Analisis Psikologis Tokoh Akihiro dalam Novel Saga no Gabai Baachan

40 menawarkan olahraga lari. Dan dengan disiplin Akihiro terus berlatih dan dengan tidak lupa atas perhatian sang nenek. Kerinduannya kepada sang ibu di Hiroshima dapat dikonrol dengan baik dengan kesibukannya latihan berlarinya. Hingga ketika masuk Sekolah Menengah Pertama SMP, Akihiro dipilih sebagai pemain tetap karena kecepatan larinya. Hal itu jarang terjadi pada saat itu. Sungguh kebanggan besar buat Akihiro dan nenek. Tidak itu saja, ketika kelas dua Sekolah Menengah Pertama SMP, Akihiro dipilih sebagai kapten baseball di sekolahnya. Keberhasilannya di tim baseball mengantarkan Akihiro ke Hiroshima untuk melanjutkan sekolah dengan beasiswa yang diterimanya dan tinggal kembali pada ibumya.

3.2 Analisis Psikologis Tokoh Akihiro dalam Novel Saga no Gabai Baachan

Cuplikan 1 hal. 35-36 Meski saat itu aku masih kecil, aku mengharapkan akan mendengar kata-kata seperti berikut, “Selamat datang. Kau pasti lapar ya?” atau “Pasti kau sedih karena berpisah dari ibumu, tapi tak usah takut, Nenek akan menjagamu,” dan sebagainya. Tetapi. kata-kata yang keluar pertama kali dari mulut Nenek malah, “Ikuti aku.” Kemudian dengan langkah cepat, dia berjalan keluar melalui pintu belakang, menuju gubuk kecil yang terpisah dari sana. Gubuk itu sempit dengan ukuran kurang lebih dua jou tikar tatami. Di dalamnya terdapat jendela yang teramat besar, yang tampak mendominasi. 41 Lalu kepada diriku yang masih berdiri termangu tanpa tahu harus bagaimana, Nenek berkata, “Karena mulai besok Akihiro yang harus menanak nasi, perhatikan baik-baik.” Setelah berkata begitu, Nenek mulai menyalakan api dalam tungku oven. Aku mendengar dengan jelas kata-kata yang Nenek ucapkan, tapi pada saat itu aku sama sekali tidak memahami maksudnya. Aku hanya bisa termangu menyaksikan Nenek menyalakan api dan melemparkan jerami serta batang-batang kayu ke dalam kobaran dalam tungku, untuk menyesuaikan besarnya bara api. Selang beberapa saat, Nenek berkata, “Nah, coba kau yang lakukan.” Karena sudah disuruh begitu, akupun menerima alat peniup api dari bambu yang diangsurkan kepadaku dan, dengan patuh, mengarahkannya ke kobaran api. Masalahnya, karena seumur hidup ini kali pertama memegang bambu peniup api, aku cuma bisa asal meniup tanpa benar-benar mengerti apa yang sedang ku lakukan. Analisis : Dari cuplikan di atas memperlihatkan bahwa nenek Osano mengajarkan kedisiplinan untuk Akihiro kyouiku mama, walaupun pada saat itu adalah pertemuan pertama bagi mereka. Nenek Osano ingin memberi kesan pertama yaitu kemandirian kepada Akihiro dengan kondisinya yang jauh dengan ibunya yang terdapat dalam cuplikan di atas seperti, “Ikuti aku” dan “karena mulai besok Akihiro yang harus menanak nasi, perhatikan baik- baik”. Seperti telah di sebutkan pada Bab II sebagai kyouiku mama, mereka 42 juga memberikan pendidikan non formal yang berfungsi menciptakan anak yang mandiri. Dikaitkan dengan sistem kepribadian Sigmund Freud, awalnya Id di bawah alam sadar mendominasi pada kepribadian tokoh seperti yang terdapat dalam cuplikan di atas, “aku mengharapkan akan mendengar kata-kata seperti berikut, ‘ selamat datang. Kau pasti lapar ya?’ atau ‘ Pasti kau sedih karena berpisah dari ibumu, tapi tak usah takut, Nenek akan menjagamu’.” namun, karena ketegasan dari sang nenek sebagai kyouiku mama dengan berkata “Ikuti aku” dan “karena mulai besok Akihiro yang harus menanak nasi, perhatikan baik-baik” kemudian Superego langsung berinteraksi akan Id seperti yang ditunjukkan pada cuplikan “karena sudah disuruh begitu, akupun menerima alat peniup api dari bambu yang diangsurkan kepadaku dan, dengan patuh, mengarahkannya ke kobaran api”. Dari hal ini dapat dilihat Ego mampu mengontrol Id yang hanya bertujuan pada keinginan sendiri dan mampu mengintegrasikan Superego walaupun secara kepribadian tokoh tertekan secara psikologis yang ditunjukkan pada cuplikan “aku cuma bisa asal meniup tanpa benar-benar mengerti apa yang sedang ku lakukan”. Keadaan psikologis Akihiro pada saat itu terguncang sesaat melihat hal-hal yang baru di depannya. Dengan tempat tinggal yang belum pernah dikunjungi sebelumnya, pekerjaan meniup bambu untuk memasak di usia kanak-kanaknya. Terlihat pada cuplikan di atas Akihiro yang terkejut, kecewa, dan bingung, “Lalu kepada diriku yang masih berdiri termangu tanpa tahu harus bagaimana”. 