PROFIL WARGA KETURUNAN TIONGHOA DI SURAKARTA MELALUI MEDIA FOTOGRAFI

(1)

commit to user

i

PENGANTAR TUGAS AKHIR

PROFIL WARGA KETURUNAN TIONGHOA

DI SURAKARTA

MELALUI MEDIA FOTOGRAFI

Diajukan sebagai prasyarat untuk mencapai

Gelar Sarjana Seni Rupa Jurusan Desain Komunikasi Visual

Disusun Oleh : DYAS MASHITA N

C0706018

JURUSAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

Tugas Akhir dengan judul :

PROFIL WARGA KETURUNAN TIONGHOA

DI SURAKARTA

MELALUI MEDIA FOTOGRAFI

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji TA Pada tanggal ……….

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Andreas Slamet Widodo, S.Sn Rudy W. Herlambang, S.Sn., M.Sn.

NIP. 197 512 012 001 121 002 NIP. 197 503 232 003 121 002

Koordinator Tugas Akhir

Arief Iman Santoso, S.Sn NIP. 197 903 272 005 011 002


(3)

commit to user

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Disahkan dan diterima oleh Panitia Penguji dalam Sidang Tugas Akhir Jurusan Desain Komunikasi Visual Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada tanggal : Oktober 2010

Tim Penguji : Ketua Sidang Tugas Akhir

Drs. Edi Wahyono Hardjanto, M.Sn (...) NIP. 195 107 131 982 031 001

Sekretaris Sidang Tugas Akhir

Hermansyah Muttaqin, S.Sn (...) NIP. 197 111 152 006 041 001

Penguji I

Andreas Slamet Widodo , S.Sn (...) NIP. 197 512 012 001 121 002

Penguji II

Rudy W. Herlambang, S.Sn., M.Sn. (...) NIP. 197 503 232 003 121 002

Disahkan :

Dekan Ketua Jurusan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Desain Komunikasi Visual

Drs. Sudarno, MA Drs. Edi Wahyono Hardjanto, M.Sn.


(4)

commit to user

iv

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan kepada Papa, Mama, dan Kakak tercinta


(5)

commit to user

v

MOTTO

”Lakukanlah apa yang bisa kamu lakukan kelak kamu akan bisa melakukan


(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir ini guna memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Seni Rupa Jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam pemyusunan Tugas Akhir ini tentunya tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Drs. Sudarno, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Edi Wahyono Hardjanto, M.Sn., selaku Ketua Jurusan Desain Komunikasi Visual.

3. Arief Iman Santoso, S.Sn., selaku Penasehat Akademik.

4. Andreas Slamet Widodo, S.Sn., selaku Pembimbing I Tugas Akhir. 5. Rudy W. Herlambang, S.Sn., M.Sn., selaku Pembimbing II Tugas Akhir.

6. Seluruh Staf Pengajar Jurusan Desain Komunikasi Visual UNS yang telah bersedia memberikan bekal ilmu dan bimbingan kuliah.

7. XS. Tjhie Tjay Ing yang telah bersedia meluangkan waktunya. 8. Sumartono Hadinoto yang telah bersedia meluangkan waktunya. 9. dr. Lo Siauw Ging yang telah bersedia meluangkan waktunya. 10.WS. Adjie Chandra yang telah bersedia meluangkan waktunya. 11.Retno Tan yang telah bersedia meluangkan waktunya.

12.Goei Ping Liang yang telah bersedia meluangkan waktunya. 13.Christina Xie yang telah bersedia meluangkan waktunya.


(7)

commit to user

vii

15.dr. Hermansyah yang telah bersedia meluangkan waktunya. 16.Nora Kustantina Dewi yang telah bersedia meluangkan waktunya.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala saran dan kritik sangat diharapkan penulis demi perbaikan di masa yang akan datang.

Semoga Tugas Akhir ini dapat berguna sebagai penambah pengetahuan bagi pembaca.

Surakarta, Oktober 2010 Penulis


(8)

commit to user

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………i

HALAMAN PERSETUJUAN...……….. .ii

HALAMAN PENGESAHAN...……….. .iii HALAMAN PERSEMBAHAN………... iv HALAMAN MOTTO……….v

KATA PENGANTAR………...vi

DAFTAR ISI……….…………...viii

ABSTRAKS……….………..xii

ABSTRACTS……….…………...xiii

BAB I PENDAHULUAN………...1

A. Latar Belakang Masalah………...1

B. Rumusan Masalah………2

C. Tujuan Perancangan………...………..3

D. Target Market………...3

E. Target Visual.. .………..……….……….4

F. Metodologi Penelitian... ………..….5

BAB II KAJIAN TEORI………...7

A. Fotografi……….………….………..……….…..7

1. Sejarah dan Pengertian Fotografi………...7

2. Jenis-Jenis Fotografi………10

3. Fotografi Potret...……….18


(9)

commit to user

ix

B. Sejarah Tionghoa di Indonesia...………..……….23

C. Sejarah Tionghoa di Surakarta...26

1. Pembauran...………...27

BAB III IDENTIFIKASI DATA...……….30 A. Objek Karya...………30

1. XS. Tjhie Tjay Ing………...30

2. Sumartono Hadinoto.………..31

3. dr. Lo Siauw Ging..……….33

4. WS. Adjie Chandra..………...35

5. Retno Tan...………..36

6. Goei Ping Liang..……….37

7. Christina Xie...………..39

8. Conchita Conie Silimalar.………40

9. dr. Hermansyah...41

B. Komparasi...………..42

C. Analisis SWOT………..……….………...43

BAB IV KONSEP KREATIF PERANCANGAN DAN PERENCANAAN MEDIA……….45

A. Metode Perancangan………...……..45

B. Konsep Kreatif………..……….……....46

1. Tujuan Perancangan...………...46

2. Strategi Konsep...………..46

3. Gaya Desain...……….46


(10)

commit to user

x

1. Teknik Penggunaan Lensa.………...47

2. Teknik Pengambilan Gambar.………..48

3. Sudut Pengambilan Gambar……….48

4. Teknik Pencahayaan...48

5. Setting...49

6. Kamera...49

D. Standart Visual...……….……....49

E. Pemilihan Media dan Media Placement...53

F. Prediksi Biaya………54

BAB V VISUALISASI KARYA.……….59

A. Perancangan Buku Profil Warga Keturunan Tionghoa di Surakarta…….59

1. Media Lini Atas……….59

a.Iklan Koran……….59

b.Baliho……….60

2. Media Lini Bawah……….61

c.Cover Buku Fotografi………61

d.Isi Buku………..62

e.X-Banner………85

f.Pembatas Buku………...86

g.Poster………..87


(11)

commit to user

xi

i. Pin………..89

j. Spanduk……….90

BAB VI PENUTUP………..91

1. Kesimpulan………91

2. Saran………...92

LAMPIRAN


(12)

commit to user

xii

Profil Warga Keturunan Tionghoa Di Surakarta

Melalui Media Fotografi

Dyas Mashita Novkisari¹

Andreas Slamet W, S.Sn.² Rudy W. Herlambang, S.Sn., M.Sn.³

ABSTRAKS

Dyas Mashita Novkisari. 2010. Tugas Akhir ini berjudul Profil Warga Keturunan Tionghoa Di Surakarta Melalui Media Fotografi. Adapun permasalahan yang dikaji adalah bagaimana merancang sebuah komunikasi yang bersifat persuasif dalam buku profil warga keturunan Tionghoa di Surakarta melalui media fotografi. Tujuan utama perancangan buku fotografi ini ialah untuk memberikan informasi kepada masyarakat atau audience tentang profil warga keturunan Tionghoa di Surakarta dan mengajak masyarakat atau audience mengapresiasi dan menghargai jasa-jasa mereka. Dengan harapan dapat mensosialisasikan profil warga keturunan Tionghoa melalui buku. Untuk itu diperlukan teknis fotografi dan tata letak isi buku yang sesuai sasaran untuk dapat menimbulkan portraiture yang simpel namun menarik. Promosi yang akan digunakan bersifat informatif sekaligus persuasif agar dapat menarik minat masyarakat untuk membeli Buku Profil Warga Keturunan Tionghoa Dalam Di Surakarta tersebut.

____________________________

¹ Mahasiswa Jurusan Desain Komuniukasi Visual. Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS dengan NIM. C0706018 ² Dosen Pembimbing I


(13)

commit to user

xiii

The Profiles of The Chinese People’s Descendants

In Surakarta

Through Photographic Medium

Dyas Mashita Novkisari¹

Andreas Slamet W, S.Sn.² Rudy W. Herlambang, S.Sn., M.Sn.³

ABSTRACTS

Dyas Mashita Novkisari. 2010. This final project entitled The Profiles of The Chinese People’s Descendants In Surakarta Through Photographic Medium. The studied problem is how to design a persuasive communication in the book of the profiles of the Chinese people’s descendants in surakarta through photographic medium. The main purpose of the design of this photography book is to inform to people or audience about the profiles of the Chinese people descendants in Surakarta and ask the people or audience to appreciate and respect their merits. With the hope to promote the profiles of the chinese people’s descendants through books. It required technical photography and layout of content appropriate for the target to create a simple but interesting portraiture. Promotions that will be used for informative as well as persuasive to attract people to buy the book of The Profiles of The Chinese People’s Descendants In Surakarta.

____________________________

¹ Student of Visual Communication Design Department. Faculty of Literature and the Arts UNS with NIM. C0706018

² Guide Lecture I


(14)

commit to user 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Apabila dilihat dari sejarahnya, sangat terlihat jelas adanya jiwa dagang yang sudah mendarah daging di orang Tionghoa dan keturunannya. Bahkan sampai sekarang, masih melekat di benak masyarakat bahwa berdagang merupakan identitas dari orang keturunan Tionghoa di Indonesia, khususnya di Surakarta.

Namun seiring dengan berkembangnya pendidikan, mulai berubah pula pola pikir orang-orang, termasuk orang keturunan Tionghoa. Mereka yang berpikir idealis mencoba keluar dari wilayah ekonomi. Sebagian dari mereka mungkin memang ada yang gagal, lalu kembali ke bisnis orangtua mereka. Namun, banyak juga yang berhasil berprofesi di luar wilayah ekonomi. Bahkan mereka turut mengisi pembangunan di Indonesia, tepatnya di Surakarta.

Maka dari itu, dilakukan penelitian terhadap 9 orang keturunan Tionghoa yang berprofesi di luar wilayah ekonomi dan perdagangan. Dari Haksu Tjhie Tjay Ing, seorang Penerjemah Kitab Suci agama Kong Hu Chu dan Mantan Kepala Sekolah SD Confucius yang sekarang bernama Tripusaka, sampai dr. Hermansyah, seorang muslim keturunan Tionghoa yang berprofesi sebagai dokter umum. Kesembilan profesi ini adalah sebagian kecil dari profesi-profesi di luar wilayah ekonomi dan perdagangan yang diharapkan dapat mewakili sisi lain yang unik dari masyarakat beretnis Tionghoa di Solo.

Sembilan orang keturunan Tionghoa ini memiliki beberapa persamaan yang masyarakat lain harus ketahui. Mereka lahir dan dibesarkan di Indonesia, berbahasa


(15)

commit to user

Indonesia, bergaul erat dengan orang Indonesia, aktif dalam berbagai kegiatan di Indonesia, menganggap dirinya sebagai orang Indonesia, dan diterima sebagai anggota masyarakat Indonesia, atau sekurang-kurangnya oleh kelompoknya.

