Kehidupan Masyarakat Transmigran Di Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir 1981-2000

(1)

76

Daftar Informan

1. Nama : Misdi Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 81 Tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Suak Temenggung, Dusun Sukajadi

2. Nama : Siam Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 82 Tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Suak Temenggung, Dusun Sukajadi

3. Nama : Samiyo Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 80 Tahun Pekerjaan : Petani


(2)

77 4. Nama : Wahyudi

Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 60 Tahun

Pekerjaan : Pegawai Kepenghuluan Desa Suak Temenggung Alamat : Desa Suak Temenggung, Dusun Rejo Mulyo

5. Nama : Karyono Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 65 Tahun

Pekerjaan : Kepala Kepenghuluan Deda Suak Temenggung Alamat : Desa Suak Temenggung, Dusun Rejo Mulyo

6. Nama : Tengku Azmi Hamzah Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 83 Tahun Pekerjaan : Nelayan


(3)

78 7. Nama : Sunari

Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 80 Tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Suak Temenggung, Dusun Rejo Mulyo

8. Nama : Siti Romlah Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 85 Tahun Pekerjaan : Nelayan

Alamat : Desa Suak Temenggung

9. Nama : Darmawi Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 80 tahun Pekerjaan : Petani Alamat : Padamaran

10. Nama : Udin Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 60 Tahun


(4)

79 Alamat : Bagansiapiapi

11. Nama : Gimo Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 75 Tahun

Pekerjaan : UPTD Pertanian

Alamat : Desa Suak Temenggung, Dusun Sumber Sari

12. Nama : Suminah Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 80 Tahun Pekerjaan : Petani

Alamat : Telok Bano II

13. Nama : Wan saman Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 85 Tahun Pekerjaan : Nelayan


(5)

80

Lampiran. I. Peta Lokasi Penelitian, Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.


(6)

81

Lampiran. II. Jalan Masuk menuju Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2000.


(7)

82


(8)

83 Lampiran. V. Pertanian padi dilahan gambut 1983.


(9)

84

Lampiran. VII. Kerusakan tanaman padi akibat hama tahun 1987.

Lampiran. IX. Peralihan tanaman padi menjadi Perkebunan kelapa sawit rakyat dilahan gambut tahun 1992.


(10)

85

Lampiran. X. Penyisipan tanaman kedelai di sekitar areal kelapa sawit.


(11)

86

Lampiran. XII. Tanaman kelapa sawit dilahan gambut pada saat musim kemarau.


(12)

87

Lampiran. XIV. Sampan untuk mencari ikan dan mengangkut hasil kelapa sawit.


(13)

88

Lampiran. XVI. Penjualan hasil kelapa sawit kepada tauke terdekat tahun 1997.


(14)

89

Lampiran. XVIII. Salah satu rumah warga yang dibangun dari hasil kelapa sawit tahun 1998.


(15)

90 Lampiran. XX. Masjid di Desa Suak Temenggung.


(16)

91

Lampiran. XXII. Salah satu warga Desa Suak Temenggung yang beternak sapi.

Lampiran. XXIII. Salah Satu Warung Milik Warga Transmigrasi di Desa Suak Temenggung.


(17)

92


(18)

93


(19)

72

DAFTAR PUSTAKA

Arsip Daerah Kabupaten Rokan Hilir.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Rokan Hilir tahun 2009. Data Penduduk Kepulauan Suak Temenggung Tahun 2000.

Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2000. Dinas Perkebunan Provinsi Riau, 2009.

Kecamatan Dalam Angka Tahun 2010.

Pendapatan Regional Rokan Hilir Menurut Lapangan Usaha 2007-2009.

Rokan Hilir Dalam Angka, Data-data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Rokan Hilir, 2011.

Jurnal, Skripsi dan Tesis.

Adriani, Novi, “Kehidupan Masyarakat Transmigrasi Singkut I Kabupaten Surolangun Provinsi Jambi 1974-2000” Skripsi S-I belum diterbitkan, Padang: Prodi Ilmu Sejarah FIB, Universitas Andalas. Asni, “ Analisis Produksi Pendapatan dan Ahli Fungsi Lahan di Kabupaten Labuhan

Batu” Tesis S-2 belum diterbitkan, Medan: Pascasarja USU, 2005. Elfira, Devita, “Strategi Adaptasi Transmigrasi Jawa di Sungai Beremas”Skripsi S-I

belum diterbitkan, Padang: Pisip, Universitas Negeri Padang, 2008. Kerja Sama Biro Pusat Statistik dan Pusat Studi Pembangunan Institut Pertanian

Bogor dan Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Aplikasi Teknologi Pertanian: Intensifikasi Tanaman Pangan dan Pola Usaha Tani,


(20)

73

Krisnohadi, Ari, “Analisis Pengembanagan Lahan Gambut Untuk Tanaman Kelapa Sawit Kabupaten Kubu Raya” dalam jurnal Perkebunan dan Lahan Tropika, Vol. 1, 2011.

Lestari, Nissye Dian, “Masyarakat Transmigran Jawa di Desa Ulu Hitam I Kabupaten Surolangun Bangko Jambi 1981-1980” Skripsi S-I belum diterbitkan, Medan: Departemen Sejarah FIB USU, 2009.

Rambe, Hasudungan, “Peran Program Transmigrasi Terhadap Pengembangan Wilayah di Kecamatan Manduamas Kabupaten Tapanuli Tengah”

Tesis S-2 belum diterbitkan, Medan: Pascasarjana USU, 2004. Sitorus, Bintang “Alternatif Kebijakan Bagi Pemecah Masalah Tanah Gambut”

Skripsi S-I belum diterbitkan, Medan: Fakultas Pertanian, USU, 2003.

Wahyunto dkk, “Prospek Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia” dalam jurnal perspektif, Vol. 12, 2013.

Widyati, Enni, “Kajian Optimasi Pengolahan Lahan Gambut dan Isu Pperubahan Iklim” dalam jurnal Tekno Hutan Tanaman, Vol. 4 No 2, 2011.

Buku

Ahmad, Rofiq, Perkebunan dari NES ke PIR, Jakarta: Puspa Swara, 1998. Bashith, Abdul, Ekonomi Kemasyarakatan, Malang: UIN-Maliki Press, 2012. Basyar, Hakim, Perkebunan Besar Kelapa Sawit, Jakarta: Pustaka Offset, 1999. Fauzi, Yan, Kelapa Sawit: Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis Usaha

dan Pemesaran, Jakarta:Penebar Swadaya, 1998.

Gerrtz, Clifford, trj. Supomo, Involusi Pertanian, Jakarta: Bhratara Karya Aksara,1983.

Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, 1985.


(21)

74

Hadi, Muhammad Mustafa, Teknik Berkebun Kelapa Sawit, Yogyakarta: Adicita, 2004.

Hanafiah, Djohan, Melayu-Jawa, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995.

Hardjosudarmo, Soedigdo, Kebijakan Transmigrasi: dalam rangka pembangunan masjarakat desa di Indonesia, Jakarta: Bhratara Djakarta, 1965.

Hardjowigeno, Sarwono, Tanah Sawah, Bogor: Bayumedia, 2005.

Hartono, Reyog Ponorogo, Jakarta: Departemen dan Kebudayaan, 1980.

Koentjaraningrat, Masjarakat Indonesia di Masa Kini, Jakarta: Jajasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, 1964.

Koestoro, Lucas Partanda dkk, Penelusuran Arkeologi dan Sejarah Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Provisnsi Riau, Medan: Balai Arkeologi Medan, 2011.

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995.

Mangoensoekarkarjo, Soepadiyo, Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003.

Marpaung, O. Youscha., Madya Alip Bin Rahaim, Fenommena Terbentuknya Kampung Kota Oleh Masyarakat Pendatang Spontan, Medan: Surya Pasca Mandiri, 2009.

Muhammad, Faiz Barchia, Gambut: agroekosistem dan transformasi karbon, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006

Najiati, Sri dkk, Panduan Pengelolahan Lahan Gambut Untuk Pertanian Berkelanjutan, Bogor: Wetlands International, 2005.

Najiati, Sri dkk, Pemberdayaan Masyarakat di Lahan Gambut, Bogor: Wetlands International, 2005.

Noor, Muhammad, Lahan Gambut: pengembangan, konsevasi, dan perubahan iklim, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010.


(22)

75

Noor, Muhammad, Pertanian Lahan Gambut: Potensi dan Kendala, Yogyakarta: Kanisius, 2001.

Risza, Suyatno, Kelapa Sawit: Upaya Peningkatan Produktivitas, Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Ruiochmat, Dodik Ridho, Strategi Pengolahan Hutan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Soedarsono Joedoro, Lahan Rawa: sufat dan pengelolahan tanah bermasalah sulfat masam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Sutedjo, Mul Muljani dan Kartasepoetra, Budidaya Tanaman Padi di Lahan Rawa Pasang Surut, Jakarta: PT. Bina Aksara, 1988.

Swarsono, Sri Edi,dan Singarimbun Masri, Sepuluh Windu Transmigrasi di Indonesia 1905-1985, Jakarta: UI Press, 1985.

Syamsulbahri, Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996.

Tafbu, Jhon, Pembangunan Desa Menuju Otonomi Daerah, Jakarta: Pustaka Quantum, 2000.

Tim Penulis PS, Kelapa Sawit, Jakarta: Penebar Swadaya, 1997.

Warsito, Rukmadi dkk, Transmigrasi: Dari Daerah Asal Sampai Benturan Budaya di Tempat Pemukiman, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1984.

Yasin, Ahmad Zerril, Masa Depan Agrobisnis Riau, Riau: Uni Press Pekan Baru, 2002.

Zain Alam dkk, Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan Rakyat, Jakarta: Rieneka Cipta, 1998.

Zain, Alam, Hukum Lingkungan: Kaidah-kaidah Pengolahan Hutan, Jakarta: Grafindo Persada, 1995.


(23)

25

BAB III

KEHIDUPAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI DESA SUAK TEMENGGUNG TAHUN 1981-2000

3.1 Awal Kedatangan Transmigrasi

Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah yang padat penduduknya ke wilayah pulau lain yang penduduknya masih jarang atau belum ada penduduknya sama sekali. Program transmigrasi biasanya di atur dan didanai oleh pemerintah pusat kepada warga yang umumnya golongan menengah kebawah dengan tujuan untuk mengurangi kepadatan penduduk disuatu daerah dan dipindahkan kedaerah yang penduduknya masih sedikit. Program yang diikuti adalah transmigrasi umum. Sesampainya ditempat transmigrasi biasanya para transmigran akan diberikan sebidang tanah, rumah sederhana dan juga perangkat lain untuk penunjang hidup di tempat lokasi yang baru.

Program transmigrasi ditujukan untuk pemerataan penduduk, disamping itu juga mengembangkan daerah produksi baru diluar pulau Jawa dan Bali. Program transmigrasi adalah program yang sangat tepat untuk merubah kehidupan masyarakat menjadi lebih sejahtera. Program transmigrasi diharapkan tidak hanya untuk kesejahteraan masyarakat saja, tetapi juga meningkatkan kehidupan ekonomi


(24)

26

masyarakat yang mengikuti program ini. Selain itu program transmigrasi tentunya juga memperbaiki pola persebaran penduduk secara merata. 23

Namun tidaklah semua penduduk pulau Jawa hidup didaerah yang subur adapula mereka yang tinggal didaerah yang kering dan gersang dimana kondisi inilah yang menyulitkan petani-petani di pulau Jawa untuk bertani di tambah lagi ada juga petani yang menjadi penggarap dilahan orang karena mereka tidak memiliki lahan pertanian dan hanya hidup dibawah garis kemiskinan. Hal tersebut menyebabkan

Keluarga berencana dan transmigrasi pada umumnya dikemukakan sebagai pemecah kembar bagi masalah terus bertambahnya penduduk di pulau Jawa. Usaha mengurangi tekanan penduduk di pulau Jawa telah merupakan tema pokok bagi program transmigrasi. Program transmigrasi harus membuat masyarakat lebih produktif di daerah yang baru, memperoleh penghasilan yang lebih baik dan juga terpadu dengan kehidupan penduduk setempat.

