Analisis Psikologis Tokoh Akihiro Dalam Novel Saga No Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1998. Psikologi Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Aziez, Furqonul & Hasim, Abdul. 2010. Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia

Djojosuroto, Kinayati dkk. 2000. Prinsip-prinsip Dasar Penelitian Bahasa dan Sastra. Bandung. Penerbit Nuansa

Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra: Epistimologi, Model, Teori, dan Aplikasi: Edisi Terbaru.Jakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service)

Fananie, Zainuddin. 2000. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Hall, Calvin S. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (klinis). Yogyakarta: Penerbit Kanisius

____________. 1995. FREUD: Seks, Obsesi, Trauma, dan Katarsis. Jakarta: Delapratasa

Koswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung : PT ERESCO

Mar’at, Samsunuwiyati. 2006. Perilaku Manusia. Bandung: PT Refika Aditama Nelson, Benjamin. 2003. FREUD:Manusia Paling Berpengaruh Abad Ke-20.

Surabaya : Ikon Teralitera


(2)

Pradopo, Rachmat. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Widia.

Saragih, Butet Marthalina. 2014. Fenomena Kyouiku Mama Terhadap Sistem Pendidikan di Jepang. Skripsi : Medan. USU Press

Sugono, Dendy.2011. Buku Praktis Bahasa Indonesia 1,2, Jakarta Timur: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sukada, Made. 1987. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia Masalah Sistematika Analisis Struktur Fiksi. Denpasar: Angkasa

Shimada, Yoshichi. 2013. Saga no Gabai Baachan, terjemahan. Indah Pratidina. Jakarta: Mahda Books

Zaviera, Ferdinand. 2007. Teori Kepribadian Sigmund Freud, Jogjakarta: PRISMASOPHIE

http://eprints.uny.ac.id/8242/3/BAB%202-08205241004.pdf http:// pelitaku.sabda.org/pemahaman_tentang karyasastra.html

http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00334-JP%20Bab%202.pdf http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00334-JP%20Bab%202.pdf http//Wikipedia.org/wiki/psikologi.html


(3)

38 BAB III

ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH AKIHIRO DALAM NOVEL

SAGA NO GABAI BAACHAN KARYA YOSHICHI SHIMADA

3.1 Sinopsis Cerita

Novel ini merupakan kisah perjalanan kehidupan seorang anak yang tinggal bersama dengan neneknya di desa Saga selama delapan tahun dengan gaya hidup yang jauh dari kemewahan dan belajar mandiri dengan segala sesuatu dengan kondisi ekonomi yang miskin.

Akihiro adalah seorang anak yang awalnya tinggal di Hiroshima bersama Ibu dan abangnya. Ayahnya meninggal diakibatkan efek dari radioaktif bom yang jatuh di Hiroshima pada Perang Dunia ke II tahun 1945 (6 Agustus tahun 20 era Showa) ketika melihat situasi rumah mereka di Hiroshima pasca perang tersebut. Setelah kepergian ayahnya, ibunya harus bekerja keras demi kelangsungan hidup mereka dan masa depan Akihiro dan abangnya.

Setelah keadaan membaik mereka menyewa apartemen seluas enam jou tikar tatami dan termasuk tempat tinggal yang kumuh. Ibu Akihiro bekerja di bar dan pulang sampai larut malam, sehingga yang tinggal di rumah mereka hanya abang beradik tersebut. Tangisan Akihiro pun tak terhindarkan tiap harinya, hingga merepotkan tetangga karena keinginannya bersama ibunya.

Ketika Akihiro mulai masuk Sekolah Dasar, Akihiro mulai mendatangi tempat kerja ibunya bahkan pada saat larut malam. Hal ini membuat cemas ibu Akihiro, sehingga ibu memiliki rencana untuk menitip dan menyekolahkan


(4)

39

Akihiro di desa Saga tempat nenek Akihiro tinggal. Bibi Kisako (kakak ibu Akihiro), Akihiro, beserta ibunya pun pergi ke terminal tanpa sepengetahuan Akihiro untuk pergi ke desa Saga. Hanya awalnya memiliki alasan pergi ke terminal untuk mengantar bibi Kisako. Namun ternyata, Akihiro yang akan pergi dan tinggal bersama sang nenek di Saga dengan diantarkan oleh bibi Kisako. Akihiro merasa telah ditipu bulat-bulat dan selama perjalanan Akihiro tak henti-hentinya menangis karena berpisah jauh dengan ibunya.

Akihiro hidup bersama nenek Osano sejak tahun 33 era Showa (1958), ketika itu nenek sudah berusia 58 tahun yang memiliki kehidupan jauh dari kemewahan dan bekerja sebagai tukang bersih-bersih di Universitas Saga. Akihiro melanjutkan sekolahnya di Sekolah Dasar Saga yang dahulunya adalah termasuk kawasan istana Saga. Selama tinggal bersama sang nenek hidup penuh dengan kedisiplinan dan mandiri. Diajarkan untuk masak sendiri, memberi persembahan kepada Budha setiap paginya, bahkan belajar berusaha menjadi yang terbaik dengan situasi yang miskin. Tekanan psikis yang awalnya dialami oleh Akihiro semakin membaik dan lebih terkontrol dengan didikan yang diberikan sang nenek secara langsung maupun tidak langsung.

Akihiro selama menjadi siswa Sekolah Dasar (SD) keinginannya besar untuk mengikuti dan menjadi bagian dari kegiatan olahraga. Awal permintaannya adalah mengikuti olahraga doujou. Namun, sang nenek tak mengizinkan karena membutuhkan biaya yang besar. Akihiro pun terus berusaha memperjelas kepada nenek dan nenek pun terus berusaha memperhatikan kebutuhan minat dari Akihiro dengan menyesuaikan keadaan mereka yang kurang berkecukupan. Hingga akhirnya nenek Osano


(5)

40

menawarkan olahraga lari. Dan dengan disiplin Akihiro terus berlatih dan dengan tidak lupa atas perhatian sang nenek. Kerinduannya kepada sang ibu di Hiroshima dapat dikonrol dengan baik dengan kesibukannya latihan berlarinya. Hingga ketika masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), Akihiro dipilih sebagai pemain tetap karena kecepatan larinya. Hal itu jarang terjadi pada saat itu. Sungguh kebanggan besar buat Akihiro dan nenek. Tidak itu saja, ketika kelas dua Sekolah Menengah Pertama (SMP), Akihiro dipilih sebagai kapten baseball di sekolahnya. Keberhasilannya di tim baseball mengantarkan Akihiro ke Hiroshima untuk melanjutkan sekolah dengan beasiswa yang diterimanya dan tinggal kembali pada ibumya.

3.2 Analisis Psikologis Tokoh Akihiro dalam Novel Saga no Gabai Baachan

Cuplikan 1 (hal. 35-36)

Meski saat itu aku masih kecil, aku mengharapkan akan mendengar kata-kata seperti berikut, “Selamat datang. Kau pasti lapar ya?” atau “Pasti kau sedih karena berpisah dari ibumu, tapi tak usah takut, Nenek akan menjagamu,” dan sebagainya.

Tetapi. kata-kata yang keluar pertama kali dari mulut Nenek malah, “Ikuti aku.”

Kemudian dengan langkah cepat, dia berjalan keluar melalui pintu belakang, menuju gubuk kecil yang terpisah dari sana. Gubuk itu sempit dengan ukuran kurang lebih dua jou tikar tatami. Di dalamnya terdapat jendela yang teramat besar, yang tampak mendominasi.


(6)

41

Lalu kepada diriku yang masih berdiri termangu tanpa tahu harus bagaimana, Nenek berkata, “Karena mulai besok Akihiro yang harus menanak nasi, perhatikan baik-baik.”

Setelah berkata begitu, Nenek mulai menyalakan api dalam tungku oven. Aku mendengar dengan jelas kata-kata yang Nenek ucapkan, tapi pada saat itu aku sama sekali tidak memahami maksudnya. Aku hanya bisa termangu menyaksikan Nenek menyalakan api dan melemparkan jerami serta batang-batang kayu ke dalam kobaran dalam tungku, untuk menyesuaikan besarnya bara api. Selang beberapa saat, Nenek berkata, “Nah, coba kau yang lakukan.”

Karena sudah disuruh begitu, akupun menerima alat peniup api dari bambu yang diangsurkan kepadaku dan, dengan patuh, mengarahkannya ke kobaran api. Masalahnya, karena seumur hidup ini kali pertama memegang bambu peniup api, aku cuma bisa asal meniup tanpa benar-benar mengerti apa yang sedang ku lakukan.

Analisis :

Dari cuplikan di atas memperlihatkan bahwa nenek Osano mengajarkan kedisiplinan untuk Akihiro (kyouiku mama), walaupun pada saat itu adalah pertemuan pertama bagi mereka. Nenek Osano ingin memberi kesan pertama yaitu kemandirian kepada Akihiro dengan kondisinya yang jauh dengan ibunya yang terdapat dalam cuplikan di atas seperti, “Ikuti aku” dan “karena mulai besok Akihiro yang harus menanak nasi, perhatikan baik-baik”. Seperti telah di sebutkan pada Bab II sebagai kyouiku mama, mereka


(7)

42

juga memberikan pendidikan non formal yang berfungsi menciptakan anak yang mandiri.

Dikaitkan dengan sistem kepribadian Sigmund Freud, awalnya Id (di bawah alam sadar) mendominasi pada kepribadian tokoh seperti yang terdapat dalam cuplikan di atas, “aku mengharapkan akan mendengar kata-kata seperti berikut, ‘ selamat datang. Kau pasti lapar ya?’ atau ‘ Pasti kau sedih karena berpisah dari ibumu, tapi tak usah takut, Nenek akan menjagamu’.” namun, karena ketegasan dari sang nenek sebagai kyouiku mama dengan berkata “Ikuti aku” dan “karena mulai besok Akihiro yang harus menanak nasi, perhatikan baik-baik” kemudian Superego langsung berinteraksi akan Id seperti yang ditunjukkan pada cuplikan “karena sudah disuruh begitu, akupun menerima alat peniup api dari bambu yang diangsurkan kepadaku dan, dengan patuh, mengarahkannya ke kobaran api”. Dari hal ini dapat dilihat Ego mampu mengontrol Id yang hanya bertujuan pada keinginan sendiri dan mampu mengintegrasikan Superego walaupun secara kepribadian tokoh tertekan secara psikologis yang ditunjukkan pada cuplikan “aku cuma bisa asal meniup tanpa benar-benar mengerti apa yang sedang ku lakukan”.

Keadaan psikologis Akihiro pada saat itu terguncang sesaat melihat hal-hal yang baru di depannya. Dengan tempat tinggal yang belum pernah dikunjungi sebelumnya, pekerjaan meniup bambu untuk memasak di usia kanak-kanaknya. Terlihat pada cuplikan di atas Akihiro yang terkejut, kecewa, dan bingung, “Lalu kepada diriku yang masih berdiri termangu tanpa tahu harus bagaimana”.


(8)

43 Cuplikan 2 (hal 39)

Selain itu, ada satu hal penting yang Nenek ajarkan kemarin. Hal pertama yang Nenek lakukan setelah nasi tanak adalah mempersembahkannya ke hadapan Budha. “Mulai besok, Akihiro yang akan menyiapkan nasi. Nanmandabu, nanmandabu…,” ucapnya melaporkan.

Sesuai ajaran yang ku dapat kemarin, aku pun menyalakan api di tungku dan menanak nasi. Akan tetapi, entah apa yang salah, nasi buatanku keras sekali. Bagian atasnya memang keras seperti tidak matang, tapi anehnya bagian dasarnya bahkan ada yang gosong. Meski begitu, karena tidak ada pilihan lain, aku pun mempersembahkan nasi keras itu ke hadapan Budha. Lalu seperti yang diajarkan Nenek, aku mempertemukan kedua telapak tangan kemudian merapal, “Nanmandabu, nanmandabu…” Setelah itu aku pun sarapan sendirian. Aku langsung kangen nasi putih hangat yang ditanak Ibu dengan dandang. Padahal baru kemarin pagi aku sarapan dengan nasi buatan Ibu, tapi rasanya sudah lama sekali tidak ku nikmati.

Analisis :

Dari cuplikan di atas memperlihatkan bahwa Akihiro tetap berusaha melakukan apa yang dikatakan atau yang diperintahkan oleh neneknya. Nenek Osano setiap harinya harus berangkat pukul empat pagi dan kembali pukul sebelas dari universitas tempat bekerja sang nenek sebagai tukang bersih-bersih. Sang nenek memiliki kebiasaan yaitu menyembah sang Budha dengan mempersembahkan nasi tanak. Tak henti-hentinya pula nenek mendidik Akihiro untuk menyembah sang Budha setiap pagi. Hal ini menunjukkan, nenek sebagai seorang yang menerapkan kyouiku mama dalam hal


(9)

44

kedisiplinan untuk menghormati leluhur mereka yang ditunjukkan pada cuplikan, “Hal pertama yang Nenek lakukan setelah nasi tanak adalah mempersembahkannya ke hadapan Budha. ‘Mulai besok, Akihiro yang akan menyiapkan nasi. Nanmandabu, nanmandabu…’ ucapnya melaporkan”.

Ketika bangun tidur Akihiro tidak menemukan neneknya karena sudah berangkat bekerja. Dan Akihiro berusaha melakukan tugas pertamanya yaitu memasak nasi sendiri. Hal ini menunjukkan Ego mendominasi dan dapat mengontrol Id yang di tunjukkan pada, “Sesuai ajaran yang ku dapat kemarin, aku pun menyalakan api di tungku dan menanak nasi.”. Bukan hanya tugas memasak, Akihiro juga harus mempersembahkan nasi yang telah dimasak kepada Budha. Namun, nasi yang dimasak Akihiro tidak berhasil dan dari hal ini Superego berinteraksi terhadap Ego terlihat pada cuplikan di atas “karena tidak ada pilihan lain, aku pun mempersembahkan nasi keras itu ke hadapan Budha. Lalu seperti yang diajarkan Nenek, aku mempertemukan kedua telapak tangan kemudian merapal, “Nanmandabu, nanmandabu…”

Keadaan psikologis yang mandiri semakin melekat pada pribadi Akihiro yang awalnya mudah menangis ditinggal jauh oleh ibunya. Dengan didikan sang nenek semakin membentuk kepribadiannya yang lebih baik. Dari cuplikan terakhir “aku langsung kangen nasi putih hangat yang ditanak Ibu dengan dandang” , memperlihatkan Id juga bertindak sebagai hal di bawah alam sadar Akihiro yang merindukan ibunya.

Cuplikan 3 (hal 59-60)

Meskipun menemui jalan buntu, bayangan akan sosok keren mengenakan pelindung badan dan mengayunkan pedang bambu tak dapat


(10)

45

hilang dari benakku. Namun kemudian seorang teman sekelas berkata kepada diriku yang kecewa, “Tokunaga-kun, kau mau ikut latihan judo?”

Segera saja seusai sekolah aku mencoba ikut latihan. Meski olahraga yang ini tidaklah semenarik kendo bagiku, berbeda dengan kendo, judo hanya membutuhkan pakaian khusus. Aku pun buru-buru pulang, kemudian masih dengan napas terengah-engah memohon kepada Nenek.

“Aku ikutan judo ya, Nek? Dibandingkan kendo, judo tidak butuh banyak uang kok.”

“Gratis?”

“Yah, tidak gratis juga sih…” "Lupakan saja.”

Biasanya bila sudah begini keadaannya, aku takkan memaksakan kehendak. Masalahnya aku takkan memaksakan kehendak. Masalahnya aku sudah benar-benar bertekad untuk punya kegiatan olahraga.

Saat aku sekuat tenaga menjelaskan soal ini, Nenek mendengarkan dengan saksama lalu mengangguk keras.

“Baiklah kalau begitu,aku punya ide bagus.” “Apa?”

“Mulai besok, kau lari saja.” “Lari?”

“Ya. Tidak perlu peralatan dan tempat berlarinya juga gratis. Lari saja.”

Meski merasa ada sesuatu yang aneh, karena masih kanak-kanak, aku pun setuju dan memutuskan untuk mulai olahraga lari.


(11)

46

Di sekolah tidak ada klub atletik sehingga cuma aku yang berlari di lapangan sekolah. Anak-anak lain, seusai jam sekolah, dengan semangat dan bersuara riuh-rendah, memulai permainan bola lempar atau semacamnya. Sementara, aku akan berlari lima puluh meter secepat-cepatnya.

Analisis :

Ketika Akihiro masuk Sekolah Dasar Akamatsu, Akihiro memiliki minat mengikuti olahraga kendo. Namun, karena kondisi ekonomi nenek yang tidak memungkinkan maka nenek tidak mengizinkannya untuk mengikuti olahraga tersebut. Akihiro kecewa dengan hal itu dan berusaha tetap mencari olahraga yang sesuai dengan minatnya yang berhubungan dengan kendo.

Dari cuplikan di atas dikaitkan dengan teori Sigmund Freud, Id awalnya mendominasi dilihat dari cuplikan “Meskipun menemui jalan buntu, bayangan akan sosok keren mengenakan pelindung badan dan mengayunkan pedang bambu tak dapat hilang dari benakku… Namun kemudian seorang teman sekelas berkata kepada diriku yang kecewa, ‘ Tokunaga-kun, kau mau ikut latihan judo?’ ”. Hal ini menunjukkan bahwa Id berusaha terus untuk mencari kesenangan untuk mengganti olahraga yang sebelumnya tidak dapat dikendalikan oleh Ego, dapat dilihat pada cuplikan “Segera saja seusai sekolah aku mencoba ikut latihan”. Dengan Id yang mendominasi, maka Akihiro mengungkapkan luapan kesenangannya kepada sang nenek agar dapat terus mengikuti olahraga kendo tersebut yang ditunjukkan pada kalimat “Aku pun buru-buru pulang, kemudian masih dengan napas terengah-engah memohon kepada Nenek.”


(12)

47

Sebagai seorang yang melaksanakan kyouiku mama, nenek Osano selalu mencari ide untuk memenuhi kebutuhan minat Akihiro. Seperti yang telah disebutkan pada Bab II, nenek Osano menerapkan konsep kyouiku mama yaitu ranjau mental I dan ranjau mental II yang terdapat pada cuplikan di atas “Mulai besok, kau lari saja”. Hal ini juga merupakan Superego yang berinteraksi terhadap Id pada Akihiro. Tawaran yang diberikan sang nenek menjadi jalan keluar bagi minat olahraga Akihiro.

Superego kembali berotoritas terlihat “aku pun setuju dan memutuskan untuk mulai olahraga lari”. Dari jawaban Akihiro tersebut, memperlihatkan juga kondisi psikologis yang dihasilkan oleh ranjau mental II. Dimana, sang anak kesulitan untuk membedakan antara menerima dan menolak setiap tawaran yang di berikan kyouiku mama. Dan Ego juga berinteraksi mengawasi Id kembali, seperti ketika murid-murid lain melakukan permainan bola lempar atau semacamnya Akihiro tetap melakukan olahraga larinya, padahal awalnya Akihiro mudah tergiur dengan macam-macam olahraga ketika teman-temannya menawarkannya.

Cuplikan 4 (hal 61-62)

Kalau ditanya seberapa seriusnya latihanku, jawabannya bisa dilihat dari kenyataan bahwa biasanya sehabis sekolah, aku langsung pulang pergi bermain di pinggiran sungai dengan teman-teman. Sejak latihan lariku dimulai, hanya aku yang datang terlambat, tiga puluh sampai empat puluh menit kemudian.


(13)

48

“Hari ini aku berlari sekuat tenaga lho!” ujarku mengumumkan dengan bangga ke Nenek.

Anehnya, Nenek malah bilang, “Jangan berlari terlalu kencang,” begitu katanya.

“Kenapa aku tidak boleh, Nek? “Nanti kau jadi lapar.”

“Oh…”

Sambil berfikir, “Apa maksud Nenek menarik untuk menghentikanku.

“Sebentar, Akihiro, satu hal lagi. Jangan-jangan kau berlari dengan memakai sepatu ya?”

“Heh? Tentu saja pakai.”

“Dasar bodoh! Kau harus berlari bertelanjang kaki! Sepatumu nanti rusak!” Tak perlu ditanya lagi. Aku tidak mendengarkan dua usulan ini. Aku berlari sekuat tenaga dan tentu saja, tetap mengenakan sepatu.

Analisis:

Ketika Akihiro menggeluti olahraga larinya sebagai saran dari sang nenek, Akihiro serius untuk melakukan olahraganya tersebut. Dilihat dari ketertiban Akihiro mengatur jadwal baru yaitu setiap pulang sekolah Akihiro berlatih setelah itu berkumpul dengan teman-temannya di pinggiran sungai. Dari hal ini, Akihiro sebagai didikan sang nenek menciptakan Akihiro yang sistematis/terjadwal. Hal ini merupakan ciri dari tindakan kyouiku mama itu sendiri. Melihat dari ketertiban Akihiro menunjukkan Ego masih terkontrol dengan baik.


(14)

49

Namun, terdapat interaksi antara Superego, Ego, dan Id seperti “Jangan berlari terlalu kencang,” ini menunjukkan Superego menjalankan fungsinya yaitu mengarahkan Ego untuk menggantikan realistis dengan tujuan yang moralistis. Namun, tidak lama Superego tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik yang ditunjukkan pada cuplikan di atas “Aku tidak mendengarkan dua usulan ini”. Id mendominasi atas ketiga struktur kepribadian tokoh tersebut. Dan akhirnya Akihiro sama sekali tidak mengindahkan pesan-pesan dari sang nenek.

Dari kedua saran yang diberikan sang nenek yaitu “Jangan berlari terlalu kencang,” dan “kau harus berlari bertelanjang kaki! Sepatumu nanti rusak!”, kembali menunjukkan bahwa pesan dari ranjau mental I dari konsep kyouiku mama yaitu ada terdapat garis tipis yang memisahkan antara memotivasi anak untuk melakukan yang terbaik dalam segala hal termasuk ke hal yang kurang diminati sang anak.

Cuplikan 5 (hal 96-97)

Di pagi hari darmawisata musim gugur sekolah yang aku nantikan. Aku bertanya kepada Nenek, “Tidak ada botol air ya?”

Tanpa menunggu lama, Nenek langsung menjawab, “Kau bawa saja teh dengan termos air panas.”

Hah? Termos itu? pikirku dalam hati. Namun karena kemudian berfikir termos tersebut lebih baik dari pada tidak ada sama sekali, aku menerima teh dalam termos, lalu berangkat. Tapi bagaimanapun, termos tetaplah termos.

Aku berjalan sambil membawa termos yang diikat tali tentunya menjadi pusat perhatian, bukan hanya oleh teman sekelas tapi juga orang yang


(15)

50

berlalu lalang di jalan. Seharian aku merasa malu. Ketika waktu darmawisata sekolah berakhir, dengan segera aku melangkah menuju jalan pulang. Meski begitu, mendadak situasi mulai berubah.

Karena seharian berlarian dan bermain, banyak di antara anak-anak yang ikut jalan-jalan tadi kini kehausan. Di botol air yang kecil milik teman-teman sudah tidak tersisa lagi teh, sementara di termos air panasku masih ada dua per tiganya.

“Tokunaga-kun, kau masih punya teh?” “Minta ya!”

Mereka berdatangan mendekatiku. Bagaimanapun karena jika teh di dalam termos berkurang, bawaanku menjadi semakin ringan, aku tidak punya alasan untuk menolak permintaan mereka.