Maka dari itu, melalui kampanye ini akan lebih mengenalkan kepada masyarakat peran-peran masyarakat etnis Tionghoa yang turut berperan dalam pembangunan di Surakarta.

Latar belakang ide penciptaan penulis membuat karya ini karena penulis dikelilingi cukup banyak teman dan kerabat yang beretnis Tionghoa. Kebanyakan dari orangtua mereka adalah pedagang. Bahkan, kelak mereka akan diwariskan bisnis-bisnis orangtua mereka. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian terhadap orang-orang keturunan Tionghoa yang berprofesi di luar wilayah ekonomi dan perdagangan.

Dengan latar belakang di atas maka penulis memilih judul “PROFIL WARGA KETURUNAN TIONGHOA DI SURAKARTA MELALUI MEDIA FOTOGRAFI” .

B. Perumusan Masalah

Dari uraian yang telah disampaikan di atas, perlu diupayakan penyelesaian dengan adanya permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana merancang sebuah komunikasi yang bersifat persuasif dalam profil warga keturunan Tionghoa di Surakarta melalui media fotografi?

2. Bagaimana gaya atau style fotografi yang berdasar pada konsep kampanye ini? 3. Bagaimana memilih media yang efektif dan efisien untuk mempromosikan Profil


(16)

commit to user

C. Tujuan Perancangan

Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat diketahui tujuan perancangan promosi sebagi berikut :

1. Merancang sebuah komunikasi yang bersifat persuasif dalam profil warga keturunan Tionghoa di Surakarta melalui media fotografi.

2. Menggunakan gaya atau style fotografi yang glamour, namun tidak terlalu melibatkan teknik yang canggih, dan survei lokasi, sehingga menimbulkan portraiture yang simpel namun menarik.

3. Merancang materi desain komunikasi visual yang menarik dan komunikatif untuk mempromosikan Profil Warga Keturunan Tionghoa Di Surakarta.

D. Target Market

1. Target Market

Supaya promosi berjalan efektif dan efisien perlu direncanakan suatu segmentasi pasar atau target audience yang menjadi sasaran produk atau jasa, dalam hal ini objek target sasaran dalam perancangan Profil Warga Keturunan Tionghoa Di Surakarta meliputi :

a. Geografis Kota Surakarta b. Demografis

Target market menurut demografi adalah : 1) Umur : 20 – 80 tahun


(17)

commit to user

3) Pendidikan : semua latar belakang pendidikan 2. Target Audience

Menurut psikografi meliputi :

Orang- orang yang mempunyai rasa ingin tahu yang terkait dengan peran orang keturunan Tionghoa di Surakarta.

E.Target Karya / Target Visual

Untuk mendukung agar target audience dan target market berjalan sesuai dengan yang diinginkan perlu adanya suatu perancangan media. Perancangan media yang digunakan adalah Media Lini Bawah atau Below The Line. Media tersebut meliputi : 1. Buku Profil Warga Keturunan Tionghoa Di Surakarta

2. 15 (lima belas) karya fotografi dengan ukuran 20R baik berwarna maupun hitam putih

3. Kaos

4. Pembatas buku 5. Pin

6. Poster

7. X-Banner

8. Spanduk

Untuk Media Lini Atas atau Above The Line, media yang digunakan adalah : 9. Iklan Koran, misalnya Jawa Pos


(18)

commit to user

Dalam perancangan media ini, Penulis mengambil Media Lini Bawah dan Media Lini Atas karena dianggap lebih efektif, untuk Poster akan dipasang di berbagai tempat seperti di kampus, toko buku. Spanduk, Poster, dan X-Banner akan diletakkan di depan toko buku yang akan menjual buku ini, dengan tujuan agar para pengunjung toko buku bisa tahu bahwa telah terbit buku yang penulis buat. Pin dan pembatas buku merupakan bonus pada setiap pembelian buku ini. Sedangkan kaos merupakan bonus untuk 100 orang pembeli pertama pada saat buku ini pertama kali diterbitkan.

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitiannya menggunakan metode Deskriptif. Maksudnya, data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua metode yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.

Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya. Pada penulisan laporan demikian, peneliti menganilisis data yang sangat kaya tersebut dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya. Hal itu hendaknya dilakukan seperti orang merajut sehingga setiap bagian ditelaah satu demi satu. Pertanyaan dengan kata tanya mengapa, alasan apa, dan bagaimana terjadinya akan senantiasa dimanfaatkan oleh peneliti. Dengan


(19)

commit to user

demikian, peneliti tidak akan memandang bahwa sesuatu itu sudah memang demikian keadaannya.

2. Lokasi Penelitian

Merupakan tempat di mana penelitian dilakukan. Lokasi penelitiannya yaitu di tempat mereka, para etnis Tionghoa di Solo, bekerja.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan tiga macam teknik pengumpulan data, yaitu :

a. Informan

Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab kepada orang yang dianggap paling mengetahui dalam kasus yang tengah diangkat ini.

b. In Depth Interview

Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara bertanya langsung atau wawancara kepada responden secara mendalam.

c. Content Analysis

Yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan literatur-literatur yang relevan dengan penelitian serta menggunakan data dokumen yang telah ada.


(20)

commit to user

7

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Fotografi 1. Sejarah dan Pengertian Fotografi

Sejarah fotografi saat ini, berhutang banyak pada beberapa nama yang memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi perkembangan fotografi sampai era digital sekarang. Kita mencatat nama Ibn Al-Haitham, seorang pelajar berkebangsaan Arab yang menulis bahwa citra dapat dibentuk dari cahaya yang melewati sebuah lubang kecil pada tahun 1000 M. Kurang lebih 400 tahun kemudian, Leonardo da Vinci, juga menulis mengenai fenomena yang sama. Namun Battista Delta Porta, juga menulis hal tersebut, sehingga kemungkinannya dia yang dianggap sebagai penemu prinsip kerja kamera melalui bukunya, Camera Obscura.

Awal abad 17, Ilmuwan Italia, Angelo Sala menemukan bahwa bila serbuk perak nitrat dikenai cahaya, warnanya akan berubah menjadi hitam. Bahkan saat itu, dengan komponen kimia tersebut, ia telah berhasil merekam gambar-gambar yang tak bertahan lama. Hanya saja masalah yang dihadapinya adalah menyelesaikan proses kimia setelah gambar-gambar itu terekam sehingga permanen. Pada 1727, Johann Heinrich Schuize, profesor farmasi dari Universitas di Jerman, juga menemukan hal yang sama pada percobaan yang tak berhubungan dengan fotografi. Ia memastikan bahwa komponen perak nitrat menjadi hitam karena cahaya dan bukan oleh panas. Sekitar tahun 1800, Thomas Wedgwood, seorang Inggris, bereksperimen untuk merekam gambar positif dari citra yang telah melalui lensa pada kamera obscura yang sekarang ini disebut kamera, tapi hasilnya sangat mengecewakan. Akhirnya ia


(21)

commit to user

berkonsentrasi sebagaimana juga Schuize, membuat gambar-gambar negatif, pada kulit atau kertas putih yang telah disaputi komponen perak dan menggunakan cahaya matahari sebagai penyinaran.

Tahun 1824, setelah melalui berbagai proses penyempurnaan oleh berbagai orang dengan berbagai jenis pekerjaan dari berbagai negara. Akhirnya pria Perancis bernama Joseph Nieephore Niepce, seorang lithograf berhasil membuat gambar permanen pertama yang dapat disebut FOTO dengan tidak menggunakan kamera, melalui proses yang disebutnya Heliogravure atau proses kerjanya mirip lithograf dengan menggunakan sejenis aspal yang disebutnya Bitumen of judea, sebagai bahan kimia dasarnya. Kemudian dicobanya menggunakan kamera, namun ada sumber yang menyebutkan Niepce sebagai orang pertama yang menggunakan lensa pada camera obscura. Pada masa itu lazimnya camera obscura hanya berlubang kecil, juga bahan kimia lainnya, tapi hasilnya tidak memuaskan.

Agustus 1827, Setelah saling menyurati beberapa waktu sebelumnya, Niepce berjumpa dengan Louis Daguerre, pria Perancis dengan beragam ketetrampilan tapi dikenal sebagai pelukis. Mereka merencanakan kerjasama untuk menghasilkan foto melalui penggunaan kamera. Tahun 1829, Niepce secara resmi bekerja sama dengan Daguerre, tetapi Niepce meninggal dunia pada tahun 1833. Dan tanggal 7 Januari 1839, dengan bantuan seorang ilmuwan untuk memaparkan secara ilmiah, Daguerre mengumumkan hasil penelitian. Penelitiannya selama ini kepada Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis. Hasil kerjanya yang berupa foto-foto yang permanen itu disebut DAGUERRETYPE, yang tak dapat diperbanyak atau reprint atau repro. Saat itu Daguerre telah memiliki foto studio komersil dan Daguerretype tertua yang masih ada hingga kini diciptakannya tahun 1837.


(22)

commit to user

Tanggal 25 Januari 1839, William Henry Fox Talbot, seorang ilmuwan Inggris, memaparkan hasil penemuannya berupa proses fotografi modern kepada Institut Kerajaan Inggris. Berbeda dengan Daguerre, ia menemukan sistem negatif-positif dengan bahan dasar: perak nitrat, di atas kertas. Walau telah menggunakan kamera, sistem itu masih sederhana seperti apa yang sekarang kita istilahkan sebagai Contactprint atau print yang dibuat tanpa pembesaran atau pengecilan dan dapat diperbanyak.

Juni 1840, Talbot memperkenalkan Calotype, perbaikan dari sistem sebelumnya, juga menghasilkan negatif di atas kertas. Dan pada Oktober 1847. Abel Niepce de St Victor, keponakan Niepce, memperkenalkan pengunaan kaca sebagai base negatif menggantikan kertas. Pada Januari 1850. Seorang ahli kimia Inggris, Robert Bingham, memperkenalkan penggunaan Collodion sebagai emulsi foto, yang saat itu cukup populer dengan sebutan WET-PLATE Fotografi.

Setelah berbagai perkembangan dan penyempurnaan, penggunaan roll film mulai dikenal. Juni 1888, George Eastman, seorang Amerika, menciptakan revolusi fotografi dunia hasil penelitiannya sejak 1877. Ia menjual produk baru dengan merek KODAK berupa sebuah kamera box kecil dan ringan, yang telah berisi roll film dengan bahan kimia Perak Bromida untuk 100 exposure. Bila seluruh film digunakan, kamera yang berisi film dikirim ke perusahaan Eastman untuk diproses. Setelah itu kamera dikirimkan kembali dan telah berisi roll film yang baru. Berbeda dengan kamera masa itu yang besar dan kurang praktis, produk baru tersebut memungkinkan siapa saja dapat memotret dengan leluasa. Hingga kini perkembangan fotografi terus mengalami perkembangan dan berevolusi menjadi film-film digital yang mutakhir tanpa menggunakan roll film. Itulah perkembangan dunia fotografi hingga masuk era digital.


(23)

commit to user

Kata photography sendiri berasal dari kata photo yang berarti cahaya dan graph yang berarti gambar. Jadi photography bisa diartikan menggambar atau melukis dengan cahaya. Dan dalam kamus besar bahasa Indonesia, Fotografi adalah suatu teknik pencetakan dengan cahaya pada film atau media lain yang dipekakan.

Berdasarkan data-data, penulis mendapat beberapa pengertian yang memberikan pandangan tentang fotografi dan membantu penulis untuk lebih memahami fotografi. ( Edi Sudadi, 2000. Surakarta : UNS Press )

2. Jenis-Jenis fotografi

Fotografi yang ada saat ini, kalau diamati lebih seksama sebenarnya memiliki perbedaan antar satu sama lain. Fotografi dapat dibedakan berdasarkan objek, teknik dan tujuannya.

Karya foto secara umum bisa dikategorikan menjadi enam golongan: deskriptif, eksplanatif, interpretatif, evaluatif etis, evaluatif estetik, dan teoretis.

a. Foto deskriptif.

Adalah foto yang mencoba merekam atau mereproduksi subject matter secara apa adanya. Misalnya, foto-foto yang dibuat untuk keperluan dokumentasi, riset, mata-mata, atau yang paling umum paspor atau KTP. Foto-foto semacam ini biasanya tidak mengandung muatan interpretatif maupun evaluatif, alias straight, polos dan apa adanya. Pas foto untuk KTP, misalnya, tidak akan dibuat sedemikian rupa untuk memunculkan kepribadian subjek. Yang penting, foto mirip dengan si empunya foto dan orang bisa mencocokkan subjek dengan fotonya jika diperlukan. Foto semacam ini biasanya dinilai dari aspek teknisnya


(24)

commit to user

saja: fokus tidak fokus, tajam tidak tajam, pas atau tidak eksposure dan pencahayaannya, dan sebagainya.

b. Foto Eksplanatif.

Sebenarnya tidak banyak beda dengan foto deskriptif. Sesuai namanya, foto eksplanatif adalah foto yang dibuat dengan tujuan untuk menjelaskan atau memaparkan. Misalnya, foto kedokteran olahraga yang dibuat untuk menjelaskan kerja kinetik otot manusia atau foto-foto yang mengabadikan kegiatan manusia dalam konteks sosial dan budayanya untuk keperluan riset sosiologi atau visual sociology dan antropologi atau visual anthropology, atau reportase jurnalistik. Foto-foto jenis ini biasanya dibuat untuk merepresentasikan subject matter dalam konteks ruang dan waktu tertentu. Foto-foto semacam ini biasanya bersifat objektif atau melaporkan subjek sebagaimana adanya dan kebenaran isinya dapat diverifikasi dengan prosedur ilmiah investigatif. Dari segi wujud, foto semacam ini biasanya diambil dengan sudut bidik yang menempatkan subjek dalam konteksnya dan secara teknis dibuat untuk menonjolkan detil dengan tonalitas dan kontras yang seimbang.

c. Foto Interpretatif.

Juga dibuat untuk menjelaskan subject matter. Namun demikian, foto jenis ini tidak mengutamakan kebenaran isi sebagimana halnya dengan foto eksplanatif. Foto ini mengutamakan muatan yang bersifat fiktif, personal dan subjektif layaknya sebuah puisi atau karya fiksi lain. Meskipun mengandung muatan eksplanatif, foto-foto semacam ini tidak harus logis, bahkan kadang-kadang melawan logika, karena yang ditonjolkan adalah ekspresi fotografernya.


(25)

Foto-commit to user

foto seperti ini biasanya dramatis, stilistik, dan mengutamakan kesempurnaan bentuk dan wujud visual. Foto-foto semacam ini tidak tidak bisa diuji kebenaran isinya sebagimana foto-foto eksplanatif. Namun demikian tidak berarti bahwa foto-foto semacam ini tidak memiliki truth value atau nilai kebenaran. Sebagaimana halnya cerpen atau novel, karya foto interpretatif merepresentasikan dunia faktual dengan caranya sendiri. Melaui keindahan puitis komposisi visual foto jenis ini, kita belajar mengapresiasi nilai-nilai keindahan yang terkandung dalam benda dan peristiwa yang terjadi di sekitar kita.

d. Foto Evaluatif Etis

Mengandung seluruh aspek yang ada dalam ketiga jenis foto di atas. Yang membedakan jenis foto ini dari ketiga jenis foto sebelumnya adalah muatan moral atau politisnya. Foto evaluatif etis mengutamakan timbangan aspek-aspek sosial: apa yang seharusnya terjadi atau tidak terjadi. Foto anak-anak jalanan, misalnya, bisa jadi hanya sebuah foto eksplanatif yang mereportasekan adanya fenomena sosial ini. Namun foto dengan subject matter yang sama bisa berubah statusnya menjadi foto evaluatif etis manakala foto itu tidak hanya melaporkan keberadaan anak-anak jalanan tapi juga mampu menyentuh perasaan dan menggerakkan kita untuk berbuat sesuatu guna mengatasi masalah sosial ini. Foto-foto jenis ini tidak harus selalu "sempurna" secara teknis, karena yang ditonjolkan adalah "muatannya". Foto-foto propaganda politik dan iklan yang mencoba mangambil emosi, sentimen dan perasaan kita bisa juga dimasukkan ke dalam kategori foto ini.


(26)

commit to user

e. Foto Evaluatif Estetik.

Memiliki ciri yang sama dengan foto evaluatif etis. Hanya saja, alih-alih muatan moral dan politis, foto evaluatif estetik menonjolkan aspek estetika yang oleh sang fotografer dianggap pantas diamati dan direnungkan. Foto-foto jenis ini biasanya menakjubkan. Subject matternya hampir tak terbatas, seperti foto bugil atau nude, pemandangan alam, still life, dan sebagainya. Inilah jenis foto yang umumnya kita pahami sebagai art photo atau foto salon: foto-foto indah yang difoto dengan indah. Sama dengan foto interpretatif, foto jenis ini biasanya bersifat poetik, dan truth value sering tidak kasat mata. Artinya, kalau seorang fotografer menganggap bahwa pepohonan harus berwarna biru untuk membawa pesan emotif poetiknya, maka warna biru ini tidak bisa dikritik sebagai "tidak natural," karena yang ditonjolkan oleh foto jenis ini adalah aspek poetiknya.

f. Foto Teoretis.

Mungkin dalam istilah lainya bisa disebut sebagi metaphotography, yaitu foto yang mengomentari isu-isu seni dan penciptaan karya seni, politik seni, modalitas representasi, dan isu-isu teoretis lain tentang fotografi dan pemotretan. Mungkin bisa dikatakan bahwa foto jenis ini adalah foto tentang foto atau kritik seni termasuk di dalamnya seni foto yang dinyatakan dalam bentuk visual dengan medium fotografi, misalnya foto tentang bagaimana perempuan, kegiatan fotografer, dunia perwayangan, komedi Srimulat, atau film-film India Bollywood direpresentasikan dalam foto.


(27)

commit to user

Selain dari jenis fotografi di atas, fotografi juga dapat dikategorikan berdasarkan objek fotonya, seperti:

a. Abstrak.

Foto-foto objek yang mengutamakan keindahan komposisi, permainan bentuk dan warna, elemen-elemen grafis dan tekstur.

b. Arsitektur.

Foto-foto yang menampilkan kecantikan bangunan buatan manusia, seperti gedung dan jembatan.

c. Budaya.

Objek foto berupa tampilan budaya tradisional, kontemporer, dan modern, seperti tari-tarian, festival budaya tradisional dan tradisi lokal.

d. Olah Digital.

Karya-karya yang merupakan hasil olah digital, kolase foto, dan teknik-teknik digital lain. Lihat penjelasan lengkap di sini.

e. Fashion.

Foto-foto busana yang dirancang khusus dan dikenakan oleh model foto, bisa berupa foto di catwalk, studio atau lokasi khusus, dan berbeda dengan kategori Model yang tidak menonjolkan unsur-unsur detil busana.

f. Humor.

Foto-foto yang mengandung unsur humor. g. Interior.

Objek utama adalah interior ruangan, dan berbeda dengan kategori Arsitektur yang lebih menonjolkan unsur eksterior.


(28)

commit to user

h. Jurnalistik.

Foto-foto yang dihasilkan oleh jurnalis foto dalam melakukan tugasnya, dan non-jurnalis foto yang merekam peristiwa-peristiwa.

i. Komersial.

Foto-foto yang dibuat untuk kepentingan komersial. j. Landscape.

Foto-foto yang objeknya adalah pemandangan alam yang unsur utamanya berupa unsur-unsur tak hidup seperti tanah, air, langit atau kombinasi ketiganya, dan berbeda dengan kategori Nature yang menonjolkan objek-objek berupa makhluk hidup.

k. Lubang Jarum.

Foto-foto yang dibuat dengan kamera lubang jarum alias pinhole camera. l. Makro.

Foto-foto benda kecil yang ditampilkan dengan perbesaran 1:2 atau lebih. m. Manusia.

Bahasa bakunya adalah foto human interest, objek utamanya berupa manusia secara individual dan kelompok, yang utamanya ditujukan untuk menampilkan mood dari objek foto.

n. Model.

Foto-foto yang menampilkan model foto, tanpa penekanan pada unsur fashion. o. Nature.

Segala fenomena alam, satwa liar hidup di habitat aslinya serta tumbuh- tumbuhan liar yang hidup di habitat alaminya. Kehadiran manusia atau segala bentuk hasil karya budaya manusia tidak boleh tampak dalam foto. Demikian pula, satwa yang sudah ditangkar, dikurung, diawetkan dan tumbuh-tumbuhan


(29)

commit to user

yang berupa tumbuhan hibrida, ditanam manusia dan diawetkan tidak termasuk dalam fotografi nature. Fenomena geologi dan foto serangga termasuk dalam kategori ini. Nilai penuturan sebuah cerita lebih ditekankan daripada sekedar nilai piktorial. Manipulasi foto hanya diperkenankan sebatas menusir kotoran dan tidak merubah foto aslinya. Manipulasi lebih daripada itu tidak diperkenankan dalam bentuk apapun.

p. Olahraga.

Foto-foto event olahraga. q. Panggung.

Foto-foto pertunjukan di panggung, seperti konser musik, pentas showbiz, pertunjukan tari dan pentas teater.

r. Pedesaan.

Foto-foto yang menampilkan kehidupan pedesaan, seperti interaksi masyarakat, suasana dan dinamika kehidupan.

s. Perkotaan.

Foto-foto yang menampilkan kehidupan perkotaan, seperti interaksi masyarakat, suasana dan dinamika kehidupan.

t. Pets atau binatang peliharaan. Foto-foto binatang peliharaan. u. Potret.

Foto-foto dengan obyek manusia, baik secara individual maupun kelompok, dengan bergaya portrait yang menonjolkan unsur personaliti objek foto.

v. Satwa.

Foto-foto hewan yang masih hidup di habitat alaminya, atau yang hidup di habitat buatan manusia yang mirip dengan aslinya, seperti taman nasional dan


(30)

commit to user

taman safari. Berbeda dengan kategori Pets yang objeknya berupa hewan peliharaan yang sudah jinak.

w. Snapshot.

Foto-foto yang dihasilkan tanpa perencanaan, perlengkapan atau teknik khusus, bisa berupa foto candid.

x. Still Life.

Foto-foto benda tidak bergerak yang diatur atau dibuat secara khusus untuk membentuk komposisi yang indah. Foto-foto karya seni, detil mesin, dan patung termasuk dalam kategori ini.

y. Stock Photo.

Foto-foto yang dibuat secara khusus untuk kepentingan Stock Photography, yang lazimnya dipakai sebagai foto ilustrasi.

z. Transportasi.

Foto-foto model transportasi, baik darat, laut maupun udara, bisa berupa pesawat terbang, kereta api, perahu, kapal, bis dan truk.

aa. Wisata.

Foto wisata atau photo travel harus menunjukkan perasaan terhadap waktu dan tempat, citra sebuah daerah, penduduknya, atau suatu budaya dalam situasi aslinya, dan tidak ada batasan geografis. Ultra close-up yang kehilangan identitas asli, foto studio, atau manipulasi fotografi yang merubah penampakan situasi sebenarnya atau merubah isi foto tidak masuk dalam photo travel.

Selain itu, juga terdapat kategori foto yang tidak termasuk ke 28 kategori di atas. Seperti kategori foto bawah air, yaitu foto-foto yang diambil di bawah air dengan menggunakan kamera khusus atau dengan kamera konvensional dengan perlengkapan kedap air.


(31)

commit to user

3. Fotografi Potret

Salah satu mitologi Yunani berkisah tentang seorang pemuda tampan bernama Narcissus yang secara kebetulan melihat refleksi dirinya di permukaan air danau sebagaimana bayangan pada cermin. Ia jatuh cinta terhadap ’sosok’ refleksi dirinya dan akhirnya rela mati tenggelam dengan terjun ke dalam danau demi cintanya pada sosok representasi bayangannya sendiri. Di tempat dia tenggelam tumbuh bunga sejenis teratai yang diberi nama bunga Narcissus atau Amaryllis. Kisah ini diyakini secara universal bermuatan makna-makna tertentu. Selain makna filosofis moral yang terkandung di dalamnya, kisah itu dapat dikaitkan dengan ranah fotografi dalam konteks bahwa manusia mempersepsi dirinya dan menyukai refleksi dirinya yang secara kebetulan media fotografi berhasil mengabadikan bayangan di cermin tersebut dalam bentuk genre karya fotografi potret. Suatu proses dan hasil rekaman visual diri sendiri dan ’diri-diri’ manusia yang lainnya.

Dalam konteks yang lain hal tersebut berkaitan erat dengan apa yang dikatakan oleh Barbara & John Upton bahwa: ”People wanted portraits.” yang mengindikasikan bahwa semua orang ingin dan suka potret atau gemar dipotret. Sampai-sampai si pemotretnya sendiri ingin juga terabadikan dalam bingkai potret-potret diri atau self-portrait. Sehingga sering juga dikatakan bahwa kita semua adalah para narcisst-pengikut Narcissus yang menyukai representasi wajah atau tampilan diri sebagaimana yang sering dilakukan pada waktu harus mematut diri atau melirik ke arah ’cermin’ baik secara formal maupun dengan sekilas memperhatikan pantulan diri yang terrefleksi pada benda-benda di sekitar kita. Pada awal-awal ditemukannya teknologi penciptaan fotografi potret pada medium daguerrotype, sebagai hal baru


(32)

commit to user

yang sedang ’in’ di zamannya, hampir setiap orang seperti mengalami ’kegilaan’ yang berlebihan terhadap medium yang baru itu. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Charles Baudelaire, seorang filsuf atau sastrawan abad XIX dari Perancis, bahwa:

From that moment onwards, our loathsome dociety rushed, like Narcissus, to contemplate its trivial image on a metallic plate. A form of lunacy, an extraordinary fanaticism took hold of these new sun worshippers.

Bukti lainnya ialah ketika melihat hasil karya foto bersama atau pada foto sekerumunan orang, manusia selalu berusaha mencari lebih dahulu wajahnya sendiri. Hal ini merupakan sifat subjektivitas manusiawi karena ingin memuaskan rasa ’ingin tahunya’ untuk melihat ’bentuk-tampil’ representasi kehadirannya pada waktu foto tersebut terabadikan. Secara kejiwaan hal tersebut termasuk salah satu sifat subjektivitas manusia yang selalu ingin mendahulukan interest pribadinya. Namun sebelum melangkah lebih jauh kiranya perlu dicermati bersama secara lebih mendalam tentang ’apa?’ dan ’bagaimana?’ medium fotografi potret sebagai salah satu genre yang unik dalam wacana fotografi.

Secara etimologis, istilah ’POTRET’ atau ’potrek’ (Jawa) merupakan bentuk alih bahasa dari kata benda ’portrait’ – portraiture (Inggris) yang berasal dari kata portraire’ (Perancis) atau kata ’protahere’ (Latin), yang artinya ’gambar’ atau ”PICTURE: especially a pictorial representation (as a painting) of a person usually showing his face” (Webster New Collegiate Dictionary, 1981: p. 752). Sedangkan dalam The Columbia Encyclopedia disebutkan bahwa ’portrait’ adalah:

The likeness of a person either in painting or sculpture has been a favorite art subject at all times...From the middle of the 19th century an increasingly large role in the field of portraiture has been played by photography.


(33)

commit to user

Kesan kemiripan (likeness) imaji manusia telah banyak ditampilkan pada awalnya dalam bentuk seni lukis dan seni patung. Pada perkembangan selanjutnya mediumnya berubah setelah ditemukannya fotografi sebagai alat perekam sekaligus mengabadikan objek foto manusia sebagai subjek karya potret fotografi pada pertengahan abad XIX yang lalu.

Dari hal-hal tersebut maka dapat difahami bahwa fotografi potret merupakan hasil representasi perekaman atau pengabadian ’likeness’ atau kemiripan jati diri figur

manusia dalam bentuk dwimatra atau gambar. Sebagaimana juga Mark Galer menyatakan bahwa potret fotografi adalah karya seni yang menampilkan manusia

sebagai subjek dalam bentuk imaji dua dimensi: ”Craft of representing a person in a single still image...” Dalam hal ini aspek manusia sebagai ’subjek foto’ sangat

dominan sehingga bentuk implementasinya sangat terbatas hanya pada diri manusia

saja. Seandainya ada yang menggunakan benda atau binatang sebagai pbjek fotonya, maka karya foto tersebut tidaklah bisa disebut sebagai karya fotografi potret. Bagi seseorang yang mengatakan bahwa, ”Ini Terry...potret binatang kesayanganku.”

sambil menunjukkan foto anjingnya, maka apa yang dilakukannya adalah sekedar upaya untuk ’memanusiakan’ atau to animate hewan piaraannya ke tataran status manusia.

Seperti yang dinyatakan di atas bahwa tradisi penciptaan seni potret memiliki sejarah yang panjang sejak sebelum ditemukannya fotografi pada abad XIX. Tradisi tersebut tertampilkan dalam bentuk seni lukis potret, patung, dan seni grafis. Seni potret merupakan medium yang banyak digemari sejak zaman Mesir kuno sampai sekarang. (Pot-Pourri Fotografi, 2005: p. 109-111)


(34)

commit to user

4. Komposisi Dalam Fotografi.

Komposisi dalam fotografi adalah suatu susunan dari lambang-lambang fotografi yang dibentuk dari unsur-unsur gambar yang meliputi : cahaya, kontras, tekstur, ruang ketajaman, gerakan, dan garis yang diatur dalam suatu format. (Prof. Dr. R. M Soelarko, 1999 ).

Komposisi yang akan disampaikan kepada audience, merupakan media yang sangat penting. Komposisi ini tak lepas dari teknik penyajian dan pengolahan gambar. Dan lebih dari itu komposisi memerlukan tinjauan kepekaan rasa atau artistic feeling.

a. Cahaya

Cahaya merupakan faktor penting dalam fotografi. Dan perlu diperhatikan oleh fotografer dalam proses pengolahan gambar. Hal ini disebabkan karena cahaya memiliki beberapa ciri yang berbeda dalam menampilkan perbedaan bentuk sebagai alternatif dalam menciptakan pengaruh yang khas. Cahaya memiliki ciri dasar yang penting,

yaitu :

1) Kecerahan cahaya, adalah ukuran kuatnya cahaya. Kekuatan inilah yang menentukan lamanya penyinaran dan mempengaruhi kesan pada gambar.

2) Warna cahaya ini sangat penting, karena pengaruhnya terhadap pengungkapan warna pada transparasi film berwarna.

Fungsi cahaya :

1) Melambangkan isi dan kedalaman. Disini cahaya mampu menciptakan khayalan tiga dimensi.


(35)

commit to user

2) Menentukan suasana gambar. Pada gambar yang mengandung perasaan, cahaya diperlukan sebagai saran untuk mengungkapkan perasaan.

3) Cahaya menciptakan pola pada warna hitam putih atau Black and White.

b. Warna

Warna adalah gejala psikofisik yang dipengaruhi oleh cahaya. Warna dari suatu benda tidak akan terlihat bila tidak ada cahaya yang meneranginya. Dalam fotografi campuran dalam warna cahaya merupakan penjelas keadaan temperatur warna, kelvin. Cara pengungkapan warna yang baik : 1) Diungkapkan sesuai dengan alam, seperti : cahaya putih pada siang

hari.

2) Diungkapkan seperti warna objeknya saat gambar dibuat.

3) Pengungkapan warna dapat baik walaupun warna objeknya nyata dicemarkan.

c. Kontras

Kontras adalah perbedaan yang sangat besar dari satu nada dengan nada yang lain. Kontras ini dapat dikurangi dengan menempatkan nada-nada tengah atau halftone. Pengaturan kontras dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Adapun pengaturan kontras itu dapat dilakukan dengan cara : 1) Mempengaruhi kontras objeknya dengan teknik pencahayaan.

2) Memilih jenis film, kontras atau lembut.

3) Mempengaruhi pada saat pengembangan proses pencetakan foto. 4) Memilih gradasi kertas cetak, gradasi lunak atau keras.


(36)

commit to user

d. Ruang ketajaman atau Depth of Field

Adalah daerah diantara depan dan belakang objek yang masih terekam tajam. Fungsi ruang ketajaman ini adalah mengaburkan hal yang tidak perlu dan menonjolkan hal yang dianggap perlu.

Mengenai jarak ruang ketajaman ini bisa dicapai melalui :

1) Jarak pemotretan. Semakin jauh jarak objek maka ruang ketajaman semakin luas, begitu sebaliknya jika objek semakin dekat maka jarak ruang ketajaman semakin sempit.

2) Kecepatan sedang. Objek bisa dikenali walau dalam keadaan diam. 3) Kecepatan tinggi. Objek nampak buram, bahkan tidak terlihat.

B. Sejarah Tionghoa di Indonesia

Waktu itu belum ada negara yang disebut Indonesia, atau Malaysia, atau Singapura. Tiga negara itu masih jadi satu kesatuan wilayah ekonomi dan budaya. Kalau ada orang dari Tiongkok yang mau merantau ke wilayah itu, apa istilahnya? Tentu tidak ada istilah "mau pergi ke Indonesia". Atau "mau pergi ke Malaysia". Mereka menyebutkan dengan satu istilah dalam bahasa Mandarin: xia nan yang. Artinya kurang lebih, turun ke laut selatan.

Wilayah yang disebut "nan yang" itu bukan satu kesatuan dan bukan pula satu tempat tertentu. Kalau ditanya xia nan yang-nya ke mana? Barulah ditunjuk satu nama tempat yang lebih spesifik. Misalnya, akan ke Ji Gang, maksudnya Palembang. Mereka tidak tahu nama Palembang, tapi nama Ji Gang terkenalnya bukan main. Maklum, Ji Gang adalah salah kota terpenting yang harus didatangi misi Laksamana


(37)

commit to user

Cheng He atau Cheng Ho. Ji Gang artinya pelabuhan besar memang jadi tempat tujuan utama siapa pun yang xia nan yang.

Kalau tidak ke Ji Gang, mereka memilih ke San Bao Long. Maksudnya: Semarang. Atau ke San Guo Yang, maksudnya Singkawang. Atau ke Ye Chen, maksudnya Jakarta. Atau Wan Long, maksudnya, Bandung. Mereka tidak tahu nama-nama kota di wilayah nan yang seperti nama-nama yang dikenal sekarang. Semua kota dan tempat yang mereka tuju bernama Mandarin.

Gelombang xia nan yang itu sudah terjadi entah berapa ratus tahun lalu, bahkan ribu tahun lalu. Bahkan, tidak pernah diketahui mana nama yang digunakan lebih dulu: Palembang atau Ji Gang. Pontianak atau Kun Tian. Surabaya atau Si Shui. Banjarmasin atau Ma Chen. Migrasi itu berlangsung terus, sehingga ada orang Tionghoa yang sudah ratusan tahun di wilayah nan yang, ada juga yang baru puluhan tahun. Waktu kedatangan mereka yang tidak sama itulah salah satu yang membedakan antara satu orang Tionghoa dan Tionghoa lainnya.

Maka, masyarakat Tionghoa di Indonesia pernah terbagi dalam tiga golongan besar: totok, peranakan, dan hollands spreken. Yang tergolong totok adalah mereka yang baru satu turunan di Indonesia, orang tuanya masih lahir di Tiongkok, atau dia sendiri masih lahir di sana. Lalu ketika masih bayi diajak xia nan yang. Yang disebut peranakan adalah yang sudah beberapa keturunan lahir di tanah yang kini bernama Indonesia. Sedangkan yang hollands spreken adalah yang -di manapun lahirnya- menggunakan bahasa Belanda, mengenakan jas dan dasi, kalau makan pakai sendok dan garpu, dan ketika Imlek tidak mau menghias rumah dengan pernik-pernik yang biasa dipergunakan oleh peranakan maupun totok.

Yang peranakan umumnya bekerja di sektor pertanian, perkebunan, dan perdagangan. Mereka berbahasa Jawa, Minang, Sunda, Bugis, dan bahasa di mana


(38)

commit to user

mereka tinggal. Mereka menyekolahkan anaknya juga tidak harus di sekolah Tionghoa.

Yang hollands spreken umumnya menjadi direktur dan manajer perusahaan besar yang waktu itu semuanya memang milik Belanda. Atau jadi pengacara, notaris, akuntan, dan profesi sejenis itu yang umumnya memang memerlukan keterampilan bahasa Belanda. Ini karena mereka harus melayani keperluan dalam sistem hukum yang berbahasa Belanda dengan aparatur yang juga orang Belanda.

Sedang yang totok, umumnya menjadi penjual jasa dan pedagang kelontong. Lalu jadi pemilik bengkel kecil. Lama-kelamaan mereka inilah yang memiliki pabrik-pabrik.

Karena kesulitan berbahasa (Belanda, Indonesia, maupun bahasa daerah) golongan totok menjadi "tersingkir" dari pergaulan formal yang umumnya menggunakan tiga bahasa itu.

Sebagai golongan yang terpinggirkan, orang totok harus bekerja amat keras untuk bisa bertahan hidup. Pada mulanya mereka tidak bisa bekerja di pabrik karena tidak "nyambung" dengan bahasa di pabrik. Mereka juga tidak bisa bertani karena untuk bertani memerlukan hak atas tanah. Mereka hanya bisa berdagang kelontong dari satu kampung ke kampung lain dan dari satu gang ke gang yang lain. Kalau toh mencari uang dari pabrik, bukan secara langsung namun hanya bisa berjualan di luar pagarnya: menunggu karyawan pabrik bubaran kerja.

Golongan peranakan lebih kaya, tapi status sosialnya masih kelas dua. Status sosial tertinggi adalah golongan hollands spreken. Sedangkan status sosial terendah adalah totok. Anak-anak golongan hollands spreken umumnya harus kawin dengan yang hollands spreken. Yang peranakan dengan peranakan. Demikian pula yang totok dengan totok. "Kalau kamu kawin sama anak totok, nanti kamu makan pakai sumpit,"


(39)

commit to user

kata-kata orang tua si hollands spreken. "Kalau kawin dengan peranakan, nanti kamu makan pakai tangan."

Sedangkan orang totok biasa menghalangi anaknya kawin dengan hollands spreken dengan kata-kata, "Kamu nanti jadi orang yang tidak tahu adat." Atau, "tidak mau lagi menghormati leluhur."

Yang hollands spreken umumnya menyekolahkan anaknya di sekolah berbahasa Belanda. Atau mengirim anak mereka ke Holland atau Jerman. Yang peranakan mengirim anaknya ke sekolah terdekat, termasuk tidak masalah kalau harus ke sekolah negeri. Yang totok menyekolahkan anaknya ke sekolah berbahasa Tionghoa. (http://ratualit.blogspot.com/2009/01/menengok-sejarah-etnis-tionghoa-di.html,selasa,27 Januari 2009, sumber:Jawapos.co.id)

C. Sejarah Tionghoa di Surakarta

Orang-orang Tionghoa diperkirakan sudah ada di Surakarta pada tahun 1746, tidak lama setelah kota itu dijadikan sebagai Ibu Kota Kerajaan Dinasti Mataram atau Keraton Surakarta oleh Paku Buwono II.’’ (Rustopo:Menjadi Jawa)

Jika benar rencana konservasi kampung pecinan untuk menggali nilai heritage, lalu apa yang bisa digali dari kampung pecinan di Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta? Inilah mungkin pertanyaan yang menarik dan harus diperhatikan benar sebelum Pemkot Surakarta merealisasikan rencana tersebut.

Dari berbagai kemungkinan yang akan muncul kemudian, rasanya konservasi tidak akan pernah bisa dipisahkan dari tinjauan sejarah.


(40)

commit to user

Entah itu konservasi heritage yang menyangkut dengan persoalan tangible atau pun juga untuk yang intangible. Pertanyaannya, dari mana sejarah itu harus dilacak sedangkan untuk kehidupan kampung yang sekarang sudah sedemikian berubah?

Sejarawan Sudarmono SU dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) pernah mengatakan, sejarah bisa terjejakkan dari mana saja. Bahkan ia pernah merasa terkejut, ketika menemukan sejarah justru muncul lewat pendekatan seni pertunjukan.

Itu dia ketahui saat menyaksikan sebuah pertunjukan tari di sebuah kampung pinggiran Bengawan Solo wilayah Kabupaten Karanganyar beberapa waktu lalu. ’’Itu luar biasa. Karena dari pendekatan tari ternyata bisa memunculkan sejarah yang sudah terpendam ratusan tahun lamanya,’’ ujarnya, ketika itu.

Berkaca dari kasus tersebut, bisakah hal itu juga terjadi dalam rencana konservasi kampung pecinan di wilayah Kelurahan Sudiroprajan? Mungkin saja demikian. Namun mungkin juga tidaklah akan terlalu sulit.

Sebab untuk melacak sejarah masyarakat etnis Tionghoa di Kota Solo sudah ada beberapa referensi yang layak untuk dijadikan pijakan. Salah satunya adalah buku ’’Menjadi Jawa’’ karya Prof Dr Rustopo, Guru Besar Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

1. Pembauran

Pada mulanya, ketika hadir di Surakarta pada 1746 dalam perkembangannya masyarakat etnis Tionghoa harus tunduk kepada peraturan pemerintah kolonial yang diskriminatif. Masyarakat etnis tersebut ruang geraknya dibatasi dengan sistem surat jalan passenstelsel.


(41)

commit to user

Mereka dilarang memiliki tanah, sesuai UU Agraria 1870, bahkan tempat tinggalnya dilokalisasi di sebuah wilayah yang dikenal dengan nama Balong.

’’Baru pada sekitar 1911, atas desakan organisasi atau gerakan nasionalis di kalangan orang-orang etnis Tionghoa, pemerintah kolonial mengabulkan tuntutan penghapusan wijkenstelsel dan passenstelsel,’’ tulis Rustopo. Sejak itu permukiman masyarakat etnis Tionghoa tidak lagi mengelompok, tapi menyebar ke lokasi yang lain.

Namun dalam perkembangannya juga, menariknya Kampung Balong masih tetap bertahan sebagai perkampungan pecinan. Sebab mayoritas masyarakat yang tinggal di sana, adalah masyarakat keturunan Tionghoa.

Sampai di sini, sudahkah persoalan sejarah itu akan mudah untuk dicari jejaknya. Belum ternyata. Sebab ketika zaman terus berputar, terjadi fenomena yang menarik.

Dalam perkembangannya yang bertahan hingga sekarang, terjadi pembauran antara etnis Tionghoa dengan masyarakat pribumi.

Di antaranya dengan kawin silang. Menurut Rustopo, hal itu terjadi lantaran masyarakat yang tinggal di Kampung Balong kebanyakan adalah kalangan bawah.

Sehingga mereka mudah berbaur, tanpa lagi mempertentangkan tentang persoalan etnis-nya. Kondisi inilah yang ada dalam keadaan masa kini Balong dan juga kampung-kampung pecinan lain di Kelurahan Sudiroprajan.

Lantas dengan kondisi yang demikian, bagaimana dengan nilai heritage yang akan digali? Atau mungkinkah budaya pembauran itu justru akan menjadi daya tarik


(42)

commit to user

yang lain, karena dengan perpaduan antara budaya Jawa dan Tionghoa itu akan memunculkan kampung pecinan yang berbeda? Boleh jadi memang demikian. (Anie

R Rosyida, Langgeng Widodo, Wisnu Kisawa-50)

(http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/01/23/48613/-Melacak-Sejarah-Masyarakat-Tionghoa-di-Solo, 23 Januari 2009)


(43)

commit to user

30

BAB III

IDENTIFIKASI DATA

A. Objek Karya 1. XS. TJHIE TJAY ING

Nama : Tjhie Tjay Ing

Tempat/Tgl Lahir : Jepon, Blora, 26 Maret 1935

Alamat : Jl. Jagalan no. 15. Jebres, Solo 57128 Istri : (almh.) Tjiong Giok Hwa

Anak : a. Tjhie Sian Hwe atau Willy Pramudita Djiwatman b. Tjhie Sian Gie atau Mursid Djiwatman

Pendidikan : a. SD, di sebuah SD Tionghoa b. SMP, di sebuah SMP Kristen

c. SGA, di sebuah sekolah guru Kristen di Solo Profesi : a. Tahun 1957, Guru SD Tripusaka, dulu:Confucius

b. Tahun 1959, Kepala Sekolah SD Tripusaka c. Tahun 1963, Haksu, sampai sekarang

Sejarah :

Haksu Tjhie Tjay Ing merupakan seorang tokoh agama Kong Hu Chu yang aktif dan gigih berjuang untuk menyamakan hak dan kedudukan agama leluhur bangsa Tionghoa di Negara Indonesia khususnya saat pemerintahan Orde Baru yang sangat menekan dan mendiskriminasikan kaum minoritas Tionghoa dan tentunya sangat dirasakan bagi para pemeluk agama Kong Hu Chu. Beberapa karier beliau antara lain : Guru agama Kong Hu Chu di SD, SMP, SMA Warga tahun


(44)

1960-commit to user

1970, Guru dan juga Kepala Sekolah di SD Confucius, kini bernama Tripusaka, Dosen Agama dan Filsafat Tionghoa di Universitas Gajah Mada, Ketua Dewan Rohaniawan Agama Kong Hu Chu se-Indonesia, salah satu penasehat dari ICRP atau Indonesia Conference Religion 7 Peace bersama Gus Dur dan tokoh agama lainnya, Pengurus FPUB atau Forum Persaudaraan Umat Beriman Yogyakarta bersama Sri Sultan Hamengku Buwono X, Bikhu Sri Panyavaro, KH. Muhaimin, Pdt. Bambang, dan lain-lain, Pengurus FPLAG atau Forum Persaudaraan Lintas Agama dan Golongan bersama Pdt. Paulus, KH. Dian Nafie, dan tokoh agama di Surakarta lainnya. Beliau menerjemahkan Kitab Suci agama Konghuchu sampai sekarang. Beberapa karya tulis beliau tersebar di seluruh penjuru Indonesia bahkan sampai ke mancanegara bahkan lewat buku dan dunia internet.

2. SUMARTONO HADINOTO

Nama : Khoe Liong Hauw atau Sumartono Hadinoto Tempat/Tgl Lahir : Solo, 21 Maret 1956

Alamat : Jl. Ir. H. Juanda 150 Solo 57123 Istri : Meyliana Kusyanto

Anak : Wiranti Widyastuti Hadinoto

Pendidikan : a. Tahun 1966 – 1968 SD Widya Wacana Warung Wiri b. Tahun 1969 – 1971 SMP Widya Wacana Ps. Legi c. Tahun 1972 – 1974 SMA Warga

Profesi : Mengawali organisasi pertamanya di ORARI Kemudian, masuk PMS tahun 1994.


(45)

commit to user

Sejarah :

Kegetolan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Winarso Hadinoto dan Kusmartati terjun di urusan kegawat daruratan memang bukan semata-mata sukarelawan belaka. Gerak juangnya itu tak lepas dari sejumlah pengalaman empiris yang dialami sejak masa mudanya.

Salah satunya, saat Martono masih duduk di bangku SMA dan mulai aktif di Organisasi Amatir Radio Indonesia atau Orari. Suatu ketika pada pukul 03.00 WIB terjadi kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan satu keluarga menjadi korban. Sumartono bersama sejumlah anggota lain Orari lalu turut melarikan korban kecelakaan ke rumah sakit. Begitu pula saat menengok ayah mertuanya di rumah sakit. Sumartono melihat seseorang terkulai lemas karena tidak bisa menebus darah untuk kesembuhan keluarganya yang sedang sakit.

Dari kejadian-kejadian itu, Martono merasa bahwa setetes darah begitu berharga. Lantas Martono pun bertekad, suatu saat ia dapat menangani dan mengurusi langsung soal kegawat daruratan. Itulah sebabnya, di tahun 2005, saat diminta menjadi pengurus Bidang Organisasi dan Pembinaan Ranting pada Pengurus Cabang PMI Kota Solo, ia langsung bersedia.

Sejumlah terobosan dilakukan Martono bersama rekan-rekannya. Mengembangkan Medical Team Action sebagai bagian dari aktivitas Markas Cabang PMI Solo. Juga menjaga amanat mengelola darah masyarakat. Unit Transfusi Darah PMI Solo senantiasa menjaga agar stok darah di Kota Solo dalam sehari tak kurang dari 1.000 kantong.


(46)

commit to user

Tiga tahun berjalan, Medical Action Team juga ingin terus mengubah pola pikir masyarakat terkait pemanfaatan mobil ambulan, ujar ayah dari Wiranti Widyastuti Hadinoto ini. Pemahaman yang dimaksudnya adalah agar masyarakat tahu bahwa ambulan tidak hanya digunakan bagi pasien yang sakit berat saja, melainkan karena pasien memang butuh dibawa ke rumah sakit dengan angkutan khusus. Soal biaya ambulan yang gratis, menurut Martono itu disiasati dengan subsidi silang.

3. dr. LO SIAUW GING

Nama : Lo Siauw Ging

Tempat/Tgl Lahir : Magelang, 16 Agustus 1934

Alamat : Jl. Jagalan no. 27. Jebres, Solo 57128 Istri : Maria Gan May Kwee

Pendidikan : a. Tahun 1962, Fakultas Kedokteran Univ. Airlangga b. Tahun 1995, S-2 (MARS) Universitas Indonesia Profesi : a. Dokter RS Panti Kosala, Kandang Sapi, Solo

(sekarang RS dokter Oen, Solo)

b. Mantan Direktur Rumah Sakit Kasih Ibu, Solo

Sejarah :

Menjadi dokter, bagi dokter Lo, adalah sebuah anugerah. Dia kemudian bercerita, seorang dokter yang terkenal di Solo yang dikenal dengan nama dokter Oen, seniornya, dan sang ayahlah yang membentuk sosoknya. Dokter Oen dan sang ayah kini telah tiada.


(47)

commit to user

Dokter Lo selalu ingat pesan ayahnya saat memutuskan belajar di sekolah kedokteran. ”Ayah saya berkali-kali mengatakan, kalau saya mau jadi dokter, ya jangan dagang. Kalau mau dagang, jangan jadi dokter. Makanya, siapa pun orang yang datang ke sini, miskin atau kaya, saya harus terbuka. Saya tidak pasang tarif”, kata dokter Lo yang namanya masuk dalam Kitab Solo itu.

Papan praktik dokter pun selama bertahun-tahun dia tidak pernah pasang. Kalau belakangan ini dia memasang papan nama praktik dokternya, itu karena harus memenuhi peraturan pemerintah.

Tentang peran dokter Oen dalam dirinya, dokter Lo bercerita, selama sekitar 15 tahun dia bekerja kepada dokter Oen yang dia jadikan sebagai panutan. ”Dokter Oen itu jiwa sosialnya tinggi dan kehidupan sehari-harinya sederhana”, ujarnya.

Dari kedua orang itulah, dokter Lo belajar bahwa kebahagiaan justru muncul saat kita berbuat sesuatu bagi sesama. ”Ini bukan berarti saya tidak menerima bayaran dari pasien, tetapi kepuasan bisa membantu sesama yang tidak bisa dibayar dengan uang”, katanya sambil bercerita, sebagian pasien yang datang dari desa suka membawakan pisang untuknya.

Gaya hidup sederhana membuat dokter Lo merasa pendapatan sebagai dokter bisa lebih dari cukup untuk membiayai kehidupannya sehari-hari. Apalagi dia dan sang istri, Maria Gan May Kwee atau Maria Gandi, yang dinikahinya tahun 1968, tak memiliki anak.

”Kebutuhan kami hanya makan. Lagipula orang seumur saya, seberapa banyak sih makannya?”, ujar dokter Lo.

Bahkan, di mata pasien, dokter Lo seakan tak pernah ”cuti” praktik. Lies (55), ibu dua anak, warga Kepatihan Kulon, Solo, yang selama puluhan tahun menjadi


(48)

commit to user

pasiennya mengatakan, ”Dokter Lo praktik pagi dan malam. Setiap kali saya datang tak pernah tutup. Sepertinya, dokter Lo selalu ada saat kami memerlukan.”

4. WS. ADJIE CHANDRA

Nama : Go Djien Tjwan atau Adjie Chandra Tempat/Tgl Lahir : Solo, 13 Februari 1958

Alamat : Jl. Kepanjen no. 14 RT 01/05 Istri : Andriyani

Anak : a. Dyah Wardani b. Deni Wardana

Pendidikan : SD s.d. SMA di Semarang

Profesi : a. Pemain Wayang Orang di PMS b. Tahun 1980, Rohaniawan Konghuchu c. Sebagai koordinator kebaktian Konghuchu

Sejarah :

Almarhum ibu dari Adjie Chandra sangat menyukai hal-hal yang berbau wayang. Sehingga, anak-anaknya dibelikan buku-buku wayang karangan RA Kosasih. Selain itu, anak-anaknya juga diajak nonton wayang bersama setiap malam minggu. Kemudian, Adjie Chandra sangat tertarik dengan seni wayang, lalu beliau ikut belajar tari wayang di Wayang Orang Sri Wanito di Semarang.

Namun kemudian di saat Adjie Chandra berumur 9 tahun, ibunya meninggal. Ketika beliau SMA, ayahnya meninggal. Setelah itu, neneknya membawa Adjie Chandra bersaudara pindah ke Solo. Karena beliau adalah anak pertama dari 5 bersaudara, beliau harus segera bekerja. Dari situlah Adjie Chandra kemudian ikut bergabung menjadi pemain wayang orang di PMS.


(49)

commit to user

Awalnya beliau hanya menjadi prajurit. Namun kemudian di tahun 1982, ketika HUT PMS ke-50, pemeran Semar yang harusnya pentas hari itu meninggal dunia. Dan akhirnya sutradara memilih Adjie Chandra yang memerankan Semar, sampai sekarang. Adjie Chandra dipilih menjadi pemeran Semar karena sebagai rohaniawan Konghuchu, beliau dianggap cocok memerankan tokoh Semar.

Namun sekarang, profesi tetapnya bukanlah seorang pemain wayang orang, melainkan sebagai rohaniawan Kong Hu Chu. Menjadi pemain wayang orang hanyalah sekedar hobi menurutnya. Hobi yang menyenangkan. Karena, beliau senang melakukannya dan dapat menghasilkan uang. Karena beliau tidak menjadi pemain tetap wayang orang, beliau menganggap dirinya adalah bukan profesional. Tapi beliau selalu mengatakan, ”Saya bukan pemain profesional, saya pemain amatir. Tapi, keahlian saya tidak kalah dengan yang profesional.”

5. RETNO TAN

Nama : Retno Tri Astuti

Tempat/Tgl Lahir : Yogyakarta, 23 Oktober 1981 Suami : Arief Satika

Pendidikan : a. SD Kanisius Keprabon b. SMP Bintang Laut c. SMAN 3

d. S1 Universitas Atmajaya – International Management e. D3 Lasalle College Jakarta – Fashion Design

f. D1 Susan Budiharjo Semarang – Fashion Design g. S2 ISI Solo – Penciptaan Seni, 2008 – sekarang


(50)

commit to user

Profesi : a. Fashion Designer

b. International Latin Dancer

Sejarah :

Berawal dari SMA menyukai Batik, kemudian semua bajunya dia bikin sendiri dari bahan Batik. Batiknya pun harus Batik tulis. Retno Tan, biasa ia disebut, sangat idealis. Menurutnya Batik itu ya Batik tulis, bukan Batik printing. Namun setelah lulus SMA, Retno Tan tidak bisa langsung melanjutkan kuliahnya ke jurusan Fashion Designer, karena ayahnya menuntutnya untuk meraih gelar S1, maka dari itu ia menempuh S1 di Universitas Atmajaya – International Management. Baru setelah lulus, dia baru bisa mengambil D3 Fashion Designer di Lasalle College, dan selanjutnya. Sampai akhirnya Retno Tan membuka usaha sendiri yang berawal dari teman yang ingin dibuatkan gaun, kemudian puas lalu bilang orang lain, dan begitu seterusnya. Namun, karena idealisnya dibawa ke pekerjaannya, kadang banyak orang yang tidak suka dengan hasil karyanya. Tapi dia acuh tak acuh. ”Kalo mau ya silakan, kalo nggak, yaudah gapapa.” katanya dengan tegas. Tapi di balik itu semua, dia sangat senang karena ini merupakan hobinya dari dulu sampai sekarang akhirnya bisa menghasilkan uang. Wanita yang mempunyai hobi olahraga, bersaing, menari, dan jalan-jalan ini pernah mengikutsertakan karya-karyanya ke pameran Jogja Fashion Week sebanyak 2 kali dan sekali di sebuah pameran otomotif.

6. GOEI PING LIANG

Nama : Goei Ping Liang Tempat/Tgl Lahir : Boyolali, 1 Juli 1954 Alamat : Belakang Pasar Kadipolo


(51)

commit to user

Istri : (Almh.) Lien Nio Anak : a. Agus Sasipasa

b. Bagus Dwi Saputra Pendidikan : SD s.d. SMA di Boyolali

Profesi : a. Bekerja di sebuah pabrik sepeda b. Bekerja di sebuah toko sparepart

c. Bekerja di sebuah bengkel dan toko sparepart

Sejarah :

Berawal dari hobi mengutak-atik motor, Om Liang, biasa ia disebut, kemudian otodidak mempelajari itu semua, dari tanya ke orang lebih senior, dan lain-lain. Kemudian beliau mulai bekerja di mana-mana, dan akhirnya beliau membuka bengkel sendiri pada tahun 1987. Jaman dulu belum begitu banyak bengkel seperti saat ini. Berbeda dari orang Tionghoa lainnya, Om Liang ini selalu terjun sendiri menangani motor pelanggannya. Walaupun, dulu kadang ada anak-anak magang dari STM, tapi Om Liang tetap terjun sendiri.

Merupakan kepuasan tersendiri karena hobinya menjadi sesuatu yang menghasilkan yang bisa menghidupi keluarganya. Meskipun dulu suka ada masalah yang tidak bisa terselesaikan, karena motor jaman dahulu susah-susah, tidak seperti motor jaman sekarang.

Om Liang tidak pernah mempromosikan bengkelnya sendiri. Istilahnya ”Getuk Tular”. Jadi, orang lain setelah puas di bengkel Om Liang, dengan sendirinya bilang ke orang yang lainnya lagi, dan begitu seterusnya.


(52)

commit to user

7. CHRISTINA XIE

Nama : Xie Li Hong atau Christina Xie Tempat/Tgl Lahir : Solo, 16 Juni 1976

Suami : Ma Er Han atau Edo Sentosa Pendidikan : a. SD Kanisius Keprabon I/III

b. SMP Bintang Laut c. SMA Ursulin

d. Universitas Tarumanegara Jakarta – Akuntansi e. D1 BLCU atau Beijing Language Culture University,Beijing

f. D1 FULC atau Fu Jen Language Center, Taiwan

Profesi : a. Marketing Ekspor – Impor PT. Marga Cipta Wira Sentosa b. Mendirikan Toko Komputer di Solo

c. Membuka les privat mandarin di rumah d. Dosen bahasa Mandarin di UNS

Sejarah :

Setelah bekerja di PT. Marga Cipta Wira Sentosa, Christina Xie melanjutkan mempelajari bahasa Mandarin di FULC atau Fu Jen Language Center di Taiwan. Karena, menurutnya, yang ia kuasai hanyalah bahasa percakapan Mandarin yang biasa, kurang formal. Untuk bekerja, dia perlu mendalami bahasa Mandarin yang lebih formal.

Setelah 2,5 tahun bekerja, Christina Xie berhenti dan kembali ke Solo. Kemudian diajak kakaknya untuk membuka toko komputer. Sembari mengurus toko, ia membuka les privat mandarin di rumah. Dengan tarif Rp 50.000 per jam, lumayan banyak anak sekolah yang mengikuti lesnya. Sampai akhirnya, temannya


(53)

commit to user

yang bekerja di UNS, menawarinya untuk menggantikan temannya menjadi dosen bahasa mandarin. Dan jadilah sekarang Christina Xie sebagai dosen bahasa Mandarin UNS. Walaupun ia baru menjadi dosen bulan Februari 2010 ini, namun ia sudah menjadi cukup favorit di kalangan mahasiswanya.

8. CONCHITA CONIE SILIMALAR

Nama : Yang Hui Cien atau Conchita Conie Silimalar Tempat/Tgl Lahir : Flores Timur, 15 April 1983

Suami : Djwa Han Bie atau Nicodemus Sulistiono Pendidikan : a. SD Warga

b. SMP Warga c. SMA Warga d. D3 ABA Pignatelli e. S1 FKIP BK UNISRI Profesi : a. Make up Artist

b. Dancer c. Koreografer d. Guru SD Warga

Sejarah :

Sejak TK, Conchita Conie Silimalar sudah mulai menari. Namun, pada tahun 2001, Ci Conie, biasa ia disebut, baru memulai awal karirnya dengan mengikuti sanggar tari di Sanggar Suryo Sumirat. Karena penari dituntut harus bisa make up sendiri, dari situlah kemudian Ci Conie mulai belajar make up secara otodidak dan akhirnya terbiasa sampai sekarang. Seringnya, murid-murid tarinya meminta tolong


(54)

commit to user

untuk dimake up kalau ada acara-acara. Lalu, lama kelamaan jadi terbiasa dan akhirnya jadi make up artist.

9. dr. HERMANSYAH

Nama : Tan Djang Tjiek atau Hermansyah Tempat/Tgl Lahir : Kediri, 11 Oktober 1966

Istri : Setyo Utami

Anak : a. Shoffiyah Khoitunnisa b. Aisyah Izzatul Muna c. Alya Sausan Fauziah

d. Fatimah Lisaena Tanminsyah Pendidikan : a. SMAN 3 Surakarta

b. S1 Kedokteran UNS Profesi : a. Dokter Umum

b. Mubaligh

Sejarah :

Setelah menamatkan pendidikan di SMAN 3 Surakarta, dr. Hermansyah melanjutkan kuliah ke Universitas Sebelas Maret Fakultas Kedokteran Umum. Setelah lulus kuliah beliau kerja di Jakarta selama 7 bulan di sebuah klinik 24 jam. Beliau kemudian bekerja 3 tahun sebagai dokter PTT di Jatiyoso, Karanganyar. Setelah selesai PTT, beliau pindah ke daerah Pulokarto, membuka praktek pagi dan sore. Alhamdulillah, lancar. Dr. Hermansyah sangat senang apabila beliau dapat menyembuhkan penyakit kronis pasien. Apalagi apabila dokter lain belum bisa menemukan cara menyembuhkannya. Namun dukanya, setiap waktu beliau harus standby apabila ada pasien yang harus ditangani. Beliau juga sangat sedih apabila ada pasien yang tidak taat meminum obatnya. Selain menjadi dokter, beliau juga


(55)

commit to user

merangkap menjadi mubaligh. Di waktu selanya menjadi dokter, beliau menerima panggilan untuk mengisi pengajian di mana saja. Berawal dari jaman SMA. Sebelumnya, beliau sekeluarga adalah pemeluk agama Kong Hu Chu. Namun, karena di SMA harus memilih di antara 3 agama, Islam, Kristen,dan Katolik, beliau memilih agama Kristen. Karena menurutnya, agama Islam terlalu sulit ada bahasa arabnya. Tapi setiap ada pelajaran agama Islam, beliau tidak pernah keluar kelas. Beliau juga ingin mempelajari agama Islam. Sampai suatu ketika, ada teman beliau bernama Muhammad Abdul Aziz, tertarik melihat dr. Hermansyah yang selalu tidak meninggalkan kelas di pelajaran agama Islam. Singkatnya, dr. Hermansyah sangat tertarik dengan Islam, dan setelah diskusi dengan Muhammad Abdul Aziz, beliau menyatakan keislamannya sampai sekarang akhirnya beliau menjadi mubaligh.

B. Komparasi

Sebagai komparasi dengan buku ini adalah buku Tokoh Tionghoa & Identitas Indonesia; Dari Tjoe Bou San Sampai Yap Thiam Hien. Pengarangnya yaitu Leo Suryadinata.

Buku Leo Suryadinata ini menceritakan 8 tokoh Tionghoa pada saat jaman sebelum Indonesia merdeka dan jaman sesudah Indonesia merdeka. Delapan tokoh ini adalah Tjoe Bou San, Kwee Hing Tjiat, Kwee Tek Hoay, Liem Koen Hian, Kwee Kek Beng, P.K. Ojong, Abdul Karim Oey, dan Yap Thiam Hien. Buku ini menjelaskan siapa saja tokoh-tokohnya dan mengapa mereka yang dipilih. Dari tokoh-tokoh Tionghoa yang penting ini, para pembaca bisa mengikuti bagaimana perjalanan


(56)

commit to user

mereka dalam mencari identitas budaya, politik, dan nasional di Indonesia. Yang pasti, hampir semua tokoh ini akhirnya harus berhadapan dengan identitas Indonesia.

C. ANALISIS SWOT

Internal

Eksternal

STRENGHT WEAKNESS

- Karya lebih orisinil. - Belum banyak yang

membuat buku

fotografi yang berhubungan dengan tema ini.

- Ruang lingkup target sempit, hanya di Surakarta.

- Belum mencakup keseluruhan objek yang harusnya diangkat - Harga mahal

OPPURTUNITY Strategi S-O Strategi W-O

- Sebagian besar isinya berupa ilustrasi foto yang menarik.

- Belum banyak yang membuat buku

fotografi yang berhubungan dengan tema ini, sehingga memiliki peluang yang besar dijual di toko buku.

- Menguatkan kualitas foto yang menarik sehingga harga buku yang mahal pun tidak jadi masalah.


(57)

commit to user

- Sebagian besar isinya berupa ilustrasi foto yang menarik, sehingga bisa ditawarkan menjadi buku koleksi untuk para hobbies..

THREATS Strategi S-T Strategi W-T

- Tokoh yang diangkat tidak semua orang mengenali, karena hanya terkenal di kalangan mereka saja.

-Karena tidak semua orang mengenali para tokoh, maka diperlukan adanya promosi ketika launching buku pertama kali, apalagi belum banyak yang membuat buku fotografi yang berhubungan dengan tema ini.

- Untuk lebih menarik ada tokoh yang sangat terkenal di Surakarta, sehingga orang sudah cukup tahu dengan beberapa tokoh di buku fotografi ini..


(58)

commit to user

45

BAB IV

KONSEP KREATIF PERANCANGAN

DAN PERENCANAAN MEDIA

A. Metode Perancangan

Metode merupakan suatu cara untuk mencapai tujuan, yang tersusun secara teratur. Dalam perancangan diperlukan suatu metode agar setiap rencana yang dilakukan lebih terarah dan berhasil. Metode sangat penting peranannya dalam memulai suatu rencana atau kegiatan. Begitu pula dalam masalah menyampaikan sesuatu hal agar tepat sasaran dan lebih terarah tujuan dan manfaatnya, maka diperlukan metode yang tepat pula.

Agar metode perancangan berhasil, diperlukan metode yang tepat dalam hal perancangan karya kali ini. Maka perlu diperhatikan dan mengikuti prosedur, sebagai berikut :

1. Pengumpulan data dan pengolahan data yang merupakan pedoman untuk merumuskan tema sentral, tujuan media, tujuan kreatif, serta menghasilkan ketetapan-ketetapan.

2. Penyusunan konsep perancangan yang terdapat dua aspek yang saling berkaitan, yaitu perancangan media dan perancangan kreatif.

Konsep perancangan digunakan sebagai dasar perancangan yang berisi eksekusi atau keputusan akhir tentang lay out, laporan pelaksanaan dan laporan desain akhir.


(59)

commit to user

B. Konsep Kreatif

1. Tujuan Perancangan

Memberikan informasi kepada masyarakat atau audience tentang peran masyarakat Tionghoa dalam pembangunan di Surakarta dan mengajak masyarakat atau audience mengapresiasi dan menghargai jasa-jasa mereka. Dengan harapan dapat mensosialisasikan keberadaan peran masyarakat Tionghoa melalui buku.

2. Strategi Konsep

Hasil akhir dari konsep karya yang dibuat bukan merupakan hasil karya fotografi murni. Karya dibuat dalam bentuk foto dengan unsur desain grafis maupun digital image, sehingga mampu menghasilkan komunikasi yang diharapkan. Secara keseluruhan merupakan sebuah karya fotografi desain yang mengangkat sisi lain profil profesi para etnis Tionghoa di Solo.

Visual karya foto yang akan diangkat mengenai : Profil profesi 9 orang keturunan Tionghoa di Solo di luar wilayah ekonomi dan perdagangan.

3. Gaya Desain

Dengan menggunakan kekuatan fotografi, gaya desain untuk karya ini dimunculkan untuk membentuk karakter visual. Gaya karya foto dengan kekuatan fotografi kali ini menggunakan konsep natural, namun objek diambil sesuai pada gambar objek yang sebenarnya dengan sedikit pengolahan. Sebagai pendukung karya desain akan menggunakan digital imaging dan komposisi desain lain yang mendukung makna intelektualitas sesuai dengan tema.


(60)

commit to user

C. Standart Fotografi

Standart fotografi dapat menciptakan ciri khas desain melalui media fotografi. Agar tercapai desain yang baik diperlukan pengolahan komposisi dalam pembuatan fotografinya. Teknik-teknik tersebut antara lain :

1. Teknik Penggunaan Lensa

a. Lensa Sudut Lebar atau Wide Angle Lens

Pengambilan gambar dengan menggunakan lensa sudut lebar yang berefek lebih luas, ruang ketajaman luas, mempunyai efek tiga dimensi, serta distorsi atau perubahan bentuk perspektif pada gambar. Lensa kategori wide angle mempunyai ukuran antara lain 28 mm f /3,5 ; 35 mm f /3,5 (format kamera 35 mm).

Lensa sudut lebar ini bertujuan agar dalam pengambilan gambar dapat mencakup keseluruhan objek yang berada di masing-masing ruangan kerja. b. Lensa Normal atau Normal Lens

Pengambilan gambar dengan menggunakan lensa normal berefek sudut pandang normal seperti sudut pandang manusia, tidak ada distorsi perspektif pada gambar. Kategori lensa normal ukuran 50 mm f /3,5 ; 55 mm f /3,5 , format kamera 35 mm.

Lensa normal ini digunakan untuk menimbulkan efek portrait yang sempurna sehingga dapat memperlihatkan karakter masing-masing orang.

c. Lensa Tele atau Tele Lens

Pengambilan gambar dengan menggunakan lensa tele mempunyai efek gambar lebih sempit, gambar tampak datar, tidak ada distorsi perspektif pada gambar.


(61)

commit to user

Kategori lensa tele antara lain 85 mm f /3,5 ; 100 mm f /3,5 , format kamera 35 mm.

Lensa tele digunakan supaya ketika mengambil gambar setiap orang akan terlihat ruang ketajaman yang sempit sehingga objek terlihat lebih tajam.

2. Teknik Pengambilan Gambar

a. Close Up.

Close up merupakan pengambilan gambar pandang dekat, yaitu bidikan kamera yang diarahkan pada bagian objek yang terbatas. Gambar yang dihasilkan akan nampak besar, sehingga detail objek nampak.

b. Depth of Field.

Pengambilan gambar dengan membuka diafragma besar atau menggunakan lensa tele, sehingga ruang ketajaman antara depan objek dan belakang obyek sangat sempit dan mempunyai kesan kabur sedangkan objek terlihat lebih tajam.

3. Sudut Pengambilan Gambar

a. Low Angle Shoot.

Teknik pengambilan gambar dengan sudut yang lebih rendah dari obyek. b. Eye Level View.

Teknik pengambilan gambar menggunakan sudut pandang sejajar. Dipakai sebagai upaya mendapat variasi komposisi.

4. Teknik Pencahayaan

Teknik pencahayaan menggunakan sistem pencahayaan lampu studio dan pencahayaan buatan atau artificial light, dengan menggunakan lampu blitz maupun reflektor.(Lampiran)


(62)

commit to user

5. Setting

Setting dari foto profil para etnis Tionghoa adalah di tempat mereka bekerja. Setting tersebut bisa indoor ataupun outdoor.

6. Kamera

Menggunakan kamera digital, yaitu produk kamera digital dengan daya bidik minimal sebesar 10 megapixel, mampu menghasilkan gambar yang tak jauh dari objek bidiknya. Kamera ini dipilih dengan pertimbangan, mudah dalam pengaturan pengambilan gambar tanpa harus takut gagal akan hasilnya.

D. Standart Visual

Dalam sebuah karya yang menganut pesan visual ini, ada beberapa hal yang merupakan penting untuk disampaikan, antara lain :

1. Isi Pesan.

Isi pesan yang akan disampaikan adalah sebuah ajakan kepada masyarakat atau audience untuk mengenal dan mengapresiasi warga keturunan Tionghoa di Surakarta.

2. Bentuk Pesan a. Pesan Verbal.

1) Headline.

Berfungsi sebagai pemberi informasi pesan dan juga sebagai elemen grafis pengikat untuk memperkuat slogan. Headline yang dipakai merupakan penjelasan tentang objek foto. Sehingga audience mampu dengan mudah menerima pesan karya foto itu sendiri.


(63)

commit to user

a. Pesan Non Verbal. 1) Ilustrasi

Ilustrasi dalam karya fotografi ini dibuat untuk mendukung visual yang sesuai dengan tema.

2) Tipografi

Tipografi adalah kajian ilmu yang mempelajari macam-macam bentuk dan jenis huruf. Setiap bentuk jenis huruf mencerminkan suatu sikap, pembawaan, atau karakteristik yang berbeda. Selain sebagai alat tulis baca dalam dunia desain komunikasi visual, pemilihan huruf yang tepat dapat mendukung pesan yang ingin disampaikan agar lebih berarti.

Tipografi yang baik haruslah mengarah pada keterbacaan dan kemenarikan serta desain huruf tertentu dapat menciptakan gaya atau style dan karakter atau menjadi karakteristik subjek yang diiklankan. (Frank Jefkins, 1996: 248)

Pemilihan tipografi yang digunakan dalam karya fotografi desain ini menggunakan


(64)

commit to user

3) Warna

Warna adalah pelengkap dari suatu bentuk serta merupakan salah satu unsur dalam menambah daya tarik visual. Warna merupakan unsur yang penting karena warna merupakan bahasa komunikasi tersendiri yang disampaikan melalui penglihatan. Permainan warna dapat menentukan menarik atau tidaknya suatu iklan, apalagi bila permainan atau penggunaan warna dalam suatu iklan dapat menimbulkan kesan unik dan enak dipandang, karena setiap individu memiliki reaksi yang berbeda terhadap warna. Untuk itu warna dalam perancangan ini dibuat dengan pertimbangan:

a) Warna harus mampu menjadi daya tarik utama dalam satu komposisi desain.

b) Warna harus mendukung penampilan dan membantu menonjolkan keindahan-keindahan.

c) Warna harus dapat menarik perhatian bagi semua orang yang melihatnya.


(65)

commit to user

Fungsi warna sangat mempengaruhi faktor psikologis tertentu terhadap audience. Selain itu juga membangkitkan simbolisasi suasana dari tema yang diangkat.

Pemilihan komposisi warna didasarkan pada :

(1) Menjadi daya tarik tersendiri dalam karya desain tersebut. (2) Menampilkan karakteristik visual sesuai tema.

(3) Dapat menyampaikan makna pesan dalam karya.

Warna yang akan dipakai dominan menggunakan warna merah dan emas, dengan tujuan pesan melalui fotografi tetap sebagai faktor acuan pertama.

R:100, G:0, B:0

Gold

4) Layout

Layout adalah menyusun atau mengatur bidang-bidang pada grafis untuk memperoleh komposisi yang tepat serta mempunyai daya persuasi yang tepat serta mempunyai daya persuasi yang tinggi. Penempatan ilustrasi, tipografi baik penempatan maupun ukurannya ditentukan oleh layout. Layout merupakan pondasi dalam karya desain grafis.

Layout yang digunakan menggunakan maksimalisasi karya fotografi. Dengan pengaturan komposisi yang dominasi ilustrasi fotografi. Pengaturan teks disesuaikan sesuai komposisi ilustrasi. Layout yang dipakai adalah


(66)

commit to user

keseimbangan informal atau asimetris, yaitu unsur-unsur pembentuk menjadi seimbang disekitar pusat optik. Layout yang digunakan mengandalkan kekuatan pada maksimalisasi fotografi. Dengan tujuan objek utama yaitu fotografinya tidak terganggu dengan typografi maupun unsur yang lain.

E

.

Pemilihan Media dan Media Placement

Pemilihan media yang akan dipakai berdasarkan pada faktor-faktor sebagai berikut :

1. Identifikasi media yang paling tepat agar mencapai khalayak sasaran. 2. Efektifitas dari media terpilih.

3. Faktor biaya.

Media yang dipilih adalah menggunakan media utama, yaitu media Foto dan

Buku. 1. Foto

Spesifikasi foto : a. Ukuran : 20R

b. Bahan : Photo Paper c. Warna : RGB (full colour) d. Jumlah : 15 item.

2. Buku

Spesifikasi buku :

a. Ukuran : 30 x 25 cm b. Bahan : Art Carton


(1)

commit to user

e. X Banner

Ukuran : 60 x 160 cm

Media / Bahan : sintetic

Gaya Desain : Logo Buku Fotografi

Tipografi : Times New Roman, Complete In Him, Arial

Realisasi : Digital printing


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 86

f. Pembatas Buku

Ukuran : 15 x 5 cm

Media / Bahan : Art Carton

Gaya Desain : Fto tokoh Tionghoa, Logo Buku Fotografi

Tipografi : Complete In Him

Realisasi : Cetak offset


(3)

commit to user

g. Poster

Ukuran : A3

Media / Bahan : Art Carton

Gaya Desain : Cover Buku Fotografi

Tipografi : Arial, Complete In Him

Realisasi : Cetak offset


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 88

h. Kaos

Ukuran : All Size

Media / Bahan : Cotton

Gaya Desain : Logo Buku Fotografi

Tipografi : Complete In Him

Realisasi : Sablon


(5)

commit to user

i. Pin

Ukuran : 5.8 cm

Media / Bahan : Kertas art paper 70 gram dan bingkai PIN

Gaya Desain : Logo Buku Fotografi

Tipografi : Complete In Him

Realisasi : Digital Print


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 90

j. Spanduk

Ukuran : 500 x 100 cm

Media / Bahan : MMT

Gaya Desain : Cover Buku Fotografi, Logo Buku Fotografi, Splash

Tipografi : Arial, Complete In Him

Realisasi : Digital Printing