Pulau Jawa merupakan pulau dengan penduduk yang besar dibanding dengan pulau-pulau lainya di Indonesia. Dengan luas wilayah yang relatif sempit dan jumlah penduduk yang padat maka hal ini menyebabkan masalah kepadatan penduduk yang tidak bisa dihindari pada wilayah ini. Kondisi ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat karena mayoritas penduduknya adalah bekerja sebagai petani namun luas areal lahan pertanian sangatlah terbatas.

23 Sri Edi Swasono dan Masri Singarimbun, Sepuluh Windu Transmigrasi di Indonesia


(25)

27

banyak penduduk jawa yang ikut serta dalam program transmigrasi kedaerah yang luas tanah pertaniannya dan jarang penduduknya.

Salah satu wilayah program penempatan transmigrasi dari pulau Jawa ke pulau Sumatera adalah di Desa Suak Temenggung. Desa Suak Temenggung merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Ibu kota kecamatan ini berada di Bagansiapiapai. Jarak dari Desa Suak Temenggung menuju ibukota Bagansiapiapi sekitar ± 17 km atau sekitar 1 jam jarak tempuh, dengan menggunakan kendaraan bermotor. sementara menuju ibukota Provinsi Riau kurang lebih 360 Km atau sekitar 5-6 jam jarak tempuh.

Berdasarkan data sejarah, Desa Suak Temenggung yang hanya dihuni oleh penduduk berasal dari Pulau Jawa merupakan desa yang berada di tengah-tengah pemukiman masyarakat Melayu. Mereka datang ke daerah ini melalui program transmigrasi masa orde baru dengan salah satu tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Para transmigran ini sejak tahun 1981, ditempatkan pada salah satu tempat yaitu kawasan hutan gambut tepatnya di Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Hutan gambut ini yang memang sengaja dibuka oleh Pemerintah Pusat sebagai tempat bermukim mereka. Para Transmigran sendiri seluruhnya adalah suku Jawa yang berasal dari Jawa


(26)

28

Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat, seperti Solo, Pakalongan, Banyumas, seragen, Malang, Kediri, Banyuwangi, Jombang, Blitar, Pasuruan, Sukabumi dan Bandung.24

Perpindahan mereka ke Desa Suak Temenggung terjadi akibat kepadatan penduduk di Pulau Jawa, bencana alam dan kemiskinan yang sulit diatasi oleh pemerintah. Pendapatan mereka di pulau Jawa yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari menyebabkan mereka bersedia mengikuti program transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Hal ini dapat terlihat dari hasil wawancara dengan para transmigran. Samiyo, asal daerah Sragen berkata

25

Siam, asal daerah Jawa Barat :

Di pulau Jawa kehidupan kami sekelurga sangat susah, kami tidak memiliki tanah ataupun lahan untuk diolah. Hidup kami hanya bermodalkan mencari kayu dihutan dan menjadi buruh penggarap lahan orang lain.Hasil dari menjual kayu bakar dan gaji menjadi buruh penggarap lahanlah yang kami andalkan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dan itupun jelas sangat kurang.

26

Atim, asal daerah Kendal

:

Ketika itu masyarakat didaerah sekitar gunung galunggung sangat ketakutan dan sangat merasa kurang aman untuk menjalani kehidupan sehari-hari, karena pada saat itu gunung galunggung meletus hal inilah yang merusak rumah, lahan dan ternak mereka akibat larvanya.

27

24

Data Penduduk Kepulauan Desa Suak Temenggung tahun 2000.

25Wawancara Samiyo. Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir, 3 Mei 2015.

26Wawancara

Siam. Desa Suak Temenggung Kecamatan Paakaitan Kabupeten Rokan Hilir, 3 Mei 2015.

27Wawancara

Atim. Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir, 3 Mei 2015.

:

Dikampung dulu, kehidupan saya dan istri saya menumpang kepada toke tahu tempat saya bekerja, waktu itu kehidupan saya kurang mencukupi. Saya kemudian ikut program transmigrasi ke Kabupaten Rokan Hilir. Saya ingin hidup mandiri dengan memiliki rumah dan lahan.


(27)

29

Faktor-faktor inilah yang menyebabkan mereka berani meninggalkan kampung halaman mereka untuk mengikuti program transmigrasi dan menjalani kehidupan mereka didaerah yang baru. Penduduk yang tertarik program transmigrasi dari daerah Jawa ke hutan gambut tepatnya di Desa Suak Temenggung mendaftarkan diri ke Kepala Desa dan mengisi formulir pendaftaran calon transmigrasi ke Desa Suak Temenggung. Transmigrasi ke Kawasan hutan gambut di Desa Suak Temenggung yang dilakukan pemerintah hanya terjadi sekali.

Tujuan transmigrasi di Indonesia pun sangat jelas, untuk mengurangi kepadatan dan kemiskinan di wilayah-wilayah yang sempit terutama di pulau Jawa dengan jumlah penduduk yang padat. Pada masa pemerintahan presiden Soeharto program transmigrasi di Indonesia dibagi dalam lima tahap repelita yang di mulai sejak tahun 1967, transmigrasi ke Desa Suak Temenggung, Kecamatan Pakaitan tepatnya di hutan gambut dilakukan pada tahap Repelita kelima (tahun 1981). Transmigrasi ini dilakukan hanya sekali, pada tahun 1981, dan tidak secara bertahap. Sesuai keterangan yang didapat bahwa wilayah kawasan hutan gambut di Desa Suak Temenggung ini memungkinkan untuk bisa memperbaiki taraf hidup mereka. Secara berkelanjutan mereka mengikuti program transmigrasi ke Kecamatan Pakaitan tanpa paksaan.

Setelah adanya Program Transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat maka, Secara administratif Desa Suak Temenggung terbagi atas tiga dusun, yaitu Sukajadi, Sumber Sari dan Rejo Mulyo. Dalam penempatannya di setiap dusun tidak hanya diperuntukan bagi pendatang yang berasal dari satu daerah asal saja, akan


(28)

30

tetapi setiap desa dihuni penduduk dari ketiga daerah asal itu, yaitu penduduk dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Secara keseluruhan penduduk dan ketiga daerah ini adalah suku Jawa.

Tabel 1

Monografi Desa Suak Temenggung, diibagi kedalam tiga dusun : Dusun Laki-laki Perempuan Jumlah

Suka Jadi 420 410 830

Sumber Sari 228 184 412

Rejo Mulyo 186 178 364

Jumlah 834 772 1606

Sumber : Kantor Kepenghuluan Desa Suak Temenggung Tahun 2000.

Desa Suak Temenggung memiliki keunikan tersendiri dari desa-desa yang lain yang dijadikan tempat transmigrasi oleh Pemerintah Pusat, Salah satu yang membedakannya dengan desa lainnya sebagai tempat transmigrasi adalah dilihat dari segi letak daerah dan asal-usul desa itu sendiri. Desa Suak Temenggung sendiri sudah ada sebelum adanya Program Transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan dihuni oleh masyarakat asli suku Melayu. Selain itu, dilihat dari segi letak daerahnya tempat transmigrasi ini berada di kawasan hutan gambut yang belum disentuh sama sekali. Awal kehadiran mereka di tengah-tengah pemukiman masyarakat Melayu, tidak mudah bagi mereka untuk bersosialisasi dengan masyarakat setempat. Salah satu


(29)

31

penyebabnya adalah perbedaan bahasa, sehingga sering terjadi kesalahan dalam

berkomunikasi. Akan tetapi, perbedaan bahasa tidak menyurutkan mereka untuk saling

beradaptasi, bahkan perbedaan itu dijadikan dasar untuk saling menghormati. Selain ada perbedaan terdapat persamaan agama antara penduduk asli yaitu suku Melayu dengan pendatang suku Jawa, yaitu sama-sama beragama islam. Persamaan agama inilah dipandang sebagai saudara seiman dan setaqwa. Program transmigrasi ini menggabungkan masyarakat yang berbeda kultur yaitu suku Melayu dengan suku Jawa. Penggabungan masyarakat ini sama sekali tidak terjadi kecemburuan sosial dan konflik di daerah pemukiman. Selain itu suku Melayu menerima baik masyarakat pendatang suku Jawa di Desa Suak Temenggung.

Transmigrasi yang dijalankan oleh pemerintah, mengakibatkan dibukanya sebagian wilayah hutan gambut yang ada di Desa Suak Temenggung untuk penghidupan bagi masyarakat transmigrasi. Pemerintah mengolah sebagian hutan gambut yang ada di Desa Suak Temenggung untuk Program Transmigrasi. Pemerintah menyediakan rumah panggung dengan ukuran rumah 6 X 8 meter dan lahan kosong seluas 2 ha lahan kosong untuk setiap Kepala Keluarga (KK) untuk ditanami pertanian padi. Rumah panggung ini dilengkapi dengan peralatan dapur yang disediakan oleh pemerintah. Selain itu pemerintah membebaskan mereka untuk mengolah sisa hutan gambut yang ada di Desa Suak Temenggung untuk ditanami pertanian padi.

Kehidupan para transmigran di Desa Suak Temenggung masih di tanggung oleh pemerintah selama 2 tahun. Selama waktu 2 tahun para transmigran diberikan


(30)

32

bantuan oleh pemerintah berupa bahan makanan pokok, seperti beras, gula, sabun, ikan asin dan lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Selain itu lahan kosong seluas 2 ha yang diberikan oleh pemerintah melalui program transmigrasi di olah dan dimanfaatkan oleh para transmigran untuk ditanami pertanian padi. Pada awalnya untuk pemanfaatan lahan seluas 2 ha pemerintah menyedikan bibit padi untuk ditanam dan dikembangkan oleh para transmigran di Desa Suak Temenggung dengan alasan agar nantinya ketika padi sudah menghasilkan dapat membantu kehidupan mereka sehari-hari di tempat yang baru.

Para transmigran membuka sisa hutan gambut yang dibebaskan oleh pemerintah untuk mereka kelolah menjadi lahan pertanian padi. Dalam mengolah areal pertanian, masyarakat transmigran membentuk kelompok tani. Berdirinya kelompok tani atas dasar kemauan masyarakat transmigran sendiri dan tanpa paksaan. Tujuan dibentuknya kelompok tani untuk bersama-sama mengelolah hutan gambut yang tersisa dari program transmigrasi. Pengolahan hutan gambut akan ditanami tanaman pangan yaitu pertanian padi.


(31)

33

Tabel 2

Kelompok Tani Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau

No Kelompok Tani Ketua Alamat

1. Karya Nasib Wagimin Suka Jadi 2. Karya Bakti Samadi Sumber Sari 3. Karya Tenang Wahyu Rejo Mulyo 4. Karya Jaya Sunardi Suka Jadi 5. Karya Maju Dadik Suka Jadi 6. Karya Manunggal Bunadi Rejo Mulyo 7. Barokah Suprapto Rejo Mulyo 8. Inti Tani Suwandi Sumber Sari 9. Ingin Maju Sukman Sumber Sari 10. Sumber Sari Nazarudin Sumber Sari 11. Bijak Sana Anong Atmana Suka Jadi 12. Berkah Tekun Feri Jumadi Rejo Mulyo 13. Mekar Sari Misman Rejo Mulyo 14. Karya Maju Jaya Giman Rejo Mulyo 15. Harapan Maju Jumadi Rejo Mulyo 16. Tani Makmur Sugiono Rejo Mulyo


(32)

34

Kelompok tani di Desa Suak Temenggung di bagi berdasarkan dusun dan atas dasar kesepakatan bersama. Sementara itu ketua kelompok dipilih langsung dengan musyawarah bersama. Kelompok tani ini dibentuk pada tahun 1982 dengan tujuan membuka dan mengolah hutan gambut yang masih tersisa dari program transmigrasi dengan luas 420 ha. Selain itu para kelompok tani juga rutin mengadakan gotong royong untuk membuka jalan-jalan yang masih sempit dan sangat sulit untuk dilalui, hal ini mereka lakukan sekali dalam seminggu. Untuk mengelolah hutan gambut, para transmigran dan juga kelompok tani melakukan dengan beberapa tahap pengolahan tanah gambut sebelum dapat ditanami menjadi lahan pertanian padi. Para transmigran dan juga kelompok tani yang sudah di bentuk mengolah hutan gambut dengan peralatan seadaanya pada saat itu, sebab pada saat itu masih minimnya peralatan dan juga kehidupan mereka di wilayah tempat tinggal yang baru.

3.2 Pembukaan Lahan Gambut

Pembukaan lahan gambut berkaitan erat dengan program transmigrasi yang pada awalnya diarahkan untuk pengembangan tanaman pangan. Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian mengarah pada lahan-lahan marjinal seperi Lahan gambut28

28 Lahan Gambut adalah lahan yang terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah

mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Lihat Muhammad Noor , Pertanian Lahan Gambut,

Yogyakarta: Kanisius, 2001, hlm. 1.

. Pembukaan lahan gambut untuk pertanian sudah di mulai sejak ratusan tahun yang lalu diawali di Kalimantan dan Sumatera. Mereka secara berkelompok membuka hutan gambut baik di pedalam maupun di sepanjang sungai-


(33)

35

sungai besar. Hal ini dilakukan dengan cara-cara yang sangat sederhana sesuai pengetahuan yang dikuasai mereka pada saat itu. Begitu juga yang terjadi di Desa Suak Temenggung, masyarakat transmigran dan juga kelompok tani yang telah dibentuk membuka kawasan hutan gambut sisa dari program transmigrasi yang ada di Desa Suak Temenggung. Para transmigran membuka hutan gambut di Desa Sauk Temenggung dengan peralatan seperti kuku kambing, parang, kayu besar, dan juga klewang. Hutan gambut yang sudah ditebang dan diolah nantinya akan dijadikan lahan pertanian pangan yaitu lahan pertanian padi. Pembukaan hutan gambut ini sudah mendapat persetujuan dari pemerintah. Hutan gambut lebih baik dimanfaatkan dari pada tidak sama sekali dan tanpa ada yang mengolah. Proses yang mereka lakukan dengan beberapa tahapan untuk mendapatkan hasil tanah gambut yang maksimal. Pembukaan lahan gambut diawali dengan menebang bagian hutan gambut pedalaman secara bertahap dan kemudian dilakukan secara menyeluruh hingga ketepi sungai rokan.

3.2.1 Penebangan

Pembukaan dan pengolahan hutan gambut untuk dimanfaatkan dalam pengembangan pertanian tidaklah mudah, hal ini diperukan ektra kerja keras untuk pengolahannya. Ditambah lagi bahwa sifat dari tanah gambut sendiri berair dan juga mudah terbakar. Kawasan hutan gambut yang ada di Desa Suak Temenggung juga memiliki ciri tanah berair, sehingga dalam pengolahannya para transmigran dan kelompok tani memiliki pola umum dalam pembukaan hutan gambut tersebut. Para


(34)

36

transmigran dan kelompok tani mengawali pembukaan hutan gambut sekitar tahun 1982 dengan penebangan dan penebasan seluruh vegetasi yang ada di hutan gambut. Batang-batang pohon berukuran sedang dan juga semak belukar mereka tebang secara menyeluruh. Penebangan dan penebasan seluruh vegetasi yang ada di hutan gambut dilakukan secara manual dengan peralatan seadanya yaitu berupa, kuku kambing, kayu besar, parang, dan juga klewang sehingga prestasi kerjanya jauh lebih rendah dibanding dengan secara mekanis. Penebangan hutan gambut di Desa Suak Temenggung masih digunakan cara yang sangat sederhana, tidak menggunakan mesin tetapi masih menggunakan peralatan tradisional. Semak belukar dan rumput-rumputan ditebang untuk memudahkan pengolahan tanah gambut.

Hasil kayu penebangan dan penebasan sebagian dimanfaatkan oleh para transmigran. Mereka memilah kayu yang dapat digunakan dengan kayu yang tidak dapat digunakan. Kayu-kayu hasil penebangan hutan gambut yang hasilnya bagus dicincang dan diikat dengan tali jerami dan kemudian dimanfaatkan oleh para transmigran untuk dijual ke pusat kota Bagansiapiapi. Sedangkan yang berupa ranting mereka cincang dan mereka sisihkan untuk nantinya akan dikeringkan dan dibakar.

Penebangan dimulai dengan menebang pohon-pohon yang berukuran sedang yang ada dikawasan hutan gambut terlebih dahulu, Hal ini dilakukan dalam jangka waktu kurang lebih empat bulan. Para transmigran memulai penebangan pohon-pohon dikawasan hutan gambut dari pagi hingga sore hari. Kemudian setelah semua pohon-pohon berukuran sedang telah selesai ditebang, dicincang dan disishkan, para


(35)

37

transmigran melanjutkan dengan menebas semak-semak belukar dan rumput-rumput yang tumbuh memenuhi hutan gambut. Peralatan yang digunakan juga masih sangat tradisional yaitu dengan menggunakan klewang. Peralatan-peralatan ini mereka bawa dari pulau Jawa ketika mereka mengikuti program transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Setelah proses penebangan dikawasan hutan gambut selesai, para transmigran dan kelompok tani melanjutkan ketahap pengolahan hutan gambut berikutnya, seperti pengeringan dan juga pembakaran.

3.2.2 Pengeringan

Proses pengeringan dilakukan memakan waktu selama kurang lebih dua bulan. Batang pohon, rumput dan juga semak belukar tersebut diserakan dan sedikit dipisahkan dibawah terik matahari dengan tujuan cepat kering. Dalam proses pengeringan para transmigran dan kelompok tani juga harus memperhatikan kondisi cuaca karena kondisi cuaca adalah salah satu faktor yang sangat menentukan. Beruntung pada saat itu tidak terjadi musim penghujan proses pengeringanpun sesuai dengan hasil yang diharapkan. Dalam proses pengeringan, para transmigran dan juga kelompok tani mengumpulkan vegetasi yang sudah kering tersebut menjadi beberapa bagian untuk selanjutnya akan dilakukan proses pembakaran dengan cara menggunakan api kecil.


(36)

38

3.2.3 Pembakaran

Para transmigran dan kelompok tani di Desa Suak Temenggung mengolah hasil hutan gambut yang sudah dikeringkan seperti pohon-pohon berukuran sedang dan senak belukar . Pohon-pohon berukuran sedang dan semak belukar yang sudah ditebangi kemudian dibakar dengan menggunakan api kecil. Penggunaan api kecil ini dengan cara membakar bekas potongan pohon-pohon dan semak belukar dengan tidak menggunakan minyak tanah atau apa pun. Pembakaran dilakukan dengan menggunakan korek api. Pembakaran diawali dengan membakar bagian daun-daun rerumputan dan semak belukar yang sudah dikeringkan, kemudian disusul dengan pembakaran potongan potongan pohon sedang yang sudah dikeringkan. Untuk mencegah api menjalar para transmigran terlebih dahulu sudah membuat jalur kosong selebar 10 m. Pembuatan jalur ini menjamin bahwa api tidak akan merembet kelahan-lahan lainnya.

Dalam proses pembakaran, batang-batang pohon kayu tidak akan terbakar habis. Batang-batang kayu ini perlu dicincang ulang kemudian dikumpulkan dan ditumpuk lalu dibakar lagi sampai tuntas oleh para transmigran. Pembakaran kedua ini dilakukan disekeliling tunggul-tunggul pohon yang masih berdiri, sehingga sekaligus berfungsi membakar habis tunggul pohon tersebut. Sisa-sisa dari pembakaran pohon-pohon yang berukuran sedang dan semak belukar kemudian diserak oleh para transmigran dan kelompok tani dilahan gambut yang sudah bersih dan selanjutnya ditanami pertanian padi.


(37)

39

3.3 Pertanian Padi

Tanaman padi merupakan tanaman yang sangat penting di Indonesia, karena merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Tanaman padi diusahakan dalam jenis tanah apapun termasuk jenis tanah gambut, sehingga amat beralasan jika orang-orang berkecimpung dibidang pertanian. Sesuai dengan asalnya, padi merupakan tanaman lahan basah tetapi adaptasi tanaman ini telah mampu menghasilkan varietas padi yang tumbuh dilahan kering (padi gogo).29 Namun daerah utama penghasil beras diberbagai belahan dunia adalah daerah pada lahan basah. Pada mulanya padi ditanam secara alami didaerah aluvial yang tergenang air dimusim hujan tanpa pengolahan ataupun perataan tanah. Penyebaran tanaman padi selanjutnya berkembang kedaerah yang lebih tinggi yaitu daerah-daerah dengan bentuk wilayah yang berombak, bergelombang, berbukit bahkan kadang-kadang didaerah bergunung dengan lereng yang cukup curam. Hal itu terjadi karena dikembangkannya sistem irigasi dengan air, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar daerah persawahan itu sendiri. Selain tumbuh didaerah yang wilayahnya berombak, bergelombang, berbukit bahkan daerah gunung, padi juga dapat ditanam dilahan gambut yang sudah diolah dengan baik dengan syarat membuat drainase air.30

Para transmigran Jawa mengubah hutan gambut seluas 420 ha di bidang pertanian dengan membudidayakan tanaman yang bisa dikonsumsi yaitu padi dan sisanya bisa dijual. Strategi seperti ini dilakukan tidak lain adalah dengan tujuan

29

H. Sarwono Hardjowigeno, Tanah Sawah, Bogor: Bayumedia, 2005, hlm. 6.

30Ibid


(38)

40

untuk tetap dapat mempertahankan hidup di daerah yang baru dengan jalan menghemat pengeluaran biaya kebutuhan akan makanan. Bersama kelompok tani yang telah dibentuk sebelumnya, para transmigran telah membuka hutan gambut yang dipenuhi semak belukar dan juga pohon-pohon berukuran sedang. Para transmigran dan kelompok tani mengolah hutan gambut mulai dari penebangan, pengeringan, pembakaran hingga tahap terakhir yaitu mengolah lahan gambut untuk dijadikan lahan pertanian padi.

Ketika proses pembakaran semak belukar dan juga pohon-pohon yang sudah dicincang selesai, kemudian para transmigran dan juga kelompok tani mengolah lahan gambut untk dijadikan lahan pertanian padi dengan cara mencangkul seluruh permukaan tanah. Abu sisa pembakaran semak-semak belukar dan pepohonanpun ditebar keseluruh permukaan tanah yang sudah diolah. Para transmigran percaya bahwa abu sisa pembakaran pohon dan semak belukar tersebut nantinya dapat menjadi pupuk yang menyuburkan tanaman untuk meningkatkan pH tanah sehingga memperbaiki media tanaman. Kemudian tanah gambut yang sudah dicangkul dan ditebari abu sisa pembakaran didiamkan selama satu hari.31

Pemerintah menerapkan Sistem usahatani dilahan gambut yang sudah diolah tersebut oleh masyarakat trasnmigrasi. Sistem usahatani tersebut berupa sistem usahatani berbasis tanaman pangan yaitu tanaman padi. Sistem usahatani berbasis

31Wawancara

Paimin. Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir, 4 Mei 2015.


(39)

41

tanaman pangan ditujukan untuk menjamin keamanan pangan para transmigran. Selain itu pemerintah membagi lahan gambut yang sudah diolah secara merata kepada para transmigran yang ada di Desa Suak Temenggung dengan luas lahan gambut sekitar 2-3 ha perkepala keluarga transmigran. Pemerintah juga mengeluarkan surat izin kepemilikan tanah gambut yang telah diolah oleh para transmigran, dengan ketentuan syarat bahwa para transmigran harus mengolah lahan gambut tersebut dengan sistem usahatani yang ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Rokan Hilir berupa tanaman pangan yaitu tanaman padi. Tetapi bibit padi sendiri tidak disediakan oleh pemerintah melainkan merek harus membeli sendiri diluar daerah. Para transmigran dan pemerintah Kabupaten Rokan Hilir kemudian bersama-sama memberikan batas-batas tersendiri antara sebersama-sama pemilik lahan gambut satu dengan yang lain, hal ini agar nantinya tidak terjadi kesalah pahaman antar sesama transmigran.

Untuk menanam tanaman pangan seperti padi dilahan gambut tidaklah hal yang mudah bagi para transmigran. Setelah tanah ditaburi abu sisa pembakaran, para transmigran membentuk tanah gambut menjadi petak layaknya petakan lahan sawah, selain itu juga para transmigran harus membuat drainase dan irigasi yang seimbang dalam petakan sawah tersebut.

Budidaya tanaman pangan yaitu pertanian padi di lahan gambut harus menerapkan teknologi pengelolaan air, yang disesuaikan dengan karakteristik gambut dan jenis tanaman. Pembuatan saluran drainase mikro sedalam 10 - 50 cm diperlukan untuk pertumbuhan berbagai jenis tanaman pangan pada lahan gambut. Tanaman padi


(40)

42

pada lahan gambut hanya memerlukan parit sedalam 10-30 cm. Fungsi drainase adalah untuk membuang kelebihan air, menciptakan keadaan tidak jenuh untuk pernapasan akar tanaman, dan mencuci sebagian asam-asam organik. Semakin pendek interval/jarak antar parit drainase maka hasil tanaman semakin tinggi. Selain itu, pembuatan saluran drainase sangat penting untuk mendistribusikan air agar merata dan mencuci senyawa-senyawa beracun nantinya serta mengantisipasi ketika pada saat lahan kelebihan air saluran drainase dapat menetralisir air dalam petakan sawah. Sedangkan irigasi dibuat oleh para transmigran untuk tetap mengairi sawah. Pembuatan saluran drainase dan irigasi juga tetap dikerjakan bersama-sama dan saling membantu antar sesama para transmigran, hal ini juga sudah di musyawarahkan sebelumnya oleh anggota kelompok tani. Penyemaian bibit padipun dilakukan setelah selesainya pembuatan drainase dan irigasi disekeliling petakan sawah. Bibit padi diperoleh dari bibit yang sudah ada sebelumnya yang dibagikan oleh pemerintah ketika mengolah dan memanfaatkan lahan seluas 2 ha. Selain bibit padi sebelumnya, para transmigran juga memperoleh bibit padi jenis IR unggul dengan cara membeli diluar daerah seperti padang. Pembelian bibit padi dengan menggunakan uang hasil panen padi sebelumnya dilahan seluas 2 ha yang mereka kelolah. Hasil panen padi sebagian mereka jual kepusat kota Bagansiapiapi dan sisanya mereka simpan untuk memenuhi kebutahan hidup sehari-hari. Selain itu dilahan seluas 2 ha tersebut tidak hanya padi yang mereka tanam, tetapi juga tanaman lain seperti singkong dan juga pisang yang hasilnya juga nanti akan dijual kepusat kota Bagansiapiapi.


(41)

43

Bibit padi disemai selama dua puluh lima hari agar dapat ditanam dilahan gambut yang sudah diolah oleh para transmigran. Penanaman budidaya tanamanan pangan yaitu padi dilakukan oleh para transmigran pada tahun 1982. Padi yang berumur dua puluh lima hari kemudian ditanam dilahan gambut yang sudah diolah secara merata oleh para transmigran. Proses penanaman padi oleh para transmigran di lahan gambut yang sudah diolah dimulai dari nyangkul (mencangkul), ndaud (mencabut benih), tandur/ tanam mundur (menanam padi), matun (mencambuti rumput-rumput yang tumbuh disekitar padi), kemudian panen yang semuanya mereka lakukan sendiri dan tahap terakhir menumbuk padi.

Untuk menunggu padi dapat dipanen atau menghasilkan, para transmigran memiliki strategi tersendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka ditempat yang baru. Para transmigran memenuhi kebutuhan hidup tidak hanya bergantung pada lahan seluas 2 ha yang diberikan pemerintah sebelumnya untuk ditanami pertanian padi, tetapi mereka juga mencari kerja sampingan dipusat kota Bagansiapiapi. Kerja sampingan yang dilakukan antara lain, mereka menjadi buruh bangunan dipusat kota Bagansiapiapi, selain menjadi buruh bangunan, para transmigran juga menjadi buruh nelayan kepada touke-touke ikan yang ada di Bagansiapiapi. Para transmigran bekerja dari pagi hari dimulai pukul 08.00-03.00 sore. Tidak hanya itu, para transmigran juga masih memiliki simpanan padi sebelumnya dari hasil panenan yang mereka simpan dilahan seluas 2 ha yang diberikan pemerintah pada saat program transmigrasi untuk memenuhi kebutuhan hidup.


(42)

44

Strategi lain yang dilakukan oleh para transmigran untuk memenuhi kebutuhan hidup sebelum padi menghasilkan adalah dengan cara memancing, menjala dan juga memasang bubu kayu dilahan gambut. Bubu kayu mereka buat sendiri dengan bermodalkan kayu-kayu kecil yang mereka rangkai, mereka ikat dengan tali dan kemudian diberi rongga masuk untuk ikan. Kemudian bubu kayu ini mereka diamkan didalam lahan gambut hingga beberapa hari agar ketika diangkat ikan sudah terdapat didalamnya. Lahan gambut kaya sekali akan hasil ikannya terutama ikan sepat, gabus dan juga bulan-bulan. Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para transmigran, setelah pulang kerja dari pusat kota Bagansiapiapi mereka kemudian mencari kesibukan untuk memancing. Tidak hanya laki-laki sebagai kepala keluarga yang bekerja tetapi ibu-ibu rumah tangga juga turut membantu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan cara memancing dilahan gambut. Hasil ikan dari memancing, menjala dan tangkapan bubu kayu kemudian mereka jual ke pusat kota Bagansiapiapi dan sisanya mereka konsumsi untuk kebuthan sehari hari. Tujuan strategi-strategi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang dilakukan oleh para transmigran ini adalah untuk menunggu padi yang ditanam dilahan gambut yang sudah diolah dapat menghasilkan atau dapat dipanen.

Padi yang ditanam oleh para transmigran dilahan gambut yang sudah diolah adalah jenis padi IR unggul, padi jenis IR ini padi unggul yang masa panennya ± 7-8 Bulan. Jangka waktu 8 Bulan padi jenis IR di Desa Suak Temenggung sudah dapat dipanen dan hasilnya memuaskan. Panen padi dilakukan dengan menggunakan alat yaitu ani-ani atau juga arit dengan memotong bagian bawah batang pohon secara


(43)

hati-45

hati. Panen padi ini dilakukan bergotong royong dan saling membantu sesama warga. Padi yang selesai di potong kemudian digiling ketempat penggilingan padi yang ada di Desa Rimbo Melintang, mengingat di Desa Suak Temenggung sendiri pada saat itu belum ada kilang padi. Padi yang sudah digiling kemudian di jual ke kota Bagansiapiapi dari kota Bagansiapiapi kemudian padi diekspor keluar daerah seperti Medan, Siantar dan juga Rantau Perapat. Hasil panen padi di Desa Suak Temenggung pada awalnya memuaskan. Hal ini hanya terjadi selama empat tahun berturut-turut yaitu tahun 1983, 1984,1985,1986. Empat tahun terakhir hasil panen padi mulai mengalami penurunan secara drastis. Penurunan hasil panen padi dibawah 1000 ton terjadi pada tahun 1987, 1988,1989, 1990. Dimana panen padi pada saat itu hasilnya tidak memuaskan. Pada tiga tahun terakhir hasil panen padi semangkin lebih menurun. Penurunan hasil panen padi di Desa Suak Temenggung disebabkan karena adanya beberapa faktor diantaranya hama dan iklim.


(44)

46 Tabel 3

Berikut tabel hasil panen padi di Desa Suak Temenggung selama periode 1983-1990.

Tahun Jumlah Ton

1983 2520

1984 2100

1985 1680

1986 1260

1987 840

1988 620

1989 600

1990 480

Sumber: Dinas Pertanian Dan Peternakan Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2000.

Walaupun hasilnya panen padi empat tahun berturut memuaskan tetapi tetap tidak dapat sepenuhnya memenuhi kebutuhan hidup para transmigran pada saat itu. Para transmigran hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan saja selebihnya para transmigran juga tetap mencari pekerjaan sampingan di kota Bagansiapiapi seperti menjadi buruh bangunan, buruh nelayan, memancing dan lainnya. Hal ini tetap dilakukan untuk mencari tambahan sampingan memenuhi kebutuhan hidup dan untuk tetap bisa melanjutkan anak-anak mereka agar dapat bersekolah walaupun hanya satu dan dua orang saja yang dapat bersekolah. Anak-anak para transmigran mengenyam


(45)

47

pendidikan hanya sebatas sekolah dasar bagi yang sedikit mampu. Tetapi kebanyakan anak-anak para transmigran di Desa Suak Temenggung pada saat adanya pertanian padi tetap tidak mampu sepenuhnya bersekolah.

Penurunan hasil panen padi akibat adanya perusakan tanaman padi oleh berbagai hama yang menyerang tanaman padi di lahan gambut. Wereng adalah jenis hama padi yang tidak bisa dihindarkan salah satunya, wereng merusak tanaman padi dengan menempel di sela-sela daun padi dan juga batang-batang padi, sehingga hal ini menyebabkan padi menjadi kurus dan tanaman padi menjadi rusak. Selain wereng, para transmigran diresahkan juga dengan munculnya tikus-tikus tanah dan keong mas yang juga sangat merusak tanaman padi. Pada malam hari, tikus-tikus tanah mulai memakan akar-akar tanaman padi sehingga padi yang ada dilahan gambut banyak yang rusak. Sedangkan pada pagi dan siang hari keong mas, orong-orong juga merusak tamanan padi dengan menempel dibagian bawah dan atas batang-batang tanaman padi sehingga hal ini menyebabkan banyak tanaman padi banyak yang rusak dan juga mati. Iklim dilahan gambut juga sangat mempengaruhi pertanian padi, ketika musim kemarau panjang, lahan gambut akan menjadi kering dan tanahnya menjadi pecah-pecah hal ini tentu saja membuat tanaman padi menjadi kekeringan dan lama kelamaan tanaman padi akan mati. Sedangkan pada musim penghujan, tentu saja hal ini juga menjadi tantangan yang sangat berat bagi masyarakat Desa Suak Temenggung. Ketika musim penghujan sifat lahan gambut akan tergenang oleh air, hal ini tentu saja sangat merugikan masyarakat dimana ketika musim penghujan lahan pertanian padi mereka tentu saja akan tenggelam digenang oleh guyuran air hujan.


(46)

48

Akibat dari musim penghujan inilah para transmigran tentunya akan menghasilkan hasil padi yang sedikit dan juga sebagian para transmigran menjadi gagal penen. Faktor-faktor inilah yang kemudian menurunkan hasil panen padi di Desa Suak Temenggung setiap tahunnya. Para transmigran dan kelompok tani bermusyawarah untuk sepakat mengganti tanaman pangan yaitu padi dengan tanaman perkebunan tahunan yaitu kelapa sawit rakyat.

Informasi mengenai kelapa sawit diperoleh dari desa Telok Bano II yaitu tepatnya sebelah barat dari batas Desa Suak Temenggung sendiri. Desa Telok Bano II telah lebih dahulu mengganti tanaman pangan yaitu padi menjadi tanaman tahunan yaitu kelapa sawit rakyat. Dilihat kelapa sawit hasilnya lebih memuaskan dan juga menjanjikan maka pada tahun 1991 para transmigran mengubah tanaman pangan yaitu pertanian padi menjadi perkebunan kelapa sawit rakyat. Penggantian tanaman pangan menjadi tanaman perkebunan tahunan, pada awalnya mendapat tantangan dari pihak pemerintah Kabupaten Rokan Hilir. Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir ingin bahwa para transmigran tetap melanjutkan tanaman pangan yaitu tanaman pertanian padi. Hal ini mendapat reaksi yang keras dari para transmigran, sebab jika hanya mengandalkan tanaman pangan saja kelangsungan hidup para transmigran akan terancam dan anak-anak para transmigran tidak semuanya dapat bersekolah. Mengingat kondisi lahan gambut yang harus sesuai oleh iklim dan juga berbagai ancaman hama bagi tanaman pangan yang terus menerus tidak dapat dibasmi membuat para transmigran jera dan enggan untuk melanjutkan tanaman pertanian padi. Sedangkan pertanian padipun tidak mampu sepenuhnya memenuhi kehidupan


(47)

49

para transmigran. Akibat adanya reaksi yang keras dari para transmigran, akhirnya pemerintah Kabupaten Rokan Hilir tidak dapat lagi berbuat apa-apa dan membebaskan masyarakat transmigran yang ada di Desa Suak Temenggung mengganti tanaman pangan menjadi tanaman perkebunan tahunan yaitu kelapa sawit rakyat.32

Istilah perkebunan sudah lama dikenal sejak pemerintahan kolonoal Belanda. Karena perkebunan merupakan komoditi pertama untuk memenuhi kebutuhan ekonomi bagi masyarakat. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang menjadi primodana dunia. Dalam dua dekade bisnis sawit tumbuh diatas 10% per tahun, jauh meninggalkan komoditas perkebunan lainnya yang tumbuh dibawah 5%.

3.4 Penanaman Kelapa Sawit

33

32

Wawancara Karyono, Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir, 4 Mei 2015.

33 Syamsulbahri, Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan, Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press, 1996, hlm. 3.

Kecenderungan tersebut semakin mengerucut, dengan ditemukannnya hasil-hasil penelitian terhadap komoditi ini, selain komoditi utama berupa minyak sawit, sehingga menjadikan komoditi ini sangat digemari oleh para investor perkebunan. Masa umur ekonomis kelapa sawit yang cukup lama sejak tanaman mulai menghasilkan, yaitu sekitar 25 tahun menjadikan jangka waktu perolehan manfaat dari investasi di sektor ini menjadi salah satu pertimbangan yang ikut menentukan bagi kalangan dunia.


(48)

50

Budidaya pengembangan perkebunan Kelapa sawit sangat erat kaitannya dengan daya dukung lahan sebagai media tanam komoditi ini. Besarnya pengaruh kesesuaian lahan untuk mendukung pertumbuhan tanaman akan berpengaruh secara langsung terhadap kesuburan tanah yang pada akhirnya berdampak pada produkvitas hasil.34

34

Ibid., hlm. 4-5.

Tanah gambut adalah salah satu tanah yang berpotensi untuk mengembangkan komoditi ini. Komoditi tanaman perkebunan ini banyak ditemukan di Indonesia khususnya di daerah Riau. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting dan strategis didaerah Riau karena peranannya cukup besar dalam mendorong perekonomian rakyat, terutama bagi petani perkebunan. Untuk masa akan datang luas areal kelapa sawit akan terus berkembang, karena tingginya minat masyarakat terhadap usahatani kelapa sawit. Ini terbukti semakin berkembangnya perkebunan kelapa sawit secara nyata diberbagai daerah di Indonesia. kelapa sawit di daerah Riau merupakan tanaman primadona, hal inilah yang mendorong masyarakat mulai dari masyarakat kalangan bawah sampai masyarakat kalangan atas tertarik untuk menanam kelapa sawit secara swadaya. Akibatnya perkebunan kelapa sawit berkembang begitu cepatnya di daerah Riau. Sektor perkebunan merupakan penyelamat bagi petani perkebunan khususnya petani kelapa sawit. Pembangunan perkebunan kelapa sawit pada hakekatnya adalah pembangunan ekonomi yang berorientasi pedesaan. Sasaran pembangunan sektor perkebunan tersebut adalah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan. Dengan demikian jumlah


(49)

51

masyarakat miskin terutama di pedesaan dapat dikurangi. Dari segi penduduk maupun sebagai pemerataan pembangunan. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting dan strategis di daerah Riau karena peranannya yang cukup besar dalam mendorong perekonomian rakyat, terutama bagi petani perkebunan. Hal ini cukup beralasan karena daerah Riau memang cocok dan potensial untuk pembangunan pertanian perkebunan termasuk juga daerah lahan gambut yang dimanfaatkan untuk percobaan tanaman kelapa sawit pada awalnya.

Begitu juga di Desa Suak Temenggung Kabupaten Rokan Rilir Provinsi Riau, Para transmigran juga memanfaatkan hutan gambut menjadi tanah gambut yang sudah diolah untuk dimanfaatkan menjadi lahan perkebunan tahunan. Ketika pertanian padi mengalami kemerosotan dan juga gagal panen, para transmigran memiliki alternatif tersendiri untuk mengganti tanaman pangan yaitu padi menjadi tanaman perkebunan tahunan yaitu kelapa sawit rakyat. Hal ini mereka lakukan melihat dari desa Telok Bano II, Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau, yang kehidupannya menjadi lebih baik. Tanah gambut yang pada awalnya ditanami pertanian padi kemudian diolah kembali oleh para transmigran untuk nantinya akan ditanami bibit kelapa sawit.

Para Transmigran memperoleh bibit kelapa sawit dengan cara membeli dari pulau sumatera yaitu daerah Siantar dengan nama bibit marihat35

35

Marihat merupakan bibit kelapa sawit unggulan yang dapat ditanam diberbagai kondisi lahan. Lihat Rofiq Ahmad, Perkebunan dari Nes ke Pir, Jakarta: Puspa Swara, 1998, hlm. 8.

, dan juga daerah Medan. Bibit kelapa sawit dibeli oleh para transmigran, dari hasil panen padi yang


(50)

52

sebelumnya mereka simpan dan mereka jual dipusat kota Bagansiapiapi. Biasanya per kepala keluarga membeli sebanyak satu bungkus bibit kelapa sawit yang masih belum jadi untuk kapasitas lahan seluas 2 ha. Harga bibit kelapa sawit sendiri perbijinya seharga Rp. 3.500. Sedangkan dalam satu bungkus terdapat 250 biji kelapa sawit untuk penanaman lahan seluas 2 ha. Bibit kelapa sawit di beli oleh para transmigran dari luar daerah seperti Siantar dan medan dengan alasan bahwa bibit kelapa sawit yang berasal dari Siantar dan Medan adalah bibit kelapa sawit yang kualitasnya bagus. Hal ini mereka ketahui dari pengalaman masyarakat di Desa Telok Bano II yang juga membeli bibit kelapa sawit di daerah Siantar dan Medan. Bibit berkualitas baik merupakan modal utama yang menentukan masa depanperkebunan. Produktivitas yang tinggi hanya dapat diperoleh jika tanaman berasal dari bibit unggul. Lingkungan hanya menciptakan kondisi agar tanaman tumbuh optimal, jika bibit yang ditanam berasal dari varietas yang buruk, maka produksi tinggi yang diharapkan tidak akan pernah didapat.

Sebelum membeli bibit kelapa sawait, para transmigran terlebih dahulu mengadakan musyawarah bersama kelompok tani untuk membicarakan tentang pembelian bibit kelapa sawit yang nantinya akan ditanam di lahan gambut yang sudah diolah. Pembelian dilakukan oleh beberapa orang saja, mereka yang diutus adalah tiga orang dari ketua kelompok tani dari masing-masing dusun yaitu Suka Jadi, Sumber Sari dan Rejo Mulyo. Tiga ketua kelompok tani ini adalah orang yang sudah dipercaya atas persetujuan bersama. Tiga ketua kelompok tani yang sudah dipercaya inilah yang membeli bibit kelapa sawit di daerah Siantar dan Medan. Bibit kelapa


(51)

53

sawit dibeli sebanyak 210 bungkus, bibit ini yang nantinya akan ditanam dilahan gambut yang sudah diolah dengan luas lahan sekitar ± 420 ha dengan pembagian per kepala keluarga transmigran seluas 2 ha.

Sebelum ditanam dilahan gambut yang sudah diolah, bibit kelapa sawit yang sudah dibeli oleh masyarakat transmigran, sebelumnya harus ditanam terlebih dahulu oleh para transmigran dalam polibag atau kantong plastik yang berukuran 10 kg. Untuk dapat ditanam dilahan gambut, bibit kelapa sawit harus dibiarkan tumbuh didalam polibag hingga usia satu tahun. Untuk penanaman bibit kelapa sawit dilahan gambut, para transmigran mengolah lahan gambut bekas tanaman padi kemudian di olah ulang oleh para transmigran dengan cara dibabat. Tidak hanya itu, sisa-sisa pemotongan batang padi kemudian dibakar oleh para transmigran, agar proses penanaman nantinya lebih cepat.

Selain itu, para transmigran juga menjaga kesuburan tanah gambut dengan hal yang sebelumnya telah dilakukan, yaitu dengan menebarkan sisa-sisa pembakaran bekas panen padi ke lahan gambut yang sudah diolah dengan tujuan untuk meningkatkan unsuh hara tanah gambut. Para transmigran juga membuat parit dan saluranannya, dengan tujuan agar akar tanaman kelapa sawit nantinya tetap menjaga keseimbangan kadar air, mengurangi resiko kebakaran, serangan kutu dan semut putih.

Setelah lahan siap, kegitan selanjutnya adalah melakukan penanaman bibit tanaman. Para transmigran sendiri sudah membuat lubang tanaman di lahan gambut yang dilakukan satu minggu sebelum penanaman. Lubang digali secara manual


(52)

54

dengan menggunakan cangkul, dengan memperhatikan anak pancang36

Penyulaman adalah salah satu perawatan bibit kelapa sawit yang dilakukan oleh para transmigran di Desa Suak Temenggung dengan tujuan mengganti tanaman yang mati dengan tanaman yang baru. Para transmigran memiliki cara tersendiri dalam penanaman bibit kelapa sawit dilahan gambut. Bibit kelapa sawit tidak semua

yang digunakan sebagai titik tengah dari lubang. Untuk setiap satu tanaman bibit kelapa sawit para transmigran membuat ukuran lubang dilahan gambut sebesar 60 cm x 60 cm x 60 cm. Tinggi bibit kelapa sawit yang ditanam dilahan gambut oleh para transmigran berkisar 70-180 cm. Pemindahan bibit kelapa sawit ke lahan gambut ketika usia bibit kelapa sawit genap satu tahun. Sedangkan cara yang dilakukan oleh para transmigran untuk memindahkan bibit kelapa sawit kedalam lubang yang sudah disediakan dilakukan dengan cara menyayat bagian bawah polibag, bibit langsung dimasukan kedalam dengan hati-hati.

Perawatan tanaman merupakan salah satu tindakan yang sangat penting dan menentukan masa produktif tanaman. Perawatan bukan hanya ditunjukan terhadap tanaman, tetapi juga pada media tumbuh (tanah). Walaupun tanaman dirawat dengan baik, tetapi perawatan tanah diabaikan maka tidak akan banyak memberi manfaat. Perawatan bibit kelapa sawit dilakukan oleh para transmigran meliputi penyulaman, penanaman tanaman sela atau tumpang sari, pemberantasan gulma, pemangkasan dan pemupukan.

36Anak pancang dibuat untuk titik tengah dalam pembuatan lubang tanam bibit kelapa sawit.


(53)

55

ditanam dilahan gambut sebagian dari bibit tersebut dibiarkan dalam polibag sebagai bibit cadangan ketika penyulaman terjadi. Cara penyulaman dilakukan sendiri oleh para transmigran yaitu dengan cara yang sama seperti cara menanam awal bibit kelapa sawit.

Penanaman tanaman sela/sisip atau tumpang sari juga dilakukan oleh para transmigran. Tanaman sela/sisip atau tumpang sari ditanam oleh para transmigran disela tanaman kelapa sawit yang masih muda. Jenis tanaman sela atau tumpang sari yang ditanam oleh para transmigran adalah jenis tanaman dengan umur pendek seperti kunyit, nenas, dan kacang kedelai. Tanaman umur pendek dipilih oleh masyarakat transmigran dengan tujuan tidak mengganggu bibit kelapa sawit sebagai tanaman pokok. Jenis tanaman umur pendek diperoleh oleh para transmigran dari Desa Telok Bano II dengan cara membeli bibitnya. Tujuan lain ditanaminya tanaman sela atau tumpang sari ini adalah untuk membantu kehidupan para transmigran sebelum kelapa sawit mampu menghasilkan. Hasil tanaman sela atau tumpang sari ini nantinya akan dijual oleh para transmigran kepusat kota Bagansiapiapi.

Pemberantasan gulma adalah salah satu cara para transmigran untuk menjaga bibit kelapa sawit yang baru ditanam dilahan gambut. Gulma yang tumbuh disekitar bibit kelapa sawit perlu diberantas, sebab dapat merugikan tanaman pokok. Gulma yang tumbuh di bibit kelapa sawit yang di tanam dilahan gambut adalah jenis gulma seperti alang-alang, rumput teki dan pakis kawat. Pemberantasan gulma sendiri dilakukan oleh para transmigran dengan cara di cabuti dengan menggunakan tangan dan juga dibantu dengan alat berupa parang.


(54)

56

Pemangkasan juga dilakukan oleh para transmigran terhadap bibit kelapa sawit. Pemangkasan dilakukan ketika bibit kelapa sawit sudah berusia 3 tahun sebagai pemangkasan tahap awal. Pemangkasan atau disebut juga penunasan adalah pembuangan daun-daun tua atau yang tidak produktif pada tanaman kelapa sawit.37

37 Lihat Yan Fauzi dkk., “Kelapa Sawit: Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis

Usaha dan Pemasaran”, Jakarta: Penebar Swadaya, 2002, hlm. 77.

Pemangkasan juga membantu mempermudah pada waktu kelapa sawit siap panen. Dalam waktu satu tahun, tanaman kelapa sawit mampu menghasilkan 20-30 pelepah daun. Untuk terus memperbaiki sirkulasi udara disekitar tanaman hingga dapat membantu proses penyerbukan tanaman secara alami maka para transmigran di melakukan pengurangan pelepah kelapa sawit dengan cara memotong daun-daun tua yang tidak berfungsi. Pemangkasan dilakukan setiap enam bulan sekali.

Ketika kelapa sawit di Desa Suak Temenggung berusia 5 tahun, para transmigran sudah mulai melakukan pemanenan kelapa sawit sebagai panen awal, karena usia 5 tahun adalah waktu yang tepat untuk proses pemanenan buah kelapa sawit. Proses pemanenan kelapa sawit di Desa Suak Temenggung meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan dan mengangkutnya dari pohon ketempat pengumpulan hasil (TPH). Sebelum memanen kelapa sawit yang sudah masak, para transmigran terlebih dahulu menyiapkan peralatan untuk memanen. Peralatan yang disediakan oleh para transmigran untuk memanen buah kelapa sawit adalah dodos, egrek (arit panjang), gancu, keranjang, karung goni dan juga sampan.


(55)

57

Pemotongan tandan buah masak dilakukan oleh para transmigran dengan menggunakan dodos, kemudian ketika buah kelapa sawit sedikit susah untuk diambil maka para transmigran menggunakan egrek atau arit untuk memotongnya. Buah kelapa sawit yang sudah di potong kemudian di angkat menggunakan gancu dan dimasukan kedalam keranjang. Para transmigran juga memungut brondolan kelapa sawit yang jatuh disekitar pohon kelapa sawit dengan menggunakan karung goni sebagai tempat. Jumlah berondolan tidak terlalu banyak, berkisar 10-20 brondolan saja. Pemanenan awal kelapa sawit di Desa Suak Temenggung pada tahun 1997, ketika usia kelapa sawit mencapai usia 5 tahun. Pemanenan kelapa sawit di Desa Suak Temenggung dilakukan dua kali dalam sebulan. Ketika terjadi musim penghujan, lahan gambut yang ada di Desa Suak Temenggung akan banjir selain itu pada saat musim penghujan sungai Rokan akan pasang dan mengaliri lahan gambut yang ada di Desa Suak Temenggung termasuk perkebunan kelapa sawit rakyat milik para transmigran. Ketika musim penghujan para transmigran memanen kelapa sawit dengan menggunakan sampan untuk mengangkat hasil kelapa sawit yang sudah dipanen, selain menggunakan sampan, sebagian para transmigran juga menggunakan drum besar yang dipotong menjadi dua bagian kemudian ujungnya diberi tali untuk ditarik. Drum ini berfungsi untuk mengangkat buah kelapa sawit yang sudah di panen dilahan gambut. Drum ditarik ujungnya dengan menggunakan tali oleh para transmigran untuk dibawa ke tempat pengumpulan akhir (TPH). Biasanya TPH dibuat oleh para transmigran di tepi jalan atau juga para transmigran membuat TPH tepat di depan rumah mereka, hal ini bertujuan agar nantinya tauke-tauke kelapa sawit


(56)

58

terdekat gampang untuk mengangkat hasil kelapa sawit. Jenis alat angkut yang digunakan oleh para tauke untuk mengangkut hasil kelapa sawit yang sudah siap dipanen adalah dump truk (truk yang baknya dapat diangkat secara otomatis). Truk yang digunakan oleh tauke berukuran sedang, yaitu kapasitas sekitar 5 ton. Hal ini dimaksud agar pengangkutan buah lebih cepat dilakukan dan mutu tandan buah segar (TBS) dapat terjaga dengan baik. Kemudian tandan buah segar (TBS) yang sudah terkumpul dibawa oleh tauke-tauke kelapa sawit untuk diangkut kembali ke PKS (pabrik kelapa sawit) selanjutnya kelapa sawit ditimbang dan diolah menjadi minyak sawit (crude palm oil). Tahun 1997 adalah awal panen dan penjualan kelapa sawit di Desa Suak Temenggung tahun, dimana pada waktu itu harga kelapa sawit mencapai 800/kg dalam 1 ton kelapa sawit. Pada tahun-tahun berikutnya harga kelapa sawit meningkat melebihi harga kelapa sawit ditahun 1997 untuk perkilogramnya.

Tabel 4

Harga perkilogram kelapa sawit di Desa Suak Temenggung

Tahun Harga perkilogram

1997 800/kg

1998 900/kg

2000 1.100/kg


(57)

59

Dapat terlihat bahwa harga kelapa sawit di Desa Suak Temenggung perkilogramnya semakin tahun semakin naik. Hal ini dapat dilihat bahwa tanaman kelapa sawit rakyat di Desa Suak Temenggung lebih menguntungkan para transmigran dibandingkan hasil tanaman padi sebelumnya. Dalam waktu 3 tahun, perkebunan kelapa sawit rakyat yang menggantikan lahan pertanian padi membawa perubahan terhadap tatanan kehidupan sosial dan ekonomi para transmigran di Desa Suak Temenggung. Setelah kelapa sawit hasilnya menjanjikan, pemerintah Kabupaten Rokan Hilir kemudian mendukung para transmigran untuk terus mempertahankan tanaman perkebunan kelapa sawit rakyat. Sebab dengan mempertahankan perkebunan kelapa sawit rakyat, hal ini akan mempengaruhi pendapatan daerah terutama di Kabupaten Rokan Hilir sendiri.


(58)

60

BAB IV

DAMPAK PROGRAM TRANSMIGRASI TERHADAP MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI DESA SUAK TEMENGGUNG TAHUN 1981-2000

4.1 Keadaan Sosial

Program transmigrasi yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat di Kecamatan Pakaitan, Kabupaten rokan Hilir, Provinsi Riau, telah membawa dampak perubahan sosial, ekonomi dan budaya dari masyarakat transmigran itu sendiri. Dari segi sosial telah terjadi perubahan-perubahan yang nyata di Desa Suak Temenggung, program transmigrasi yang diprogramkan oleh pemerintah, secara tidak langsung telah mempertemukan dua kelompok masyarakat yaitu suku Melayu dan suku Jawa sebagai pendatang yang berbeda latar belakang baik secara kebudayaan, suku, ras dan bahkan agama. Pertemuan tersebut tentu akan mempengaruhi hubungan sosial dan menciptakan tatanan sosial baru. Hal tersebut di akibatkan adanya interaksi sosial yang terjadi, sehingga keduanya saling mempengaruhi. Bentuk dan pola interaksi sosial yang terjadi antara masyarakat transmigran dengan penduduk lokal di Desa Suak Temenggung adalah salah satu proses sosial untuk mencapai keharmonisan sosial. Pertama adalah terjadinya interaksi dalam bidang keagamaan. Interaksi sosial dalam bidang agama yang dilakukan adalah pengajian yang dilaksanakan di masjid Al-AMIN di Desa Suak Temenggung, dimana yang mengikuti aktifitas mengaji tidak hanya dari masyarakat transmigran akan tetapi juga diikuti oleh beberapa dari masyarakat penduduk lokal yaitu suku Melayu yang masih tinggal disekitar sungai


(59)

61

rokan dan pedalaman hutan gambut. Selain adanya interaksi sosial antara suku Jawa dan suku Melayu, terlihat pula adanya budaya yang dibawa oleh para transmigran dari Jawa, budaya tersebut yaitu kesenian kuda kepang (jaran kepang) atau lebih dikenal dengan sebutan jarkep.38

38 Dinamakan kuda kepang karena kuda ini terbuat dari kepang. Kepang ialah anyaman yang

dibuat dari rautan bambu yang halus. Pada umumnya kepang ini dipergunakan sebagai dinding rumah,

atap dan sebagainya. Lihat Hartono, Reyog Ponorogo, Jakarta:Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1980, hlm. 69.

Pada awalnya kesenian kuda kepang yang dibawa oleh para transmigran ke Desa Suak Temenggung jarang di pertunjukan atau dikatakan pasif, sebab pada awal kedatangan mereka, para transmigran sendiri disibukkan dengan pengolahan hutan gambut dan tidak ada waktu untuk mereka mempertunjukan kesenian kuda kepang. Setelah kehidupan para transmigran lebih baik dari hasil perkebunan kelapa sawit hal inilah yang kemudian membuat para transmigran menghidupkan kembali kesenian kuda kepang yang telah lama pasif. Kesenian kuda kepang sendiri ternyata menjadi sebuah hiburan baik dikalangan masyarakat pendatang yaitu suku Jawa maupun masyarakat lokal yaitu suku Melayu. Pertunjukan kuda kepang di Desa Suak Temenggung ini dilakukan ketika adanya hari-hari besar bersejarah seperti hari Kemerdekaan Republik Indonesia selain itu juga kesenian kuda kepang di pertunjukan pada saat khitanan, penabalan dan juga pernikahan. Terlihat pula adanya kelompok perwiritan antara masyarakat pendatang yaitu suku Jawa baik perwiritan laki-laki maupun juga perwiritan golongan ibu-ibu rumah tangga. Para transmigran di Desa Suak Temenggung rutin mengadakan gotong


(60)

62

royong untuk pembersihan kampung yang dilakukan sekali dalam seminggu sesuai panduan dari kelompok tani.

Sebelum adanya perkebunan kelapa sawit rakyat, anak-anak para transmigran yanga ada di Desa Suak Temenggung hanya dapat bersekolah hingga tamat SD (sekolah dasar) dan yang paling tinggi hanyalah tamat SMP (sekolah menengah pertama) sedangkan mereka bersekolah pada saat itu dipusat kota Bagansiapiapi dengan mengendarai sampan melalui sungai rokan. Hal ini disebabkan pada awalnya rata-rata para transmigran sendiri tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan anaknya. Setelah adanya perkebunan kelapa sawit rakyat, maka para transmigran kehidupannya sudah lebih maju. Hasil dari perkebunan kelapa sawit rakyat yang mereka tanam sudah mampu menyekolahkan anak-anak mereka kejenjang pendidikan yang lebih tinggi bahkan sampai kuliah diluar daerah. Tidak lagi tamat SD (sekolah dasar) atapun hanya tamat SMP (sekolah menengah pertama). Hal ini dapat dilihat dalam tabel Monografi Desa Suak Temenggung data kualitas pendidikan setelah adanya perkebunan kelapa sawit rakyat.


(61)

63 Tabel. 5

Data Kualitas Menurut Pendidikan di Desa Suak Temenggung

No Pendidikan Jumlah

1. Buta Aksara 0

2. Tidak Tamat SD 0

3. Tamat SD 50

4. Tamat SMP 65

5. Tamat SMA 70

6. Tamat Akademi DI, D3 6

8. SI 16

9. S2 3

10. S3 0

Sumber : Monografi Desa Suak Temenggung Tahun 2000.

Terlihat bahwa adanya perkembangan dalam bidang pendidikan di Desa Suak Temenggung setelah adanya perkebunan kelapa sawit rakyat. Hasil kelapa sawit telah mampu membawa dampak yang nyata dalam kehidupan sosial terhadap para transmigran yang ada di Desa Suak Temenggung.


(62)

64

4.2 Keadaan Ekonomi

Mobilitas sosial ekonomi masyarakat transmigran yang ada di Desa Suak Temenggung secara vertikal terlihat sekali, karena kehidupan dan perekonomian masyarakat transmigran telah meningkat dengan mata pencarian berkebun kelapa sawit. Perbedaan masyarakat transmigran pertama kali datang tahun 1981 sangat terlihat sekali, karena partama kali datang masyarakat transmigran tidak memiliki apa-apa dan hanya mendapat bantuan dari pemerintah seperti rumah panggung ukuran 6 X 8 meter dan 2 hektar lahan kosong. Ketika itu mereka masih dibantu kehidupannya oleh pemerintah dan juga memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara memancing dan mencari kayu bakar dihutan untuk dijual. Tetapi berebeda dengan tahun 2000, para transmigran yang berada di Desa Suak Temenggung kehidupannya lebih baik, para transmigran sudah memiliki beberapa hektar kebun kelapa sawit dan tidak lagi bekerja sebagai buruh. Setelah adanya peralihan pertanian padi menjadi perkebunan kelapa sawit rakyat yang dilakukan oleh para transmigran, maka kehidupan ekonomi para transmigran pun berubah. Peralihan tanaman pertanian padi menjadi perkebunan kelapa sawit rakyat ternyata membawa dampak yang cukup baik bagi para transmigran di Desa Suak Temenggung.

Hal ini terlihat dari kehidupan mereka, setelah kelapa sawit menghasilkan, para transmigran sudah mampu membangun rumah mereka. Rumah mereka yang awalnya adalah rumah panggung yang berukuran 6 X 8 meter pemberian dari pemerintah melalui program transmigrasi, kini dibangun menjadi rumah beton yang mewah dengan lantai keramik yang bagus. Para transmigran kini telah memiliki


(63)

65

banyak aset. Aset merupakan sesuatu yang berharga bagi masyarakat transmigran. Dengan memiliki aset maka bisa dikatakan seseorang itu berhasil atau tidak. Ketika masyarakat transmigran pertama kali datang ke Desa Suak Temenggung mereka tidak punya aset atau harta benda, mereka hanya memiliki rumah panggung dan lahan kosong seluas 2 ha yang diberikan pemrintah, tetapi sekarang mereka telah memiliki aset seperti kebun kelapa sawit, rumah, kendaraan dan lainnya.

Hasil dari perkebunan kelapa sawit rakya telah mampu membuka sarana dan prasarana di Desa Suak Temenggung seperti, pelebaran jalan (semenisasi). Untuk sarana olah raga para transmigran membuka lapangan badminton, lapangan sepak bola dan lapangan volly atas musyawarah bersama. Untuk keperluan ibadah, para transmigran menambah bangunan musholah dan masjid di Desa Suak Temenggung dengan bergotong royong mengumpulkan dana untuk pembangunan musholah dan masjid.

Para transmigran juga sudah mampu membuka ruko kecil-kecilan didepan rumah mereka untuk berdagang dan membuka warnet, selain itu para transmigran juga ada yang membuka usaha batu bata. Hasil dari panen kelapa sawit juga telah mampu untuk membeli kapling kelapa sawit yang sudah jadi. Selain itu, Mereka juga sudah mampu membeli binatang ternak seperti sapi, kambing yang dipelihara di pekarangan belakang rumah.


(64)

66 Tabel. 6

Sarana dan Prasarana di Desa Suak Temenggung

No Sarana dan Prasarana Jumlah

1. Gedung Sekolah 1

2. Kantor 2

3. Lapangan Badminton 1

4. Lapangan Sepak Bola 1

5. Masjid 4

6. Musholah 4

7. Puskesmas 1

8. TPU 2

Sumber : Monografi Desa Suak Temenggung Tahun 2000.

Setelah kehidupan para transmigran lebih baik, maka sebagian dari suku asli yaitu Melayu di meninggalkan Desa Suak Temenggung dan lahan yang mereka miliki dijual kepada para transmigran yang ada di Desa Suak Temenggung. Selain itu pula, akibat dari perkebunan kelapa sawit rakyat membuat ekonomi para transmigran tercukupi dan para transmigran yang ada di Desa Suak Temenggung sangat berlomba-lomba untuk membayar pajak, baik pajak bangunan dan pajak lainnya sehingga Desa ini setiap tahunnya mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir sebagai desa teladan. Para transmigran merasa kehidupannya sudah lebih baik dan nyaman dari kehidupan yang sebelumnya dipulau Jawa, para


(65)

67

transmigran kini lebih betah tinggal di Desa Suak Temenggung dan tidak ingin kembali ke pulau Jawa lagi. Sementara faktor pendorong para transmigran untuk merubah kehidupan yang lebih baik adalah dari dalam diri masyarakat transmigran itu sendiri. Adanya keinginan dari mereka untuk berubah agar perekonomiannya meningkat dan adanya peran dari masyarakat asli yaitu adanya hubungan baik antara masyarakat transmigran dengan masyarakat asli. Selain itu pula peran pemerintah tidak pernah lepas dalam masalah pembangunan dan pengembangan untuk wilayah-wilayah di seluruh Indonesia.


(66)

68

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Sebelum tahun 1981 Desa Suak Temenggung dahulunya adalah kawasan hutan gambut yang tidak dimanfaatkan yang dihuni oleh masyarakat suku Melayu yang mendiami rumah panggung. Suku Melayu tinggal ditepi sungai rokan dan pedalaman hutan gambut. Suku melayu bertahan hidup dengan cara mencari kayu bakar dan memancing dilahan gambut. Kehidupan suku Melayu jauh dari keramaian dan juga sarana hiburan. Mereka hanya bersosialisasi dengan tetangga sekitar lingkungan rumah mereka.

Ketika menjadi salah satu program penempatan oleh pemerintah pada REPELITA III (tahun 1980 sampai 1985) dibukalah daerah hutan gambut di Desa Suak Temenggung sebagai daerah transmigrasi bagi program kebijakan pemerintah. Para transmigran sendiri berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Dimana perpindahan penduduk ini dilatar belakangi karena dorongan kemiskinan, bencana alam dan juga kepadatan penduduk di pulau Jawa. Dengan perlengkapan seadanya mereka pindah ke Desa Suak Temenggung Di daerah ini para transmigran mendapatkan rumah panggung dengan ukuran 6 x 8 m, dan lahan kosong seluas 2 ha per kepala keluarga. Para transmigran menjalani kehidupan yang baru dan untuk bertahan hidup di tempat yang baru ini, pemerintah memberikan bantuan kepada para transmigran berupa sembako. Setelah program transmigrasi, Desa Suak Temenggung


(67)

69

ini dibagi kedalam tiga dusun yaitu Suka Jadi, Rejo Mulyo dan Sumber Sari yang ketiganya di huni oleh para transmigran.

Lahan seluas 2 ha dimanfaatkan oleh para transmigran dengan ditanamai tanaman pangan yaitu padi yang bibitnya dari pemerintah. Para transmigran membentuk kelompok tani yang terdiri dari 16 kelompok tani yang di ambil dari setiap dusun. Hutan gambut yang masih tersisa kemudian dibuka oleh para transmigran untuk ditanami tanaman pangan yaitu pertanian padi. Pembukaan lahan gabut dilakukan dengan cara manual oleh para transmigran dengan cara penebangan, pengeringan dan pembakaran. Tahun 1983 Lahan gambut yang sudah diolah ditanami pertanian padi, tetapi hal ini tidak merubah sepenuhnya kehidupan para transmigran. Ketika tanaman padi mengalami penurunan akibat iklim dan hama maka, pada tahun 1992, para transmigran mengubah tanaman padi menjadi tanaman perkebunan kelapa sawit rakyat. Kelapa sawit rakyat di tanam dilahan gambut bekas penanaman pertanian padi sebelumnya. Bibit kelapa sawit diperoleh dengan cara membeli di kota siantar dan medan.

Ketika kelapa sawit belum menghasilkan para transmigran memenuhi kebutuhan hidup dengan cara nenjadi buruh di kota Bagansiapiapi selain itu, para transmigran juga memancing dan menjala ikan di tepi sungai rokan dan lahan gambut. Setelah kelapa sawit sudah mampu menghasilkan, kenyataannya hasil kelapa sawit lebih memenuhi kebutuhan hidup para transmigran dibanding dengan hasil penanaman padi sebelumnya. Dari hasil kelapa sawit telah mampu mengubah kehidupan para transmigran baik dari segi sosial maupun ekonomi. Kehidupan


(68)

70

ekonomi sebelum mereka ikut transmigrasi jauh dari kehidupan yang layak dan masa depan yang kurang jelas bagi anak-anak mereka. Namun setelah ikut transmigrasi ke Desa Suak Temenggung mengalami peningkatan, para transmigran telah mempunyai penghasilan tiap bulan dari jerih payah mereka mengolah lahan kosong yang diberikan pemerintah dan kini telah menjadi perkebunan kelapa sawit yang dapat meningkatkan kehidupan mereka baik dalam segi pendidikan, rumah tangga, sarana dan prasarana maupun menabung juga dapat terlaksana dengan baik.

Sebagian para transmigran juga sudah dapat membangun rumah mereka yang dulunya hanya berupa rumah panggung yang diberikan pemerintah lewat program transmigrasi menjadi rumah beton yang bagus. Mereka juga telah mampu membuka ruko untuk modal usaha kecil-kecilan seperti membuka warnet, warung dan lainnya. Para transmigran juga sudah mampu membeli kapling kelapa sawit yang sudah jadi. Terlihat pula gaya hidup para transmigran (style) sudah lebih mewah. Mereka juga sudah mampu membeli binatang ternak seperti sapi, kambing yang dipelihara di pekarangan belakang rumah. Selain itu, hasil kelapa sawit telah mampu membuka sarana dan prasarana seperti pelebaran jalan (semenisasi), masjid, musholah, lapangan badminton, lapangan sepak bola, lapangan volly yang bermanfaat bagi masyarakat transmigran yang ada di Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir. Dan hal ini tidak terlepas dari pada peran dan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat transmigran Jawa yang berada di Desa Suak Temenggung.


(69)

71

5.2 Saran

Saran saya sebagai penulis mengenai Kehidupan Transmigran di Desa Suak Temenggung adalah pemerintah kiranya lebih mengembangkan lagi sarana dan prasarana di Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir. Seperti Pengaspalan Jalan dan bukan lagi semenisasi. Sebab untuk menuju kepusat kota Bagansiapiapi banyak kendaraan bermotor harus melalui Desa Suak Temenggung. Memperbanyak Bangunan Sekolah, sebab di Desa Suak Temenggung sampai saat ini hanya ada satu gedung sekolah yang dibangun oleh pemerintah, sementara pendidikan itu sangat penting untuk kemajuan dan mencerdaskan anak-anak bangsa. Pembangunan sarana dan prasarana sangat penting untuk kemajuan desa itu sendiri. Program pemerintah saat ini yakni pengambangan desa-desa di Indonesia sebagai desa yang maju memiliki banyak program-program kerja salah satunya adalah membangun dan mengembangkan sarana dan prasarana desa-desa di Indonesia. Saya rasa program ini sangat cocok untuk mengembangkan lagi Desa Suak Temenggung menjadi desa yang lebih maju, apalagi Desa Suak Temenggung telah didukung oleh tanaman perkebunan kelapa sawit rakyat yang hasilnya lebih menjanjikan. Kiranya masyarakat desa dan pemerintah hendanya bekerja sama dalam mengembangkan dan mendukung program-program kerja pemerintah agar terciptanya desa-desa yang lebih maju di Indonesia.


(70)

14

BAB II

KEHIDUPAN MASYARAKAT DI DESA SUAK TEMENGGUNG SEBELUM MASUKNYA TRANSMIGRASI TAHUN 1981

2.1 Letak Geografis

Kabupaten Rokan Hilir merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Sesuai dengan Undang-undang nomor 53 tahun 1999. Wilayah Kabupaten Rokan Hilir terletak pada bagian pesisir timur Pulau Sumatera di sepanjang selat Malaka yang berbatasan dengan Malaysia. Rokan Hilir termasuk daerah yang dilalui jalan Lintas Timur Sumatera. Kabupaten Rokan Hilir terletak antara 1014-2030 Lintang Utara dan 100016-101021 Bujur Timur dengan pusat pemerintahan di Bagansiapiapi. Luas wilayah Kabupaten Rokan Hilir adalah 8.881,59 Km2, Kabupaten Rokan Hilir beriklim tropis dengan rata-rata curah hujan adalah 277,94 mm/tahun, dan temperatur udara berkisar antara 26° - 32°C. Musim kemarau di daerah ini umumnya terjadi pada bulan Februari sampai dengan Agustus, sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan September sampai dengan Januari dengan jumlah hari hujan sebanyak 52 hari. Kabupaten Rokan Hilir sebagian besar merupakan tipe tanah gambut, sekitar 28,96% luas lahan di Rokan Hilir digunakan untuk lahan perkebunan.15


(71)

15

Kecamatan Pakaitan merupakan bagian dari Kabupaten Rokan Hilir. Kecamatan Pakaitan terdiri dari sembilan desa didalamnya diantaranya Rokan Baru, Rokan Baru Pesisir, Teluk Bano II, Suak Temenggung, Padamaran, Sungai Besar, Kubu I, Pakaitan dan Suak Air Hitam.16

16

Badan Pusat Statistik Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2009.

Desa Suak Temenggung merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Pakaitan, Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau. Ibu kota kecamatan ini berada di Bagansiapiapi. Jarak dari Desa Suak Temenggung menuju kota Bagansiapiapi ± 17 km atau sekitar 1 jam jarak tempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor. Sedangkan jarak menuju Pekan Baru yang merupakan ibu kota Provinsi Riau kurang lebih 360 Km atau sekitar 5-6 jam jarak tempuh. Luas Desa Suak Temenggung sebelum masuknya program transmigrasi secara keseluruhannya sekitar 868,39 Km2, 90% dari luas wilayah tersebut terdiri dari tanah gambut, selebihnya merupakan daerah bergelombang yakni sekitar 10%.

Batas-batas wilayah Desa Suak Temenggung sebagai berikut : Sebelah Utara : Padamaran

Sebelah Selatan : Telok Bano II Sebelah Barat : Telok Bano II Sebelah Timur : Telok Bano II


(72)

16

Sebelum adanya program transmigrasi, Desa Suak Temenggung seluruhnya adalah kawasan tanah gambut atau merupakan daerah lahan basah. Kawasan tanah gambut ini masih berupa kawasan hutan. Berdasarkan informasi yang didapat dari wawancara dengan Samiyo, Desa Suak Temenggung sendiri sebelum masuknya Program Transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, masih merupakan kawasan hutan gambut yang tidak dimanfaatkan atau lahan basah yang merupakan lahan yang tidak dikelola atau bisa dibilang dengan lahan tidur yang masih di penuhi dengan hewan-hewan melata seperti ular. Selain itu juga kawasan hutan gambut yang ada di Desa Suak Temenggung ini banyak terdapat binatang katak, belalang, jangkrik dan di dalam rawa tersebut juga banyak terdapat ikan-ikan seperti papuyu, gabus, bulan-bulan dan juga sepat siam. Kawasan hutan gambut di Desa Suak Temenggung ini merupakan jenis kawasan hutan yang memiliki batang kayu sedang dan terdiri dari semak belukar. Sebelum Program Transmigrasi dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat tidak ada jalan yang jelas ataupun yang menjadi jalan umum dalam perjalanan menuju Desa Suak Temenggung dari Kota Bagansiapiapi, karena jalan-jalan yang dilewati masih merupakan hutan gambut yang masih semak belukar. Keadaan ini membuat perjalanan menuju kota Bagansiapiapi terlihat sedikit rumit. Masyarakat setempat harus melewati hutan gambut setelah itu penyeberangan getek dari muara Sungai Rokan untuk menuju kota Bagansiapiapi.17

17

Wawancara Samiyo. Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir, 3Mei 2015.


(73)

17

Terdapat beberapa buah pondok atau rumah panggung di dekat muara sungai Rokan dan juga di pedalaman hutan gambut yang dihuni oleh suku Melayu yang telah lama tinggal disana dengan jumlah dua puluh keluarga. Desa Suak Temenggung berdekatan dengan muara Sungai Rokan, yang beriklim tropis dengan jumlah curah hujan 2.710 mm/tahun dan temperatur udaranya berkisar pada 240-320 C. Musim kemarau di daerah ini umumnya terjadi pada bulan Februari sampai dengan Agustus. Sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan September sampai dengan januari dengan jumlah hari hujan rata-rata 52 hari.18

Desa Suak Temenggung sebelum tahun 1981 dihuni oleh suku Melayu yang berjumlah dua puluh keluarga yang mendiami pondok atau rumah panggung. Total keseluruhan penduduk pada saat itu ialah berjumlah 80 jiwa. Diantaranya terdiri atas 42 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 38 jiwa berjenis kelamin perempuan. Apabila didata menurut klasifikasi umur terungkap bahwa sebanyak 5 jiwa berumur 0-5 tahun, 15 jiwa berumur 6-12 tahun, 20 jiwa berumur 20-25 tahun, 30 jiwa berumur 35-55 tahun, dan selebihnya berumur 60 tahun lebih.

Ketika sungai Rokan pasang aliran air akan mengaliri Desa Suak Temenggung sehingga menyebabkan banjir. Pada musim kemarau lahan gambut tetap berair, hal ini disebabkan dekatnya Desa Suak Temenggung dengan muara sungai Rokan yang terus mengairi lahan gambut.

2.2 Keadaan Penduduk

19

18

Badan Pusat Statistik Kabupaten Rokan Hilir tahun 2009. 19

Badan Pusat Statistik Kabupaten Rokan Hilir tahun 1990.


(74)

18

Sebelum Program Transmigrasi dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, suku Melayu telah mendiami pondok atau rumah panggung ditepi sungai Rokan dan juga pedalaman hutan gambut. Bentuk rumah rata-rata panggung dan terlihat kurang memenuhi standar rumah sehat dengan corak kayu dan atap dari daun purun, pemandangan tersebut banyak dijumpai disepanjang pinggiran sungai dan dipedalaman kawasan hutan gambut.

Suku Melayu mendirikan sendiri rumah mereka dengan bermodalkan bahan-bahan kayu yang mereka peroleh dari hutan gambut. Suku Melayu menebangi sebagian semak belukar di hutan gambut dengan peralatan seadanya seperti parang. Kemudian kayu yang mereka peroleh dari hutan gambut mereka gunakan untuk membangun rumah panggung di sekitar tepi sungai Rokan dan pedalaman hutan gambut. Rumah panggung yang mereka buat terdiri dari ruang tamu, kamar dan dapur untuk memasak. Suku Melayu yang tinggal di tepi sungai Rokan dan pedalaman hutan gambut tidur beralaskan tikar yang terbuat dari jerami. Kehidupan suku Melayu yang tinggal di tepi sungai Rokan dan pedalaman hutan gambut jauh dari keramaian kota serta sarana hiburan. 20

Kehidupan suku Melayu yang ada di Desa Suak Temenggung sebelum adanya Program Transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat pada tahun 1981 terlihat dari segi pendidikan. Pada umumnya mereka msih buta huruf, anak-anak dari suku Melayu sendiri tidak pernah mengenyam bangku pendidikan. Hal ini

20

Wawancara Tengku Azmi Hamzah. Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir, 3Mei 2015.


(75)

19

dikarenakan kehidupan mereka yang jauh dari pusat kota dan ekonomi yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari saja. Sedangkan sekolah-sekolah pada saat itu hanya ada di pusat kota yaitu Bagansiapiapi. Untuk menuju pusat kota Bagansiapiapi mereka harus melewati hutan gambut dan semak belukar, kemudian menyeberangi muara Sungai Rokan dengan getek yang terbuat dari kayu. Kondisi ini membuat masyarakat suku Melayu di daerah tepi sungai Rokan dan pedalaman hutan gambut tidak dapat meningkatkan kompetensi pendidikannya karena letak sekolah yang jauh dipusat kota dan juga keterbatasa ekonomi. Anak-anak suku Melayu yang tinggal dipedalam sungai Rokan dan kawasan pedalaman hutan gambut hanya bisa membantu orang tua mereka memancing ikan dan menjala ikan. Alhasil perekonomian masyarkat suku Melayu yang tinggal ditepi sungai Rokan dan pedalaman hutan gambut tidak meningkat dan untuk memperoleh kehidupan yang layak.

Walaupun demikian suku Melayu yang tinggal ditepi sungai Rokan dan pedalaman hutan gambut telah mempunyai tatanan masyarakat berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yaitu anak-anak suku Melayu baik yang tinggal ditepi sungai Rokan dan pedalaman kawasan hutan gambut hanya belajar dari bersosialisasi dengan tetangga dan saling menghormati. Selain itu mengaji di rumah adalah salah satu cara yang dapat anak-anak suku melayu lakukan untuk menimba ilmu agama.

Masyarakat suku Melayu yang tinggal di tepi sungai Rokan dan pedalaman kawasan hutan gambut, kerap kesulitan mendapatkan air bersih. Hal ini terlihat dari kondisi tanahnya yang merupakan kawasan tanah gambut atau lahan basah yang


(1)

iv

S.Sos, Rovha Fadilla Angkat, Widya Indriani S.Sos, dan Martha Haryati Purba S.Sos Serta Abang dan kakak senior yang juga tak henti-hentinya memberikan nasehat dan berbagai masukan kepada penulis. Terimakasih juga kepada adik-adik junior atas dukungan yang kalian berikan.

8. Terimakasih penulis haturkan kepada seluruh narasumber yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh Bapak/Ibu Dosen khususnya Departemen Sejarah penulis menghaturkan banyak terima kasih, Semoga ilmu yang diberikan dapat bermanfaat dan dapat penulis amalkan, juga kepada Bang Amperawira selaku tata usaha Departemen Sejarah terimakasih atas bantuannya .

10.Terima kasih kepada yang selalu dihati Andri Dian Kurniawan S.T, yang setia dan sabar memberikan dukungan, bantuan dan juga semangat motivasi kepada penulis untuk kelencaran selesainya skripsi ini.

Akhirnya dengan rasa suka cita penulis mengucapkan terima kasih atas segala kontribusi yang diberikan dari semua pihak yang sudah disebutkan. Semoga kebaikan saudara dan saudariku dapat terbalaskan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Oktober 2015

Penulis Winarti


(2)

v DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Ucapan Terima Kasih ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Singkatan ... viii

Daftar Lampiran ... ix

Abstrak ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 7

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4Tinjauan Pustaka ... 11

1.5Metode Penelitian ... 13

BAB II KEHIDUPAN MASYARAKAT DI DESA SUAK TEMENGGUNG SEBELUM MASUKNYA TRANSMIGRASI TAHUN 1981 2.1 Letak Geografis ... 17

2.2 Keadaan Penduduk ... 20


(3)

vi

BAB III KEHIDUPAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI DESA SUAK TEMENGGUNG TAHUN 1981-2000

3.1 Awal Kedatangan Transmigrasi ... 34

3.2 Pembukaan Lahan Gambut... 35

3.2.1 Penebangan... 37

3.2.2 Pengeringa... 38

3.2.3 Pembakaran ... 39

3.3 Pertanian Padi ... 50

3.4 Penanaman Kelapa Sawit ... 60

BAB IV DAMPAK PROGRAM TRANSMIGRASI TERHADAP MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI DESA SUAK TEMENGGUNG TAHUN 1981-2000 4.1 Keadaan Sosial ... 64

4.2 Keadaan Ekonomi ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 72


(4)

vii

Daftar Informan ... 81


(5)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Monografi Desa Suak Temneggung.

Tabel 2. Kelompok Tani Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupten Rokan Hilir.

Tabel 3. Hasil Panen Padi Desa Suak Temenggung 1983-1990.

Tabel 4. Harga Perkilogram Kelapa Sawit di Desa Suak Temenggung. Tabel 5. Data Kualitas Menurut Pendidikan di Desa Suak Temenggung. Tabel 6. Sarana dan Prasarana di Desa Suak Temenggung.


(6)

ix

DAFTAR ISTILAH

1. BUAH PASIR : Buah perdana yang belum dapat diproduksi 2. CPO : Crude Palm Oil

3. SISIP : Menyisipkan tanaman di areal yang kosong 4. TBS : Tandan Buah Segar

5. TPH : Tempat Pengumpulan Akhir 6. 1 PANCENG : 2 ha