Analisis :

Dari cuplikan di atas dapat dianalisis bahwa nenek sebagai kyouiku mama dalam cerita tersebut tetap mengusahakan yang terbaik bagi Akihiro walaupun kondisi yang susah. Sebagai kyouiku mama nenek Osano memperlihatkan dan menyediakan termos untuk Akihiro walaupun termos tersebut tidaklah cocok untuk dibawa darmawisata seorang anak-anak. Namun, dari keterbatasan sang nenek tetap mengusahakan apa yang menjadi kebutuhan Akihiro.

Membawa sebuah termos pada saat darmawisata sekolah sangat memalukan dirasakan Akihiro pada saat itu. Pemikiran awal Akihiro “lebih baik termos dari pada tidak ada sama sekali” menunjukan bahwa Id ditekan oleh Ego. Seperti pada teori Sigmund Freud fungsi Ego mengontrol Id, bukan


(16)

51

untuk kesenangannya tetapi menengahi kebutuhan-kebutuhan individu tersebut dan hal itu dapat berjalan pada interaksi sistem kepribadian tokoh tersebut. Dan juga dapat dinilai Akihiro sebagai penerima dari kyouiku mama menjadi pribadi yang tidak bergantung pada orang lain.

Dan awalnya Akihiro terkejut dengan kondisi itu atas jawaban sang nenek seperti cuplikan di atas “Hah? Termos itu? pikirku dalam hati”. Seperti yang dijelaskan sebelumnya Ego dapat kembali mengendalikan keadaan psikologis tokoh walaupun dengan kondisi yang malu atau tidak percaya diri karena anak-anak lain tidak membawa benda seperti yang dibawa oleh Akihiro.

Cuplikan 6 (hal 131)

Sesampainya aku di pinggir sungai, air mata yang sejak tadi kutahan kini tumpah seluruhnya. Entah bagaimana, aku tak dapat mencegah diriku merasa marah dan tak berdaya. Karena masih belum ingin bertatap muka dengan nenek, aku berjalan menyusuri tepian sungai. Kemudian ketika hari sudah gelap, aku kembali ke kamarku.

Ketika tiba di sana, dengan rapi diletakkan di samping futonku yang sudah digelar, terdapat baki yang ditutupi selembar serbet. Setelah mengangkat serbet itu, aku melihat baki ada piring yang berisi sebuah onigiri (nasi kepal) besar.

Analisis :

Dari cuplikan di atas dengan jelas menggambarkan bahwa Akihiro merasa kesal, stress, marah atas tindakan sang nenek. Akihiro akhirnya


(17)

52

meluapkan di pinggir sungai sekitar rumah nenek. Rasa tertekan menunjukkan akibat dari kyouiku mama dan Id mendominasi yang ditunjukkan pada “Entah bagaimana, aku tak dapat mencegah diriku merasa marah dan tak berdaya. Karena masih belum ingin bertatap muka dengan nenek, aku berjalan menyusuri tepian sungai”. Seperti pada teori Sigmund Freud dalam Hall (1993:64), Id tidak bisa menanggulangi peningkatan energi yang dialaminya sebagai keadaan-keadaan tegangan yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu, apabila tingkat tegangan organisme meningkat, baik sebagai akibat stimulasi dari luar atau rangsangan yang timbul dari dalam, maka Id akan bekerja sedemikian rupa untuk segera menghentikan tegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat energi rendah dan konstan serta menyenangkan.

Sehubungan dengan teori tersebut, untuk mengembalikan dan menurunkan ketegangan maka individu tersebut mencari kesenangannya sendiri yang ditunjukkan pada cuplikan “Sesampainya aku di pinggir sungai, air mata yang sejak tadi kutahan kini tumpah seluruhnya” dan “karena masih belum ingin bertatap muka dengan nenek, aku berjalan menyusuri tepian sungai”.

Cuplikan 7 (hal 144-145)

Tapi, mungkin karena masih takut dianggap ibuku, nenek belum mau datang secara terbuka. Bahkan saat datang ke pertandingan latihan, nenek memilih tempat yang tertutup bayangan untuk menonton.

“Hei, datang tuh.” “Ya, tahu.”


(18)

53

Kadang-kadang, teman satu tim akan berbisik memberitahu. Tetapi karena nenek sudah bersusah-payah agar tidak diketahui, jadi aku pura-pura tidak tahu kedatangannya.

Namun di suatu hari, ketika aku sampai di rumah, “Hari ini pukulanmu hebat ya!” kata nenek tiba-tiba muncul. Hari ini adalah hari ketika aku berhasil menciptakan homerun.

Sebenarnya aku tahu nenek datang, tapi aku pura-pura bertanya, “Lho? Kenapa nenek bisa tahu?”. Nenek hanya menjawab dengan tawa ceria yang keras.

Kejadian seperti itu akhirnya terjadi beberapa kali. Kemudian, sedikit demi sedikit, nenek duduk kian ke tengah dan mulai meneriakkan dukungan. “Akihiro! Pukul bola homerun!”

Meski sehari-hari bersikap anggun, khusus pada saat-saat seperti inilah nenek berseru keras untuk menyemangatiku.

Analisis :

Dari kedisiplinan Akihiro akan kegiatan olahraga larinya, Akihiro dapat mengikuti festival olahraga di sekolahnya. Datang ke sekolah atau kegiatan-kegiatan anak sekolah merupakan hal yang melekat dilakukan seorang ibu pendidik untuk mengetahui perkembangan sang anak ketika di sekolah. Ini merupakan kepedulian yang ditunjukkan sang nenek dan sekaligus sebagai ibu pendidik Akihiro.

Awal Akihiro sekolah, nenek Osano yang mengantarkan ke sekolah. Akihiro malu karena ditertawakan oleh teman-temannya karena nenek tua yang mengantarkan dia ke sekolah. Melihat hal itu, nenek Osano mengurangi


(19)

54

intensitasnya untuk melihat dan memperhatikan Akihiro di sekolah seperti yang ditunjukkan pada cuplikan di atas “Bahkan saat datang ke pertandingan latihan, nenek memilih tempat yang tertutup bayangan untuk menonton”. Dan sekarang Ego dapat mengontrol Id untuk tetap percaya diri akan kehadiran sang nenek di sekolahnya yang ditunjukkan pada cuplikan “Sebenarnya aku tahu nenek datang, tapi aku pura-pura….”. Walaupun teman tim Akihiro mulai memberi tahu tentang kedatangan neneknya, Akihiro tetap percaya diri akan keberadaan sang nenek. Hal tersebut membuktikan Ego tetap mampu menjalankan fungsinya sebagai proses dalam penghidupan seseorang, mendorong pertumbuhan dan penyempurnaan proses rohaniah dari pengamatan, ingatan, pikiran, dan tindakan.

Karena sang nenek juga merasa Akihiro ada perubahan, sang nenek pun semakin dekat untuk lebih memperhatikan Akihiro di sekolah maupun pada saat pertandingan seperti pada cuplikan “Kemudian, sedikit demi sedikit, nenek duduk kian ke tengah dan mulai meneriakkan dukungan”. Dari cuplikan di atas juga dapat dinilai keadaan psikologis Akihiro yang semakin disiplin dan percaya diri.

Cuplikan 8 (hal 147-148)

Ketika aku duduk di kelas dua dan pertandingan musim panas berakhir, anak-anak kelas tiga mengundurkan diri dari klub. Aku pun diangkat menjadi kapten baru.

Di hari aku terpilih menjadi kapten, sambil melahap makan malam, aku berkata pada nenek, “Aku dipilih menjadi kapten baru, nek”.


(20)

55

Mendengar ini, nenek tiba-tiba bangkit dari duduknya. Kemudian, dia membuka tutup nagamochi beremblem miliknya dan mengeluarkan selembar uang 10.000 yen dari dalamnya.

“Akihiro, nenek pergi beli sepatu atletik dulu ya.” Setelah berkata demikian, dengan langkah cepat nenek bergerak ke pintu depan. Saat itu, aku belum memiliki sepatu Spike atletik dan selalu menggunakan sepatu olahraga biasa. Malahannya, saat itu jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh. “Nenek, meskipun pergi sekarang, tokonya sudah tutup, bukan?” ujarku sambil mengikuti nenek keluar rumah.

“Tidak, kapten harus punya sepatu Spike,” ujar nenek tidak menghiraukan.

Analisis :

Prestasi Akihiro semakin meningkat, berkat kedisiplinannya berlatih lari, impiannya sebagai klub baseball pun terwujud. Ketika Akihiro masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), Akihiro diterima dalam klub baseball sebagai pemain tetap yang didapatnya karena kecepatan larinya yang tinggi.

Mendengar kabar tersebut sang nenek pun tidak tanggung-tanggung menyediakan kebutuhan utama Akihiro, yaitu sepatu Spike. Seperti konsep kyouiku mama dalam sistem ranjau mental I, mengatakan bahwa “orangtua ingin anak-anak mereka bebas menggali bakat dan minat yang dimilikiya”. Nenek Osano ingin melihat kesuksesan pada Akihiro. Dari sisi psikologis, Akihiro sangat senang dipilih sebagai pemain tetap di klub dan menjadi kapten baseball di sekolahnya.

Dilihat dari interaksi sistem kepribadian dalam teori Sigmund Freud, Ego mulai terbina, dimana tokoh hanya mengatakan keputusan dari sekolah


(21)

56

pada saat makan malam tanpa meminta apapun “Di hari aku terpilih menjadi kapten, sambil melahap makan malam, aku berkata pada nenek, ‘Aku dipilih menjadi kapten baru, nek’”. Akihiro semakin sadar akan apa-apa saja yang dimiliki sang nenek yang hidupnya serba kekurangan.

Mendengar kabar yang menggembirakan tersebut sang nenek dengan sigap mengeluarkan harta berharganya untuk membeli sepatu untuknya. Ego dari Akihiro mencoba untuk menstabilkan keadaan dengan mengingatkan sang nenek, “Nenek, meskipun pergi sekarang, tokonya sudah tutup, bukan?” ujarku sambil mengikuti nenek keluar rumah. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi sistem kepribadian Akihiro terlihat semakin seimbang antara Id, Ego, dan Superego.

Cuplikan 9 (hal 176-177)

Saat latihan baseball, aku menyuruh anggota klub yang lain latihan memukul dan sebagainya, sementara aku kembali ke kelas. Lalu dengan pahat, aku pun mengukir gambar payung pasangan di papan tulis.

“ Kalau begini, pasti tidak akan bisa dihapus.”

Aku lalu tertawa sendiri karena merasa puas dengan hasil karyaku. Keesokkan harinya.

Sang guru memasak seperti biasa berusaha menghapus keisengan di papan tulis, namun sekeras apapun dia menggosok, gambar itu tak mau hilang. Lalu begitu menyadari bahwa gambarnya tidak akan hilang, sang guru mulai kesal.

Melihat sang guru yang kian lama panik, tawa para murid yang tadinya hanya bisikan kini makin keras. Saking lucunya, kulit perutku rasanya sampai


(22)

57

mau terbelah terbuka. Namun pada detik berikutnya, suasana di kelas itu kemudian membeku.

Siapa yang melakukan ini? Jangan anggap masalah ini akan berlalu begitu saja! Begitu menyadari bahwa gambar iseng itu kali ini telah diukir dengan pisau pahat, kesabaran sang guru pun habis. Mukanya memerah dan dengan suara keras, dia terus membentak-bentak.

“Saya yang melakukannya. Saya mohon maaf.” Kataku meminta maaf dengan jujur, sambil bangkit dari kursi.

Plak!

Mendadak pipiku ditampar keras.

“Tokunaga, ternyata memang kau ya pelakunya? Memangnya kau tidak malu melakukan hal begini? Seperti anak kecil saja! Papan tulis itu mahal harganya. Pokoknya kau harus menggantinya.”

Dibandingkan tamparan di pipi, kata “mengganti” lebih membuatku shock bukan kepalang. Baru ku sadari aku telah bertindak berlebihan. Aku telah mengukir payung pasangan begitu besarnya sehingga papan tulis itu takkan dapat dipakai lagi.

Saat pulang, dengan takut-takut, aku melaporkan seluruh kejadian kepada nenek.

“Lalu?”

“Yah, aku disuruh mengganti papan tulisnya.” “Tentu saja!”

“Maaf.”


(23)

58 “Aku benar-benar minta maaf.”

Saat itu aku sungguh-sungguh menyesali perbuatanku.

Analisis :

Melihat dari cuplikan di atas menunjukkan bahwa kejahilannya di sekolah yang ditujukan kepada gurunya. Awalnya hanya bermaksud bercanda setelah berlatih baseball dan menggangu guru memasak dan guru musik yang saat itu digosipkan memiliki hubungan yang spesial. Namun, ulahnya tidak bisa ditoleransi oleh gurunya melihat papan tulis sudah dipahat. Hal ini merupakan salah satu ciri dari anak yang memperoleh pola didik dari seorang kyouiku mama. Di rumah belajar untuk patuh namun, di luar rumah terkadang menjadi anak yang berontak, mencari kesenangan pribadinya karena kejenuhan akan kedisplinan atau ingin kebebasan.

Pada cuplikan cerita di atas Akihiro melakukan kesenangannya menjahili gurunya dan merasa puas. Id tidak terkontrol “Lalu dengan pahat, aku pun mengukir gambar payung pasangan di papan tulis… Aku lalu tertawa sendiri karena merasa puas dengan hasil karyaku”. Dan Superego tidak dapat mengarahkan Ego ke tujuan yang realistis atas perbuatannya itu. Karena guru yang kelewat marah, akhirnya Akihiro mulai sadar terlihat pada cuplikan “Baru ku sadari aku telah bertindak berlebihan. Aku telah mengukir payung pasangan begitu besarnya sehingga papan tulis itu takkan dapat dipakai lagi. Ego kembali mengingatkan akan buruknya yang telah ia lakukan. Dan dengan adanya Ego, Akihiro mengaku kesalahannya dan meminta maaf kepada guru nya tersebut.


(24)

59

Namun, dari pengakuannya tersebut Akihiro ditampar keras oleh gurunya. Perasaannya yang takut dan penuh penyesalan karena ulah nakalnya di sekolah semakin menanamkan penyesalan terhadap dirinya sendiri. Seorang anak hasil didikan dari kyouiku mama salah satu sikap positifnya adalah mudah meminta maaf ketika melakukan kesalahan. Hal itu ditunjukkan pada cuplikan ketika meminta maaf kepada sang guru “Saya yang melakukannya. Saya mohon maaf. Kataku meminta maaf dengan jujur, sambil bangkit dari kursi”. Dan tidak lupa Akihiro juga meminta maaf dengan penuh penyesalan kepada sang nenek walaupun dengan ketakutan yang besar, “Aku benar-benar minta maaf. Saat itu aku sungguh-sungguh menyesali perbuatanku.”

Cuplikan 10 (hal 224-225)

“Kubo! Kenapa tidak datang? Jangan-jangan uang hasil kerja keras kami kau pakai seenaknya ya?”

Aku menerjangnya dengan kasar hingga kursi yang diduduki Kubo terdorong kehilangan keseimbangan. Kubo pun terjatuh ke lantai.

“Ayo jawab! Kau pakai, bukan?”

Sekalipun sudah ku desak sedemikian rupa, Kubo menjawab tegas, ”….Bukan.”

“Apanya yang bukan?”

“Sejak awal aku sudah memutuskan untuk tidak pergi trip sekolah. Aku membeli ini dengan uang itu. Kupikir ada baiknya kita meninggalkan ini untuk para junior.”


(25)

60

Kubo bangkit dan meraih bungkusan besar yang dibawanya. Dari dalam bungkusan itu, dia mengeluarkan sarung tangan cather dan tongkat pemukul yang baru, beserta tiga dus bola baseball.

Sambil mengamati semua peralatan baru yang begitu menyilaukan mata itu, aku pun teringat ke belakang. Ketika separuh disodori secara paksa, Kubo memang menerima uang itu, tapi dia hanya berkata. “Baiklah, aku jaga.”

Sejak detik itu, Kubo pasti telah memutuskan di dalam hati. “Maaf, Kubo. Maaf ya.”

Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku duduk bersimpuh dan meminta maaf. Bukannya aku berfikir kalau tidak melakukannya ini, Kubo tidak akan memberi maaf. Hanya saja saat itu aku benar-benar merasa bersalah, aku ingin meminta maaf dari lubuk hatiku yang terdalam.

Analisis :

Dari cuplikan di atas menggambarkan kekesalannya terhadap Kubo teman satu tim baseball di sekolah karena merasa tertipu atas ketidakhadirannya mengikuti trip sekolah. Trip tersebut merupakan perpisahan kelas tiga siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada saat itu. Padahal uang yang diberikan Akihiro dan satu timnya merupakan uang hasil kerja keras mereka agar Kubo ikut trip sekolah. Namun karena Akihiro merasa tertipu, Id tidak terkontrol ditunjukkan pada cuplikan, “Akihiro mendorongnya dengan kasar hingga membuat Kubo jatuh”. Memuaskan rasa marah dan kekecewaanya membuat keadaan semakin tegang. Id dominan dalam sistem


(26)

61

kepribadian Akihiro, Ego tidak dapat mengawasi dan mengontrol alam bawah sadar dari tindakannya.

Setelah penjelasan Kubo mulailah Akihiro mulai berfikir dan Ego mulai mengontrol kerja Id. Kubo dengan menjelaskan bahwa uang yang diberikan mereka untuk membelikan perlengkapan baseball untuk junior setelah mereka tamat dari sekolah tersebut. Hal itu membuat Akihiro semakin merasa bersalah dimana Ego mencoba mengontrol dengan mengingatkan yang dikatakan Kubo sebelumnya “…aku pun teringat ke belakang. Ketika separuh disodori secara paksa, Kubo memang menerima uang itu, tapi dia hanya berkata. “Baiklah, aku jaga.” Sejak detik itu, Kubo pasti telah memutuskan di dalam hati”. Penyesalan semakin dalam dilihat dari cuplikan di atas “Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku duduk bersimpuh dan meminta maaf”.

Keadaan psikologis Akihiro yang bertanggung jawab dan mengangkat kebenaran. Dari sisi keadaan psikologis, dapat dianalisis bahwasanya Akihiro termasuk pribadi yang emosional, mudah kecewa. Tetapi, jika Akihiro merasa dia adalah orang yang salah Akihiro mampu dan terbuka untuk mengaku kesalahannya.


(27)

62 BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Di dalam akhir penulisan skripsi ini, penulis membuat beberapa kesimpulan dari keseluruhan bab sebelumnya yaitu :

1. Novel Saga no Gabai Baachan merupakan novel non fiksi. Novel biografi yang menceritakan kehidupan seorang anak bernama Akihiro tinggal selama delapan tahun di desa Saga bersama neneknya. Melanjutkan kehidupan di Saga merupakan keputusan ibunya untuk mempersiapkan dan memperbaiki masa depan Akihiro pasca Perang Dunia ke II.

2. Dalam novel ini tidak lepas dari unsur-unsur ekstrinsik khususnya psikologis. Untuk mengetahui interaksi sistem kepribadian psikologi tokoh, penulis menggunakan teori Sigmund Freud. Sistem kepribadian Akihiro pada novel ini dinilai semakin seimbang. Awalnya keadaan psikologis Akihiro kurang baik akibat dari perpisahan dengan ibunya dan tinggal bersama sang nenek yang miskin serta ajarannya yang disiplin.

3. Adanya konsep kyouiku mama yang diterapkan sang nenek selama delapan tahun. Kyouiku mama memicu saling menekannya sistem kepribadian tokoh (Akihiro) hingga semakin terbentuk dan seimbangnya Id, Ego, dan Superego tokoh tersebut.

4. Nenek Osano adalah nenek yang melaksanakan kyouiku mama. Pada umumnya anak yang mendapatkan pola kyouiku mama akan mengalami


(28)

63

depresi, tekanan batin atau stress. Dan dari sisi positif Akihiro menjadi pribadi yang mandiri, pekerja keras, disiplin, meminta maaf ketika bersalah, menghargai tata krama leluhurnya dan menghargai orang yang lebih tua darinya.

5. Kedisiplinan merupakan salah satu karakter pemenang yang menghasilkan buah yang manis ke depannya.

4.2 Saran

Melalui penulisan skripsi ini ada beberapa saran yaitu :

1. Agar setiap penikmat karya sastra dalam menentukan unsur intrinsik dan ekstrinsik lebih teliti dengan membaca secara berulang-ulang dan menggali lebih dalam lagi khususnya cerita yang memiliki latar sosial/ budaya yang berhubungan dengan pendekatan yang digunakan.

2. Dalam mendidik anak sangat perlu diperhatikan agar tidak menjadi beban psikis pada anak. Dari pola didik yang diberikan menjadi penentu bagaimana psikologis dan karakter yang dimiliki seorang anak.

3. Skripsi ini dapat dipakai sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.


(29)

15 BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL, PSIKOANALISA SIGMUND FREUD, POLA DIDIK ORANG TUA DALAM KONSEP KYOUIKU MAMA,

DAN BIOGRAFI PENGARANG

2.1 Defenisi Novel

Novel merupakan salah satu jenis karya sastra yang pada hakikatnya sebuah cerita/narasi yang digambarkan dalam plot. Menurut Rees dalam Aziez dan Hasim (2010:1), novel pada hakikatnya sebuah cerita fiksi dalam bentuk prosa yang cukup panjang, yang tokoh dan perilakunya merupakan cerminan kehidupan nyata, dan yang digambarkan dalam satu plot yang kompleks. Sehubungan dengan ini, menurut Decaremon dalam Aziez dan Hasim (2010:8), novel yang merupakan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap perilaku. Kata novel berasal dari bahasa Italia, “novella” yang berarti ‘sebuah kisah, sepotong berita’. Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen dan tidak dibatasi keterbatasan struktur dan materikal sandiwara atau sajak (Decaremon dalam Aziez dan Hasim, 2010:10).

Perkembangan novel di dunia terdapat jenis-jenis dari novel itu sendiri, yaitu :


(30)

16 A. Novel Picaresqua

Menurut akar katanya ia berasal dari kata picaro yang dalam bahasa Spanyol berarti ‘bandit’. Novel ini biasanya bersifat episodik, sering tidak memiliki plot yang tidak baik, serta langkanya tokoh yang mengalami perubahan psikologis.

B. Novel Epistolari

Novel jenis ini merebak pada abad kedelapan belas yang memanfaatkan surat yang dikirim di antara tokoh-tokoh yang ada di dalamnya sebagai indeks media penyampaian cerita.

C. Novel Sejarah

Jenis novel yang latar belakangnya merupakan sejarah, termasuk tokoh sejarah yang dimasukkan dalam rangkaian cerita. Novel ini sering ditandai dengan penggambaran rinci tentang suatu perilaku, bangunan, ataupun pranata.

D. Novel Regional

Novel regional adalah novel yang latarnya, atau “warna daerahnya”, memainkan peranan yang penting.

E. Novel Satir

Novel yang mengandung makna yang “melebih-lebihkan”, yang melibatkan khayalan fiktif dalam kadar tertentu.


(31)

17 F. Bildungsroman

Novel ini merujuk pada sejenis novel yang mengonsentrasikan dirinya pada perkembangan diri sang tokoh, dari masa muda atau kanak-kanak sampai masa dewasa.

G. Novel Tesis

Novel tesis merupakan novel yang berkenaan dengan suatu upaya untuk mendorong dilakukannya reformasi sosial atau koreksi atas perilaku-perilaku tertentu.