43 Cuplikan 2 hal 39 Selain itu, ada satu hal penting yang Nenek ajarkan kemarin. Hal pertama yang Nenek lakukan setelah nasi tanak adalah mempersembahkannya ke hadapan Budha. “Mulai besok, Akihiro yang akan menyiapkan nasi. Nanmandabu, nanmandabu…,” ucapnya melaporkan. Sesuai ajaran yang ku dapat kemarin, aku pun menyalakan api di tungku dan menanak nasi. Akan tetapi, entah apa yang salah, nasi buatanku keras sekali. Bagian atasnya memang keras seperti tidak matang, tapi anehnya bagian dasarnya bahkan ada yang gosong. Meski begitu, karena tidak ada pilihan lain, aku pun mempersembahkan nasi keras itu ke hadapan Budha. Lalu seperti yang diajarkan Nenek, aku mempertemukan kedua telapak tangan kemudian merapal, “Nanmandabu, nanmandabu…” Setelah itu aku pun sarapan sendirian. Aku langsung kangen nasi putih hangat yang ditanak Ibu dengan dandang. Padahal baru kemarin pagi aku sarapan dengan nasi buatan Ibu, tapi rasanya sudah lama sekali tidak ku nikmati. Analisis : Dari cuplikan di atas memperlihatkan bahwa Akihiro tetap berusaha melakukan apa yang dikatakan atau yang diperintahkan oleh neneknya. Nenek Osano setiap harinya harus berangkat pukul empat pagi dan kembali pukul sebelas dari universitas tempat bekerja sang nenek sebagai tukang bersih- bersih. Sang nenek memiliki kebiasaan yaitu menyembah sang Budha dengan mempersembahkan nasi tanak. Tak henti-hentinya pula nenek mendidik Akihiro untuk menyembah sang Budha setiap pagi. Hal ini menunjukkan, nenek sebagai seorang yang menerapkan kyouiku mama dalam hal 44 kedisiplinan untuk menghormati leluhur mereka yang ditunjukkan pada cuplikan, “Hal pertama yang Nenek lakukan setelah nasi tanak adalah mempersembahkannya ke hadapan Budha. ‘Mulai besok, Akihiro yang akan menyiapkan nasi. Nanmandabu, nanmandabu…’ ucapnya melaporkan”. Ketika bangun tidur Akihiro tidak menemukan neneknya karena sudah berangkat bekerja. Dan Akihiro berusaha melakukan tugas pertamanya yaitu memasak nasi sendiri. Hal ini menunjukkan Ego mendominasi dan dapat mengontrol Id yang di tunjukkan pada, “Sesuai ajaran yang ku dapat kemarin, aku pun menyalakan api di tungku dan menanak nasi.”. Bukan hanya tugas memasak, Akihiro juga harus mempersembahkan nasi yang telah dimasak kepada Budha. Namun, nasi yang dimasak Akihiro tidak berhasil dan dari hal ini Superego berinteraksi terhadap Ego terlihat pada cuplikan di atas “karena tidak ada pilihan lain, aku pun mempersembahkan nasi keras itu ke hadapan Budha. Lalu seperti yang diajarkan Nenek, aku mempertemukan kedua telapak tangan kemudian merapal, “Nanmandabu, nanmandabu…” Keadaan psikologis yang mandiri semakin melekat pada pribadi Akihiro yang awalnya mudah menangis ditinggal jauh oleh ibunya. Dengan didikan sang nenek semakin membentuk kepribadiannya yang lebih baik. Dari cuplikan terakhir “aku langsung kangen nasi putih hangat yang ditanak Ibu dengan dandang” , memperlihatkan Id juga bertindak sebagai hal di bawah alam sadar Akihiro yang merindukan ibunya. Cuplikan 3 hal 59-60 Meskipun menemui jalan buntu, bayangan akan sosok keren mengenakan pelindung badan dan mengayunkan pedang bambu tak dapat 45 hilang dari benakku. Namun kemudian seorang teman sekelas berkata kepada diriku yang kecewa, “Tokunaga-kun, kau mau ikut latihan judo?” Segera saja seusai sekolah aku mencoba ikut latihan. Meski olahraga yang ini tidaklah semenarik kendo bagiku, berbeda dengan kendo, judo hanya membutuhkan pakaian khusus. Aku pun buru-buru pulang, kemudian masih dengan napas terengah-engah memohon kepada Nenek. “Aku ikutan judo ya, Nek? Dibandingkan kendo, judo tidak butuh banyak uang kok.” “Gratis?” “Yah, tidak gratis juga sih…” Lupakan saja.” Biasanya bila sudah begini keadaannya, aku takkan memaksakan kehendak. Masalahnya aku takkan memaksakan kehendak. Masalahnya aku sudah benar-benar bertekad untuk punya kegiatan olahraga. Saat aku sekuat tenaga menjelaskan soal ini, Nenek mendengarkan dengan saksama lalu mengangguk keras. “Baiklah kalau begitu,aku punya ide bagus.” “Apa?” “Mulai besok, kau lari saja.” “Lari?” “Ya. Tidak perlu peralatan dan tempat berlarinya juga gratis. Lari saja.” Meski merasa ada sesuatu yang aneh, karena masih kanak-kanak, aku pun setuju dan memutuskan untuk mulai olahraga lari. 46 Di sekolah tidak ada klub atletik sehingga cuma aku yang berlari di lapangan sekolah. Anak-anak lain, seusai jam sekolah, dengan semangat dan bersuara riuh-rendah, memulai permainan bola lempar atau semacamnya. Sementara, aku akan berlari lima puluh meter secepat-cepatnya. Analisis : Ketika Akihiro masuk Sekolah Dasar Akamatsu, Akihiro memiliki minat mengikuti olahraga kendo. Namun, karena kondisi ekonomi nenek yang tidak memungkinkan maka nenek tidak mengizinkannya untuk mengikuti olahraga tersebut. Akihiro kecewa dengan hal itu dan berusaha tetap mencari olahraga yang sesuai dengan minatnya yang berhubungan dengan kendo. Dari cuplikan di atas dikaitkan dengan teori Sigmund Freud, Id awalnya mendominasi dilihat dari cuplikan “Meskipun menemui jalan buntu, bayangan akan sosok keren mengenakan pelindung badan dan mengayunkan pedang bambu tak dapat hilang dari benakku… Namun kemudian seorang teman sekelas berkata kepada diriku yang kecewa, ‘ Tokunaga-kun, kau mau ikut latihan judo?’ ”. Hal ini menunjukkan bahwa Id berusaha terus untuk mencari kesenangan untuk mengganti olahraga yang sebelumnya tidak dapat dikendalikan oleh Ego, dapat dilihat pada cuplikan “Segera saja seusai sekolah aku mencoba ikut latihan”. Dengan Id yang mendominasi, maka Akihiro mengungkapkan luapan kesenangannya kepada sang nenek agar dapat terus mengikuti olahraga kendo tersebut yang ditunjukkan pada kalimat “Aku pun buru-buru pulang, kemudian masih dengan napas terengah-engah memohon kepada Nenek.” 47 Sebagai seorang yang melaksanakan kyouiku mama, nenek Osano selalu mencari ide untuk memenuhi kebutuhan minat Akihiro. Seperti yang telah disebutkan pada Bab II, nenek Osano menerapkan konsep kyouiku mama yaitu ranjau mental I dan ranjau mental II yang terdapat pada cuplikan di atas “Mulai besok, kau lari saja”. Hal ini juga merupakan Superego yang berinteraksi terhadap Id pada Akihiro. Tawaran yang diberikan sang nenek menjadi jalan keluar bagi minat olahraga Akihiro. Superego kembali berotoritas terlihat “aku pun setuju dan memutuskan untuk mulai olahraga lari”. Dari jawaban Akihiro tersebut, memperlihatkan juga kondisi psikologis yang dihasilkan oleh ranjau mental II. Dimana, sang anak kesulitan untuk membedakan antara menerima dan menolak setiap tawaran yang di berikan kyouiku mama. Dan Ego juga berinteraksi mengawasi Id kembali, seperti ketika murid-murid lain melakukan permainan bola lempar atau semacamnya Akihiro tetap melakukan olahraga larinya, padahal awalnya Akihiro mudah tergiur dengan macam-macam olahraga ketika teman- temannya menawarkannya. Cuplikan 4 hal 61-62 Kalau ditanya seberapa seriusnya latihanku, jawabannya bisa dilihat dari kenyataan bahwa biasanya sehabis sekolah, aku langsung pulang pergi bermain di pinggiran sungai dengan teman-teman. Sejak latihan lariku dimulai, hanya aku yang datang terlambat, tiga puluh sampai empat puluh menit kemudian. Meski begitu, aku lari setiap hari. 48 “Hari ini aku berlari sekuat tenaga lho” ujarku mengumumkan dengan bangga ke Nenek. Anehnya, Nenek malah bilang, “Jangan berlari terlalu kencang,” begitu katanya. “Kenapa aku tidak boleh, Nek? “Nanti kau jadi lapar.” “Oh…” Sambil berfikir, “Apa maksud Nenek menarik untuk menghentikanku. “Sebentar, Akihiro, satu hal lagi. Jangan-jangan kau berlari dengan memakai sepatu ya?” “Heh? Tentu saja pakai.” “Dasar bodoh Kau harus berlari bertelanjang kaki Sepatumu nanti rusak” Tak perlu ditanya lagi. Aku tidak mendengarkan dua usulan ini. Aku berlari sekuat tenaga dan tentu saja, tetap mengenakan sepatu. Analisis: Ketika Akihiro menggeluti olahraga larinya sebagai saran dari sang nenek, Akihiro serius untuk melakukan olahraganya tersebut. Dilihat dari ketertiban Akihiro mengatur jadwal baru yaitu setiap pulang sekolah Akihiro berlatih setelah itu berkumpul dengan teman-temannya di pinggiran sungai. Dari hal ini, Akihiro sebagai didikan sang nenek menciptakan Akihiro yang sistematisterjadwal. Hal ini merupakan ciri dari tindakan kyouiku mama itu sendiri. Melihat dari ketertiban Akihiro menunjukkan Ego masih terkontrol dengan baik. 49 Namun, terdapat interaksi antara Superego, Ego, dan Id seperti “Jangan berlari terlalu kencang,” ini menunjukkan Superego menjalankan fungsinya yaitu mengarahkan Ego untuk menggantikan realistis dengan tujuan yang moralistis. Namun, tidak lama Superego tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik yang ditunjukkan pada cuplikan di atas “Aku tidak mendengarkan dua usulan ini”. Id mendominasi atas ketiga struktur kepribadian tokoh tersebut. Dan akhirnya Akihiro sama sekali tidak mengindahkan pesan-pesan dari sang nenek. Dari kedua saran yang diberikan sang nenek yaitu “Jangan berlari terlalu kencang,” dan “kau harus berlari bertelanjang kaki Sepatumu nanti rusak”, kembali menunjukkan bahwa pesan dari ranjau mental I dari konsep kyouiku mama yaitu ada terdapat garis tipis yang memisahkan antara memotivasi anak untuk melakukan yang terbaik dalam segala hal termasuk ke hal yang kurang diminati sang anak. Cuplikan 5 hal 96-97 Di pagi hari darmawisata musim gugur sekolah yang aku nantikan. Aku bertanya kepada Nenek, “Tidak ada botol air ya?” Tanpa menunggu lama, Nenek langsung menjawab, “Kau bawa saja teh dengan termos air panas.” Hah? Termos itu? pikirku dalam hati. Namun karena kemudian berfikir termos tersebut lebih baik dari pada tidak ada sama sekali, aku menerima teh dalam termos, lalu berangkat. Tapi bagaimanapun, termos tetaplah termos. Aku berjalan sambil membawa termos yang diikat tali tentunya menjadi pusat perhatian, bukan hanya oleh teman sekelas tapi juga orang yang 50 berlalu lalang di jalan. Seharian aku merasa malu. Ketika waktu darmawisata sekolah berakhir, dengan segera aku melangkah menuju jalan pulang. Meski begitu, mendadak situasi mulai berubah. Karena seharian berlarian dan bermain, banyak di antara anak-anak yang ikut jalan-jalan tadi kini kehausan. Di botol air yang kecil milik teman- teman sudah tidak tersisa lagi teh, sementara di termos air panasku masih ada dua per tiganya. “Tokunaga-kun, kau masih punya teh?” “Minta ya” Mereka berdatangan mendekatiku. Bagaimanapun karena jika teh di dalam termos berkurang, bawaanku menjadi semakin ringan, aku tidak punya alasan untuk menolak permintaan mereka. Analisis : Dari cuplikan di atas dapat dianalisis bahwa nenek sebagai kyouiku mama dalam cerita tersebut tetap mengusahakan yang terbaik bagi Akihiro walaupun kondisi yang susah. Sebagai kyouiku mama nenek Osano memperlihatkan dan menyediakan termos untuk Akihiro walaupun termos tersebut tidaklah cocok untuk dibawa darmawisata seorang anak-anak. Namun, dari keterbatasan sang nenek tetap mengusahakan apa yang menjadi kebutuhan Akihiro. Membawa sebuah termos pada saat darmawisata sekolah sangat memalukan dirasakan Akihiro pada saat itu. Pemikiran awal Akihiro “lebih baik termos dari pada tidak ada sama sekali” menunjukan bahwa Id ditekan oleh Ego. Seperti pada teori Sigmund Freud fungsi Ego mengontrol Id, bukan 51 untuk kesenangannya tetapi menengahi kebutuhan-kebutuhan individu tersebut dan hal itu dapat berjalan pada interaksi sistem kepribadian tokoh tersebut. Dan juga dapat dinilai Akihiro sebagai penerima dari kyouiku mama menjadi pribadi yang tidak bergantung pada orang lain. Dan awalnya Akihiro terkejut dengan kondisi itu atas jawaban sang nenek seperti cuplikan di atas “Hah? Termos itu? pikirku dalam hati”. Seperti yang dijelaskan sebelumnya Ego dapat kembali mengendalikan keadaan psikologis tokoh walaupun dengan kondisi yang malu atau tidak percaya diri karena anak-anak lain tidak membawa benda seperti yang dibawa oleh Akihiro. Cuplikan 6 hal 131 Sesampainya aku di pinggir sungai, air mata yang sejak tadi kutahan kini tumpah seluruhnya. Entah bagaimana, aku tak dapat mencegah diriku merasa marah dan tak berdaya. Karena masih belum ingin bertatap muka dengan nenek, aku berjalan menyusuri tepian sungai. Kemudian ketika hari sudah gelap, aku kembali ke kamarku. Ketika tiba di sana, dengan rapi diletakkan di samping futonku yang sudah digelar, terdapat baki yang ditutupi selembar serbet. Setelah mengangkat serbet itu, aku melihat baki ada piring yang berisi sebuah onigiri nasi kepal besar. Analisis : Dari cuplikan di atas dengan jelas menggambarkan bahwa Akihiro merasa kesal, stress, marah atas tindakan sang nenek. Akihiro akhirnya 52 meluapkan di pinggir sungai sekitar rumah nenek. Rasa tertekan menunjukkan akibat dari kyouiku mama dan Id mendominasi yang ditunjukkan pada “Entah bagaimana, aku tak dapat mencegah diriku merasa marah dan tak berdaya. Karena masih belum ingin bertatap muka dengan nenek, aku berjalan menyusuri tepian sungai”. Seperti pada teori Sigmund Freud dalam Hall 1993:64, Id tidak bisa menanggulangi peningkatan energi yang dialaminya sebagai keadaan-keadaan tegangan yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu, apabila tingkat tegangan organisme meningkat, baik sebagai akibat stimulasi dari luar atau rangsangan yang timbul dari dalam, maka Id akan bekerja sedemikian rupa untuk segera menghentikan tegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat energi rendah dan konstan serta menyenangkan. Sehubungan dengan teori tersebut, untuk mengembalikan dan menurunkan ketegangan maka individu tersebut mencari kesenangannya sendiri yang ditunjukkan pada cuplikan “Sesampainya aku di pinggir sungai, air mata yang sejak tadi kutahan kini tumpah seluruhnya” dan “karena masih belum ingin bertatap muka dengan nenek, aku berjalan menyusuri tepian sungai”. Cuplikan 7 hal 144-145 Tapi, mungkin karena masih takut dianggap ibuku, nenek belum mau datang secara terbuka. Bahkan saat datang ke pertandingan latihan, nenek memilih tempat yang tertutup bayangan untuk menonton. “Hei, datang tuh.” “Ya, tahu.” 53 Kadang-kadang, teman satu tim akan berbisik memberitahu. Tetapi karena nenek sudah bersusah-payah agar tidak diketahui, jadi aku pura-pura tidak tahu kedatangannya. Namun di suatu hari, ketika aku sampai di rumah, “Hari ini pukulanmu hebat ya” kata nenek tiba-tiba muncul. Hari ini adalah hari ketika aku berhasil menciptakan homerun. Sebenarnya aku tahu nenek datang, tapi aku pura-pura bertanya, “Lho? Kenapa nenek bisa tahu?”. Nenek hanya menjawab dengan tawa ceria yang keras. Kejadian seperti itu akhirnya terjadi beberapa kali. Kemudian, sedikit demi sedikit, nenek duduk kian ke tengah dan mulai meneriakkan dukungan. “Akihiro Pukul bola homerun” Meski sehari-hari bersikap anggun, khusus pada saat-saat seperti inilah nenek berseru keras untuk menyemangatiku. Analisis : Dari kedisiplinan Akihiro akan kegiatan olahraga larinya, Akihiro dapat mengikuti festival olahraga di sekolahnya. Datang ke sekolah atau kegiatan-kegiatan anak sekolah merupakan hal yang melekat dilakukan seorang ibu pendidik untuk mengetahui perkembangan sang anak ketika di sekolah. Ini merupakan kepedulian yang ditunjukkan sang nenek dan sekaligus sebagai ibu pendidik Akihiro. Awal Akihiro sekolah, nenek Osano yang mengantarkan ke sekolah. Akihiro malu karena ditertawakan oleh teman-temannya karena nenek tua yang mengantarkan dia ke sekolah. Melihat hal itu, nenek Osano mengurangi 54 intensitasnya untuk melihat dan memperhatikan Akihiro di sekolah seperti yang ditunjukkan pada cuplikan di atas “Bahkan saat datang ke pertandingan latihan, nenek memilih tempat yang tertutup bayangan untuk menonton”. Dan sekarang Ego dapat mengontrol Id untuk tetap percaya diri akan kehadiran sang nenek di sekolahnya yang ditunjukkan pada cuplikan “Sebenarnya aku tahu nenek datang, tapi aku pura-pura….”. Walaupun teman tim Akihiro mulai memberi tahu tentang kedatangan neneknya, Akihiro tetap percaya diri akan keberadaan sang nenek. Hal tersebut membuktikan Ego tetap mampu menjalankan fungsinya sebagai proses dalam penghidupan seseorang, mendorong pertumbuhan dan penyempurnaan proses rohaniah dari pengamatan, ingatan, pikiran, dan tindakan. Karena sang nenek juga merasa Akihiro ada perubahan, sang nenek pun semakin dekat untuk lebih memperhatikan Akihiro di sekolah maupun pada saat pertandingan seperti pada cuplikan “Kemudian, sedikit demi sedikit, nenek duduk kian ke tengah dan mulai meneriakkan dukungan”. Dari cuplikan di atas juga dapat dinilai keadaan psikologis Akihiro yang semakin disiplin dan percaya diri. Cuplikan 8 hal 147-148 Ketika aku duduk di kelas dua dan pertandingan musim panas berakhir, anak-anak kelas tiga mengundurkan diri dari klub. Aku pun diangkat menjadi kapten baru. Di hari aku terpilih menjadi kapten, sambil melahap makan malam, aku berkata pada nenek, “Aku dipilih menjadi kapten baru, nek”. 55 Mendengar ini, nenek tiba-tiba bangkit dari duduknya. Kemudian, dia membuka tutup nagamochi beremblem miliknya dan mengeluarkan selembar uang 10.000 yen dari dalamnya. “Akihiro, nenek pergi beli sepatu atletik dulu ya.” Setelah berkata demikian, dengan langkah cepat nenek bergerak ke pintu depan. Saat itu, aku belum memiliki sepatu Spike atletik dan selalu menggunakan sepatu olahraga biasa. Malahannya, saat itu jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh. “Nenek, meskipun pergi sekarang, tokonya sudah tutup, bukan?” ujarku sambil mengikuti nenek keluar rumah. “Tidak, kapten harus punya sepatu Spike,” ujar nenek tidak menghiraukan. Analisis : Prestasi Akihiro semakin meningkat, berkat kedisiplinannya berlatih lari, impiannya sebagai klub baseball pun terwujud. Ketika Akihiro masuk Sekolah Menengah Pertama SMP, Akihiro diterima dalam klub baseball sebagai pemain tetap yang didapatnya karena kecepatan larinya yang tinggi. Mendengar kabar tersebut sang nenek pun tidak tanggung-tanggung menyediakan kebutuhan utama Akihiro, yaitu sepatu Spike. Seperti konsep kyouiku mama dalam sistem ranjau mental I, mengatakan bahwa “orangtua ingin anak-anak mereka bebas menggali bakat dan minat yang dimilikiya”. Nenek Osano ingin melihat kesuksesan pada Akihiro. Dari sisi psikologis, Akihiro sangat senang dipilih sebagai pemain tetap di klub dan menjadi kapten baseball di sekolahnya. Dilihat dari interaksi sistem kepribadian dalam teori Sigmund Freud, Ego mulai terbina, dimana tokoh hanya mengatakan keputusan dari sekolah 56 pada saat makan malam tanpa meminta apapun “Di hari aku terpilih menjadi kapten, sambil melahap makan malam, aku berkata pada nenek, ‘Aku dipilih menjadi kapten baru, nek’”. Akihiro semakin sadar akan apa-apa saja yang dimiliki sang nenek yang hidupnya serba kekurangan. Mendengar kabar yang menggembirakan tersebut sang nenek dengan sigap mengeluarkan harta berharganya untuk membeli sepatu untuknya. Ego dari Akihiro mencoba untuk menstabilkan keadaan dengan mengingatkan sang nenek, “Nenek, meskipun pergi sekarang, tokonya sudah tutup, bukan?” ujarku sambil mengikuti nenek keluar rumah. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi sistem kepribadian Akihiro terlihat semakin seimbang antara Id, Ego, dan Superego. Cuplikan 9 hal 176-177 Saat latihan baseball, aku menyuruh anggota klub yang lain latihan memukul dan sebagainya, sementara aku kembali ke kelas. Lalu dengan pahat, aku pun mengukir gambar payung pasangan di papan tulis. “ Kalau begini, pasti tidak akan bisa dihapus.” Aku lalu tertawa sendiri karena merasa puas dengan hasil karyaku. Keesokkan harinya. Sang guru memasak seperti biasa berusaha menghapus keisengan di papan tulis, namun sekeras apapun dia menggosok, gambar itu tak mau hilang. Lalu begitu menyadari bahwa gambarnya tidak akan hilang, sang guru mulai kesal. Melihat sang guru yang kian lama panik, tawa para murid yang tadinya hanya bisikan kini makin keras. Saking lucunya, kulit perutku rasanya sampai 57 mau terbelah terbuka. Namun pada detik berikutnya, suasana di kelas itu kemudian membeku. Siapa yang melakukan ini? Jangan anggap masalah ini akan berlalu begitu saja Begitu menyadari bahwa gambar iseng itu kali ini telah diukir dengan pisau pahat, kesabaran sang guru pun habis. Mukanya memerah dan dengan suara keras, dia terus membentak-bentak. “Saya yang melakukannya. Saya mohon maaf.” Kataku meminta maaf dengan jujur, sambil bangkit dari kursi. Plak Mendadak pipiku ditampar keras. “Tokunaga, ternyata memang kau ya pelakunya? Memangnya kau tidak malu melakukan hal begini? Seperti anak kecil saja Papan tulis itu mahal harganya. Pokoknya kau harus menggantinya.” Dibandingkan tamparan di pipi, kata “mengganti” lebih membuatku shock bukan kepalang. Baru ku sadari aku telah bertindak berlebihan. Aku telah mengukir payung pasangan begitu besarnya sehingga papan tulis itu takkan dapat dipakai lagi. Saat pulang, dengan takut-takut, aku melaporkan seluruh kejadian kepada nenek. “Lalu?” “Yah, aku disuruh mengganti papan tulisnya.” “Tentu saja” “Maaf.” “Apa yang kau pikirkan? Dasar bocah bandel” 58 “Aku benar-benar minta maaf.” Saat itu aku sungguh-sungguh menyesali perbuatanku. Analisis : Melihat dari cuplikan di atas menunjukkan bahwa kejahilannya di sekolah yang ditujukan kepada gurunya. Awalnya hanya bermaksud bercanda setelah berlatih baseball dan menggangu guru memasak dan guru musik yang saat itu digosipkan memiliki hubungan yang spesial. Namun, ulahnya tidak bisa ditoleransi oleh gurunya melihat papan tulis sudah dipahat. Hal ini merupakan salah satu ciri dari anak yang memperoleh pola didik dari seorang kyouiku mama. Di rumah belajar untuk patuh namun, di luar rumah terkadang menjadi anak yang berontak, mencari kesenangan pribadinya karena kejenuhan akan kedisplinan atau ingin kebebasan. Pada cuplikan cerita di atas Akihiro melakukan kesenangannya menjahili gurunya dan merasa puas. Id tidak terkontrol “Lalu dengan pahat, aku pun mengukir gambar payung pasangan di papan tulis… Aku lalu tertawa sendiri karena merasa puas dengan hasil karyaku”. Dan Superego tidak dapat mengarahkan Ego ke tujuan yang realistis atas perbuatannya itu. Karena guru yang kelewat marah, akhirnya Akihiro mulai sadar terlihat pada cuplikan “Baru ku sadari aku telah bertindak berlebihan. Aku telah mengukir payung pasangan begitu besarnya sehingga papan tulis itu takkan dapat dipakai lagi. Ego kembali mengingatkan akan buruknya yang telah ia lakukan. Dan dengan adanya Ego, Akihiro mengaku kesalahannya dan meminta maaf kepada guru nya tersebut. 59 Namun, dari pengakuannya tersebut Akihiro ditampar keras oleh gurunya. Perasaannya yang takut dan penuh penyesalan karena ulah nakalnya di sekolah semakin menanamkan penyesalan terhadap dirinya sendiri. Seorang anak hasil didikan dari kyouiku mama salah satu sikap positifnya adalah mudah meminta maaf ketika melakukan kesalahan. Hal itu ditunjukkan pada cuplikan ketika meminta maaf kepada sang guru “Saya yang melakukannya. Saya mohon maaf. Kataku meminta maaf dengan jujur, sambil bangkit dari kursi”. Dan tidak lupa Akihiro juga meminta maaf dengan penuh penyesalan kepada sang nenek walaupun dengan ketakutan yang besar, “Aku benar-benar minta maaf. Saat itu aku sungguh-sungguh menyesali perbuatanku.” Cuplikan 10 hal 224-225 “Kubo Kenapa tidak datang? Jangan-jangan uang hasil kerja keras kami kau pakai seenaknya ya?” Aku menerjangnya dengan kasar hingga kursi yang diduduki Kubo terdorong kehilangan keseimbangan. Kubo pun terjatuh ke lantai. “Ayo jawab Kau pakai, bukan?” Sekalipun sudah ku desak sedemikian rupa, Kubo menjawab tegas, ”….Bukan.” “Apanya yang bukan?” “Sejak awal aku sudah memutuskan untuk tidak pergi trip sekolah. Aku membeli ini dengan uang itu. Kupikir ada baiknya kita meninggalkan ini untuk para junior.” 60 Kubo bangkit dan meraih bungkusan besar yang dibawanya. Dari dalam bungkusan itu, dia mengeluarkan sarung tangan cather dan tongkat pemukul yang baru, beserta tiga dus bola baseball. Sambil mengamati semua peralatan baru yang begitu menyilaukan mata itu, aku pun teringat ke belakang. Ketika separuh disodori secara paksa, Kubo memang menerima uang itu, tapi dia hanya berkata. “Baiklah, aku jaga.” Sejak detik itu, Kubo pasti telah memutuskan di dalam hati. “Maaf, Kubo. Maaf ya.” Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku duduk bersimpuh dan meminta maaf. Bukannya aku berfikir kalau tidak melakukannya ini, Kubo tidak akan memberi maaf. Hanya saja saat itu aku benar-benar merasa bersalah, aku ingin meminta maaf dari lubuk hatiku yang terdalam. Analisis : Dari cuplikan di atas menggambarkan kekesalannya terhadap Kubo teman satu tim baseball di sekolah karena merasa tertipu atas ketidakhadirannya mengikuti trip sekolah. Trip tersebut merupakan perpisahan kelas tiga siswa Sekolah Menengah Pertama SMP pada saat itu. Padahal uang yang diberikan Akihiro dan satu timnya merupakan uang hasil kerja keras mereka agar Kubo ikut trip sekolah. Namun karena Akihiro merasa tertipu, Id tidak terkontrol ditunjukkan pada cuplikan, “Akihiro mendorongnya dengan kasar hingga membuat Kubo jatuh”. Memuaskan rasa marah dan kekecewaanya membuat keadaan semakin tegang. Id dominan dalam sistem 61 kepribadian Akihiro, Ego tidak dapat mengawasi dan mengontrol alam bawah sadar dari tindakannya. Setelah penjelasan Kubo mulailah Akihiro mulai berfikir dan Ego mulai mengontrol kerja Id. Kubo dengan menjelaskan bahwa uang yang diberikan mereka untuk membelikan perlengkapan baseball untuk junior setelah mereka tamat dari sekolah tersebut. Hal itu membuat Akihiro semakin merasa bersalah dimana Ego mencoba mengontrol dengan mengingatkan yang dikatakan Kubo sebelumnya “…aku pun teringat ke belakang. Ketika separuh disodori secara paksa, Kubo memang menerima uang itu, tapi dia hanya berkata. “Baiklah, aku jaga.” Sejak detik itu, Kubo pasti telah memutuskan di dalam hati”. Penyesalan semakin dalam dilihat dari cuplikan di atas “Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku duduk bersimpuh dan meminta maaf”. Keadaan psikologis Akihiro yang bertanggung jawab dan mengangkat kebenaran. Dari sisi keadaan psikologis, dapat dianalisis bahwasanya Akihiro termasuk pribadi yang emosional, mudah kecewa. Tetapi, jika Akihiro merasa dia adalah orang yang salah Akihiro mampu dan terbuka untuk mengaku kesalahannya. 62 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan