Farmasi USU yang telah bersedia membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.


(6)

v

7. Mantan pecandu ganja di Panti Sosial Parmadi Putra (PSPP) Insyaf Medan yang telah bersedia menyediakan waktu untuk menjadi sampel penelitian.

8. Bu Maya Fitria yang telah memberikan waktu dan bimbingan dalam rancangan penelitian dan pengolahan data.

9. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis tercinta yaitu S. Simanjuntak dan D. Siagian serta kakak dan adik penulis yaitu Barlyra Angelia S., A.R. Deborasari S. dan Martin Wirajati S. yang selalu mendoakan, memberikan dukungan moril, semangat maupun materil selama ini.

10. Sahabat-sahabat terbaik penulis yaitu Uli, Jheny, Ajeng, Haifa, Winda, Titin, Emal, Dani, Jessica, Yohanes, Ricardo, Faber, Sondi yang telah bersedia meluangkan waktu dalam membantu penelitian. Serta senior dan teman-teman stambuk 2010 lainnya terutama yang membuat skripsi di Departemen Biologi Oral yaitu Kak Femy, Kak Anita, Kak Tellia, Kak Sri, Bang Wanda, Bang Aulia, Eka, Elin, Swee Fan, Ervi, Cindy, May, Michelle, Aryani, Joseph, Josua yang telah memberi semangat tiada henti kepada penulis.

Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Akhirnya tiada lagi yang dapat penulis ucapkan selain ucapan syukur sedalam-dalamnya kepda Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, 16 Mei 2014 Penulis,

\

(...) Beactris Lamria Simanjuntak


(7)

vi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Hipotesis Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 5

1.5.2 Manfaat Praktis ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pecandu Ganja ... 7

2.2 Ganja ... 8

2.2.1 Cara Mengonsumsi Ganja ... 9

2.2.2 Farmakologi Ganja ... 11

2.3 Pengaruh Ganja Terhadap Kesehatan ... 13

2.3.1 Kesehatan Sistemik ... 13

2.3.2 Kesehatan Rongga Mulut ... 15

2.4 Saliva ... 18

2.5 Pengaruh Ganja Terhadap Saliva ... 20

2.5.1 Pengaruh Ganja Terhadap volume saliva ... 20


(8)

vii

2.5.3 Pengaruh Ganja Terhadap ion kalsium dalam saliva ... 23

2.6 Kerangka Teori ... 25

2.7 Kerangka Konsep ... 26

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 27

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 27

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 27

3.2.2 Waktu Penelitian ... 27

3.3 Populasi Dan Sampel ... 27

3.3.1 Populasi ... 27

3.3.2 Sampel ... 27

3.3.2.1 Besar Sampel ... 28

3.4 Kriteria Inklusi Dan Ekslusi ... 28

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 28

3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 29

3.5 Variabel Dan Definisi Operasional ... 29

3.5.1 Variabel ... 29

3.5.1.1 Variabel Bebas ... 29

3.5.1.2 Variabel Tergantung ... 29

3.5.1.3 Variabel Terkendali ... 29

3.5.1.4 Variabel Tidak Terkendali ... 29

3.5.1.5 Variabel Kontrol ... 29

3.5.2 Definisi Operasional ... 30

3.6 Alat Dan Bahan Penelitian ... 31

3.6.1 Alat Penelitian ... 31

3.6.2 Bahan Penelitian ... 32

3.7 Pelaksanaan Penelitian ... 32

3.7.1 Pengisian Kuesioner ... 32

3.7.2 Pengumpulan Saliva Yang Distimulasi ... 33

3.7.3 Persiapan Sampel Saliva Yang Distimulasi ... 33

3.7.4 Pengukuran Volume Saliva Yang Distimulasi ... 33

3.7.5 Pengukuran pH Saliva Yang Distimulasi ... 34

3.7.6 Pengukuran Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi ... 34

3.7.6.1 Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kalsium ... 34

3.7.6.2 Pengukuran Kadar Ion Kalsium Sampel ... 35

3.8 Pengolahan Dan Analisis Data ... 37

3.9 Kerangka Penelitian ... 38


(9)

viii

BAB 5 PEMBAHASAN ... 50 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Persentase Distribusi Frekuensi Karakteristik

Umum Subjek Yang Diteliti ... 39 2 Hubungan Mengonsumsi Ganja Dengan Volume, pH

dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi Antara Kelompok Mantan Pecandu Ganja

dan Kelompok Kontrol ... 42 3 Hubungan Frekuensi Mengonsumsi Ganja Dengan Volume,

pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi Antara Kelompok Mantan Pecandu Ganja

dan Kelompok Kontrol ... 44 4 Hubungan Durasi Mengonsumsi Ganja Dengan Volume,

pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi Antara Kelompok Mantan Pecandu Ganja

dan Kelompok Kontrol ... 46 5 Hubungan Lamanya Berhenti Mengonsumsi Ganja Dengan Volume,

pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi Antara Kelompok Mantan Pecandu Ganja


(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Tanaman Cannabis sativa dan sediaan ganja ... 9

2 Struktur kimia Delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) ... 9

3 Konsumsi ganja dengan cara dilinting ... 10

4 Pipa air atau bong ... 11

5 Lokasi reseptor cannabinoid di otak ... 13

6 Pengaruh ganja terhadap kesehatan sistemik ... 15

7 Gambaran karies pada pecandu ganja ... 16

8 Lesi leukoplakia pada lateral lidah pecandu ganja ... 18

9 Letak anatomi kelenjar saliva mayor ... 19

10 Pengumpulan saliva yang distimulasi ... 33

11 Pengukuran volume saliva yang distimulasi ... 34

12 Pengukuran pH saliva yang distimulasi ... 34


(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Skema Alur Pikir 2. Kuesioner Penelitian

3. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian 4. Surat Persetujuan Komisi Etik Penelitian 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian 6. Lembar Hasil Penelitian


(13)

Fakultas Kedokteran Gigi Bagian Biologi Oral Tahun 2014

Beactris Lamria

Analisa Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi Pada Pecandu Ganja di Pusat Rehabilitasi Insyaf Medan Tahun 2014

xii + 68 halaman

Ganja adalah tanaman Cannabis sativa yang dikeringkan dan mengandung Delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) yang bersifat psikoaktif. Penyalahgunaan ganja di Sumatera Utara tahun 2011 mencapai 846 kasus. Penyalahgunaan ganja mengakibatkan masalah kesehatan rongga mulut, salah satunya akibat perubahan sekresi saliva pada pecandu ganja. Ganja dapat menyebabkan defisit fungsi fisiologis bahkan setelah berhenti mengonsumsi ganja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan mengonsumsi ganja dengan volume, pH dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Subjek yang diteliti adalah sebanyak 40 orang yang terdiri dari 30 orang mantan pecandu ganja dan 10 orang tanpa riwayat konsumsi ganja sebagai kelompok kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan terjadinya penurunan volume dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada pecandu ganja dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan mengonsumsi ganja dengan penurunan volume dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi antara kelompok mantan pecandu ganja dibandingkan dengan kelompok kontrol dan hal ini dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja. Tidak adanya hubungan mengonsumsi ganja pH saliva yang distimulasi antara kelompok mantan pecandu ganja dibandingkan dengan kelompok kontrol dan hal ini tidak dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja.

Kata kunci: ganja, saliva yang distimulasi, volume, pH, ion kalsium Daftar Rujukan: 49 (1994-2013)


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ganja adalah tanaman Cannabis sativa yang diolah dengan cara mengeringkan dan mengompres bagian tangkai, daun, biji dan bunganya yang mengandung banyak resin.1 Ganja juga dikenal dengan nama lain yaitu cannabis, herb, mariyuana, weed, ataupun grass.2 Ganja termasuk salah satu narkotika golongan I yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek ketergantungan.3 Ganja telah menjadi narkotika yang paling banyak diproduksi, diperdagangkan dan dikonsumsi di seluruh dunia selama beberapa dekade terakhir. Produksi ganja di dunia mencapai 13.300 hingga 66.100 ton per tahun. Indonesia merupakan produsen ganja kedua terbesar di dunia setelah India dengan luas lahan ganja sekitar 422 hektar. Ganja dikonsumsi oleh 75% pecandu narkotika di dunia dengan jumlah pecandu sekitar 119 hingga 224 juta orang.4 Di Indonesia, jumlah pecandu ganja pada tahun 2007 mencapai 9000 orang atau setara dengan 25% dari total pecandu narkotika dan menurut Badan Narkotika Nasional untuk kawasan Sumatera Utara, penyalahgunaan ganja mencapai 846 kasus pada tahun 2011.5-6 PSPP Insyaf Medan merupakan pusat rehabilitasi sosial khusus laki-laki dan memiliki program masa rehabilitasi selama sembilan bulan. Menurut Badan Kesehatan Dunia, dengan mengonsumsi ganja secara teratur maka seseorang akan mengalami ketergantungan dan disebut sebagai pecandu, sehingga dapat dikatakan bahwa mantan pecandu ganja merupakan orang yang sudah tidak mengonsumsi ganja secara teratur dan tidak menunjukkan tanda-tanda ketergantungan.1

Ganja dapat dikonsumsi dengan berbagai cara. Dengan cara dihirup atau dihisap baik dengan dilinting kemudian dihisap seperti rokok, melalui pipa biasa, ataupun melalui pipa air yang biasa disebut dengan bong dan dengan cara dimakan ataupun diminum.1,2,7,8 Namun, cara menghisap atau menghirup ganja merupakan cara yang


(15)

paling populer dan paling sering digunakan karena lebih praktis serta dapat menimbulkan efek lebih cepat.7 Di dalam ganja terdapat 400 substansi aktif atau semi aktif, diantaranya adalah lebih dari 60 substansi bahan kimia aktif yang disebut dengan cannabinoid. Delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) merupakan salah satu cannabinoid yang paling penting dan memiliki sifat psikoaktif. Tanaman Cannabis sativa pada umumnya mengandung 150 mg THC.8-10 Kandungan THC juga bervariasi sesuai dengan cara pengolahannya, di dalam ganja terdapat sekitar 4–8 % THC dari total cannabinoid.1 Efek THC dalam tubuh bergantung pada dosis yang diterima seseorang, dosis penggunaan THC yaitu 5–25 mg.9 Ganja yang disalahgunakan dan dikonsumsi lebih dari dosisnya akan menimbulkan masalah kesehatan dan mempengaruhi struktur dan fungsi otak, sistem kardiovaskular, sistem pernafasan, serta sistem reproduksi.2,7,8,9,11 Ganja mempengaruhi sistem tubuh manusia melalui ikatan THC dengan reseptor cannabinoid (CB).7 Reseptor cannabinoid memiliki konsentrasi yang tinggi pada otak sehingga efek akut dari mengonsumsi ganja adalah terjadinya perubahan emosional seseorang seperti halusinasi, euforia dan relaksasi.10,11-13 Bahkan setelah berhenti mengonsumsi ganja, para mantan pecandu ganja masih mengalami defisit fungsi fisiologis dan psikologis yang keparahannya bergantung pada usia ketika mengonsumsi ganja, lamanya mengonsumsi ganja, dan jumlah ganja yang digunakan.14

Pada pecandu ganja sering terjadi masalah-masalah penyakit gigi dan mulut seperti penyakit periodontal, karies, candidiasis serta perubahan pada epitel rongga mulut.7,11,13 Hal ini salah satunya disebabkan oleh kurang adekuatnya saliva pada pecandu ganja. Saliva merupakan cairan yang disekresikan oleh kelenjar saliva yang menjaga kelembaban rongga mulut. Saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor yang tersebar di mukosa mulut. Volume saliva yang adekuat dapat berfungsi seperti sebagai proteksi, lubrikasi mukosa, dan antimikroba. Ion kalsium merupakan buffer yang paling efisien dalam menjaga keseimbangan cairan tubuh dan berguna dalam proses remineralisasi, mencegah larutnya enamel gigi dan membantu dalam mineralisasi plak. Kondisi saliva yang tidak baik dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan gigi dan mulut.15-19 Sekresi saliva diatur oleh sistem saraf otonom, yaitu sistem saraf parasimpatis dan sistem saraf simpatis.20 Aktivasi dari


(16)

sistem saraf tersebut dapat terjadi melalui dua mekanisme, baik melalui aktivasi langsung pada reseptor kelenjar saliva maupun aktivasi melalui mekanisme otak.21 Perubahan pada sekresi saliva dapat disebabkan oleh paparan radiasi, konsumsi obat-obatan terlarang dan merokok tembakau atau ganja.22

Reseptor cannabinoid juga ditemukan pada kelenjar saliva submandibula mamalia, yaitu pada sistem saluran kelenjar saliva (ductal system) dan pada sel asini. Aktivasi langsung reseptor cannabinoid pada kelenjar saliva submandibula saat mengonsumsi ganja dapat menginhibisi sekresi saliva pecandu ganja. Penelitian in vivo pada tikus yang dilakukan oleh Prestifilipo., dkk. (2006) ditemukan bahwa THC menurunkan aliran saliva dari kelenjar submandibula.21 Selain melalui aktivasi langsung, THC yang terakumulasi di sel saraf dapat menginhibisi kerja sistem saraf parasimpatis sehingga mengurangi sekresi saliva.11,23 Dalam penelitian Katterbach, dkk. (2009) 84% dari pecandu ganja mengalami mulut kering dan 91% merasa haus setelah mengonsumsi ganja.24 Selain itu, merokok ganja dapat mereduksi oksigen rongga mulut, meningkatkan koloni bakteri anaerob dan meningkatkan keasaman rongga mulut.25 Pada saat menghisap ganja, asap pembakaran ganja yang terdiri dari karbondioksida juga dapat menurunkan pH saliva dengan cara berikatan dengan kandungan air pada saliva, mengeluarkan ion hidrogen dan membentuk asam.26 Hidroksiapatit gigi yang berkontak dengan saliva yang bersifat asam dapat menyebabkan lepasnya ion kalsium dari dalam gigi dan larut ke dalam saliva sehingga ion kalsium dalam saliva akan meningkat saat mengonsumsi ganja.27,28 Penelitian in vivo Kopach O., dkk. (2011) juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsentrasi kalsium dalam saliva tikus secara signifikan setelah 20 menit pemberian agonis THC dan bertahan selama 30 menit.29

Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan konsumsi ganja dengan volume, pH dan kadar ion kalsium dalam saliva terstimulasi pada mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014.


(17)

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan antara konsumsi ganja dengan penurunan volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014?

2. Apakah rerata volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja?

3. Apakah ada hubungan antara konsumsi ganja dengan penurunan pH saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014?

4. Apakah rerata pH saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja?

5. Apakah ada hubungan antara konsumsi ganja dengan penurunan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014?

6. Apakah rerata kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan konsumsi ganja dengan volume, pH dan kadar ion kalsium dalam saliva terstimulasi mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja terhadap rerata volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja.


(18)

2. Untuk mengetahui pengaruh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja terhadap rerata pH saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja.

3. Untuk mengetahui pengaruh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja terhadap rerata kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja.

1.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan antara konsumsi ganja dengan penurunan volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014.

2. Rerata volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja.

3. Ada hubungan antara konsumsi ganja dengan nilai penurunan pH saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014.

4. Rerata pH saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja.

5. Ada hubungan antara konsumsi ganja dengan penurunan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014.

6. Rerata kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui hubungan konsumsi ganja dengan volume saliva, nilai pH saliva dan kadar ion kalsium pada saliva mantan pecandu ganja.


(19)

1.5.2 Manfaat Praktis

Memberikan informasi tambahan bagi pengelola kesehatan gigi dan mulut dalam merencanakan program penyuluhan mengenai kesehatan gigi dan mulut terhadap pecandu ganja dan mantan pecandu ganja.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pecandu Ganja

Pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997.3 Ganja rata-rata dikonsumsi sebanyak 150–200 mg atau 5–7 linting ganja per hari. Pola konsumsi ganja secara teratur dapat meningkatkan kecenderungan seseorang untuk mengalami ketergantungan. Seseorang dikatakan ketergantungan dengan ganja atau zat tertentu apabila telah memiliki minimal tiga kriteria Diagnostic and Statical Manual of Mental Disorder-IV (DSM-IV) yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Association pada tahun 1994, yaitu:

1. Toleransi, yaitu terjadi peningkatan kebutuhan dosis dari ganja yang dikonsumsi agar mendapatkan efek yang diinginkan atau akan terjadi penurunan efek ganja apabila digunakan terus-menerus dengan dosis yang sama.

2. Ketagihan, yaitu terjadi sindrom ketagihan pada ganja dan dengan penarikan ganja dapat mengurangi simtom-simtom ketagihan pada seseorang.

3. Ganja biasanya dikonsumsi dengan jumlah yang lebih banyak dalam jangka waktu yang lebih lama.

4. Terdapat keinginan yang persisten untuk mendapatkan ganja atau gagalnya upaya untuk mengurangi dan berhenti mengonsumsi ganja.

5. Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan ganja, menggunakan ganja dan berhenti mengonsumsi ganja.

6. Berkurangnya kemampuan seseorang dalam menjalankan kehidupan sosial, bekerja dan aktivitas lainnya akibat efek dari ganja.


(21)

7. Tetap mengonsumsi ganja walaupun telah mengetahui efek samping ganja terhadap kesehatan fisik dan psikologisnya dan kemungkinan terjadinya eksaserbasi dalam mengonsumsi ganja.1,30

Salah satu cara agar pecandu ganja berhenti mengonsumsi ganja yaitu dengan proses rehabilitasi. Menurut UURI No. 35 tahun 2009, terdapat dua jenis rehabilitasi, yaitu rehabilitasi medis, yang merupakan suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika dan rehabilitasi sosial, yang merupakan suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu ganja dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.3 Dapat dikatakan bahwa pecandu ganja yang menjalani masa rehabilitasi merupakan orang yang telah berhenti mengonsumsi ganja dan tidak menunjukkan tanda-tanda ketergantungan.1 Akan tetapi, pecandu ganja yang telah berhenti mengonsumsi ganja masih dapat mengalami defisit fungsi fisiologis dan psikologis akibat riwayat konsumsi ganja sebelumnya. Keparahan defisit fungsi fisiologis dan psikologis bergantung pada usia ketika mengonsumsi ganja, lamanya mengonsumsi ganja, dan jumlah ganja yang digunakan.14

2.2 Ganja

Ganja berasal dari tanaman Cannabis sativa yang ditemukan oleh Linaeus pada tahun 1735. Tanaman ini diolah dengan cara mengeringkan dan mengompres bagian tangkai, daun, biji dan bunganya yang mengandung banyak resin sehingga meghasilkan produk baru yang disebut dengan ganja. Ganja merupakan salah satu narkotika yang paling banyak beredar karena proses budidaya dan pengolahannya yang cukup mudah.1,2

Tanaman Cannabis sativa mengadung lebih dari 400 bahan kimia, termasuk 60 bahan kimia aktif yang disebut dengan cannabinoid. Cannabinoid yang terdapat pada tanaman Cannabis sativa antara lain Delta-9-tetrahydrocannabinol, Delta-8-tetrahydrocannabinol, cannabinol, dan cannabidiol. Delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) merupakan cannabinoid yang paling berpengaruh pada sistem tubuh dan merupakan agen psikoaktif utama. Pada Cannabis sativa terdapat 150 mg THC dan


(22)

ganja mengandung 4–8% THC. Dewasa ini kekuatan ganja meningkat 15 kali dibanding pada tahun 1960 atau 1970 dan ganja yang berasal dari Afrika, Brazil, Meksiko dan Asia Tenggara memiliki kandungan THC sepuluh kali lebih banyak. Hal ini merupakan akibat dari manipulasi genetik dan kondisi pertumbuhan yang dilakukan pada saat budidaya ganja. 1,8-10

Gambar 1. Tanaman Cannabis sativa dan sediaan ganja.30

Gambar 2. Struktur kimia Delta-9-tetrahydrocannabinol (THC).9

2.2.1 Cara Mengonsumsi Ganja

Ganja telah dikonsumsi selama ribuan tahun oleh masyarakat dunia dengan budaya yang berbeda-beda, sehingga terdapat juga perbedaan dalam cara mengonsumsi


(23)

ganja. Namun secara umum, ganja dapat dikonsumsi dengan cara dihisap atau dihirup dan dimakan atau diminum.1,16,31

96% dari pecandu ganja mengonsumsi ganja dengan cara dihisap atau dihirup. Cara ini merupakan yang paling efisien dalam mengonsumsi ganja dan memiliki efek yang cepat pada otak sehingga pecandu ganja akan cepat merasakan euforia, halusinasi dan relaksasi. 70% ganja dihisap atau dihirup melalui lintingan ganja, 16% melaui pipa air atau bong dan 5% dengan mencampurkan ganja dengan rokok tembakau. Masyarakat Barat sering menggunakan ganja dalam bentuk lintingan ganja atau rokok ganja. Lintingan ganja terdiri dari sejumlah ganja yang dilinting dalam kertas beras silinder baik dengan cara manual atau menggunakan mesin penggulung. Lintingan ganja biasanya berisi 0,5–1 gram ganja dengan atau tanpa tambahan tembakau.1 Ganja juga dapat dihisap atau dihirup menggunakan berbagai jenis pipa. Pipa tembakau sederhana juga dapat digunakan untuk mengonsumsi ganja, namun biasanya pipa untuk ganja terbuat dari bahan tahan panas seperti batu, kaca, gading dan logam. Pipa yang paling sering digunakan untuk mengonsumsi ganja adalah pipa air yang disebut dengan bong. Bong memiliki berbagai varian bentuk namun pada prinsipnya memiliki cara kerja yang sama. Ketika menggunakan bong, asap pembakaran ganja akan terhisap melalui lapisan air yang dingin. Bong merupakan alat yang cukup kompleks dan tidak mudah dibawa.1,31

Gambar 3. Konsumsi ganja dengan cara dilinting.32


(24)

Gambar 4. Pipa air atau bong .33

Kandungan THC dalam ganja merupakan molekul yang mudah larut dalam lemak dan alkohol sehingga ganja dapat dicampur ke dalam berbagai bahan makanan dan minuman untuk dikonsumsi. Cara mengonsumsi ganja seperti ini membuat efek dari ganja akan lebih lama muncul karena penyerapannya terjadi lebih lambat. Biasanya ganja dipanaskan dengan minyak goreng atau mentega sampai getah ganja keluar dari daunnya, getah ini kemudian digunakan untuk membuat kue dan biskuit. THC dapat juga diekstrak dengan alkohol sehingga menghasilkan larutan yang dapat diencerkan dengan limun atau minuman lainnya. Di Amerika Serikat dan Inggris, larutan ganja tersebut biasanya dicampurkan dengan air dan diminum untuk penggunaan medis. Di India, ganja biasanya dikonsumsi dengan melinting ganja menjadi bulatan kecil kemudian langsung dimakan atau dicampurkan dengan air mendidih dan diminum.1,8

2.2.2 Farmakologi Ganja

Metabolisme THC terjadi di hati dan dipecah menjadi 11-hydroxy-THC yang juga merupakan agen psikoaktif. Karena sifatnya yang lipofilik, eliminasi THC dari dalam tubuh berlangsung cukup kompleks dan membutuhkan waktu yang cukup lama. THC berakumulasi di jaringan adiposa selama lima sampai tujuh hari dan secara perlahan dikeluarkan lagi ke tubuh. Waktu paruh eliminasi dari THC dari jaringan mencapai tujuh hari dan eliminasi secara total mencapai 30 hari.THC diekskresikan


(25)

25% melalui urin dan 65% ke dalam usus untuk di reabsorbsi sehingga efek samping dari THC dapat bertahan lebih lama.9

Reseptor cannabinoid berdasarkan afinitasnya dibagi menjadi reseptor CB1 dan reseptor CB2. Reseptor CB1 dapat ditemukan di hipokampus, ganglia basal, serebelum, sistem saraf dan juga ditemukan di saluran kelenjar saliva submandibula (ductal system). Reseptor CB2 ditemukan di makrofag pada limpa, sel-sel imun, dan sel-sel asini kelenjar saliva submandibula.1,10,21,29 Ketika menghisap ganja, THC akan masuk melalui paru-paru sebanyak 50% kemudian diabsorbsi ke aliran darah dan mencapai otak dalam beberapa menit.7 Aktivasi reseptor cannabinoid pada otak yaitu di bagian hipokampus, ganglia basal dan serebelum yang mempengaruhi perasaan senang, ingatan, pemikiran, konsentrasi, pergerakan, koordinasi dan persepsi waktu serta sensoris. Hipokampus terdapat pada lobus temporal dan berperan untuk ingatan jangka pendek. Apabila THC berikatan dengan reseptor cannabinoid di hipokampus maka akan terjadi pengumpulan kembali ingatan-ingatan yang baru terjadi. Ganglia basal berperan dalam pergerakan spontan, perencanaan dan inisiasi. Serebelum merupakan pusat kontrol motorik dan koordinasi, hal ini yang dapat menyebabkan kerusakan pada sistem koordinasi motorik pada pecandu ganja. THC yang masuk ke dalam otak dapat menstimulasi sel-sel otak di nucleus accumbens dan prefrontal cortex untuk mengeluarkan neurotransmiter dopamin yang berperan dalam pengaturan emosi dan sikap, sehingga dapat menyebabkan munculnya rasa senang dan santai pada seseorang. Dosis rendah THC dapat menstimulasi terjadinya sedasi, sedangkan dosis tinggi THC dapat menyebabkan terjadinya halusinasi.1,8,13,34

Penggunaan ganja sebagai bahan medikasi telah dilarang di beberapa negara sejak abad 20, namun pada awalnya ganja dapat digunakan sebagai bahan medikasi dengan dosis yang tepat.1,30 Efek THC ganja dalam tubuh bergantung pada dosis yang diterima seseorang, dosis tepat penggunaan THC yaitu 5–25 mg.9 Kandungan THC tersedia dalam bentuk pil yang berguna untuk meningkatkan nafsu makan pada pasien dengan sindrom defisiensi imun dan juga untuk mengurangi rasa mual dan muntah pada pasien yang sedang menjalani kemoterapi.Cannabinoid pada ganja juga efektif dalam merawat nyeri kronis dimana cannabinoid dapat mengurangi rasa nyeri. Menghisap


(26)

ganja dengan dosis yang tepat dapat mengobati inflamasi membran mukosa, lepra, demam, obesitas, asma, infeksi saluran urin dan batuk. Manfaat terapi dari cannabinoid yaitu sebagai analgesik, relaksasi otot, anti alergi, bronkodilator, neuroproteksi, bahan sedatif, antiemesis, serta menurunkan tekanan intraokular. Pada tahun 1980 terdapat banyak penelitian mengenai manfaat medis ganja, namun karena konsumsi ganja secara teratur dan dalam jangka waktu yang panjang dapat mempengaruhi kesehatan sistemik dan status mentalmaka penggunaan ganja sebagai bahan medikasi dilarang di beberapa negara termasuk di Indonesia. 1,8,10

Gambar 5. Lokasi reseptor cannabinoid di otak.12

2.8 Pengaruh Ganja Terhadap Kesehatan

THC yang bersifat psikoaktif dapat mempengaruhi hampir seluruh sistem dalam tubuh dengan cara berikatan dengan reseptor cannabinoid. Ketika pecandu mengalami ketergantungan pada ganja dan mengonsumsi ganja terus-menerus dengan dosis yang berlebihan dalam jangka panjang maka hal ini dapat mengganggu kesehatan pada pecandu.1,7

2.8.1 Kesehatan Sistemik

Asap pembakaran ganja dengan kandungan THC yang terhirup dapat dengan cepat masuk ke membran pembatas paru-paru karena bersifat mudah larut dalam lemak.


(27)

Paru-paru dilapisi oleh jutaan alveoli yaitu kantung tempat terjadinya pertukaran gas. Alveoli memiliki luas permukaan 90 kali lebih besar dari kulit sehingga THC dapat dengan mudah menembus alveoli kemudian masuk ke dalam aliran darah. Setelah masuk ke dalam aliran darah, THC akan menuju jantung dan kemudian dipompakan ke seluruh tubuh melalui arteri. THC sangat mudah berpenetrasi ke dalam otak karena terdapat banyak reseptor cannabinoid dengan konsentrasi tinggi di dalam otak sehingga THC lebih banyak terakumulasi di otak dan kemudian memulai efeknya ke beberapa bagian tubuh.1,8

Pada paru-paru pecandu ganja, terdapat banyak makrofag yang rusak. Makrofag merupakan sel darah putih besar yang memiliki fungsi sebagai pembunuh bakteri dan jamur, serta membuang jaringan yang rusak Dengan turunnya fungsi makrofag maka paru-paru rentan terhadap serangan bakteri, jamur dan sel-sel kanker. Hal ini menyebabkan sering terjadi infeksi paru-paru atau bronchitis pada pecandu ganja dengan simtom seperti batuk, peningkatan produksi sputum, serta emfisema. Kandungan tar dalam ganja juga dapat menyebabkan mutasi dari sel-sel di paru-paru sehingga meningkatkan risiko terjadinya kanker paru-paru pada pecandu ganja.1,7,8

Di dalam jantung, THC dapat mengakibatkan meningkatnya beban jantung. Hal ini mengakibatkan kekuatan jantung dalam memompa darah semakin besar diikuti dengan terjadinya vasodilatasi pada arteri. Secara klinis, dapat dilihat terjadinya peningkatan denyut nadi pada para pecandu ganja yang disebut dengan takikardi dan peningkatan detak jantung sebagai efek akut dari konsumsi ganja. Ketika terjadi peningkatan beban jantung maka kebutuhan terhadap oksigen dalam jantung juga meningkat, apabila oksigen kurang banyak untuk membantu kerja jantung maka dapat terjadi kardiak iskemik pada pecandu ganja.8

THC yang terakumulasi di dalam otak menstimulasi sel-sel otak sehingga dikeluarkan neurotransmitter dopamin yang memicu pecandu ganja untuk merasa euforia, halusinasi, peningkatan persepsi sensoris dan peningkatan selera makan. Namun setelah beberapa saat, pecandu akan merasa kantuk dan depresi. Penggunaan ganja yang terus menerus menyebabkan disfungsi dari neurotransmitter tersebut sehingga muncul tanda-tanda ketidaknyamanan dan efek psikotik termasuk gelisah,


(28)

paranoid, halusinasi, euforia, serta emosi yang berubah-ubah.8,9,34 Konsumsi ganja jangka panjang juga dapat memepengaruhi fungsi otak dengan cara mengurangi aliran darah otak sehingga dapat menurunkan metabolisme otak dan fungsi serebelum.8

Konsumsi 2,5 mg THC per kilogram massa tubuh atau 7 batang rokok ganja per hari dapat menurunkan hormon sentral pada menstruasi, termasuk hormon follicle-stimulating, hormon luteinizing dan hormon progesteron. Gangguan pada hormon-hormon tersebut dapat mengakibatkan terjadinya infertilitas pada perempuan Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mueller, dkk. bahwa 61% dari perempuan infertil memiliki riwayat mengonsumsi ganja. Pada pria, ganja dapat mempengaruhi produksi sperma yaitu berkurangnya jumlah dan motilitas sperma. Menurut Hembree, dkk. pecandu ganja yang mengonsumsi 8 linting ganja per hari selama satu bulan mengalami penurunan jumlah dan motilitas sperma yang signifikan.8,32

Gambar 6. Pengaruh ganja terhadap kesehatan sistemik.12

2.8.2 Kesehatan Rongga Mulut

Ganja juga dapat mempengaruhi kesehatan rongga mulut pecandu ganja melalui sifat iritatif ganja dan adanya reseptor cannabinoid dalam kelenjar saliva yang


(29)

dapat menyebabkan terjadinya masalah-masalah kesehatan rongga mulut pecandu ganja.1,35-38

Pada pecandu ganja terjadi keadaan mulut kering atau xerostomia. Akibat mulut yang kering para pecandu sering mengonsumsi minuman ringan dan makanan manis sehingga pH saliva menjadi asam.23,24 Selain itu, asap pembakaran dari ganja dapat mereduksi oksigen dalam rongga mulut dan meningkatkan koloni bakteri anaerob sehingga membuat pH saliva semakin turun. Semakin turun pH saliva maka akan memicu terjadinya demineralisasi gigi sehingga meningkatkan kejadian karies pada pecandu ganja.13,25 Hal ini sesuai dengan penelitian Ditmyer, dkk. (2014) memberitahukan bahwa terjadi peningkatan prevalensi dan keparahan karies pada pecandu ganja dimana pecandu ganja memiliki jumlah DMFT (decay, missing, filling teeth) dua kali lebih tinggi dibanding perokok biasa.36

Gambar 7. Gambaran karies pada pecandu ganja.24

Konsumsi ganja dapat mengakibatkan terjadinya pembesaran gingiva terutama di daerah interdental papila dan marginal gingiva. Ciri ini serupa dengan efek dari obat anticonvulsive yaitu phenytoin. Hal ini dihubungkan dengan kandungan Cannabidiol (CBD) pada ganja yang memiliki efek dan struktur kimia yang sama dengan phenytoin.38 Selain pembesaran gingiva, berkurangnya volume saliva pada pecandu ganja dapat mengakibatkan berkurangnya fungsi imun dari saliva dalam


(30)

menjaga kesehatan rongga mulut. Sehingga pada pecandu ganja terjadi peningkatan jumlah bakteri dan jamur pada rongga mulut, termasuk bakteri anaerob dan Candida albicans. Pembentukan plak gingiva dan meningkatnya koloni bakteri anaerob dapat meningkatkan terjadinya gingivitis pada pecandu ganja.25,35 Kurangnya kesadaran pecandu ganja dalam menjaga kebersihan mulutnya menyebabkan gingivitis tersebut berkembang menjadi periodontitis diikuti dengan kehilangan tulang alveolar.11,35,37 Densitas dari Candida albicans semakin meningkat disebabkan oleh hidrokarbon pada ganja yang menjadi sumber energi bagi spesies kandida tertentu termasuk Candida albicans. Hal ini mengakibatkatkan terjadinya candidiasis pada pecandu ganja. Ketika diteliti menggunakan teknik kultur imprint terlihat terjadinya peningkatan densitas Candida albicans pada rongga mulut pecandu ganja. Faktor lain yang dapat mempengaruhi candidiasis pada pecandu ganja adalah kebersihan mulut yang buruk dan faktor nutrisi yang tidak terpenuhi.7,35

Ganja memiliki konsentrasi zat karsinogen aromatic hydrocarbon seperti benzopyrene yang lebih banyak dibandingkan tembakau.39 Ketika menghisap ganja, rongga mulut terpapar oleh asap pembakaran yang panas, paparan yang terjadi secara kronis menyebabkan zat-zat karsinogen mempengaruhi epitel rongga mulut. Sehingga terjadi perubahan-perubahan pada sel epitel rongga mulut yang disebut dengan cannabis stomatitis termasuk leukodema dan hiperkeratosis.1,7,9,39 Leukodema terjadi pada 57,1% pecandu ganja. Leukodema memiliki gambaran klinis seperti mukosa tampak tipis, opaque, berwarna putih keabuan dan sering terjadi di bagian bukal. Mukosa bukal akan tampak mengkerut dan membentuk lipatan.35 Hiperkeratosis pada umumnya mengenai bibir atas dan bawah di lokasi penempatan ganja. Bercak berdiameter sekitar 7 mm dan umumnya terletak lateral dari garis tengah. Papula-papula menimbul putih jelas terlihat di seluruh bercak hiperkeratosis, membuat suatu permukaan kasar dan keras saat dipalpasi.40 Apabila cannabis stomatitis tidak segera ditangani maka epitel rongga mulut akan semakin berdiferensiasi dan menjadi lesi premalignan seperti leukoplakia. Leukoplakia merupakan lesi putih pada mukosa mulut yang tidak dapat dihapus dan merupakan reaksi protektif terhadap iritasi kronis yang ditimbulkan oleh ganja. 4–6% dari leukoplakia berkembang menjadi kanker rongga


(31)

mulut dalam kurun waktu 5 tahun. Kanker rongga mulut yang sering ditemukan pada pecandu ganja adalah tipe squamous cell carcinoma. 7,13,39,40 Hubungan antara kanker rongga mulut dan pemakaian ganja lebih signifikan pada pasien usia di bawah 50 tahun.35

Gambar 8. Lesi leukoplakia pada lateral lidah pecandu ganja.32

2.4 Saliva

Saliva merupakan cairan yang disekresikan oleh kelenjar saliva yang menjaga kelembaban rongga mulut. Saliva terdiri dari 99% air dan 1 % komponen organik serta anorganik. Komponen organik saliva yaitu mucin, laktoferin, kallekriene, lisozim, peroksidase, tiosianat, ptialin atau amilase, maltase, lipase. Komponen anorganik saliva yaitu sodium, chloride, potasium, kalsium, bikarbonat, fosfat, amonia, magnesium, flour, yodium.15 93% saliva disekresikan oleh kelenjar saliva mayor yaitu kelenjar parotid, submandibular dan sublingual sedangkan 7% lainnya oleh beberapa kelenjar saliva minor yang tersebar di mukosa rongga mulut.18,41

Sekresi saliva bersifat spontan dan kontinu disebabkan oleh stimulasi konstan ujung saraf parasimpatis yang berakhir di kelenjar saliva. Selain sekresi yang bersifat konstan, sekresi saliva dapatditingkatkan melalui dua jenis refleks saliva yang berbeda yaitu refleks saliva sederhana dan refleks saliva didapat. Refleks saliva sederhana terjadi ketika kormoreseptor di dalam rongga mulut dirangsang oleh adanya makanan. Reseptor-reseptor tersebut memulai impuls serabut saraf aferen yang membawa


(32)

informasi ke pusat saliva di medula batang otak. Pusat saliva kemudian mengirim impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva. Pada refleks saliva didapat, sekresi saliva terjadi tanpa rangsangan melainkan hanya melalui berpikir, melihat, atau menghirup aroma makanan. Stimulus tersebut bekerja melalui korteks serebrum untuk merangsang pusat saliva di medula.19,42

Gambar 9. Letak anatomi kelenjar saliva mayor. A, kelenjar saliva parotid. B, kelenjar saliva submandibula. C, kelenjar saliva sublingual.20

Kelenjar saliva dipersarafi oleh saraf otonom yaitu saraf simpatis dan

parasimpatis yang bekerja beriringan. Asetilkolin merupakan postganglionic

transmitter saraf parasimpatis dan noradrenalin adalah postganglionic transmitter saraf

simpatis yang bekerja pada kelenjar saliva. Noradrenalin bekerja pada α1

-adrenoceptors dan β1-adrenoceptors, sedangkan asetilkolin bekerja pada reseptor muskarinik M1 dan M3. Baik saraf parasimpatis maupun simpatis, keduanya meningkatkan sekresi dari saliva. Rangsangan saraf simpatis mensekresi saliva dengan volume yang lebih sedikit, kental dan mengandung lebih banyak musin. Sedangkan rangsangan saraf parasimpatis menyebabkan vasodilatasi dan berperan dominan dalam sekresi saliva yang cair dan kaya enzim. Saraf parasimpatis menyebabkan vasodilatasi sehingga aliran darah untuk kelenjar saliva meningkat dan mengakibatkan peningkatan volume saliva.19,42

Komponen organik saliva disintesis oleh sel sekretori dari kelenjar saliva yang memperoleh nutrisi dari pembuluh darah. Ketika sel-sel sekretori distimulasi, saliva yang diproduksi akan dikeluarkan. Cairan dan elektrolit untuk saliva mencapai sel dari


(33)

sirkulasi darah. Ketika saraf distimulasi, ion klorida dipindahkan ke dalam sel. Hal ini meningkatkan reaksi elektrolit yang menyebabkan influks dari ion sodium. Peningkatan ion sodium dan klorida pada sel menghasilkan tekanan osmotik sehingga cairan masuk ke dalam sel dan sel mengalami pembengkakan. Tekanan pada sel meyebabkan rupturnya sel dan mengeluarkan cairan serta elektrolit, sehingga saliva yang hipotonik dapat disekresikan ke dalam rongga mulut. Perbedaan jalur sekresi saliva mengakibatkan perbedaan komposisi saliva. Mobilisasi dari Ca2+ dan adenosine 3’, 5’ –

cyclic monophosphate (cAMP ) dapat menghasilkan interaksi yang sinergis sehingga dapat mensekresikan saliva dengan jumlah protein dan cairan yang seimbang.13,19

2.5 Pengaruh Ganja Terhadap Saliva

Ganja mempengaruhi saliva melalui dua mekanisme utama, yaitu secara sistemik dan secara lokal. Secara sistemik, ganja bekerja melalui ikatan THC dengan reseptor cannabinoid yang ditemukan pada kelenjar saliva submandibula mamalia, yaitu pada sistem saluran kelenjar saliva (ductal system) dan pada sel asini, serta ikatan THC dengan reseptornya pada saraf yang memiliki efek parasimpatolisis. Secara lokal, ganja mempengaruhi saliva melalui asap pembakaran ganja yang langsung mempengaruhi saliva sesaat setelah menghisap ganja.21,23,25,29

2.5.1 Pengaruh Ganja Terhadap Volume Saliva

Volume dan komponen saliva sangat mempengaruhi kesehatan rongga mulut. Kekurangan saliva akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang karena dapat menyebabkan kesulitan berbicara, makan, menelan dan mengecap rasa.20,37 Pada orang dewasa yang sehat, jumlah volume saliva baik dengan stimulasi ataupun tanpa stimulasi berkisar antara 500 sampai 1500 ml/hari. Rata-rata saliva istirahat yang berada pada rongga mulut adalah 1 ml.15 Volume saliva dengan stimulasi yang normal berkisar lebih dari 5,0 ml/5 menit, rendah 3,5–5,0 ml/5 menit dan hiposalivasi kurang dari 3,5 ml/5 menit.43 Penurunan volume saliva dapat dipengaruhi oleh beberapa keadaan, seperti proses menua, menopause, latihan fisik berlebihan, radioterapi, kemoterapi, konsumsi alkohol, berpuasa, penyakit sistemik, penggunaan obat-obatan yang bersifat


(34)

antikolinergik diantaranya antidepresan, antipsikosis, antihipertensi, serta antihistamin, kebiasaan merokok dan menghisap ganja.20,23 Pada penelitian Woyceichoski IEC., dkk (2011) diketahui bahwa volume saliva pada pecandu kokain dalam masa rehabilitasi yaitu 1,39 ml/menit dengan standar deviasi 0,678.19 Sedangkan menurut penelitian Ravenel MC., dkk (2012) diketahui bahwa pada pecandu methamphetamine yang telah berhenti kurang dari 12 bulan, volume saliva terstimulasinya lebih dari 5 ml/5 menit sebanyak 8 sampel, 3,5-5 ml/5 menit sebanyak 5 sampel, dan kurang dari 3,5 ml/ 5 menit sebanyak 1 sampel.43

Ganja mempengaruhi volume saliva akibat kandungan THC dalam ganja yang memiliki sifat parasimpatolitik.23 Reseptor cannabinoid secara umum berpasangan dengan protein G yang berada pada membran sel saraf parasimpatik. Hal ini dapat menyebabkan THC yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan protein G dan reseptor cannabinoid, menginhibisi saluran ion kalsium dan mengaktivasi saluran potasium. Masuknya ion kalsium ke dalam sel di ujung sinaps diperlukan untuk proses eksositosis neurotransmitter dan aktivasi saluran potasium menyebabkan hiperpolarisasi sel sehingga sel-sel pada saraf parasimpatik akan mengalami hambatan pada proses eksositosis.44 Dengan demikian, fungsi saraf parasimpatis terinhibisi dan saraf parasimpatis tidak dapat merangsang kelenjar saliva untuk mensekresikan saliva.

Sekresi saliva hanya didapat melalui sistem saraf simpatis yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan menurunkan aliran darah ke kelenjar saliva, sehingga sel-sel asini mengalami atropi dan menghasilkan saliva dengan volume yang lebih sedikit, kental dan mengandung lebih banyak musin.20,42

Selain itu, pada penelitian Prestifilipo, dkk (2006) menemukan bahwa selain terdapat pada sistem saraf, otak dan sel imun, reseptor cannabinoid dapat juga ditemukan di kelenjar saliva yaitu pada sistem saluran kelenjar saliva (ductal system) dan pada sel asini. THC pada ganja akan bereaksi apabila berikatan dengan reseptornya

sehingga ketika THC berikatan dengan reseptornya yang berada pada kelenjar

submandibula selama stimulasi elektrik maka dapat terjadi penurunan pengeluaran asetilkolin yang merupakan postganglionic transmitter saraf parasimpatis sehingga terjadi reduksi sekresi saliva. Hal ini didukung oleh penelitian Katterbach, dkk. (2009)


(35)

menyatakan bahwa 84% dari pecandu ganja mengalami mulut kering dan 91% merasa haus setelah mengonsumsi ganja. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hiposalivasi pada pecandu ganja.21,24 Pada pecandu ganja yang telah berhenti mengonsumsi ganja, kerusakan sistem saraf yang diakibatkan oleh kebiasaan mengonsumsi ganja sebelumnya akan bertahan selama lebih dari satu tahun setelah pecandu berhenti mengonsumsi ganja.9,14

2.5.2 Pengaruh Ganja Terhadap pH Saliva

pH saliva merupakan derajat keasaman saliva yang penting dalam menjaga integritas gigi karena mempengaruhi proses demineralisasi hidroksiapatit. Saliva normal berkisar dari 6–7 namun dapat dipengaruhi oleh jumlah aliran saliva dari 5,3 sampai 7,8. pH saliva dengan stimulasi dapat dikatakann sehat apabila bernilai 6,8-7,8, asam 6-6,6 dan sangat asam 5,0-5,8.43 pH saliva dapat dipengaruhi oleh irama

cyrcadian dan diet. pH akan sangat rendah ketika tidur dan sesaat setelah bangun tidur dan kemudian akan meningkat ketika beraktivitas. Setelah mengonsumsi diet kaya karbohidrat, pH saliva juga akan mengalami penurunan namun akan kembali normal beberapa saat kemudian. Namun apabila terjadi penurunan pH terus menerus sehingga mencapai titik kritis yaitu 5,5–5,0 maka rongga mulut akan menjadi asam dan

meningkatkan koloni mikroorganisme kariogenik seperti Streptococcus mutans

sehingga menyebabkan terjadinya karies. pH saliva dapat meningkat ketika terjadi peningkatan konsentrasi ion bikarbonat dalam saliva apabila terjadi peningkatan aliran sekresi saliva yang distimulasi.25,27 Berdasarkan penelitian Ravenel MC., dkk (2012) diketahui bahwa penggunaan obat-obatan terlarang dapat mempengaruhi pH saliva. Pada pecandu methamphetamine yang telah berhenti kurang dari 12 bulan terjadi penurunan pH dengan nilai sekitar 6,0-6,6 sebanyak 2 sampel dan 6,8-7,8 sebanyak 12 sampel.43 Sedangkan pada penelitian Woyceichoski IEC., dkk (2011) diketahui bahwa pH pada pecandu kokain dalam masa rehabilitasi yaitu 7,11 dengan standar deviasi 0,212.19

Pada pecandu ganja, dapat terjadi penurunan pH saliva akibat asap hasil pembakaran ganja yang menghasilkan karbondioksida mereduksi kadar oksigen dalam


(36)

rongga mulut dan meningkatkan koloni bakteri anaerob sehingga membuat rongga mulut pecandu menjadi asam.25,26 Berkurangnya volume saliva mengakibatkan terjadi gangguan pada saliva dalam menjalankan fungsinya, salah satunya dalam menjaga

kelembaban rongga mulut dan menyediakan sensasi rasa seseorang. Dengan berkurangnya kelembaban rongga mulut dan sensasi rasa menyebabkan para pecandu

ganja sering mengonsumsi minuman ringan setelah mengonsumsi ganja untuk

mengatasi mulut yang kering sehingga pH saliva semakin menurun.15,23,24 Asap pembakaran rokok atau ganja yang terdiri dari karbondioksida juga dapat menurunkan pH saliva dengan cara berikatan dengan kandungan air pada saliva, mengeluarkan ion hidrogen dan membentuk asam, seperti formula di bawah ini.25,26

2.5.3 Pengaruh Ganja Terhadap Ion Kalsium dalam Saliva

Di dalam saliva juga terdapat kandungan penting yaitu ion anorganik seperti ion kalsium yang merupakan buffer yang paling efisien dalam menjaga keseimbangan pH rongga mulut. Ion kalsium dalam saliva juga berguna dalam proses remineralisasi, mencegah larutnya enamel gigi, dan mineralisasi plak. Ion kalsium berperan sangat penting dalam menjaga gigi agar tetap sehat. Kalsium memproteksi gigi secara tidak langsung dengan cara menguatkan tulang rahang, menguatkan pertautan gigi dan tulang, mencegah terjadinya celah dimana bakteri dapat terinvasi ke dalam gigi, mencegah terjadinya inflamasi dan pendarahan. Konsumsi kalsium yang cukup diperlukan untuk pertumbuhan struktur gigi yang baik. 17,27 Konsentrasi kalsium pada saliva dari kelenjar submandibular yaitu 3,7 mmol/l lebih tinggi dibanding pada plasma darah yaitu 2,5 mmol/l.16 Dalam saliva utuh kadar ion kalsium normal yaitu 1- 2 mmol/l.17

Kadar ion kalsium dalam saliva dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu:17,28,41

1. Jenis kelenjar, sekresi kalsium terbesar dihasilkan oleh kelenjar submandibularis.


(37)

-2. Ritme biologis, kadar ion kalsium saliva akan menurun pada pagi dini hari.

3. Stimulus, dalam keadaan tanpa stimulasi sebagian besar saliva utuh berasal dari kelenjar submandibularis, sedangkan dalam keadaan distimulasi sebagian besar saliva utuh berasal dari kelenjar parotis.

4. Curah saliva, merupakan faktor penting terhadap kadar komponen saliva. Konsentrasi kalsium akan menurun ketika curah saliva meningkat.

5. Penyakit-penyakit sistemik, seperti cystic fibrosis dan hiperparatiroidisme. Gigi pecandu ganja yang berkontak dengan saliva yang bersifat asam dapat menyebabkan lepasnya ion kalsium dari dalam gigi dan larut ke dalam saliva sehingga jumlah kadar ion kalsium dalam saliva meningkat, sesuai dengan formula berikut. 26,27

Cannabinoid dapat menyebabkan peningkatan jumlah kandungan protein serta konsentrasi kalsium tanpa mempengaruhi jumlah elektrolit lain pada sekresi saliva akhir. Ketika reseptor cannabinoidteraktivasi, terjadi peningkatan signal Ca2+ cytosolic sehingga meningkatkan kadar kalsium pada saliva akhir. Reseptor cannabinoid yang terdapat pada sistem saluran kelenjar saliva (ductal system) meningkatkan mobilisasi intraseluler Ca2+ dari retikulum endoplasma dan reseptor cannabinoid yang terdapat pada sel asinimeningkatkan pengeluaran Ca2+ dengan aktivasi SOCE (Store Operated Ca2+ Entry).21,29

Ca10(PO4)6(OH)2 10Ca2+ + 6PO43– + 2OH–


(38)

2.6 Kerangka Teori Ganja Delta-8-tetrahydrocan nabinol cannabinol cannabidiol Delta-9-tetrahydrocanna binol (THC)

cannabinoid

Asap pembakaran ganja dihisap

CO2 seluruh tubuh sistem saraf parasimpatis sistem saraf simpatis Volume saliva Sekresi saliva Pengeluaran asetilkolin

signal Ca2+

cytosolic

Pembesaran gingiva

pH saliva CO2+H2O H2CO3 H++HCO3

-Ca10(PO4)6(OH) 2

10Ca2+ + 6PO4 3–

+ 2OH–

Demineraliasi gigi Akumulasi di RM

Ion kalsium saliva Aktivasi reseptor cannaboid

sel saraf kelenjar saliva

submandibula

kerja saraf parasimpatis aktivasi saluran

potasium sel Eksositosis parasimpatis (-)

vasokonstriksi


(39)

2.7 Kerangka Konsep

Delta-9-tetrahydrocanna binol (THC)

Asap pembakaran ganja dihisap

CO2

Inhibisi sistem saraf parasimpatis

Volume saliva Sekresi saliva

Pengeluaran asetilkolin

signal Ca2+

cytosolic

pH saliva CO2+H2O H2CO3 H++HCO3

-Ca10(PO4)6(OH) 2

10Ca2+ + 6PO4 3–

+ 2OH–

Demineraliasi gigi Akumulasi di RM

Ion kalsium saliva Aktivasi reseptor cannaboid

sel saraf kelenjar saliva submandibula

kerja saraf parasimpatis Ganja

Ada hubungan antara konsumsi ganja dengan penurunanvolume, pH dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi


(40)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di:

1. Panti Sosial Parmadi Putra (PSPP) Insyaf Medan

2. Laboratorium Penelitian Farmasi USU

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan Januari 2014 sampai Mei 2014 yang mencakup pengumpulan sampel, penelitian, pengolahan data dan hasil penelitian.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah pecandu ganja yang sedang menjalani proses rehabilitasi di PSPP Insyaf Medan tahun 2014.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian diperoleh dari populasi saliva mantan pecandu ganja yang sedang menjalani proses rehabilitasi di PSPP Insyaf Medan. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik sampling purposive sampling yaitu pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan


(41)

dalam penelitian dalam kurun waktu tertentu, sehingga jumlah sampel minimum yang diinginkan dapat terpenuhi.

3.3.2.1 Besar sampel

Besar sampel pada penelitian ini adalah 40 orang yang terdiri dari 30 orang mantan pecandu ganja yang sedang menjalani proses rehabilitasi di PSPP Insyaf dan 10 mahasiswa FKG USU tanpa riwayat mengonsumsi ganja sebagai kelompok kontrol. Pertimbangan penentuan besar sampel minimum berdasarkan rumus: 45

n = {1,64 + 0,842 }2

(0,2)2 n = 36,35

Keterangan :

n = Jumlah sampel minimal

α = level of significant, penelitian ini menggunakan α = 10%, sehingga

Zα = 1,64

β = power of test, penelitian ini menggunakan β = 20% , sehingga Zβ = 0,842 Po = proporsi awal penelitian, pada penelitian ini digunakan Po = 50%

= proporsi yang diinginkan dari penelitian, pada penelitian ini digunakan = 70%

– Po = 20%

3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi 3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Laki-laki berusia 16-49 tahun

2. Konsumsi ganja terakhir kurang dari satu tahun sebelum penelitian dilakukan

n = {Zα + Zβ }2


(42)

3. Sedang menjalani masa rehabilitasi di PSPP Insyaf Medan 4. Bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian

3.4.2 Kriteria Ekslusi

1. Memiliki masalah kesehatan (dalam masa medical outing) 2. Memiliki gangguan kesehatan mental

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel

3.5.1.1 Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah mantan pecandu ganja

3.5.1.2 Variabel Tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah saliva pecandu ganja, yaitu: 1. Volume saliva yang distimulasi

2. pH saliva yang distimulasi

3. Kadar ion kalsium saliva yang distimulasi

3.5.1.3 Variabel Terkendali 1. Laki-laki berusia 16-49 tahun

2. Konsumsi ganja terakhir kurang dari satu tahun sebelum penelitian dilakukan

3. Dalam masa rehabilitasi

3.5.1.4 Variabel Tidak Terkendali 1. Keadaan rongga mulut

3.5.1.5 Variabel Kontrol

1. Mahasiswa laki-laki FKG USU tanpa riwayat mengonsumsi ganja 2. Usia 20 – 24 tahun


(43)

Variabel Tergantung: Saliva pecandu ganja:

1. Volume saliva yang distimulasi 2. pH saliva yang distimulasi 3. Kadar ion kalsium saliva yang

distimulasi Variabel Terkendali:

1. Laki-laki berusia 16 – 49 tahun 2. Konsumsi ganja terakhir kurang dari

satu tahun sebelum penelitian dilakukan 3. Dalam masa rehabilitasi

Variabel Bebas: Mantan Pecandu ganja

Variabel Tidak Terkendali: 1. Keadaan rongga mulut

Variabel Kontrol:

1. Mahasiswa laki-laki FKG USU tanpa riwayat mengonsumsi ganja 2. Usia 20 – 24 tahun

3.5.2 Definisi Operasional

Ganja adalah salah satu jenis narkotika yang terdiri dari daun, tangkai, biji dan bunga dari tumbuhan Cannabis sativa yang telah dikeringkan dan berwarna abu-abu kehijauan.

Mantan Pecandu ganja adalah orang yang memiliki riwayat menggunakan atau menyalahgunakan ganja dan pernah mengalami ketergantungan pada ganja, baik secara fisik maupun psikis.

Durasi mengonsumsi ganja adalah kondisi yang menunjukkan lamanya pecandu ganja telah mengonsumsi ganja dumulai dari waktu pertama kali mengonsumsi ganja hingga berhenti mengonsumsi ganja.

Frekuensi mengonsumsi ganja adalah kondisi yang menunjukkan berapa kali pecandu ganja mengonsumsi ganja dalam satu minggu.

Lamanya berhenti mengonsumsi ganja adalah kondisi yang menunjukkan lamanya pecandu ganja berhenti mengonsumsi ganja dimulai dari hari terakhir mengonsumsi ganja hingga saat penelitian dilaksanakan.


(44)

Pusat Rehabilitasi adalah tempat yang didalamnya terdapat suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.

Gangguan kesehatan mental adalah ketidakmampuan individu dalam berpikir, merasa dan bertindak ketika dihadapkan dengan stres, hubungan dengan orang lain dan pengambilan keputusan.

Teknik pengumpulan saliva yang distimulasi merupakan cara untuk mengumpulkan saliva utuh distimulasi menggunakan ortho wax dengan metode spitting

dimana subjek membiarkan saliva tergenang dalam mulutnya tanpa ditelan dan subjek harus meludahkan saliva yang terkumpul didalam mulut secara berkala ke dalam tabung selama lima menit.

Waktu pengumpulan saliva yang distimulasi adalah waktu dilakukannya pengumpulan sampel saliva yaitu pada pagi hari, dua jam setelah subjek mendapatkan sarapan pagi.

Volume saliva yang distimulasi adalah jumlah saliva yang dihasilkan dengan

rangsangan mekanis yaitu menggunakan ortho wax dan diketahui dengan cara

menampung saliva dalam pot saliva kemudian ditimbang dengan timbangan digital dalam satuan ml/5 menit.

pH saliva yang distimulasi adalah nilai derajat keasaman saliva yang diukur menggunakan pH meter.

Kadar ion kalsium saliva yang distimulasi adalah jumlah kadar ion kalsium yang terdapat pada saliva dan didapatkan dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom dengan panjang gelombang 422,7 nm dalam satuan mmol/l.

3.6 Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

2. Timbangan digital 3. Pot saliva


(45)

4. Label wadah sampel 5. pH meter

6. Termos tempat sampel 7. Labu ukur 10 ml dan 25 ml 8. Corong

9. Kertas saring 10. Spuit 5 cc

11. Beaker glass 250 ml dan 500 ml 12. Pipet tetes

3.6.2 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Sampel saliva

2. Ortho wax 3. Dry ice

4. Larutan aquabidest 5. Larutan baku kalsium

3.7 Pelaksanaan Penelitian 3.7.1 Pengisian Kuesioner

Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan wawancara langsung mengenai identitas subjek dan riwayat pemakaian ganja dengan bantuan kuesioner terhadap para pecandu di PSPP Insyaf Medan. Subjek yang terpilih diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai tujuan, manfaat dan prosedur penelitian yang akan dilakukan dan apabila subjek bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian maka subjek diminta menandatangani lembar informed consent.


(46)

3.7.2 Pengumpulan Saliva Yang Distimulasi

Pengumpulan saliva dilakukan pada pagi hari, dua jam setelah sarapan pagi. Subjek diminta untuk tidak mengonsumsi apapun selain air putih selama dua jam sebelum pengambilan saliva. Subjek diminta untuk mengunyah ortho wax dan mengumpulkan saliva dengan metode spitting selama lima menit secara berkala di dalam pot saliva yang kemudian diberi label.

Gambar 10. Pengumpulan saliva yang distimulasi.47

3.7.3 Persiapan Sampel Saliva Yang Distimulasi

Pot saliva yang dukumpulkan kedua yang yang berisi minimal 1 ml saliva yang telah dikumpulkan dan diberi label harus ditutup dengan rapat kemudian disusun di dalam termos yang berisi dry ice dan dibawa ke Laboratorium Penelitian Farmasi USU untuk melakukan pengukuran volume, pH, dan kadar ion kalsium dalam saliva terstimulasi.

3.7.4 Pengukuran Volume Saliva Yang Distimulasi

Pengukuran volume saliva dilakukan dengan cara menyalakan timbangan digital dan timbangan menunjukkan angka 0. Berat pot saliva ditimbang terlebih dahulu. Saliva yang sudah dikumpulkan kemudian di timbang dan dikurangkan dengan hasil


(47)

timbangan pot saliva kemudian hasil yang diperoleh dinyatakan dalam ml karena berat jenis untuk saliva adalah 1,0 maka 1 gr saliva sama dengan 1 ml saliva.46

Gambar 11. Pengukuran volume saliva yang distimulasi.47

3.7.5 Pengukuran pH Saliva Yang Distimulasi

Pengukuran pH saliva dilakukan dengan cara mencelupkan pH meter yang telah dikalibrasi sebelumnya ke dalam pot saliva kemudian catat hasil pH saliva yang ditunjukkan pada alat.

Gambar 12. Pengukuran pH saliva yang distimulasi. 47

3.7.6 Pengukuran Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi 3.7.6.1 Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kalsium Mengambil 1 ml larutan baku kalsium (1000 μg/ml) dengan menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan larutan aquabidest


(48)

hingga garis tanda. Larutan tersebut (10 μg/ml) dipipet masing-masing 0,5 ml, 2,5 ml, 5 ml, 10 ml, 15 ml dan dimasukkan kedalam labu takar 50 ml kemudian lakukan pengenceran dengan larutan aquabidest sampai garis tanda sehingga diperoleh larutan berkonsentrasi 0,1; 0,5; 1; 2; 3 μg/ml. Lakukan pengukuran larutan tersebut dengan SSA pada panjang gelombang absorbansi maksimum 422,7 nm dan dibuat kurva kalibrasi untuk larutan standar kalsium.

3.7.6.2 Pengukuran Kadar Ion Kalsium Sampel

Sampel saliva sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml dengan menggunakan spuit. Larutan sampel saliva diencerkan dengan aquabidest sampai garis tanda dan dihomogenkan. Larutan sampel disaring dengan kertas saring ke dalam labu takar 10 ml dan dihomogenkan kembali. Lakukan pengukuran kadar kalsium pada larutan sampel dengan menggunakan SSA pada panjang gelombang absorbansi maksimum 422,7 nm.

Perhitungan kadar ion kalsium pada penelitian ini menggunakan rumus molaritas agar didapatkan hasil dalam satuan mmol/l, yaitu:

Dengan keterangan, sebagai berikut:

1. M yaitu nilai molaritas dengan satuan mmol/l 2. c yaitu konsentrasi kalsium dengan satuan ppm 3. v yaitu volume pengenceran dengan satuan ml

4. ml yaitu volume saliva yang dipipetkan dengan satuan ml 5. Ar yaitu massa atom relatif kalsium


(49)

Gambar 13. Pengukuran Kadar Ion Kalsium Sampel.47 Pemipetan 1 ml saliva

ke labu ukur 25 ml

Pengenceran sampel saliva

Larutan dihomogenkan

Larutan disaring


(50)

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh diolah dengan menggunakan sistem komputerisasi yang meliputi gambaran statistik volume saliva, nilai pH saliva dan kadar ion kalsium dalam saliva yang distimulasi berdasarkan frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji T tidak berpasangan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi ganja dengan volume, pH dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi antara kelompok mantan pecandu ganja dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol) dan uji Oneway Anova untuk mengetahui hubungan frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja dengan volume, pH dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi antara kelompok mantan mantan pecandu ganja dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol). Tingkat signifikan yang diinginkan adalah p<0,05.


(51)

3.9 Kerangka Penelitian

Pengumpulan saliva yang distimulasi dengan metode

spitting dalam pot saliva

Pemeriksaan saliva

Volume saliva yang distimulasi

Kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pH saliva yang

distimulasi Menggunakan pH

meter

Pengukuran kadar ion kalsium menggunakan Spektrofotometer

Serapan Atom (SSA) Preparasi sampel

Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kalsium

Menggunakan timbangan digital

saliva dalam wadah dimasukkan ke dalam termos

berisi dry ice

Dibawa ke laboratorium

• 2 jam setelah sarapan pagi

• Tidak mengonsumsi apapun selain air putih

Mantan Pecandu ganja laki-laki berusia 16-49 tahun

• Konsumsi ganja terakhir kurang dari satu tahun

• sedang menjalani rehabilitasi Laki-laki tanpa riwayat mengonsumsi ganja berusia 20-24 tahun


(52)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini telah dilakukan pada mantan pecandu ganja yang sedang menjalani masa rehabilitasi di Panti Rehabilitasi PSPP Insyaf Medan dengan jumlah sampel 40 orang yang terdiri dari 30 orang mantan pecandu ganja laki-laki yang berusia 16-49 tahun, konsumsi ganja terakhir kurang dari satu tahun sebelum penelitian dilakukan dan 10 orang mahasiswa laki-laki FKG USU berusia 20-24 tahun yang tidak pernah mengonsumsi ganja sebagai kelompok kontrol. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari sampai Februari 2014.

4.1 Karakteristik Umum Subjek Yang Diteliti

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka didapatkan beberapa karakteristik umum subjek yang diteliti (tabel 1).

Tabel 1. Persentase Distribusi Frekuensi Karakteristik Umum Subjek Yang Diteliti

Karakteristik Kelompok Dengan Frekuensi Terbanyak

Kelompok Dengan Frekuensi Tersedikit Jenis Kelamin Laki-laki

(100%)

Perempuan (0%) Umur (tahun) 20 – 24

(27,5%)

>30 (15%) Pendidikan terakhir SMA

(66,7%)

Sarjana (3,3%)


(53)

Karakteristik Kelompok Dengan Frekuensi Terbanyak

Kelompok Dengan Frekuensi Tersedikit Cara mengonsumsi ganja Dihisap seperti rokok

(93,3%)

Melalui bong (6,7%) Merasakan mulut kering

setelah konsumsi ganja sebelum direhabilitasi Ya (90%) Tidak (10%) Aktivitas setelah

mengonsumsi ganja sebelum direhabilitasi

Berkumur atau minum air putih

(36,7%)

Menyikat gigi (3,3%)

Jenis minuman yang sering dikonsumsi saat direhabilitasi

Air putih/mineral (83,3%)

Minuman manis (teh/kopi/jus) (3,3%) Banyaknya air putih yang

dikonsumsi (gelas/hari) saat direhabilitasi

6 (30%)

1 (3,3%)

Frekuensi menyikat gigi (kali/hari) saat direhabilitasi

2 (60%)

1 (10%) Waktu menyikat gigi saat

direhabilitasi

Pagi dan sore (56,7%)

Pagi (3,3%)

Berdasarkan tabel 1 maka dapat dideskripsikan beberapa karakteristik umum sebagai berikut. Jenis kelamin pada penelitian ini adalah laki-laki 100%. Umur subjek dengan frekuensi paling banyak adalah pada kelompok umur 20-24 tahun (27,5%) dan umur subjek dengan frekuensi paling sedikit adalah pada kelompok 25-29 tahun dan lebih dari 30 tahun (15%) dengan usia paling muda yaitu 16 tahun, usia yang paling tua yaitu 49 tahun, dengan rata-rata usia 24 tahun. Sementara itu, tingkat pendidikan terakhir yang paling umum adalah SMA (66,7%) dan yang paling jarang adalah jenjang Diploma dan Sarjana (3,3%).


(54)

Subjek yang diteliti mengonsumsi ganja paling sering dengan cara dihisap seperti rokok (93,3%) dan yang jarang dengan cara dihisap melalui bong (6,7%). Sebelum menjalankan masa rehabilitasi, diketahui 90% subjek merasakan mulut kering setelah mengonsumsi ganja. Karena itu, banyak subjek yang melaksanan beberapa aktivitas untuk menetralkan perasaan mulut kering setelah mengonsumsi ganja. Aktivitas yang paling sering dilakukan adalah berkumur atau minum air putih sebanyak 11 orang (36,7%) dan minum alkohol sebanyak 11 orang (36,7%), sedangkan yang paling sedikit adalah menyikat gigi sebanyak 1 orang (3,3%).

Pada saat menjalani masa rehabilitasi, jenis minuman yang paling sering dikonsumsi subjek yang diteliti adalah air putih atau air mineral yaitu sebanyak 26 orang (83,3%) dan yang paling jarang dikonsumsi adalah minuman manis seperti teh, kopi, ataupun jus yaitu sebanyak 4 orang (3,3%). Karena rata-rata jenis minuman yang dikonsumsi subjek saat menjalani masa rehabilitasi adalah air putih atau air mineral maka ditanyakan banyaknya air putih yang dikonsumsi subjek. Banyaknya air putih yang dikonsumsi subjek paling sering adalah 6 gelas/hari yaitu 9 orang (30%) dan yang paling jarang adalah 1 gelas/hari yaitu 1 orang (3,3%), 2 gelas/hari yaitu 1 orang (3,3%) 14 gelas/hari yaitu 1 orang (3,3%), dan rata-rata banyaknya air putih yang dikonsumsi yaitu 6 gelas/hari. Saat menjalani masa rehabilitasi, frekuensi menyikat gigi yang paling banyak dilakukan subjek yang diteliti adalah sebanyak 2 kali/hari sebanyak 18 orang (60%) dan yang paling sedikit adalah sebanyak 1 kali/hari sebanyak 1 orang (10%). Sedangkan, waktu menyikat gigi yang paling sering dilakukan subjek penelitian adalah pada pagi dan sore hari (56,7%) dan yang paling jarang adalah pada pagi dan malam hari (3,3%).


(55)

4.2 Mengonsumsi Ganja Dengan Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi

Tabel 2. Hubungan Mengonsumsi Ganja Dengan Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi Antara Kelompok Mantan Pecandu Ganja dan Kelompok Kontrol

Kelompok n

Rerata Volume (ml/5menit)

± SD

p Rerata pH ± SD p

Rerata Kadar Ion Kalsium (mmol/l) ± SD p Mantan pecandu ganja

30 7,7623 ± 3,16361 0,035* 7,400 ± 0,3107 0,236 0,99387 ± 0,261284 0,002* Kontrol 10

10,1500 ±

2,35816 7,530 ± 0,2406

1,30300 ± 0,216490

Uji T tidak berpasangan, signifikan p<0,05

Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan mengonsumsi ganja dengan volume, pH dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi antara kelompok mantan pecandu ganja dan kelompok kontrol (tabel 2). Kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol) memiliki volume saliva (stimulasi) lebih tinggi yaitu 10,1500 ml/5 menit dengan standar deviasi (SD) 2,35816 dibandingkan dengan kelompok mantan pecandu ganja yaitu 7,7623 ml/5 menit dengan standar deviasi (SD) 3,16361. Berdasarkan hasil uji T tidak berpasangan didapatkan bahwa ada perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara volume saliva (stimulasi) pada kelompok mantan pecandu ganja dengan kelompok kontrol. Ini berarti hipotesis penelitian diterima, artinya ada hubungan antara mengonsumsi ganja dengan penurunan volume saliva yang distimulasi.

Kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol) memiliki pH saliva (stimulasi) yaitu 7,530 dengan standar deviasi (SD) 0,2406 dan kelompok mantan


(56)

pecandu ganja yaitu 7,400 dengan standar deviasi (SD) 0,3107. Berdasarkan hasil uji T tidak berpasangan didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara pH saliva (stimulasi) pada kelompok mantan pecandu ganja dengan kelompok kontrol. Ini berarti hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak ada hubungan antara mengonsumsi ganja dengan penurunan pH saliva yang distimulasi dan pada mantan pecandu ganja sudah tidak terjadi penurunan pH saliva (stimulasi).

Kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol) memiliki kadar ion kalsium saliva (stimulasi) lebih tinggi yaitu 1,30300 mmol/l dengan standar deviasi (SD) 0,216490 dibandingkan dengan kelompok mantan pecandu ganja yaitu 0,99387 mmol/l dengan standar deviasi (SD) 0,261284. Berdasarkan hasil uji T tidak berpasangan didapatkan bahwa ada perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara kadar ion kalsium saliva (stimulasi) pada kelompok mantan pecandu ganja dengan kelompok kontrol. Ini berarti hipotesis penelitian diterima, artinya ada hubungan antara mengonsumsi ganja dengan penurunan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi.


(57)

4.3 Frekuensi Mengonsumsi Ganja Dengan Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi

Tabel 3. Hubungan Frekuensi Mengonsumsi Ganja Dengan Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Yang Distimulasi

Uji Oneway Anova, signifikan p<0,05

Hasil yang diperoleh (tabel 3) menunjukkan terjadi penurunan volume saliva (stimulasi) pada kelompok mantan pecandu ganja apabila dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol), semakin sering seseorang mengonsumsi ganja maka semakin rendah pula volume saliva (stimulasi). Kelompok mantan pecandu ganja yang memiliki riwayat mengonsumsi ganja 1-4 kali per minggu menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (p>0,05) pada volume saliva (stimulasi) apabila dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja

Kelompok Frekuensi Mengon-sumsi Ganja (kali/minggu) n Rerata Volume (ml/5me-nit) ± SD

p Rerata

pH ± SD p

Rerata Kadar Ion Kalsium (mmol/l) ± SD p

Kontrol 10

10,1500 ± 2,35816 7,530 ± 0,2406 1,30300 ± 0,216490 Mantan Pecandu Ganja

1-4 12

9,7417 ± 3,34637

0,714 7,442 ±

0,2746 0,502

0,97583 ± 0,212280

0,002*

5-8 8

7,5825 ± 2,11925

0,044* 7,462 ±

0,3114 0,643

1,16075 ± 0,326433

0,020*

9-12 3

7,4300 ± 2,92057

0,049* 7,233 ±

0,5508 0,148

1,11333 ± 0,162583

0,018*

13-16 2

5,2650 ± 0,75660

0,020* 7,350 ±

0,0707 0,450

0,88500 ± 0,007071

0,025*

>16 5

4,4980 ± 1,07667

0,000* 7,320 ±

0,3564 0,216

0,74200 ± 0,136821


(58)

(kontrol). Sedangkan kelompok mantan pecandu ganja yang memiliki riwayat mengonsumsi ganja 5–8 kali per minggu, 9–12 kali per minggu, 13–16 kali per minggu dan lebih dari 16 kali per minggu menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) pada volume saliva (stimulasi) apabila dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol). Ini berarti terjadi penurunan volume saliva (stimulasi) yang signifikan pada mantan pecandu ganja dengan riwayat mengonsumsi ganja lebih dari 5 kali per minggu dan semakin sering seseorang mengonsumsi ganja semakin memiliki perbedaan volume saliva (stimulasi) dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol). Ini berarti hipotesis penelitian diterima, artinya rerata volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh frekuensi mengonsumsi ganja.

Hasil yang diperoleh dari uji Oneway Anova (tabel 3) menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara kelompok mantan pecandu ganja yang mengonsumsi ganja sebanyak 1-4 kali per minggu, 5-8 kali per minggu, 9-12 kali per minggu, 13-16 kali per minggu, dan lebih dari 16 kali per minggu dengan pH saliva (stimulasi) bila dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol). Ini berarti hipotesis penelitian ditolak, artinya rerata pH saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja tidak dipengaruhi oleh frekuensi mengonsumsi ganja.

Hasil yang diperoleh (tabel 3) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara kelompok mantan pecandu ganja yang mengonsumsi ganja sebanyak 1-4 kali per minggu, 5-8 kali per minggu, 9-12 kali per minggu, 13-16 kali per minggu dan lebih dari 16 kali per minggu dengan kadar ion kalsium saliva (stimulasi) bila dibandingkan dengan kelompok kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol). Ini berarti terjadi penurunan kadar ion kalsium saliva (stimulasi) yang signifikan pada mantan pecandu ganja. Ini berarti hipotesis penelitian diterima, artinya rerata kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh frekuensi mengonsumsi ganja.


(59)

4.4 Durasi Mengonsumsi Ganja Dengan Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi

Tabel 4. Hubungan Durasi Mengonsumsi Ganja Dengan Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi

Uji Oneway Anova, signifikan p<0,05

Hasil yang diperoleh (tabel 4) menunjukkan terjadi penurunan volume saliva (stimulasi) pada kelompok mantan pecandu ganja apabila dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol), dimana terdapat penurunan berkala pada volume saliva (stimulasi) berdasarkan durasi mengonsumsi ganja. Kelompok mantan pecandu ganja yang memiliki riwayat mengonsumsi ganja selama 0-4 tahun dan 5-7 tahun menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (p>0,05) Kelompok Durasi Mengon-sumsi Ganja (tahun) n Rerata Volume (ml/5me-nit) ± SD

p Rerata pH

± SD p

Rerata Kadar Ion Kalsium (mmol/l) ± SD P

Kontrol 10

10,1500 ± 2,35816 7,530 ± 0,2406 1,30300 ± 0,216490 Mantan Pecandu Ganja

0-4 17

8,8476 ± 3,31687

0,241 7,353 ±

0,2939 0,138

0,98867 ± 0,197070

0,004*

5-7 4

8,2650 ± 2,80928

0,253 7,625 ±

0,1708 0,586

0,92000 ± 0,226053

0,030*

8-10 4

6,6450 ± 1,62582

0,038* 7,500 ±

0,1826 0,863

1,11250 ± 0,105576

0,032*

>10 5

4,5640 ± 1,16577

0,001* 7,300 ±

0,4743 0,160

0,96200 ± 0,401771


(60)

pada volume saliva (stimulasi) apabila dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol). Kelompok mantan pecandu ganja yang memiliki riwayat mengonsumsi ganja selama 8-10 tahun dan lebih dari 10 tahun menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada volume saliva (stimulasi) apabila dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol) Ini berarti terjadi penurunan volume saliva (stimulasi) yang signifikan pada mantan pecandu ganja dengan riwayat mengonsumsi ganja selama lebih dari 8 tahun dan semakin lama seseorang mengonsumsi ganja semakin memiliki perbedaan volume saliva (stimulasi) dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol). Ini berarti hipotesis penelitian diterima, artinya rerata volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh durasi mengonsumsi ganja.

Hasil yang diperoleh dari uji Oneway Anova (tabel 4) menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara kelompok mantan pecandu ganja yang mengonsumsi ganja selama 0-4 tahun, 5-8 tahun, 8-10 tahun dan lebih dari 10 tahun dengan pH saliva (stimulasi) bila dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol). Ini berarti hipotesis penelitian ditolak, artinya rerata pH saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja tidak dipengaruhi oleh durasi mengonsumsi ganja.

Hasil yang diperoleh (tabel 4) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara kelompok mantan pecandu ganja yang mengonsumsi ganja selama 0-4 tahun, 5-8 tahun, 8-10 tahun dan lebih dari 10 tahun dengan kadar ion kalsium saliva (stimulasi) bila dibandingkan dengan kelompok kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol). Ini berarti hipotesis penelitian diterima, artinya rerata kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh durasi mengonsumsi ganja.


(1)

ANOVA

kadar ion kalsium saliva yang distimulasi

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 1,327 5 ,265 5,038 ,001

Within Groups 1,791 34 ,053

Total 3,118 39

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

kadar ion kalsium saliva yang distimulasi LSD

(I) frekuensi mengonsumsi ganja

(J) frekuensi mengonsumsi ganja

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

dimension2 1-4

dimension3

5-8 -,184917 ,104764 ,087 -,39782 ,02799 9-12 -,137500 ,148159 ,360 -,43860 ,16360 13-16 ,090833 ,175304 ,608 -,26543 ,44709 >16 ,233833 ,122175 ,064 -,01446 ,48212 kontrol -,327167* ,098278 ,002 -,52689 -,12744 5-8

dimension3

1-4 ,184917 ,104764 ,087 -,02799 ,39782 9-12 ,047417 ,155391 ,762 -,26837 ,36321 13-16 ,275750 ,181457 ,138 -,09302 ,64452 >16 ,418750* ,130851 ,003 ,15283 ,68467 kontrol -,142250 ,108874 ,200 -,36351 ,07901 9-12

dimension3

1-4 ,137500 ,148159 ,360 -,16360 ,43860 5-8 -,047417 ,155391 ,762 -,36321 ,26837 13-16 ,228333 ,209529 ,283 -,19748 ,65415 >16 ,371333* ,167623 ,034 ,03068 ,71198 kontrol -,189667 ,151093 ,218 -,49672 ,11739 13-16

dimension3

1-4 -,090833 ,175304 ,608 -,44709 ,26543 5-8 -,275750 ,181457 ,138 -,64452 ,09302 9-12 -,228333 ,209529 ,283 -,65415 ,19748 >16 ,143000 ,192036 ,462 -,24726 ,53326 kontrol -,418000* ,177791 ,025 -,77931 -,05669 >16 dimension3 1-4 -,233833 ,122175 ,064 -,48212 ,01446


(2)

9-12 -,371333* ,167623 ,034 -,71198 -,03068 13-16 -,143000 ,192036 ,462 -,53326 ,24726 kontrol -,561000* ,125717 ,000 -,81649 -,30551 kontrol

dimension3

1-4 ,327167* ,098278 ,002 ,12744 ,52689 5-8 ,142250* ,108874 ,020 -,07901 ,36351 9-12 ,189667* ,151093 ,018 -,11739 ,49672 13-16 ,418000* ,177791 ,025 ,05669 ,77931 >16 ,561000* ,125717 ,000 ,30551 ,81649 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.


(3)

Ion kalsium-durasi

Oneway

Descriptives

kadar ion kalsium saliva yang distimulasi

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

0-4 17 ,98867 ,197070 ,046450 ,89067 1,08667 ,550 1,250 5-7 4 ,92000 ,226053 ,130512 ,35845 1,48155 ,730 1,170 8-10 4 1,11250 ,105576 ,202788 ,46714 1,75786 ,890 1,720 >10 5 ,96200 ,401771 ,179677 ,46314 1,46086 ,520 1,600 KONTROL 10 1,30300 ,216490 ,068460 1,14813 1,45787 1,040 1,780 Total 40 1,07115 ,282768 ,044709 ,98072 1,16158 ,520 1,780

ANOVA

kadar ion kalsium saliva yang distimulasi

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups ,795 4 ,199 2,994 ,032

Within Groups 2,323 35 ,066


(4)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

kadar ion kalsium saliva yang distimulasi LSD

(I) durasi mengonsumsi ganja (J) durasi mengonsumsi ganja Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

dimension2 0-4

dimension3

5-7 ,068667 ,160672 ,672 -,25751 ,39485 8-10 -,123833 ,142420 ,391 -,41296 ,16530 >10 ,026667 ,130248 ,839 -,23775 ,29108 KONTROL -,314333* ,101618 ,004 -,52063 -,10804 5-7

dimension3

0-4 -,068667 ,160672 ,672 -,39485 ,25751 8-10 -,192500 ,196782 ,335 -,59199 ,20699 >10 -,042000 ,188160 ,825 -,42398 ,33998 KONTROL -,383000* ,169605 ,030 -,72732 -,03868 8-10

dimension3

0-4 ,123833 ,142420 ,391 -,16530 ,41296 5-7 ,192500 ,196782 ,335 -,20699 ,59199 >10 ,150500 ,172836 ,390 -,20037 ,50137 KONTROL -,190500 ,152427 ,220 -,49994 ,11894 >10

dimension3

0-4 -,026667 ,130248 ,839 -,29108 ,23775 5-7 ,042000 ,188160 ,825 -,33998 ,42398 8-10 -,150500 ,172836 ,390 -,50137 ,20037 KONTROL -,341000* ,141120 ,021 -,62749 -,05451 KONTROL

dimension3

0-4 ,314333* ,101618 ,004 ,10804 ,52063 5-7 ,383000* ,169605 ,030 ,03868 ,72732 8-10 ,190500* ,152427 ,032 -,11894 ,49994 >10 ,341000* ,141120 ,021 ,05451 ,62749 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.


(5)

Ion kalsium-lamanya berhenti

Oneway

Descriptives

kadar ion kalsium saliva yang distimulasi

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

0-4 21 ,95790 ,271157 ,059171 ,83448 1,08133 ,520 1,720 5-9 9 1,07778 ,228789 ,076263 ,90191 1,25364 ,860 1,600 kontrol 10 1,30300 ,216490 ,068460 1,14813 1,45787 1,040 1,780 Total 40 1,07115 ,282768 ,044709 ,98072 1,16158 ,520 1,780

ANOVA

kadar ion kalsium saliva yang distimulasi

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups ,807 2 ,404 6,462 ,004

Within Groups 2,311 37 ,062


(6)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

kadar ion kalsium saliva yang distimulasi LSD

(I) lamanya berhenti mengonsumsi ganja

(J) lamanya berhenti mengonsumsi ganja

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

dimension2 0-4

dimension3

5-9 -,119873 ,099572 ,236 -,32163 ,08188 kontrol -,345095* ,096024 ,001 -,53966 -,15053 5-9

dimension3

0-4 ,119873 ,099572 ,236 -,08188 ,32163 kontrol -,225222 ,114832 ,057 -,45789 ,00745 kontrol

dimension3

0-4 ,345095* ,096024 ,001 ,15053 ,53966 5-9 ,225222* ,114832 ,047 -,00745 ,45789 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.