H. Novel Gotik (Roman Notir)

Novel ini berhubungan erat dengan aspek-aspek romantisisme yang menggandrungi hal-hal misterius.

I. Roman-Fleuve

Novel ini berhubungan erat dengan apa yang disebut sebagai “novel saga”, rangkaian novel tentang satu keluarga besar yang masing-masing novel mengutamakan ceritanya pada satu cabang keluarga tertentu.

J. Roman Feuilleton

Novel ini merupakan novel yang diterbitkan secara “mencicil” dan tanpa mengalami pemotongan dalam suatu surat kabar.

K. Fiksi Ilmiah

Novel ini berkenaan dengan penggambaran ilmu pengetahuan modern yang memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh sastra fantasi, yaitu latarnya yang melibatkan perjalanan antarplanet, robot, masa, dan kehidupan depan.


(32)

18 L. Novel Baru

Novel jenis ini konvensi-konvensi penulisan fiksi yang sudah mapan secara sengaja disimpangkan atau diperlakukan sedemikian rupa untuk membingungkan pembaca dan untuk mencapai efek tertentu yang berbeda. M. Metafiksi

Novel ini merujuk pada sejenis novel yang sengaja mengoyak ilusi fiktif dan mengomentari secara langsung hakikat fiktifnya sendiri atau proses penulisannya.

N. Faksi

Dalam karya novel ini teknk-teknik novel digunakan untuk memunculkan kembali peristiwa-peristiwa sejarah bagi pembacanya.

Berdasarkan pemaparan di atas, novel Saga no Gabai Baachan termasuk ke dalam jenis Billdungsroman. Di dalam novel tersebut menceritakan perjalanan dan perkembangan hidup sang tokoh mulai dari kanak-kanak hingga beranjak remaja yang merupakan pengarang cerita itu sendiri.

2.2 Resensi Novel

Sebuah karya sastra dibangun atas unsur instrinsik seperti tema, alur atau plot, dan tokoh. Hal ini merupakan struktur formal dalam sebuah novel yang menjadi fokus dalam membantu menganalisis novel Saga no Gabai Baachan .


(33)

19 2.2.1 Tema

Tema merupakan menyiratkan pokok pikiran yang akan dikemukakan pengarang kepada pembaca. Hal ini yang menjadi dasar, gagasan utama, atau tema cerita (Sugono, 2011:91). Sehubungan dengan itu, menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000:91), menjelaskan bahwa tema is not synonymous with moral or message. . . theme does relate to meaning and purpose, in the sense. Karena tema adalah kaitan hubungan antara makna dan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya. Dari pendapat ini dapat disimpulkan, bahwa tema adalah dasar/pondasi pengarang untuk mengembangkan suatu cerita.

Menurut Aminuddin ( 2000:92) dalam upaya pemahaman dan menilai tema suatu karya sastra, pembaca memperhatikan beberapa langkah :

1. Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca.

2. Memahami penokohan dan perwatakan dalam pelaku prosa fiksi yang dibaca.

3. Memahami suatu peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca.

4. Memahami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.

5. Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan yang lainnya yang disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.

6. Menentukan sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran yang ditampilkan.


(34)

20

7. Mengidentifikasikan tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair yang ditampilkannya.

8. Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkan dalam satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan pengarangnya

Berdasarkan penelitian di atas maka tema pada novel Saga no Gabai Bachaan adalah tentang perjuangan seorang nenek dan cucunya (Akihiro) dalam kehidupannya dengan pola didik nenek yang mengubahkan karakter Akihiro menjadi lebih baik.

2.2.2 Plot (Alur)

Plot (alur) merupakan struktur rangkaian cerita dalam novel. Menurut Aminuddin (2000:83), plot atau alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Sehubungan dengan ini, menurut Sukada (1987:74), plot juga merupakan unsur terpenting dalam elemen karya sastra, dalam arti unsur ini memegang dominasi mempersatukan segala unsur yang ada dalam konteks isi karya sastra.

Adapun fungsi dari plot (alur) menurut Boulton dalam Sukada (1987:73) ada dua macam yaitu :

1. Plot membawa pembaca ke arah maju dalam memahami cerita, sekalipun sesungguhnya tidak semua detail diketahuinya.

2. Secara sederhana, plot menyediakan tahap atau peluang bagi penulis, untuk meletakkan sesuatu yang dikehendakinya untuk diperlihatkan.


(35)

21

Menurut Nurgiyantoro dalam http://eprints.uny.ac.id/8242/3/BAB% 202-08205241004.pdf, alur atau plot dapat dilihat dari urutan waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan yaitu:

1. Plot lurus atau progresif, apabila yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa atau menyebabkan peristiwa yang kemudian. Atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal, yaitu penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik, tengah atau konflik meningkat, klimaks dan akhir penyelesaian.

2. Plot sorot balik atau flash back, urutan kejadian yang disajikan dalam sebuah karya fiksi dengan alur regresif tidak bersifat kronologis. Cerita tidak dimulai dari tahap awal melainkan mungkin disuguhkan mulai dari tengah atau bahkan dari tahap akhir, kemudian tahap awal cerita disajikan. Sastra dengan jenis ini, langsung menyuguhkan konflik bahkan telah sampai pada konflik yang meruncing.

Adapun alur yang terdapat dalam novel Saga no Gabai Baachan adalah plot lurus atau progresif karena cerita ini dimulai ketika Yoshichi Shimada (pengarang) teringat akan masa kecilnya dahulu. Setelah terjadinya pemboman kota Hiroshima tempat keluarganya tinggal, pengarang cerita harus tinggal bersama neneknya di sebuah desa bernama Saga pada saat berumur 8 tahun dan harus berpisah dengan ibunya selama 8 tahun. Cerita terus berlanjut dengan cerita bagaimana pengarang mengadaptasikan dirinya di lingkungannya yang diselingi dengan pola didik nenek yang semakin membentuk karakter pengarang. Dan dalam akhir cerita pengarang


(36)

22

menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada usia 16 tahun dan kembali bersama ibunya di kota Hiroshima.

2.2.3 Tokoh

Tokoh cerita memiliki peran penting sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau segala sesuatu yang sengaja ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Menurut Aminuddin (2000:79), tokoh merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku disebut penokohan.

Dalam sebuah cerita terdapat tokoh utama serta tokoh tambahan. Tokoh utama umumnya merupakan tokoh yang sering diberi komentar dan dibicarakan oleh pengarangnya. Tokoh tambahan hanya dibicarakan ala kadarnya (Aminuddin, 2000:80). Selain terdapat pelaku utama, pelaku tambahan, menurut Aminuddin (2000:82-83) terdapat sejumlah ragam pelaku yang lain yaitu :

1. Simple character, bila pelaku itu tidak banyak menunjukkan adanya kompleksitas masalah. Pemunculannya hanya dihadapkan pada satu permasalahan tertentu yang tidak banyak menimbulkan adanya obsesi-obsesi batin yang kompleks.

2. Complex character, pada umumnya merupakan pelaku utama. Pelaku yang pemunculannya banyak dibebani permasalahan dan ditandai dengan munculnya pelaku yang memiliki obsesi batin yang cukup kompleks sehingga kehadirannya banyak memberikan gambaran perwatakan yang kompleks pula.


(37)

23

3. Pelaku dinamis, pelaku yang memiliki perubahan dan perkembangan batin dalam keseluruhan penampilannya. Watak pelaku sewaktu kecil berbeda dengan setelah dewasa, sementara watak setelah dewasa juga masih mengalami perkembangan setelah menjelang tua.

4. Pelaku statis, pelaku yang tidak menunjukkan adanya perubahan atau perkembangan sejak pelaku itu muncul sampai cerita berakhir.

Pada penelitian ini penulis hanya akan membahas tokoh utama dalam novel Saga no Gabai Baachan yang bernama Akihiro Tokunaga dan termasuk tokoh yang memiliki complex character. Meskipun demikian, tokoh utama tidak terlepas dari interaksinya dengan tokoh-tokoh lainnya dalam novel Saga no Gabai Baachan ini.

2.3 Setting dalam Novel Saga no Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada Dalam karya sastra tokoh diceritakan tidak luput dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita. Peristiwa/kejadian, tempat, waktu maupun keadaan masyarakat sekitar yang mendukung cerita dapat dikatakan setting atau latar. Dalam (http://www.noviasyahidah.com/hanya-teori-kepenulisan-latar-setting) latar merupakan background sebuah cerita, tempat kejadian, daerah penuturan atau wilayah yang melingkupi sebuah cerita. Sehubungan dengan hal ini menurut Fananie (2000: 97-98) mengatakan bahwa, walaupun setting dimaksudkan untuk mengidentifikasi situasi yang tergambar dalam cerita, keberadaan elemen settingpada hakikatnya tidaklah hanya sekedar menyatakan di mana, kapan, dan bagaimana situasi peristiwa berlangsung, melainkan berkaitan juga dengan gambaran tradisi, karakter, perilaku sosial, dan pandangan masyarakat pada waktu cerita ditulis. Dari kajian setting akan dapat diketahui


(38)

24

sejauh mana kesesuaian dan korelasi antara perilaku dan watak tokoh dengan kondisi masyarakat, situasi sosial dan pandangan masyarakatnya.

Dalam http://www.noviasyahidah.com/hanya-teori-kepenulisan-latar-setting, pada umumnya latar dibagi menjadi tiga, yaitu mengenai tempat, waktu, dan latar sosial.

2.3.1 Latar Tempat

Latar tempat menggambarkan atau mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Penggambaran lokasi tempat terjadinya peristiwa hendaklah tidak bertentangan dengan realita yang bersangkutan agar pembaca dapat mengerti dan tahu tempat jalan cerita sebenarnya terutama dalam cerita karya sastra non fiksi.

Dalam novel Saga no Gabai Baachan terdapat dua lokasi berlangsungnya cerita yaitu Hiroshima ketika Akihiro masih kecil, rumah di sebuah kota kecil bernama Saga yang terletak di Prefektur Saga Jepang bagian selatan, dan Sekolah Dasar Akamatsu yang berada dalam reruntuhan istana desa Saga.

2.3.2 Latar Waktu

Latar waktu mengacu pada kapan peristiwa itu terjadinya yang dituangkan dalam cerita. Dalam cerita non fiksi latar waktu merupakan hal yang penting diperhatikan agar tidak menimbulkan kerancuan cerita nyata itu sendiri.

Latar waktu dalam novel Saga no Gabai Baachan adalah tahun 1958 atau tahun era Showa sampai tahun 1966 atau tahun 41 era Showa.


(39)

25 2.3.3 Latar Sosial

Latar sosial merupakan pencakupan tentang hal-hal yang memiliki hubungan dengan masyarakat atau tokoh cerita termasuk keyakinan, adat istiadat, budaya, perilaku, dan fenomena yang terdapat dalam cerita.

Dalam cerita novel Saga no Gabai Baachan kehidupan Akihiro bersama neneknya tergambar pada zaman era Showa tahun 1958. Pada era Showa ditandakan dengan kalahnya Jepang terhadap Sekutu dalam Perang Dunia ke II. Pada masa itu masyarakat Jepang yang masih dalam proses untuk memperbaiki keadaan hidup mereka, baik dalam segi ekonomi dan pendidikan.

Latar sosial yang diambil adalah kyouiku mama (ibu pendidik). Dimana kyouiku mama itu sendiri sudah ada dari sebelum perang dunia ke II. Kyouiku mama yaitu para ibu yang memiliki ambisi mendidik anak untuk menjadikan mereka manusia yang berkualitas dan berguna bagi bangsa mereka dengan kedisiplinan. Dalam novel Saga no Gabai Baachan yang menerapkan kyouiku mama adalah nenek Osano yang merawat Akihiro selama delapan tahun, mulai Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP).

2.4 Psikoanalisa Sigmund Freud

2.4.1 Psikoanalisa Sebagai Teori Kepribadian

Psikoanalisis merupakan teori psikologi yang sering digunakan dalam menganalisis sebuah karya sastra jika dilihat dalam segi pendekatan psikologis. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa psikoanalis adalah wilayah kajian psikologi sastra. Psikoanalisa merupakan teori kepribadian yang dikemukakan


(40)

26

oleh Sigmund Freud mengenai tingkah laku manusia. Menurut Zaviera (2007:80), hal pokok psikoanalisa menyatakan bahwa tingkah laku manusia sebagian besar ditentukan oleh motif-motif tak sadar (alam bawah sadar). Alam bawah sadar (unconscious mind) mencakup segala sesuatu yang sangat sulit dibawa ke alam sadar, termasuk segala sesuatu yang memang asalnya alam bawah sadar, seperti nafsu, kenangan atau emosi, dan insting. Freud berpendapat bahwa alam bawah sadar adalah sumber dari motivasi dan dorongan yang ada dalam diri manusia.

Dalam mengungkapkan tingkah laku manusia psikoanalisa kepribadian meliputi tiga unsur kejiwaan yaitu, Id, Ego, dan Superego. Ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan serta membentuk totalitas atau kesatuan yang maksimal walaupun memiliki tugas/fungsi, sifat, dan prinsip kerja yang berbeda, dan wujud tingkah laku manusia tidak lain merupakan interaksi dari ketiga sistem kepribadian tersebut.

Dalam teori Sigmund Freud dalam mendeskripsikan kepribadian menjadi tiga pokok bahasan, yaitu sistem kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian. Dalam penelitian ini penulis hanya membahas dari sistem kepribadian.

2.4.2 Sistem Kepribadian

Dalam teori psikoanalisa, sistem kepribadian dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga unsur, yaitu Id, Ego, dan Superego.


(41)

27 2.4.2.1 Id

Id merupakan sistem kepribadian yang asli/paling dasar yang berisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir. Freud menyebutkan Id adalah “keadaan psikis yang sebenarnya”, karena Id mempresentasikan dunia batin pengalaman yang subjektif dan tidak mengenal kenyataan yang objektif. Id seluruhnya berada pada alam bawah sadar seseorang.

Menurut Hall (1993:64), Id tidak bisa menanggulangi peningkatan energi yang dialaminya sebagai keadaan-keadaan tegangan yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu, apabila tingkat tegangan organisme meningkat, baik sebagai akibat stimulasi dari luar atau rangsangan yang timbul dari dalam, maka Id akan bekerja sedemikian rupa untuk segera menghentikan tegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat energi rendah dan konstan serta menyenangkan. Prinsip tersebut merupakan cara kerja Id yang disebut prinsip kenikmatan (pleasure principle). Berdasarkan hal tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa Id dalam menjalankan fungsi dan operasinya, Id dilandasi oleh maksud mempertahankan keinginan sendiri untuk menghindari keadaan yang tidak menyenangkan dan mencapai keadaan yang menyenangkan.

Untuk mencapai maksud, tujuan, dan menghindari rasa sakit, Id memiliki dua proses. Proses pertama adalah tindakan reflex, yaitu suatu bentuk tingkah laku atau tindakan yang otomatis dan segera/bawaan. Contohnya reflex menghisap, batuk, mengedipkan mata. Proses yang kedua adalah proses primer, yaitu suatu proses yang melibatkan sejumlah reaksi


(42)

28

psikologis yang rumit. Proses primer dilakukan dengan membayangkan atau mengkhayalkan sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan, dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan. Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan dengan kenyataan. Id tidak mampu menilai atau membedakan benar atau salah, tidak tahu moral.

Freud dalam Hall (1995:35) memiliki beberapa pendapat mengenai Id, yaitu :

1. Id lebih dekat dengan hubungannya dengan tubuh dan proses-prosesnya daripada dunia luar.

2. Id kekurangan organisasi dibandingkan dengan Ego dan Superego.

3. Id tidak berubah menurut masa; ia tidak dapat diubah oleh pengalaman, karena ia tidak ada hubungan dengan dunia luar. Akan tetapi Id dapat dikontrol dan diawasi oleh Ego.

4. Id tidak diperintah oleh akal dan ia tidak memilikin nilai, estetika, atau akhlak. Ia hanya dapat didorong oleh satu kemungkinan keinginan hatinya, sesuai dengan prinsip kesenangan.

Dengan demikian, individu membutuhkan sistem lain yang bisa mengarahkannya kepada pengurangan tegangan secara nyata, yang bisa memberi kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru, khususnya masalah moral. Sistem yang dibutuhkan itu tidak lain adalah Ego.

2.4.2.2 Ego

Ego merupakan bagian dari Id yang hadir untuk memajukan tujuan Id dan bukan untuk mengecewakan Id, namun menengahi kebutuhan-kebutuhan instingtif dari individu dan kebutuhan-kebutuhan lingkungan sekitarnya;


(43)

29

mempertahankan dan memperhatikan kehidupan individu tersebut. Menurut Hall (1993:65), perbedaan pokok antara Id dan Ego ialah bahwa Id hanya mengenal kenyataan subjektif-jiwa, sedangkan Ego membedakan antara hal-hal yang terdapat dalam batin dan hal-hal-hal-hal yang terdapat dalam dunia luar.

Ego mengikuti prinsip kenyataan yang tujuannya mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan hal untuk pemuasan kebutuhan individu tersebut. Dapat dikatakan prinsip ini menunda prinsip kenikmatan dan mengontrol tindakan-tindakan yang akan dilakukan. Ego harus berusaha mengintegrasikan tuntutan Id, Superego, dan dunia luar yang sering bertentangan.

Menurut Freud dalam Koswara (1991:34), Ego terbentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar. Adapun proses yang dimiliki dan dijalankan Ego sehubungan dengan upaya memuaskan kebutuhan atau mengurangi tegangan oleh individu adalah proses sekunder (secondary process). Dengan proses sekundernya ini, Ego memformulasikan rencana bagi pemuasaan kebutuhan dan menguji apakah rencana tersebut bisa dilaksakan atau tidak. Dengan demikian Ego bagi individu tidak hanya bertindak sebagai penunjuk kepada kenyataan (reality tester). Dan dalam memainkan peranannya ini Ego melibatkan fungsi psikologis yang tinggi, yakni kognitif atau intelektual.

Pelaksanaan potensi dicapai melalui pengalaman, latihan dan pendidikan. Setiap pendidikan formal, misalnya, mempunyai tujuan utama untuk mengajar manusia bagaimana caranya berfikir dengan lebih tepat, berfikir secara tepat berarti kemampuan untuk tiba kepada kebenaran, dalam arti kata bahwa kebenaran itu dianggap sesuatu yang ada.


(44)

30

Ego dikatakan proses sekunder dimana menuaikan apa yang tidak dapat dilakukan proses primer, yaitu untuk memisahkan dunia pikiran yang subjektif dari dunia kenyataan wujud yang objektif. Proses sekunder tidak melakukan kesalahan seperti yang dilakukan oleh proses primer, ialah menganggap gambaran suatu benda sebagai benda itu sendiri. Proses sekunder juga berfungsi dalam penghidupan seseorang, mendorong pertumbuhan dan penyempurnaan proses rohaniah dari pengamatan, ingatan, pikiran, dan tindakan (Hall, 1995:39).

2.4.2.3 Superego

Superego merupakan wewenang moral dari kepribadian; mencerminkan yang ideal dan bukan real, dan memperjuangkan kesempurnaan dan bukan kenikmatan. Superego adalah perwujudan internal dari nilai-nilai dan cita-cita tradisional masyarakat. Adapun yang menjadi perhatian utama superego adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah dengan demikian ia dapat bertindak sesuai norma-norma moral yang diakui oleh wakil-wakil masyarakat.

Menurut Freud dalam Koswara (1991:35), Superego memiliki fungsi-fungsi pokok yaitu :

1. Sebagai pengendali dorongan-dorongan atau implus-implus tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat. 2. Mengarahkan Ego untuk menggantikan tujuan-tujuan realistis dengan

tujuan-tujuan yang moralistis.


(45)

31

Adapun Superego terdiri dari dua anak sistem yaitu ego ideal dan hati nurani. Ego ideal merupakan sesuatu pengertian–pengertian anak tentang apa yang secara moril dianggap baik oleh orang tuanya. Dan sebaliknya, hati nurani sesuai dengan pengertian-pengertian anak tentang apa yang oleh orang tuanya dianggap moril buruk.

Superego berkembang dari Ego sebagai akibat dari perpaduan yang dialami seorang anak dari ukuran-ukuran orang tuanya mengenai apa yang baik dan saleh dan apa yang buruk dan batil dan mengontrol dan mengatur gerak hati yang kalau dinyatakan secara sewenang-wenang akan membahayakan kemantapan masyarakat itu sendiri (Hall, 1995:45).

2.5 Pola Didik Orang Tua dalam Konsep Kyouiku Mama

Di dalam keluarga sebagai orang tua atau pengasuh dari seorang anak akan memberikan pola didik agar menciptakan sifat maupun sikap yang baik terhadap lingkungannya. Pola didik dapat saja diterima dari budaya dari masyarakat itu sendiri atau kondisi yang dialami dari sang pendidik sebelumnya. Demikian pula di Jepang terdapat budaya ibu pendidik atau kyouiku mama.

Menurut Cummings dalam http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00334-JP%20Bab%202.pdf, kyouiku dalam pengertian kyouiku mama ini lebih dekat pada istilah yang terdapat dari dua kanji dalam kata kyouiku yakni (教え る 育 て る こ と ) oshieru sodateru koto yang berarti mendidik dan

membesarkan. Istilah ini biasanya digunakan dalam rangka pembentukan karakter anak yang dilakukan oleh ibu di luar pendidikan sekolah. Adapun


(46)

32

pendidikan yang diberikan yaitu menanamkan serta mensosialisasikan kebudayaan dan nilai-nilai dalam masyarakat Japang. Sedangkan mama (マ マ) yang berarti dan merupakan kata yang diadopsi dari bahasa Inggris.

Makna yang terkandung dalam kata マ マ berbeda dengan makna yang terkandung dalam kata okaasan (おかあさん) yang juga berarti ibu dalam bahasa Jepang. Kata ママ memiliki makna lebih umum yang menggambarkan peran ibu sama pentingnya peran ayah dalam keluarga. Sedangkan おかあさ ん memiliki makna terhormat dalam kebudayaan Jepang.

Kyouiku mama bertujuan yakni seorang istri difokuskan untuk mendidik anaknya menjadi manusia yang berkualitas dan berguna bagi bangsa dan negaranya dan ibu pendidik ini dituntut tidak hanya mengurus masalah rumah tangga tapi juga mendidik anak-anak mereka menjadi anak yang berhasil.

Kyouiku mama sudah ada mulai dari sebelum Perang Dunia ke II dan semakin dikenal dan diaplikasikan sesudah Perang Dunia ke II yang mana ditujukan untuk bagian rumah tangga dari keluarga sarariman. Ini mencakup untuk mengasuh anak terutama pada anak laki-laki. Hal yang melatarbelakangi timbulnya konsep kyouiku mama di kalangan wanita/ibu adalah tidak terlepas dari ketidakhadiran seorang suami/ayah di tengah-tengah keluarga. Ayah menjadi sarariman yang selalu bertekad untuk menghidupi keluarga dan tidak kekurangan apapun. Inilah yang menyebabkan seorang ayah rela tidak bersosialisasi dengan keluarga dan anak-anaknya. Semua yang berkaitan dengan pekerjaan rumah tangga ia serahkan pada sang istri.


(47)

33

Penanaman nilai-nilai disiplin dan bijaksana yang seharusnya diajarkan oleh ayah pun tidak lagi didapat oleh anaknya. Inilah yang menyebabkan seorang kyouiku mama semakin bertambah dekat dengan sang anak dan sebaliknya hubungan kyouiku mama dengan sang suami semakin jauh. Dan di Jepang sudah lama terdapat kecenderungan sang istri untuk bersikap kolot dalam menyatakan cintanya kepada suami, dan menjadikan anak laki-lakinya yang akan menggantikan keluarga (Okamura dalam Saragih, 2014:28-29). Sehubungan dengan ini menurut Fukushima dalam http://thesis.binus.ac.id/ Asli/Bab2/2008-2-00334-JP%20Bab%202.pdf,

日本の教育がむかしはまずしかったので、好きなだけ教育を受 けられなかったのです。ですから、かわりに自分の子どもには、良い 教育をさせたい、と思う母親がたくさんおおかったです。

Terjemahan:

Karena perekonomian Jepang zaman itu sulit maka mereka hanya bisa mengikuti pendidikan yang disukai saja. Oleh karena itu, banyak para ibu yang berfikir bahwa sebagai penggantinya, mereka memberikan anak-anaknya pendidikan yang terbaik.

Konsep kyouiku mama menurut Stedee dalam thesis.binus.id/Asli/ Bab2/2008-2-00334-jp2.pdf terdapat dua keyakinan (ranjau mental) dalam kyouiku mama yaitu:

1. Ranjau Mental Pertama (harus menjadi yang terbaik dalam segala hal) Kebanyakan orang tua ingin mendorong buah hatinya untuk melakukan yang terbaik dalam hidup ini. Orang tua ingin anak-anak mereka bebas menggali bakat dan minat yang dimilikinya. Kendati bertujuan baik,


(48)

34

para orang tua itu bisa tanpa sengaja mengirimkan pesan-pesan yang sebenarnya tidak ditujukan kepada buah hatinya. Ada garis tipis yang memisahkan antara memotivasi anak-anak untuk melakukan yang terbaik dalam segala hal. Ranjau mental ini tertanam pada saat kita mendorong anak-anak ke dalam aktivitas yang kurang diminati anak-anak. Ranjau mental ini ke dalam benak anak setiap kali menerima hasil yang kurang memuaskan dari aktivitas yang mereka lakukan.

Apabila ranjau mental menjadi suatu keyakinan dalam diri anak, menyebabkan rasa percaya diri anak mengalami erosi yang sangat drastis. Sangat tidak mungkin lagi seorang anak menjadi yang terbaik dalam segala hal. Anak yang merasa tidak menjadi yang terbaik dengan segera akan meyakini bahwa ia telah mengecewakan orang tuanya dan dirinya sendiri. Beberapa orang dewasa yang telah tertanam dalam ranjau ini pada masa kanak-kanaknya sering menjadi mudah marah atau depresi ketika merasa tidak mampu memenuhi apa yang diharapkan orang lain.

Biasanya, orang tua yang demikian hanya melihat kesuksesan belaka. Baik kesuksesan pada dirinya atau orang lain. Mereka ingin melihat kesuksesan pada diri anak, walaupun dengan cara memaksanya.

2. Ranjau Mental Kedua (harus berprestasi)

Hal yang penting diketahui dalam kyouiku mama adalah anak-anak mengalami kesulitan untuk membedakan antara menerima atau menolak. Dengan kata lain, peneriman dari orang tua terhadap suatu prestasi yang dicapai anak bisa diinterpretasikan oleh anak sebagai rasa cinta terhadap mereka. Sebaliknya, penolakan terhadap suatu tindakan dapat diartikan bahwa


(49)

35

ia tidak dicintai lagi. Anak-anak yang merasa bahwa cinta orang tua mereka adalah cinta bersyarat, mereka akan merasa tidak aman dan lebih bergantung pada persetujuan eksternal untuk meyakinkan diri mereka. Ketergantungan eksternal untuk memperoleh rasa harga diri membuat mereka jauh lebih rapuh terhadap teman-teman sebaya. Ketika anak-anak tumbuh dewasa dalam cinta bersyarat, mereka terobsesi dan mencari penerimaan melalui kemajuan karier atau perubahan hubungan antar pribadi. Mereka tampak tidak pernah merasa cukup lagi.

Setiap anak dari kyouiku mama pada umumnya menjadi seorang anak yang sangat disiplin dan mandiri, terjadwal melakukan segala sesuatu, tidak bergantung pada orang lain, dan di lingkunagan sosial anak terlatih untuk meminta maaf ketika melakukan kesalahan, dan jujur. Di samping itu, anak juga mengalami stress karena ketatnya disiplin yang ditanamkan.

Menurut Takie Sugiyama Lebra dalam Saragih (2014:32), terdapat beberapa ketergantungan hubungan antara ibu dengan sang anak dalam konsep kyouiku mama yaitu :

1. Ibu memiliki wewenang terhadap anak, yang saat ini menjadi suatu ketergantungan secara penuh yaitu dalam pengawasan, perlindungan, dan ketahanan hidup.

2. Ibu adalah seorang penjaga dalam hal apa saja bagi anaknya, misalnya ibu bertanggungjawab mulai dari makanan, pakaian, hingga pengawasan kebutuhan ke kamar kecil.


(50)

36

3. Harapan atas keikutsertaannya yang dipenuhi rasa puas dalam hubungan ibu-anak. Sehingga pada akhirnya, seluruh hidupnya akan dicurahkan untuk kesejahteraan anaknya.

2.6 Biografi Pengarang

Yoshichi Shimada lahir di Hiroshima tahun 1950 yang memiliki nama asli Akihiro Tokunaga. Tinggal bersama ibunya di Hiroshima dengan seorang kakaknya. Namun, di tahun 17 era Showa (1942) ayahnya meninggal ketika ia kecil karena penyakit akibat efek radioaktif yang tersisa dari bom atom pada saat Perang Dunia II di Hiroshima. Meninggalnya sang ayah mengharuskan ibunya untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga. Dan ibu Akihiro melihat hal tersebut tidak baik untuk pertumbuhan Akihiro dengan kondisi Hiroshima yang masih kacau balau, maka ia harus dititipkan kepada neneknya di desa kecil bernama Saga pasca Perang Dunia II dalam proses pemulihan kembali kota Hiroshima.

Di desa Saga merupakan tempat sang nenek tinggal yang memiliki kehidupan yang miskin. Di tempat itu selama kurang lebih delapan tahun Akihiro mendapatkan pola didik yang membentuk karakter Akihiro yang lebih baik mulai tahun 1958. Di desa Saga merupakan tempat Akihiro melanjutkan Sekolah Dasar mulai kelas dua sampai menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama. Akihiro merupakan anak yang gemar akan baseball dan bercita-cita menjadi pemain baseball profesional di Jepang.

Setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di desa Saga dengan predikat siswa dengan prestasi palari tercepat di daerah tersebut,


(51)

37

Akihiro berkesempatan melanjutkan olahraga atletiknya di kota Hiroshima. Namun, entah bagaimana ia melakukan debut sebagai kelompok lawak manzai “B&B”, kemudian menjadi salah satu yang terkenal saat manzai booming di tahun 1980.

Novel Saga no Gabai Baachan merupakan novel yang ditulisnya yang terbit pada tahun 2001. Di tahun 2003 dalam acara “Tetsuko no Heya” yang sangat terkenal di Asahi TV yang dipandu oleh Tetsuko Kuroyanagi yang juga merupakan penulis novel “Totto – Chan : Gadis Cilik di Jendela”, Akhiro diundang sebagai bintang tamu dan diperkenankan memperkenalkan novel Saga no Gabai Baachan ini. Dan hingga saat ini Akhiro masih berkarya di dunia pertelevisian, panggung dan sebagainya.


(52)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan karya seni yang dapat dikaitkan dengan aspek hiburan yang menyenangkan pembacanya dari isi karya sastra itu sendiri. Menurut Sugono (2011:159), sastra merupakan karya tulis yang jika dibandingkan dengan karya tulis lain, memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorsinilan, keartistikan, serta keindahan dalam isi dan ungkapannya. Sehubungan dengan ini, dalam sastra juga harus terdapat nilai-nilai keindahan, kejujuran, dan kebenaran. Artinya dalam membaca sastra mampu meningkatkan pola pikir dalam harkat hidup dan bermanfaat bagi kehidupan.

Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Pradopo, 2001:61). Jenis karya sastra dapat dibagi menjadi dua, yaitu karya sastra imajinatif dan nonimajnatif. Ciri karya sastra imajinatif adalah karya sastra tersebut lebih menonjolkan sifat khayali, menggunakan bahasa yang konotatif, dan memenuhi syarat estetika seni seperti puisi atau prosa naratif (novel,roman, dan cerpen), dan drama. Sedangkan ciri karya sastra nonimajinatif adalah karya sastra tersebut lebih banyak unsur faktual dan cenderung menggunakan bahasa yang denotatif, dan tetap memenuhi syarat estetika seni, seperti esai, biografi, autobiografi, dan sejarah (http://pelitaku. sabda.org/ pemahaman_tentang karyasastra.html).


(53)

2

Dalam kajian ini penulis akan mengkaji sebuah novel. Menurut Hornby dalam Aziez dan Hasim (2010:2), novel merupakan sebuah cerita dalam bentuk prosa yang cukup panjang untuk dimuat dalam satu volume atau lebih, baik tentang tokoh-tokoh rekaan maupun historis.

Dalam novel disusun atas unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang kedua unsur ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya untuk membentuk keindahan dalam cerita. Menurut Sukada (1987:47), unsur instrinsik adalah unsur yang membangun struktur karya sastra. Unsur-unsur ini terdiri atas insiden, perwatakan, plot, teknik cerita, komposisi cerita, dan gaya bahasa. Sedangkan unsur ekstrinsik yaitu unsur yang dikaitkan dengan data di luarnya untuk mengetahui seberapa jauh karya sastra itu memiliki dasar atau unsur kesejarahan, sosiologis, psikologis, religius, dan filosofi.

Dalam karya sastra tidak lepas dari tokoh, tokoh merupakan pelaku dalam karya sastra. Setiap tokoh memiliki karakter dan hal itu tidak lepas dari psikologi. Dalam cerita pengarang dapat mengungkapkan ekspresi jiwa, perasaan, dan pikiran yang akan tergambarkan dari karakter setiap tokoh.

Dari hal ini sastra dapat dipahami dari sudut pandang ilmu lain yaitu psikologi. Secara etimologi psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya. Dengan singkat disebut Ilmu Jiwa (Ahmadi, 1998:1). Sedangkan psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional karena sama-sama untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut nyata, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif dan


(54)

3

pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya (Endraswara, 2013:96). Kesinambungan kedua ilmu ini akan mengungkap aspek kejiwaan tokoh dalam sastra.

Salah satu novel yang mengungkapkan masalah psikologi tokoh adalah novel Saga no Gabai Baachan karya Yoshichi Shimada. Novel tersebut mengungkapkan psikologi tokoh utama Akihiro. Akihiro merupakan seorang anak yang dididik oleh nenek yang cara hidupnya disiplin dan tekun. Hal ini ditunjukkan dalam teks cerita dalam novel tersebut yang berupa interaksi Id, Ego, dan Superego Akihiro yang salah satunya terlihat dari cuplikan di bawah ini:

Meski saat itu aku masih kecil, aku mengharapkan akan mendengar kata-kata seperti berikut, “Selamat datang. Kau pasti lapar ya?” atau “Pasti sedih karena berpisah dari ibumu, tapi tak usah takut, Nenek akan menjagamu,” dan sebagainya. Tetapi, kata-kata yang keluar pertama kali dari mulut Nenek malah, “Ikuti aku”. Kemudian dengan langkah cepat, dia berjalan keluar melalui pintu belakang, menuju gubuk kecil yang berpisah dari sana. Lalu kepada diriku yang masih berdiri termangu tanpa tahu harus bagaimana, Nenek berkata, “Karena mulai besok Akihiro yang harus menanak nasi, perhatikan baik-baik”. Karena disuruh begitu, akupun menerima alat peniup api dari bambu yang diangsurkan kepadaku.

Dari cuplikan tersebut Id ditekan oleh Ego. Dimana Id merupakan suatu prinsip kesenangan yang ingin terwujud dari pribadi seseorang. Terbukti dari Akihiro yang ingin mendapatkan sambutan lembut dan hangat dari sang nenek, namun yang didapatkan adalah mengerjakan sesuatu yang sebelumnya


(55)

4

belum pernah dilakukan oleh Akihiro. Melihat hal ini, keadaan psikologi yang kecewa dan terkejut dengan sambutan sang nenek. Ditambah lagi ketika Akihiro sampai di rumah nenek, pertama kali sang nenek langsung menyuguhkan pekerjaan di rumah. Namun Ego dapat mengendalikan Id, terlihat pada cuplikan terakhir yaitu “karena disuruh begitu, akupun menerima alat peniup api dari bambu yang diangsurkan kepadaku”. Id juga bisa mendominasi yang tidak menghiraukan Ego maupun Superego atau sebaliknya. Dan hal ini akan dianalisis oleh penulis di Bab III.

Penulis memilih novel Saga no Gabai Bachaan karya Yoshichi Shimada karena merupakan novel memiliki kisah nyata tentang pengarang dan juga melihat tragedi pemboman Hiroshima pada 6 Agustus tahun 20 era Showa yang merupakan tragedi besar yang pernah terjadi di Jepang maupun dunia. Dari kejadian ini pula masyarakat Jepang memulai untuk kembali dari nol. Gangguan psikis, kemiskinan, maupun tantangan hidup melanda keras di Jepang. Setelah tragedi pemboman tersebut keluarga Akihiro berusaha untuk meneruskan kehidupan untuk tetap bertahan, ibu Akihiro tetap tinggal di Hiroshima sedangkan Akihiro harus berpisah dari ibunya dan tinggal bersama neneknya di desa kecil yaitu Saga yang letaknya sangat jauh dari Hiroshima untuk dapat meneruskan pendidikan dan kehidupan yang lebih baik dan aman. Kehidupan yang miskin, berpisah jauh dengan ibunya, tinggal berdua bersama seorang nenek tua, dan cara hidup yang berbeda pula membuat anak yang masih duduk di Sekolah Dasar ini terkadang tertekan namun tetap terus berjuang menikmati proses yang ada. Dilanjutkan dengan didikan sang nenek


(56)

5

yang disiplin dan mengusahakan Akihiro mendapat yang terbaik terutama dalam pendidikan sekolahnya walaupun sang nenek hidup miskin.

Di Jepang terdapat istilah kyouiku mama yaitu ibu pendidik. Semasa Akihiro kecil ia dididik oleh sang nenek. Dalam hal ini sang nenek dapat dikatakan orang tua yang membesarkan Akihiro sebelum ia meranjak dewasa. Peran orang tua sangat besar dan berpengaruh terhadap pendidikan di Jepang. Dalam kyouiku mama orang tua/ibunya melakukan apa saja demi pendidikan sang anak dan ditekankan untuk belajar lebih besar lagi.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana kondisi psikologi tokoh Akihiro dalam novel ini. Untuk itu penulis membahasnya di dalam skripsi dengan judul “Analisis Psikologis Tokoh Akihiro dalam Novel Saga no Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada”.

1.2 Rumusan Masalah

Peranan orang tua dan pola didik yang diberikan sangat penting terutama dalam pembentukan karakter seseorang. Dalam novel Saga no Gabai Baachan Akihiro sebagai tokoh utama sebelum tinggal bersama neneknya, Akihiro dikenal anak yang tidak bisa jauh dengan ibunya semenjak ayahnya meninggal. Perilakunya yang memberontak, suka menangis, nekad, serta sering sekali merepotkan tetangga atas ulah tangisnya. Di samping itu melihat setelah tragedi pemboman Hiroshima yang pada umumnya membuat mental khususnya pada anak-anak tidak terkontrol dengan baik. Melihat Akihiro yang selalu ingin bersama ibunya dengan kondisi sang ibu harus menjaga bar sampai malam dilanjut lagi dengan kota Hiroshima yang masih


(1)

要旨

島田洋七の作品 さくひん

の「佐賀のがばい ばあちゃん」 と言 い

う 小 説 しょうせつ

での明

広の主人子 し ゅ じ ん こ

の心理的 し ん り て き

な分析 ぶんせき

文学は独創ど く そ う、美術的び じ ゅ つ て き、内容な い よ うと語か たり方か たにおける美容び よ うがある作品さ く ひ んである。

小説

しょうせつ

は想像的又そ う ぞ う て き ま たは歴史的れ き し て きなキャラクターについての十分長い散文さ ん ぶ んの 形かたちの

ある作品である。その他に本質的 ほんしつてき

に小説はテーマ、プロット、キャラクタ

ーのような要素 よ う そ

をもっている。

外的要素 が い て き よ う そ

的 に小説は直 接

ちょくせつ

このような、文化的 ぶ ん か て き

、社会的 しゃかいてき

、心理的 し ん り て き

政治的 せ い じ て き

、 宗 教 しゅうきょう

についてをあらわすことである。心理的 し ん り て き

ものは 人間のこ

うどうと心理学 し ん り が く

である。文学 ぶんがく

的の心理 し ん り

学は文学作品ぶ ん が く さ く ひ んを研究するために

心理学 し ん り が く

アプローチで使用するものである。

こ の 小 説 に 心理状態し ん り じ ょ う た いが 語か たら れ る 主人公し ゅ じ ん こ うは 明 広 で あ る 。 明 広 は


(2)

る男の子である。明広が佐賀の村で八年間に住んだ。佐賀にあの人たちが

貧困ひ ん こ んな状態じょうたいで暮く れらた。お母さんと別わ かれるし、貧困ひ ん こ んな生活せ い か つし、そのために

おばちゃんがいつも自立じ り つを教お しえくれて、それで明広がもっと 張 力ちょうりょくになっ

てきた。それから人格じ ん か くシステムの相互そ う ごの作用さ よ うがでた。それで、筆者

ひっしゃ

は こ

の論文

ろんぶん

では 二の理論り ろ んしようして、それ は心理学

し ん り が く

文学的 ぶんがくてき

と記号論 き ご う ろ ん

であっ

た。

SIGMUND FREUD によって 人間のたましの経緯 け い い

が三つある。そ

れは ID, EGO とSUPER EGO である。IDと言うのは満足

まんぞく を達

たっ

するため

に無意識

む い し き

の 衝 動

しょうどう

である。ID と言うの は 正しい とか正しくない とか

度得ど と く を 知し らないことを区別く べ つしない。EGO は 張 力 ちょうりょく

の発生は っ せ いを防止ぼ う しすること

を目的も く て きする現実げ ん じ つの原理げ ん りに従したがう。SUPER EGOとは良 よ

い面め んと悪わ るい面め んに関か んする

値又

あたいまた

はルールが含ふ くまれている人格じ ん か くシステムである。

この話題 わ だ い

を選 えら

ぶの理由は作家 さ っ か

の経 験 けいけん

に基 もと

づいて、 教 育 きょういく

ままに関 かん

する作家 さ っ か

の生 活 せいかつ

の 話 はなし

にある面 白 おもしろ

いことがあるからである。この 研 究 けんきゅう


(3)

の効 用 こうよう

は筆 者 ひっしゃ

と読 者 どくしゃ

の SIGMUND FREUD の精 神 分 析

せいしんぶんせき

についての知識 ち し き

を 加 くわ

え、 教 育 きょういく

ままの 概 念 がいねん

の知識 ち し き

も 加 くわ

えることである。使用 し よ う

するの

研 究 方 法 けんきゅうほうほう

は 文献調査 ぶんけんちょうさ

と 記述的 きじゅつてき

な 方法 ほうほう

で あ る 。SIGMUND FREUD の

精 神 分 析 せいしんぶんせき

の理論 り ろ ん

で、十 個 じゅうこ

の映 像 えいぞう

を分 析 ぶんせき

する。

この小説ではその村で明広は自分で調理

ち ょ う り

し、 毎 朝 仏 まいあさほとけ

を 巡 礼 じゅんれい

する

ことをはじめ、自立になるように育てられる。恐 こわ

く、落 お

ち込

んでいるが、

明広はおばあちゃんが言うと折

お り

にやり続

つ づ

けている。中学校

ちゅうがっこう

に入学

にゅうがく

したと

き、明広

あ き ひ ろ

は好

きな野球

や き ゅ う

の活動

か つ ど う

に入

は い

りたかった。SUPEREGOは IDを強制

きょうせい

て、大きなコストを必要

ひ つ よ う

とするため、おばあちゃんに許

ゆ る

させなかった。し

かし、おばあちゃんは明広のニーズを果

たすため、ほかの方法

ほ う ほ う

を探

さ が

す。お

ばあちゃんはランニングをとらさせられた。おばあちゃんはそれしか許

ゆ る

せないので、明広は一人でもランニングにした。明広は毎日走り、真 剣 しんけん


(4)

にランニングの練習をした。毎日の時間を構

か ま

えられる。母に会うことを

希望 き ぼ う

する間、ランニングを楽しむように、EGOはIDを制御

せいぎょ

し始める。

明広は家では 従 順じゅうじゅんな子であるが、中学生の時、明広は先生と大き

な問題を得

てしまった。IDは圧し、彼

か れ

は周

ま わ

りのところを問

わず、自分

じ ぶ ん

た の

しみを探

さ が

した。しかし、SUPEREGO はIDを規範

き は ん に 従

したが

うために、リマ

インダーして圧

した。先生が怒 おこ

っており、補償 ほしょう

を求 もと

めた時、EGO も 正 直

しょうじき

にいって、教師 きょうし

に謝罪 しゃざい

と 主 張 しゅちょう

することによって制御 せいぎょ

することができると

みられた。

恐 こわ

がっている心理的 し ん り て き

な 状 況 じょうきょう

のせいで、明広はもっと気 き

をつき、

年上 としうえ

の人 ひと

を認 みと

めるようになった。全体的 ぜんたいてき

に「佐賀のがばいばあちゃん」と

言う小説の主人公の明広の精神分析 せいしんぶんせき

、佐賀の村をはじめ、SUPEREGO が

うまく動作する。最初 さいしょ

はIDが支配的 し は い て き

に動作 ど う さ

したが、早速 さっそく

EGO が介在 か い ざ い

し、

SUPEREGOが道徳的

どうとくてき

に宛先 あてさき

への衝 動 しょうどう

を制御 せいぎょ


(5)

iv DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Ruang Lingkup Pembahasan ... 7

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 7

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

1.6Metode Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL, PSIKOANALISA SIGMUND FREUD, POLA DIDIK ORANG TUA DALAM KONSEP KYOUIKU MAMA, DAN BIOGRAFI PENGARANG 2.1Definisi Novel ... 15

2.2Resensi Novel 2.2.1 Tema ... 19

2.2.2 Plot ... 20

2.2.3 Tokoh ... 22

2.3Setting dalam Novel Saga no Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada 2.3.1 Latar Tempat ... 24

2.3.2 Latar Waktu ... 24


(6)

v

2.4Psikoanalisa Sigmund Freud

2.4.1 Psikoanalisa Sebagai Teori Kepribadian ... 25

2.4.2 Sistem Kepribadian 2.4.2.1 Id ... 27

2.4.2.2 Ego ………. 28

2.4.2.3 Superego ... 30

2.5 Pola Didik Orang Tua dalam Konsep Kyouiku Mama ... 31

2.6 Biografi Pengarang ... 36

BAB III ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH AKIHIRO DALAM NOVEL SAGA NO GABAI BAACHAN KARYA YOSHICHI SHIMADA 3.1 Sinopsis Cerita ... 38

3.2 Analisis Psikologis Tokoh Akihiro dalam Novel Saga no Gabai Baachan ... 40

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ... 62

4.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK