Pola Penggunaan Obat Asma pada Pasien Asma Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan Periode Juli 2014 - Juni 2015
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, P.J., dan Addock I.M. (2003). How do corticosteroids work in asthma?
Annals of Internal Medicine Vol. 139. Halaman 359.
Barnes, P.J. (2006). How corticosteroid control inflammation : Quintiles Prize Lecture 2005. British Journal of Pharmacology. Vol. 148. Halaman 245.
Butar Butar, S. (2009). Karakteristik Penderita Asma Bronkial Rawat Inap di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2007-2008, Skripsi. FKM USU.
Centers for Disease Control and Prevention. (2012). Trends in Asthma Prevalence, Health Care Use and Mortality in the United States 2001-2010. National Centers for Health Statistics [online]. (diakses 10 januari 2016) tersedia di : http:www.cdc.gov/nchs/data/databrief/db94.htm
Depkes RI. (2007). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Jakarta :Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan alat kesehatan. Halaman 1.
Depkes RI. (2008). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 114.
Depkes RI. (2009). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007 Provinsi Sumatera Utara. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 91.
Ellin., Micallef, R. (1987). Mode of action of Glucocorticosteroids and their effects on asthmatic airways. Im Ellul-Micallef, Lam WK, Togood M. (Edit. Advances in the use of inhalation corticoteroids. Exccrpta Medica Amsterdam. Halaman 36.
GAN. (2014). The Global Asthma Report 2014. Auckland, New Zealand: Global Asthma Network. Halaman 20.
Gilliland, FD., Islam, T., Berhane, K., Gauderman, W.J. (2006). Regular Smoking and Asthma Insidence in Adolescene. Am J Respir Crit Care Med. Vol. 174. Halaman 1094.
GINA. (2004). Global Burden of Asthma. Halaman 1,2.
GINA. (2012). Global Strategy for Asthma Management and Prevention. Halaman 12-20.
GINA. (2014). Global Strategy for Asthma Management and Prevention. Halaman 4.
(7)
GINA. (2015). Global Strategy for Asthma Management and Prevention. Halaman 2.
Hidayah, Arum, N. (2014). Analisis Rasionalitas Penggunaan Kortikosteroid Pada Penyakit Asma Pasien Asma Rawat Inap Di RSUD X Tahun 2012. Naskah Publikasi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Halaman 6.
Hidayah, Fitria, N. (2011). Identifikasi Drug related Problems Pada Pasien Asma Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2009.
Jurnal manajemen dan Pelayanan Farmasi. Vol. 1. No. 3. Halaman 182.
IDAI. (2000). Konsensus Nasional Asma Anak. Sari Pediatri Vol. 2. No. 1. Halaman 50.
Ikawati, Z. (2006). Farmakoterapi Sistem Pernafasan. Cetakan 1. Laboratorium Farmakologi dan Farmasi Klinik Bagian Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Halaman 40.
Jumiati. (2014). Kajian Penggunaan Obat Golongan Kortikosteroid Pada Paien Asma Dewasa Di Instalasi Rawat Inap RSU Pandan Arang Boyolali Periode 2013. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Halaman 7.
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 85.
Meiyanti, J.I.M. (2000). Perkembangan Patogenesis dan Pengobatan Asma Bronkial. Jurnal Kedokteran Trisakti. Vol. 9. No 3. Halaman 128.
Melyana. (2014). Karakteristik Penderita Asma Bronkial Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2011-2013. Skripsi. FKM USU. Halaman 38.
NHLBI. (2007). The Expert Panel Report 3 : Guidelines for the diagnosis and management of asthma. Halaman 36.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Halaman 127.
PDPI. (2003). Asma. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia.
Jakarta. Halaman 12, 20-27, 37, 55.
Postma, D.S. (2007). Gender differences in asthma development and progression.
(8)
Rai, I.B.N., dan Sajinadiyasa. (2009). Hubungan Merokok dan Lama Rawat Inap Pasien Asma Eksaserbasi Akut di RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Respirologi Indonesia. Vol. 9 No. 3. Halaman 4-5.
Raissy, H. H., Kelly, H.W., Harkins, M. dan Szefler, S.J. (2013). Inhaled corticosteroids in lung diseases. Am J Respir Crit Care Med. No. 187 Halaman 798-803.
Rajathilagam, T., Tasneem, S., Nageswari., Paramesh., Jamuna, R.(2012). Drug Utilization Study in Bronchial Asthma in a Tertiary Care Hospital.
International journal of Pharmaceutical Applications. Vol. 3. Halaman 297.
Ratnawati, (2011). Epidemiologi asma. J. Respir. Indo. Vol. 31. No. 4. Halaman 172.
Rengganis, I. (2008). Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Maj Kedokt Indon.
Vol. 58 No 11. Halaman 445-449.
Satibi dan Sikni R.Karminingtyas. (2010). Evaluasi Penggunaan Obat Asma Pada Pasien Asma di Instalasi Rawat Inap RSUP DR. Sardjito Yogyakarta Tahun 2005. Majalah Farmaseutik. Vol. 6 No. 3. Halaman 35, 43.
Schatz, M., dan Camargo CA. (2003). The relationship of sex to asthma prevalence, health care utilization, and medications in a large managed care organization. Ann Allergy Asthma Immunol. Vol. 9. Halaman 553.
Scichilone, N., Battaglia, S., Benfante., Bellia. (2013). Safety and efficacy of montelukast as adjunctive therapy for treatment of asthma in elderly patients. Clin Interv Aging. Vol. 8. Halaman 1329-1337.
Sihombing, Fitrya I. (2007). Karakteristik Penderita Asma Bronkial Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2004-2005, Skripsi. FKM USU. Halaman 5.
Sipayung, Julienson. (2005). Karakteristik Penderita Asma Bronkial Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2002-2003.
Skripsi. FKM USU. Halaman 3.
Sloan, D., Chantel. (2013). Reactive versus proactive patterns of inhaled corticosteroid use. Annals ATS. Vol. 10. No 2. Halaman 131-134.
Sundaru, H. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Balai penerbit : FKUI. Jakarta. Halaman 20.
(9)
Tanjung, D., (2003). Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. USU digital Library
Thomson, NC., Chaudhuri R, Livingstone. (2004). Asthma and cigarette Smoking.
Eur Respir J. Vol. 24. Halaman 822.
Vrieze, A., Postma DS., Kerstjens HA. (2007). Perimenstrual asthma: a syndrome without known cause or cure. J Allergy Clin Immunol. Vol. 112. Halaman 271.
Warner, JO., Naspitz CK., Cropp GJA. (1998). Third International Pediatric Consensus Statement on the Management of Childhood Asthma. Pediatr Pulmonol. Vol. 25. Halaman 1-17.
WHO. (2003). Introduction to drug Utilization Research. Oslo: WHO International Working Group for, Drug Statistics Methodology. WHO Collaborating Centre for Drug Statistics Methodology. Halaman 9.
Yunus, F. (1998). Manfaat Kortikosteroid pada Asma Bronkial. Cermin Dunia Kedokteran. No. 121. Halaman 14.
(10)
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada Bulan Oktober - November 2015 di ruang
rekam medis Rumah Sakit Umum daerah Dr. Pirngadi Kota Medan, dengan
mengambil data pasien asma rawat inap periode Juli 2014 – Juni 2015.
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian bersifat deskriptif retrospektif yaitu berupa pengamatan atau
gambaran mengenai subjek penelitian yang berusaha meneliti kebelakang, dengan
menggunakan data sekunder (Notoatmodjo, 2010).
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medis pasien rawat
inap yang didiagnosis penyakit asma dan menjalani pengobatan di Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan pada periode waktu Juli 2014 – Juni 2015.
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk
kriteria eksklusi. Pada penelitian ini Kriteria inklusinya adalah : (a) Data rekam
medis pasien rawat inap dengan diagnosa utama asma pada periode waktu Juli 2014
– Juni 2015. (b) Data rekam medis yang memiliki kelengkapan data yang meliputi :
Biodata pasien (nama, usia, jenis kelamin, lama perawatan), biodata obat (nama
obat, bentuk sediaan). Sedangkan kriteria eksklusi penelitian ini adalah rekam medis
(11)
3.4 Instrumen Penelitian
Status rekam medis dari pasien asma rawat inap periode Juli 2014 – Juni
2015 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan.
3.5 Teknik pengumpulan data
Berdasarkan buku registrasi dapat diketahui populasi penelitian, dari
populasi ditentukan sampel yang memenuhi kriteria inklusi, rekam medis sampel
yang telah ditetapkan kemudian dikumpulkan. Pemindahan data yang diperlukan
dari tiap-tiap rekam medis sampel dipindahkan ke lembar pengumpul data. Data
yang dikumpulkan merupakan data penggunaan obat asma dari data rekam medis
pasien rawat inap penderita asma di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota
Medan periode Juli 2014 – Juni 2015 berdasarkan Jenis kelamin, usia, lama
perawatan, jenis obat, golongan obat, dan bentuk sediaan.
3.6 Analisis data
Hasil penelitian terdiri dari data deskripsi pasien dan data terapi obat. Data
deskripsi pasien digunakan untuk mencari persentase jenis kelamin, usia, lama
perawatan. Sedangkan data terapi obat digunakan untuk memperoleh gambaran pola
penggunaan obat pada pasien dengan diagnosa utama asma meliputi jenis, golongan
dan bentuk sediaan obat. Data-data penelitian tersebut dianalisis mengikuti
rancangan deskriptif non-analitik kemudian diolah dengan program Microsoft Excel
(12)
3.7 Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Periode adalah total lamanya data penelitian yaitu periode bulan Juli 2014 –
Juni 2015.
b. Usia adalah total lama waktu hidup objek sejak tanggal kelahiran hingga saat
dilakukan pengobatan asma di rumah sakit.
c. Diagnosis penyakit adalah diagnosis penyakit pasien rawat inap sesuai yang
tertera pada lembar data rekam medis yang diambil.
d. Jenis obat adalah pembagian dari obat yang diresepkan yang terdiri dari obat
generik dan non-generik.
3.8 Langkah penelitian
Langkah pengambilan data yang dilakukan untuk mengumpulkan data rekam
medis pasien adalah :
a. Meminta rekomendasi Pejabat Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat
melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan.
b. Menghubungi kepala bidang pendidikan dan penelitian Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan untuk mendapatkan izin melakukan
penelitian, dengan membawa surat rekomendasi dari fakultas.
c. Melakukan penelitian di bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Pirngadi Kota Medan dengan mengambil data periode bulan Juli 2014 – Juni
2015
d. Mencatat data yang dibutuhkan dari data rekam medis yang menuliskan obat
(13)
e. Melakukan pengelompokan data hasil berdasarkan jenis kelamin, usia, lama
perawatan, jenis obat, golongan obat, dan bentuk sediaan.
f. Menganalisis data yang diperoleh sehingga didapatkan kesimpulan dari
(14)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi
Kota Medan dari Bulan Oktober 2015 - November 2015. Data diambil dari rekam
medis pasien asma rawat inap periode Juli 2014 – Juni 2015. Berdasarkan pusat data
rekam medis diketahui bahwa total pasien asma rawat inap pada periode Juli 2014 –
Juni 2015 adalah sebanyak 118 pasien, namun yang memenuhi kriteria inklusi
sebagai objek penelitian adalah 72 pasien. Rekam medis dari 72 pasien ini dijadikan
sebagai sampel penelitian.
4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
4.1.1 Karakteristik Pasien Asma Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pola penggunaan obat asma
pada pasien asma rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota
Medan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Asma Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Pasien Persentase (%)
1 Laki-laki 19 26,39
2 Perempuan 53 73,61
Total 72 100
Berdasarkan Tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa dari 72 data rekam medik
yang diteliti mayoritas pasien yang mengalami asma adalah perempuan dengan
jumlah sebanyak 53 orang (73,61%) dan 19 orang (26,39%) adalah laki-laki.
Hal ini sesuai dengan data dari sumber statistik asma. Centers for Disease
(15)
tinggi pada pasien perempuan dari pada pasien laki-laki (CDC, 2012). Hasil
penelitian Hidayah pada tahun 2012 juga menunjukkan bahwa perempuan
merupakan jenis kelamin terbanyak yang menjadi pasien asma rawat inap yaitu
sejumlah 60 orang (62,5%) sedangkan laki-laki sebanyak 36 orang (37,5%)
(Hidayah, 2014).
Berdasarkan penelitian Schatz, et al., terdapat beberapa hal yang
menyebabkan peningkatan kejadian asma bronkial pada perempuan dibandingkan
laki-laki, yaitu perbedaan hormon antara laki-laki dan perempuan, kecemasan dan
depresi yang sering menyerang perempuan (Schatz, 2003). Penelitian Vrieze, et al.,
mendapatkan bahwa, selain kadar estrogen yang tinggi, fluktuasi kadar estrogen
yang besar pada saat menstruasi dan pada penggunaan kontrasepsi, terapi sulih
hormon paskamenopause juga ikut mempengaruhi keadaan asma bronkial pada
perempuan. Fluktuasi kadar estrogen memicu reaksi inflamasi dan meningkatkan
kadar substansi proinflamasi dalam tubuh, sehingga dapat memperburuk asma
bronchial (Vrieze, 2007).
4.1.2 Karakteristik Pasien Asma Berdasarkan Usia
Pada penelitian ini pasien asma dikelompokkan menjadi 5 kelompok usia
yaitu usia 0-2 tahun (neonatus dan bayi), 3-12 tahun (anak-anak), 13-18 tahun
(remaja), 19-59 tahun (dewasa) dan 60 tahun keatas (geriatrik). Karakteristik pasien
asma rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan
(16)
Tabel 4.2 Karakteristik Pasien Asma Berdasarkan Usia No Usia
(Tahun) Jumlah pasien
Persentase (%)
1 0 – 2 1 1,39
2 3 – 12 3 4,17
3 13 – 18 4 5,56
4 19 - 59 51 70,83
5 > 60 13 18,05
Total 72 100
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat, Usia pasien terbanyak pada penelitian
ini yaitu pada usia dewasa antara rentang usia 19-59 tahun yaitu sebanyak 51 orang
(70,83%) kemudian diikuti usia 60 tahun keatas sebanyak 13 orang (18,05%). Hasil
ini sejalan dengan hasil penelitian Hidayah, (2011) di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta yang menunjukkan usia pasien asma terbanyak adalah
pada usia dewasa antara rentang 19 – 65 tahun sebesar 51% (Hidayah, 2011).
Menurut Postma, Adanya perubahan hormonal yang terjadi pada masa dewasa
memberikan kontribusi terhadap perkembangan asma bronkial (Postma, 2007).
Selain hormonal faktor lain yaitu merokok, di negara-negara maju kurang lebih 25
% orang dewasa dengan asma adalah perokok (Thomson, 2004). penelitian Gillian,
dkk., mendapatkan merokok secara regular meningkatkan terjadinya asma pada
dewasa muda (Gilliland, dkk., 2006)
4.1.3 Karakteristik Pasien Asma Berdasarkan Lama Perawatan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pola penggunaan obat asma
pada pasien asma rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota
Medan yang paling lama di rawat adalah 19 hari dan yang paling cepat dirawat
(17)
Tabel 4.3 Karakteristik Pasien Asma Berdasarkan Lama Perawatan. No Lama rawat
(Hari) Jumlah pasien
Persentase pasien
(%) Hari x pasien
1 1 3 4,17 3
2 2 10 13,89 20
3 3 7 9,72 21
4 4 12 16,67 48
5 5 12 16,67 60
6 6 10 13,89 60
7 7 6 8,33 42
8 8 4 5,56 32
9 9 1 1,39 9
10 11 1 1,39 11
11 12 2 2,78 24
12 13 2 2,78 26
13 15 1 1,39 15
14 19 1 1,39 19
Total 72 100 390
Rata-rata lama perawatan 5,417
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, lama perawatan pada pasien
asma rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan periode
Juli 2014 – Juni 2015 paling banyak adalah 4 dan 5 hari (16,67%) diikuti dengan
lama perawatan 2 dan 6 hari (13,89%) kemudian lama perawatan 3 hari (9,72%).
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh karminingtyas di RSUP DR
Sardjito Yogyakarta tahun 2005 dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa lama
rawat sebagian besar pasien adalah 1 – 5 hari dengan persentase mencapai 91,04%.
(Satibi, 2010). Menurut penelitian Sipayung (2005) berdasarkan uji statistik terdapat
perbedaan bermakna antara lama rawatan rata-rata dengan tingkat keparahan, lama
rawatan rata-rata pada penderita asma bronkhial berat lebih lama jika dibandingkan
(18)
asma bronkhial tergantung pada tingkat keparahan, kondisi fisik pasien, komplikasi
dan tindakan pengobatan yang dilakukan (Soejadi, 1996). Selain itu juga terdapat
perbedaan bermakna secara statistik bahwa pada pasien asma yang merokok lebih
lama dirawat dibanding pasien yang tidak merokok (Rai, 2009).
Pada penelitian ini peneliti tidak bisa menyatakan ada tidaknya hubungan
lama rawat dengan faktor-faktor yang disebutkan di atas karena data tentang tingkat
keparahan pasien dan riwayat merokok tidak semua tertera pada setiap rekam medis
pasien yang menjadi sampel penelitian.
4.2 Persentase Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Karakteristik 4.2.1 Jenis Kelamin
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pasien asma rawat inap di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan, persentase jumlah
penggunaan obat asma berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Karakteristik Jumlah Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis kelamin Jumlah pasien
Jumlah R/
Rata-rata R/ perpasien
Persentase (%) 1 Laki – laki 19 57 3 22,71 2 Perempuan 53 194 3,66 77,29 Total 72 251 3,49 100,00
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, total penggunaan obat pada
pasien asma rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Medan Periode Juli
2014 – Juni 2015 adalah sebanyak 251 R/ dengan rata-rata 3,49 R/ dimana mayoritas
penggunaan obat pada pasien perempuan 194 R/ (77,29%) dengan rata-rata
(19)
Universitas SRM India pasien asma rata-rata mendapat 3,6 obat perpasien. Hal ini
dapat dikaitkan dengan tujuan terapi asma yaitu untuk meminimalkan gejala kronis,
mencegah eksaserbasi berulang, dan untuk mempertahankan mendekati normal
(Rajathilagam, 2012).
4.2.2 Usia
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pasien asma rawat inap di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan, persentase jumlah
penggunaan obat asma berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Karakteristik Jumlah Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Usia No Usia Jumlah
pasien Jumlah R/
Rata-rata R/ perpasien
Persentase (%)
1 0 – 2 1 3 3 1,19
2 3 – 12 3 8 2,67 3,19 3 13 – 18 4 15 3,75 5,98 4 19 – 59 51 172 3,37 68,53 5 > 60 13 53 4,08 21,11
Total 72 251 3,49 100
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, total penggunaan obat pada
pasien asma rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Medan periode Juli
2014 – Juni 2015 adalah sebanyak 251 R/ dengan rata-rata 3,49 R/ dimana mayoritas
penggunaan resep perpasien adalah pada pasien asma berusia 19 – 59 tahun dengan
jumlah 51 orang dan 172 R/ (68,53%). Namun jika dilihat dari rata-rata penggunaan
obat perpasien, pasien lansia mendapatkan obat lebih banyak yaitu rata-rata 4,08
obat perpasien diikuti dengan pasien usia 13-18 tahun rata-rata 3,75 obat perpasien
(20)
4.3 Persentase Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Jenis Obat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pola penggunaan obat asma
pada pasien asma rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota
Medan berdasarkan jenis obat, dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Karakteristik Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Jenis Obat Obat Generik Obat Non Generik
Jumlah R/ Persentase (%) Jumlah R/ Persentase (%) 108 43,03 143 56,97
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat, mayoritas obat yang diresepkan
merupakan obat non generik 143 R/ (56,97%) dan obat generik 108 R/ (43,03%).
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa penggunaan obat non generik lebih
banyak meskipun regulasi tentang kewajiban menggunakan obat generik sudah
diberlakukan. Hal ini dikarenakan kebanyakan obat asma bentuk inhalasi tidak ada
produk generiknya dimana pada penelitian ini sediaan inhalasi adalah obat non
generik yang paling banyak diresepkan yaitu sebanyak 52,99%.
4.4 Persentase Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Bentuk Sediaan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pola penggunaan obat asma
pada pasien asma rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota
Medan berdasarkan bentuk sediaan, dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Karakteristik Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Bentuk Sediaan No Bentuk Sediaan Obat Jumlah R/ Persentase (%)
1 Inhalasi 133 52,99
2 Injeksi 56 22,31
3 Syrup 2 0,8
4 Tablet 60 23,9
(21)
Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa bentuk sediaan yang paling
banyak digunakan adalah bentuk sediaan inhalasi yaitu sebesar 52,99%. Hasil ini
sejalan dengan hasil studi penggunaan obat pada pasien asma rawat inap di Rumah
Sakit Pendidikan Universitas SRM India dimana sebanyak 50,4% pasien
mendapatkan terapi obat dalam bentuk sediaan inhalasi (Rajathilagam, 2012).
Medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan
parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian medikasi
langsung ke jalan napas (inhalasi) dibandingkan cara lain adalah lebih efektif untuk
dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas, efek sistemik minimal atau
dihindarkan, beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak
terabsorpsi pada pemberian oral. Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila
diberikan inhalasi daripada oral (PDPI, 2003).
Pada penelitian ini dari 133 R/ sediaan inhalasi yang digunakan mayoritas
adalah golongan kortikosteroid yaitu 59 R/ (44,36%). Kortikosteroid adalah
pengobatan yang paling efektif untuk asma dan inhalasi kortokosteroid telah
menjadi pengobatan lini pertama untuk anak-anak dan dewasa dengan asma
persisten (Barnes, 2003). Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan steroid
inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas,
mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki
kualitas hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten
(22)
4.5 Persentase Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Golongan Obat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pola penggunaan obat asma
pada pasien asma rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota
Medan berdasarkan golongan obat dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Karakteristik Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Golongan Obat No Golongan Obat Jumlah R/ Persentase (%)
1 Agonis beta-2
Salbutamol 70 27,89
2 Antikolinergik + Agonis beta-2
(Ipratropium Br + Salbutamol sulfat) 40 15,94
3
Kortikosteroid
(Dexamethason, Methylprednisolon, Prednison, Budesonide, Fluticason)
117 46,61
4 Metilxantin
(Teofilin, Aminofilin) 24 9,56
Total 251 100
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa persentase penggunaan obat
asma berdasarkan golongan obat, yang paling banyak digunakan adalah golongan
kortikosteroid yaitu sebesar 46,61% kemudian Agonis beta-2 yaitu sebesar 27,89%.
Hasil ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan di RSUP DR Sardjito
Yogyakarta tahun 2005 yang menunjukkan bahwa obat anti asma yang paling
banyak digunakan adalah golongan kotikosteroid (Satibi, 2010).
Kortikosteroid yang dikenal juga sebagai glukokortikosteroid,
glukokortikoid atau steroid merupakan obat paling banyak digunakan di seluruh
dunia untuk mengatasi gangguan imunitas atau inflamasi termasuk asma (Barnes,
2006). Obat pengontrol asma yang paling efektif adalah kortikosteroid. Pada suatu
serangan asma akut berat pemberian kortikosteroid sedini mungkin akan
mempersingkat serangan asma dan memberikan efektivitas pengobatan yang lebih
(23)
pembentukan mediator oleh sel inflamasi, menghalangi pelepasan mediator, dan
menghalangi respons yang timbul akibat lepasnya mediator (Ellin, 1987).
Agonis beta-2 dalam penelitian ini yaitu salbutamol mempunyai persentase
penggunaan sebesar 27,89%, biasa digunakan sebagai bronkodilator. Mekanisme
kerjanya yaitu relaksasi otot polos saluran napas. direkomendasikan bila diperlukan
untuk mengatasi gejala dan merupakan terapi pilihan pada serangan akut (PDPI,
2003).
Pada penelitian ini juga ditemukan penggunaan obat asma kombinasi
Antikolinergik + Agonis beta-2 (Ipratropium Br + Salbutamol sulfat) sebesar
15,94%. Analisis meta penelitian menunjukkan ipratropium bromide mempunyai
efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat pada serangan asma,
memperbaiki faal paru dan menurunkan risiko perawatan rumah sakit secara
bermakna. Oleh karena itu disarankan menggunakan kombinasi inhalasi
antikolinergik dan agonis beta-2 kerja singkat sebagai bronkodilator pada terapi
awal serangan asma berat atau pada serangan asma yang kurang respons dengan
(24)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dari 72 rekam medis yang diteliti dapat ditarik
kesimpulan bahwa prevalensi tertinggi pasien asma rawat inap yaitu pada jenis
kelamin perempuan sebanyak 53 orang (73,61%), usia 19-59 tahun yaitu sebanyak
51 orang (70,83%), dan Lama rawatan 4 dan 5 hari perawatan dengan jumlah pasien
masing-masing 12 orang (16,67%). Jumlah penggunaan obat yang paling banyak
pada pasien perempuan 194 obat (77,29%) dengan rata-rata 3,66 obat perpasien dan
jumlah penggunaan obat yang paling banyak pada usia 19-59 tahun 172 obat
(68,53%) namun jumlah rata-rata tertinggi penggunaan obat pada pasien > 60 tahun
yaitu 4,08 obat perpasien. Obat yang paling banyak digunakan adalah Jenis non
generik (56,97%), bentuk sediaan inhalasi (52,99%), golongan kortikosteroid
(46,61%).
4.2 Saran
Perlu dilakukan penulisan yang jelas pada penulisan catatan rekam medik di
Rumah Sakit Umum daerah Dr. Pirngadi Kota Medan dan penyimpanan data-data
diharapkan lebih terorganisir untuk memudahkan penelitian berikutnya atau jika
diperlukan dikemudian hari. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat
melakukan penelitian terhadap pola penggunaan obat pada pasien asma rawat inap
atau rawat jalan di rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya, agar dapat jadi
perbandingan dan menggambarkan penggunaan obat asma di instansi pelayanan
kesehatan yang ada di Kota Medan dan dapat mengetahui lebih jauh lagi apakah
(25)
diperbanyak sosialisasi atau penyuluhan terhadap pasien asma beserta keluarganya
terkait faktor risiko dan penatalaksanaan jika terjadi asma sehingga prevalensi
(26)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi asma
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran
nafas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas dan
rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat
reversible baik dengan atau tanpa pengobatan (Depkes, RI., 2009).
Global initiative for Asthma (2012) dengan spesifik mendefinisikan asma
menurut karakteristiknya secara klinis, fisiologis, dan patologis. Secara klinis,
adanya episodik sesak napas terutama pada malam hari, sering disertai dengan batuk
yang merupakan ciri utamanya. Karakteristik utama fisiologisnya yaitu, terdapat
obstruksi saluran napas dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi. Berdasarkan
patologisnya terdapat inflamasi jalan napas yang berhubungan dengan perubahan
struktur jalan napas (GINA, 2012).
2.2 Epidemiologi asma
Sampai saat ini, penyakit asma masih menujukkan prevalensi yang tinggi.
Berdasarkan data dari WHO, di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta orang
menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien asma mencapai 400 juta.
Selain itu setiap 250 orang, ada satu orang meninggal karena asma setiap tahunnya
(GINA, 2004).
Prevalensi asma di dunia sangat bervariasi dan penelitian epidemiologi
menunjukkan bahwa kekerapan asma semakin meningkat terutama di negara maju.
(27)
antara 1-18% (GINA, 2015). Peningkatan prevalensi asma terutama meningkat pada
kelompok anak dan cenderung menurun pada kelompok dewasa (Ratnawati, 2011)
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 mengajukan angka sebesar
7.6%. Pada hasil SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema dinyatakan
sebagai penyebab kematian ke 4 di Indonesia atau sebesar 5.6%. Tahun 1995,
prevalensi asma di seluruh Indonesia mencapai 13/1000 penduduk dibandingkan
bronkhitis kronik 11/1000 penduduk dan obstruksi paru 2/1000 penduduk (PDPI,
2003).
2.3 Patofisiologi asma
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain
alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma
dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur
imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I
(tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang
dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam
jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama
melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat
dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase
sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan
dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang
dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan
(28)
kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga
menyebabkan inflamasi saluran napas (Rengganis, 2008).
Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas.
Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi
yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih
permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga
meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang
dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel
mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada
keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal
mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptida. Neuropeptida
itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, hipersekresi
lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi (Rengganis, 2008).
2.4 Faktor resiko
Secara umum faktor risiko asma menurut Pedoman Pengendalian Penyakit
Asma (2009) yaitu:
a. Faktor Pejamu
1. Hipereaktivitas
2. Atopi/alergi bronkus
3. Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
4. Jenis kelamin
5. Ras/etnik
(29)
1. Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, jamur dll).
2. Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari).
3. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan
laut, susu sapi, telur).
4. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, bloker dll)
5. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dan lain-lain)
6. Ekspresi emosi berlebih
7. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
8. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
9. Exercised induced asthma
10. Perubahan cuaca
2.5 Gejala
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa
pengobatan. Gejala awal berupa :
a. Batuk terutama pada malam atau dini hari
b. Sesak napas
c. Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya
d. Rasa berat di dada
e. Dahak sulit keluar
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang
termasuk gejala yang berat adalah:
a. Serangan batuk yang hebat
b. Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
(30)
d. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
e. Kesadaran menurun (Depkes, RI., 2007)
2.6 Diagnosis Asma
Diagnosis asma bisa ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesa berupa keluhan utama, riwayat penyakit
keluarga, faktor yang memperberat atau memperingan gejala, bagaimana dan kapan
terjadinya keluhan. Karakteristik gejala asma yaitu lebih dari satu gejala berupa
mengi, sesak napas, batuk, dada terasa berat, yang semakin buruk saat malam atau
pagi hari dengan waktu dan intensitas yang bervariasi, bisa dipicu oleh infeksi virus,
olahraga, paparan allergen, perubahan cuaca, serta bahan iritan seperti asap (GINA,
2014).
2.6.1 Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain :
a. Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini hari?
b. Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah
terpajan alergen atau pencetus?
c. Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan aktifitas
atau olahraga?
d. Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim atau
cuaca atau suhu yang ekstrim (perubahan yang tiba-tiba)?
e. Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang atau hilang setelah pemberian
obat pelega (bronkodilator)?
f. Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara kandung,
(31)
2.6.2 Pemeriksaan fisik
Pasien yang mengalami serangan asma, pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan (sesuai derajat serangan) :
a. Inspeksi : pasien terlihat gelisah, sesak (nafas cuping hidung, nafas cepat),
sianosis.
b. Palpasi : biasanya tidak ada kelainan yang nyata (pada serangan berat dapat
terjadi pulsus paradoksus).
c. Perkusi : biasanya tidak ada kelainan yang nyata.
d. Auskultasi : ekspirasi memanjang, wheezing, suara lendir (Depkes, RI., 2009)
2.6.3 Pemeriksaan penunjang 2.6.3.1Pemeriksaan fungsi Paru
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi
mengenai asmanya sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru.
Pemeriksaan fungsi paru sebagai paramater objektif yang standar dipakai yaitu
pemeriksaan spirometri dan peak expiratory flow (PEF) (PDPI, 2003).
Spirometer adalah alat pengukur faal paru yang penting dalam menegakkan
diagnosa untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan (Rengganis, 2008).
Spirometer adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Untuk mendapatkan nilai yang
akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa (Depkes, RI., 2007).
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
a. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP 1 / KVP < 75% atau VEP 1
(32)
b. Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP 1 > 15% secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma
c. Menilai derajat berat asma (PDPI, 2003).
Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter) adalah alat yang paling sederhana
untuk memeriksa gangguan jalan napas, yang relatif sangat murah, mudah dibawa.
Dengan PEF meter fungsi paru yang dapat diukur adalah arus puncak ekspirasi
(APE) (Depkes, RI., 2007).
Manfaat APE dalam diagnosis asma
a. Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE > 15% setelah inhalasi bronkodilator
(uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi
kortikosteroid (inhalasi/ oral, 2 minggu).
b. Variabiliti, menilai variabiliti APE harian. Variabiliti juga dapat digunakan
menilai derajat berat penyakit (PDPI, 2003).
Cara pemeriksaan variabilitas APE (Depkes, RI., 2007).
Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan malam hari
(33)
Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak ekspiratory Flow
Meter ini dianjurkan pada :
a. Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh
pasien di rumah.
b. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
c. Pemantauan sehari-hari di rumah.
2.6.3.2Uji provokasi bronkus
Uji provokasi bronkus dilakukan untuk menunjukan adanya hiperreaktivitas
bronkus. Ada beberapa cara untuk melakukan uji provokasi bronkus seperti uji
dengan histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam
hipertonik. Uji provokasi bronkus bermakna jika terjadi penurunan FEV1 sebesar 20
% atau lebih (Sundaru, 2001).
2.6.3.3Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat
dominan pada bronkitis kronik (Sundaru, 2001).
2.6.3.4Pemeriksaan eosinofil total
Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan
hal ini dapat membantu dalam membedakan asma dari bronkitis kronik (Sundaru,
2001).
2.6.3.5Uji tusuk kulit (skin prick test)
Uji kulit dengan alergen dilakukan sebagai pemeriksaan diagnostik pada
asma ekstrinsik alergi. Keadaan alergi ini dihubungkan dengan adanya produksi
(34)
2.6.3.6Pemeriksaan radiologis
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru (Tanjung, 2003).
2.7 Klasifikasi Asma
GINA membagi klasifikasi klinis asma menjadi 4, yaitu Asma intermiten,
Asma persisten ringan, Asma persisten sedang, dan Asma persisten berat. Dalam
klasifikasi GINA dipersyaratkan adanya nilai PEF atau FEV1 untuk penilaiannya.
Tabel 2.1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umumpada orang dewasa
Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan Derajat Asma Gejala Gejala
Malam
Faal Paru Intermitten Bulanan APE 80%
-Gejala < 1x/minggu
-Tanpa gejala diluar serangan.
-Serangan singkat
2 kali sebulan
- VEP1 80% nilai
prediksi APE 80% nilai terbaik.
- Variabiliti APE<20% Persisten ringan Mingguan APE>80%
-Gejala>1x/minggu tetapi<1x/hari. - Serangan dapat
mengganggu aktiviti dan tidur
>2 kali sebulan
- VEP1 80% nilai
prediksi APE 80% nilai terbaik.
- Variabiliti APE 20-30%
Persisten sedang Harian APE 60-80% - Gejala setiap hari
- Serangan mengganggu aktiviti dan tidur. - Membutuhkan
bronkodilator setiap hari.
>2 kali sebulan
- VEP1 60-80% nilai
prediksi APE 60-80% nilai terbaik. - Variabiliti
APE>30%.
Persisten berat Kontinyu APE - Gejala terus menerus
- Sering kambuh - Aktiviti fisik terbatas
Sering - VEP1 60% nilai
prediksi.
APE 60% nilai terbaik
- Variabiliti APE>30%
(35)
Konsensus Internasional III juga membagi asma anak berdasarkan keadaan
klinis menjadi 3 yaitu asma episodik jarang (asma ringan) yang meliputi 75%
populasi anakasma, asma episodik sering (asma sedang) meliputi 20% populasi, dan
asma persisten (asma berat) meliputi 5% populasi (Warner, 1998). Konsensus
Nasional juga membagi asma anak menjadi 3 derajat penyakit seperti halnya
Konsensus Internasional, tapi dengan kriteria yang lebih lengkap
seperti dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.2. Pembagian derajat penyakit asma pada anak Parameter klinis,
kebutuhan obat, dan faal paru
Asma episodik jarang (Asma ringan) Asma episodik sering (Asma sedang) Asma persisten (Asma berat) Frekuensi serangan
<1x / bulan >1x / bulan sering
Lama serangan <1 minggu >1 minggu hampir sepanjang tahun
Intensitas serangan
biasanya ringan biasanya sedang biasanya berat
Di antara serangan
tanpa gejala sering ada gejala gejala siang dan malam
Tidur dan aktivitas
tidak terganggu sering terganggu sangat terganggu
Faal paru di luar serangan
PEF / FEV1 >80%
PEF / FEV1 60-80%
PEF / FEV1 <60%
Faal paru pada saat
variabilitas >15% variabilitas >30% variabilitas >50%
Sumber : Konsensus Nasional Asma Anak (IDAI, 2000)
2.8 Penatalaksanaan asma
Tujuan penatalaksanaan asma adalah untuk mencapai asma terkontrol agar
memiliki kualitas hidup baik yang tidak mengganggu aktivitas dan mencegah
kematian saat serangan.Pada serangan asma, tujuan tatalaksananya adalah untuk:
(36)
b. Mengurangi hipoksemia
c. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
d. Rencana tatalaksana untuk mencegah kekambuhan
Tabel 2.3 Pengobatan sesuai berat asma Berat
Asma
Medikasi pengontrol
harian
Alternatif / Pilihan lain Alternatif lain Asma Persisten Ringan Glukokortikosteroid Inhalasi (200-400 ug BD/hari atau ekivalennya)
• Teofilin lepas lambat
• Kromolin
• Leukotriene modifiers
--- Asma Persisten Sedang Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/hari atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama
• Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD
atau ekivalennya) ditambah Teofilin lepas
lambat,atau
• Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD
atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2
kerja lama oral, atau
• Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya) atau
• Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD
atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiers • Ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau • Ditambah teofilin lepas lambat Asma Persisten Berat Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (> 800 ug BD atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama, ditambah > 1 di bawah ini: - teofilin lepas lambat -leukotriene modifiers -kortikosteroid
Prednisolon/metilprednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat
(37)
Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan di Indonesia, 2003
Penatalaksaan asma ini dikutip berdasarkan GINA (2012), yang
mengklasifikasikan pengobatan asma menjadi dua yaitu sebagai obat kontrol asma
(controllers) dan obat pelega asma (reliever).
Obat pengontrol adalah obat asma yang digunakan setiap hari dalam jangka
waktu panjang pada asma persisten untuk mencegah asma menjadi semakin parah
dan mempertahankan asma menjadi terkontrol melalui interaksi dengan proses
inflamasi. Sebagai berikut adalah jenis-jenis obat pengontrol :
a. Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid inhalasi mempunyai efek anti-inflamasi terhadap sel dan
jaringan spesifik. Kortikosteroid yang masuk secara langsung dan diabsopsi di paru
akan berikatan dengan reseptornya, menghambat sintesis sitokin proinflamasi, dan
menurunkan jumlah sel T limfosit, sel dendrit, eosinofil juga sel mast. Penggunaan
kortikosteroid inhalasi menunjukkan perbaikan fungsi paru, menurunkan
hiperesponsif bronkus, menurunkan eksaserbasi asma dalam kunjungan gawat
darurat (Raissy, et al., 2013). Kepatuhan menggunakan obat ini menurunkan angka
kesakitan dan kematian akibat asma dengan perkiraan 21% penurunan resiko
kematian akibat serangan asma (Sloan, et al., 2013).
Efek samping yang mungkin pada penggunaan kortikosteroid inhalasi lebih
minimal daripada kortikosteroid sistemik. Hal ini bergantung pada dosis, potensi
bioavailabiliti, metabolisme hati, dan waktu paruhnya. Obat inhalasi kortikosteroid
dosis tinggi yang digunakan jangka panjang bisa menimbulkan efek sistemik seperti
purpura, supresi adrenal dan penurunan densitas tulang. Namun, dengan
(38)
bioavailabiliti. Selain itu, spacer juga membantu untuk mengurangi efek samping
lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan batuk akibat iritasi saluran napas
atas.
b. Kortikosteroid sistemik
Penggunaan kortikosteroid jangka lama lebih direkomendasikan secara
inhalasi daripada sistemik akibat efek samping pemberian sistemik lebih serius.
Namun, pemberian sistemik dapat diberikan pada penderita asma persisten berat
yang tidak terkontrol. Penggunaan sistemik secara oral lebih dianjurkan dari
parenteral (intramuskular, intravena, subkutan) karena pertimbangan waktu paruh
oral lebih singkat dan efek samping yang muncul lebih sedikit.
c. Agonis beta-2 kerja lama (Long-acting β2-agonist)
Mekanisme kerja obat beta-2 agonis yaitu melalui reseptor β2 yang mengakibatkan relaksasi otot polos bronkus. Formoterol dan salmeterol termasuk
dalam golongan LABA ini, kedua obat itu memiliki lama kerja obat >12 jam.
Namun, obat golongan LABA sebaiknya tidak digunakan sebagai monoterapi jangka
panjang karena tidak mempengaruhi respon inflamasinya justru meningkatkan angka
kesakitan dan kematian. LABA dikombinasi dengan kortikosteroid inhalasi telah
terbukti sangat efektif dalam mengurangi gejala asma dan eksaserbasi dengan
menunjukkan hasil fungsi paru yang lebih baik. Kombinasi LABA dan
kortikosteroid inlamasi hanya direkomendasikan untuk pasien yang gagal mencapai
asma terkontrol dengan kortikosteroid dosis rendah medium.
d. Kromolin: sodium kromoglikat dan sodium nedokromil
Kromolin dan nedokromil merupakan obat alternatif dalam pengobatan asma
(39)
obat anti-inflamasi. Obat ini memblok kanal klorida dan modulasi pelepasan
mediator sel mast dan eosinofil (NHLBI, 2007). Kromolin juga bisa menghambat
reaksi asma fase cepat dan fase lambat, meskipun permulaan percobaan obat ini
hanya berperan pada sel mast untuk mensupresi pengeluaran histamin, ternyata
dapat menghambat generasi sitokin juga (Yazid, et al., 2013).
e. Metilxantin
Teofilin merupakan derivat xantin. Efek terpenting xantin ialah relaksasi otot
polos bronkus, terutama bila otot bronkus dalam keadaan konstriksi. Efek
bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor adenosin
maupun inhibisi PDE (fosfodiesterase). Adenosin dapat menyebabkan
bronkokonstriksi pada pasien asma dan memperkuat penglepasan mediator dari sel
mast. Oleh karena teofilin merupakan antagonis kompetitif reseptor adenosin, maka
hal ini yang mengatasi bronkokonstriksi pasien asma. Selain itu, penghambatan PDE
mencegah pemecahan cAMP dan cGMP sampai terjadi akumulasi cAMP dan cGMP
dalam sel yang mengakibatkan relaksasi otot polos termasuk otot polos bronkus
(Louisa, 2011).
Telah dilakukan berbagai penelitian bahwa teofilin efektif sebagai kontrol
gejala dan perbaikan terhadap fungsi paru, sehingga teofilin atau aminofilin lepas
lambat dapat digunakan sebagai pengontrol. Kombinasi kortikosteroid dengan
teofilin sebagai alternatif menunjukkan perbaikan fungsi paru namun teofilin tidak
lebih efektif dari inhalasi beta-2 agonis.
f. Leukotriene modifiers
Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat reseptor cysteinyl-leukotriene
(40)
arakidonat. Asam arakidonat dipecah fosfolipase A2 menjadi arakidonat bebas.
Enzim 5-lipoksigenase ini selanjutnya mengkonversi asam arakidonat bebas menjadi
leukotrin A4 dan akhirnya akan diubah menjadi leukotrin C4, D4, E4. Leukotrin
yang sudah terbentuk berikatan dengan reseptornya yaitu CysLT1 yang ditemukan
pada eosinofil, monosit, sel-sel otot polos saluran napas, neutrofil, sel B, sel plasma,
dan makrofag jaringan. Dari mekanisme di atas, terlihat bahwa leukotrin dianggap
sebagai mediator inflamasi yang mampu mengaktivasi eosinofil, meningkatkan
permeabilitas mikrovaskuler, sekresi mukus, proliferasi dan penyempitan otot polos,
serta diduga efek bronkokonstriksi yang disebabkan oleh leukotrin lebih besar
daripada efek oleh histamin (Scichilone, 2013).
Prinsip kerja obat pelega (relievers) adalah sebagai bronkodilator untuk
membantu mengatasi bronkokonstriksi jalan napas dan gelaja yang menyertainya
seperti sesak, mengi, batuk, dan dada terasa berat.
a. Short-acting β2 agonis (SABA)
SABA merupakan obat yang paling efektif mengatasi bronkospasme saat
eksaserbasi asma akut dan juga dapat mencegah exercice-induced asthma. Golongan
SABA dapat diberikan secara inhalasi, oral, atau parenteral. Namun pemberian yang
lebih direkomendasikan adalah dengan inhalasi karena mempertimbangkan kerja
obat yang cepat juga efek samping yang minimal. SABA memiliki mekanisme sama
seperti obat β2 agonis lain yaitu dengan merelaksasi jalan napas, meningkatkan
pembersihan mukosilier, menurunkan permiabilitas vaskuler, dan memodulasi
penglepasan mediator dari sel mast dan eosinofil. Yang termasuk obat golongan
SABA adalah salbutamol, levalbuterol, biltolterol, pirbuterol, isoproterol,
(41)
b. Antikolinergik
Obat golongan ini berupa ipatropium dan oxitropium bromida. Mekanisme
kerja obat golongan ini adalah sebagai bronkodilatasi dengan kompetitif
menghambat reseptor muskarinik kolinergik, menurunkan tonus intrinsik vagus,
blokade reflex bronkokonstriksi akibat zat iritan atau reflux esofagus, dan
menurunkan sekresi mukus. Pemberian secara inhalasi bronkodilator antikolinergik
ini kurang efektif jika dibandingkan dengan SABA. Namun, Obat ini dapat
diberikan pada pasien yang tidak respon terhadap SABA atau sebagai alternatif pada
penderita yang memilik efek samping seperti takikardi, aritmia, tremor dengan
pemakaian SABA.
c. Metilxantin
Pemberian teofilin dapat dipertimbangkan karena efek bronkodilatasinya
akibat inhibisi aktivitas PDE untuk mengatasi gejala asma. Tetapi efek
bronkodilatasinya lebih lemah dari short-acting beta-2 agonis. Penambahan teofilin
kerja singkat dengan obat golongan SABA tidak memperkuat respon bronkodilatasi
namun dapat bermanfaat untuk respiratory drive. Pemberian teofilin kerja singkat
tidak dianjurkan pada pasien yang sudah mendapat terapi teofilin lepas lambat
(42)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai oleh
inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan hambatan saluran
napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai (Depkes, RI.,
2007). Penyakit ini merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan pasien
memerlukan perawatan, baik di rumah sakit maupun di rumah. Separuh dari semua
kasus asma berkembang sejak masa kanak-kanak, sedangkan sepertiganya pada
masa dewasa sebelum umur 40 tahun. Namun demikian, asma dapat terjadi pada
segala usia (Ikawati, 2006).
Global initiative for Asthma (GINA) menyatakan bahwa asma adalah salah
satu penyakit kronis yang paling umum di seluruh dunia dan asma adalah penyebab
utama absen dari sekolah dan pekerjaan (GINA, 2014). Menurut Depkes, RI.,
(2007), dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang
menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan
di rumah sakit dan bahkan kematian.
Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima
belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk
penyakit ini semakin meningkat (Depkes, RI., 2007). Dalam Global Burden Report
of Asthma dinyatakan, saat ini pasien asma di seluruh dunia mencapai 300 juta
orang, dari kalangan semua usia yang berasal dari berbagai latar belakang suku dan
etnis. Jumlah ini diperkirakan akan bertambah lagi 100 juta orang pada tahun 2025.
(43)
akibat asma adalah 1 dari tiap 250 kematian (GINA, 2004). Sedangkan dalam The
Global Asthma report 2014 perkiraan saat ini 334 juta orang di dunia menderita
asma (GAN, 2014).
Jumlah penderita asma di Indonesia pada tahun 2002 sebanyak 12,5 juta
orang, penyakit asma juga masuk dalam sepuluh besar penyakit penyebab kesakitan
dan kematian di Indonesia. Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2005 mencatat
225.000 orang meninggal karena asma. Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2007
secara keseluruhan prevalensi penderita asma di Indonesia sebesar 3,5 % (Depkes,
RI., 2008) dan dari data Riset Kesehatan Dasar di tahun 2013 penderita asma
meningkat menjadi 4,5% (Kemenkes, RI., 2013). Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun
2007 menunjukkan bahwa prevalensi asma di Provinsi Sumatera Utara adalah 3%
dengan kisaran prevalensi sebesar 3-6.4%. Kabupaten dengan prevalensi asma
tertinggi adalah Kabupaten Mandailing Natal. Di kota Medan, prevalensi asma
mencapai 3.6% (laki-laki 1.9% dan perempuan 1.7%) (Depkes, RI., 2009).
Perbandingan penderita asma berdasarkan jenis kelamin lebih kurang sama.
Namun, pada anak-anak sebagian besar penderita asma adalah laki-laki dengan
perbandingan anak laki-laki dengan anak perempuan adalah 3:2, sementara pada
orang dewasa sebagian besar adalah perempuan (Sundaru, 2006). Berdasarkan
penelitian di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru tahun 2011-2013 prevalensi tertinggi
pasien asma rawat inap adalah perempuan (62,9%) (Melyana, 2014).
Penelitian Fitrya I. Sihombing (2007) di Rumah Sakit Haji Medan
menyatakan bahwa di rumah sakit tersebut, pada tahun 2004 terdapat 52 pasien dan
pada tahun 2005 ada 61 pasien asma bronkial rawat inap. Dari penelitian Sri
(44)
2007 terdapat 80 pasien dan pada tahun 2008 sebanyak 82 orang pasien asma
bronkial rawat inap.
Data penderita asma rawat inap di bagian penyakit dalam Rumah Sakit
Umum Dr Pirngadi Kota Medan tahun 2002 tersapat 86 pasien dan pada tahun 2003
terdapat 89 pasien (Sipayung, 2005). Berdasarkan survei pendahuluan yang
dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan didapat jumlah
penderita asma yang di rawat inap periode Juli 2014 – Juni 2015 justru meningkat
yaitu sebanyak 118 orang.
Penelitian penggunaan obat diperlukan untuk menggambarkan pola
penggunaan obat, sinyal awal penggunaan obat rasional, intervensi untuk
meningkatkan penggunaan obat, siklus pengawasan kualitas, dan peningkatan mutu
berkelanjutan. Pola penggunaan obat dapat menggambarkan sejauh mana
penggunaan obat pada saat tertentu dan di daerah tertentu (misalnya negara,
wilayah, masyarakat, rumah sakit), penggambaran tersebut menjadi penting ketika
mereka adalah bagian dari sistem evaluasi berkelanjutan (WHO, 2003).
Hasil penelitian pola penggunaan obat pada penderita asma di Instalasi rawat
inap RSUP dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari-Desember 2005 golongan obat
yang paling banyak digunakan untuk pasien asma adalah kortikosteroid (Satibi,
2010). Sedangkan hasil studi penggunaan obat pada pasien asma rawat inap di
Rumah Sakit Pendidikan Universitas SRM India ditemukan bahwa obat yang paling
banyak digunakan adalah golongan agonis beta-2, bentuk sediaan inhalasi, dan
(45)
Penyakit asma adalah penyakit yang sudah diketahui patogenesisnya dan
sudah tersedia obatnya namun dilihat dari data-data di atas, prevalensi pasien asma
khususnya yang dirawat inap di rumah sakit masih cenderung meningkat.
Berdasarkan uraian dan data di atas maka peneliti merasa perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui penggunaan obat pada pasien asma rawat inap di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi yang menjadi gambaran pola pengobatan
pada pasien asma yang di rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi
Kota Medan.
1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang penggunaan obat asma pada pasien asma di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan.
Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian Parameter Pengamatan
Pasien asma dengan karakteristik :
Jenis kelamin
Usia
Lama perawatan
Pola Penggunaan Obat Variabel Pengamatan
(46)
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah
a. Bagaimana prevalensi pasien asma rawat inap periode Juli 2014 – Juni 2015 di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan berdasarkan jenis
kelamin, usia, dan lama perawatan?
b. Bagaimana pola penggunaan obat asma pada pasien asma rawat inap periode
Juli 2014 – Juni 2015 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan
berdasarkan jenis obat, golongan obat, dan bentuk sediaan?
1.4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah
a. Prevalensi tertinggi pasien asma rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Pirngadi Kota Medan adalah jenis kelamin perempuan, usia 19-60 tahun, lama
rawat < 5 hari.
b. Pola penggunaan obat asma pada pasien asma rawat inap periode Juli 2014 –
Juni 2015 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan berdasarkan
obat yang paling banyak digunakan adalah jenis generik, golongan
(47)
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan hal di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
a. Prevalensi pasien asma rawat inap periode Juli 2014 – Juni 2015 di Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan berdasarkan jenis kelamin, usia,
dan lama perawatan.
b. Pola penggunaan obat asma pada pasien asma rawat inap periode Juli 2014 –
Juni 2015 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan berdasarkan
jenis obat, golongan obat, dan bentuk sediaan.
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat kepada banyak pihak,
yaitu :
a. Menjadi bahan informasi dalam program monitoring, evaluasi penggunaan,
perencanaan, dan pengadaan obat asma pada periode selanjutnya di Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan.
b. Menjadi bahan informasi bagi masyarakat mengenai penyakit asma khususnya
mengenai terapi obat asma pada pasien asma rawat inap di rumah sakit.
c. Memberi gambaran bagi penelitian selanjutnya mengenai penggunaan obat asma
(48)
POLA PENGGUNAAN OBAT ASMA PADA PASIEN ASMA
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN PERIODE JULI 2014 - JUNI 2015
ABSTRAK
Asma adalah salah satu penyakit kronis yang paling umum di seluruh dunia dan penyebab utama absen di sekolah dan pekerjaan. Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai oleh inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan sumbatan saluran napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan obat pada pasien asma rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan.
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospektif, data diperoleh dari kartu rekam medik pasien asma rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan periode Juli 2014-Juni 2015. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk persentase, nilai rata-rata dan tabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 72 data rekam medik pasien asma rawat inap yang dianalisis didapati mayoritas pasien adalah perempuan sebanyak 53 orang (73,61%) dan pada usia 19-59 terdiri dari 51 orang (70,83%). Lama rawatan 4 dan 5 hari merupakan persentase paling tinggi (16,67%). Jumlah penggunaan obat yang paling banyak pada pasien perempuan (77,9%) dengan rata-rata perpasien 3,66 item obat dan jumlah penggunaan obat yang paling banyak pada usia 19-59 tahun (68,53%). Jenis obat yang paling banyak digunakan adalah obat non generik (56,97%). Bentuk sediaan yang paling banyak digunakan adalah inhalasi (52,99%). Golongan obat asma yang paling banyak diresepkan adalah golongan kortikosteroid (46,61%).
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diperoleh kesimpulan bahwa prevalensi tertinggi yaitu pada jenis kelamin perempuan, usia 19-59 tahun, dan lama rawatan 4 dan 5 hari. Pola penggunaan obat berdasarkan obat yang paling banyak digunakan yaitu jenis non generik, golongan kortikosteroid, dan bentuk sediaan inhalasi
Kata kunci : Asma, pasien rawat inap rumah sakit, pola penggunaan obat, Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan.
(49)
PATTERN OF DRUG USE OF ASTHMA PATIENTS
HOSPITALIZED IN Dr. PIRNGADI HOSPITAL MEDAN
PERIOD JULY 2014 - JUNE 2015
ABSTRACT
Asthma is one of the most worldwide common chronic disease and a major cause of school and work miss. Asthma is cronic respiratory disease that indicated by inflammation, increased reactivity to a variety of stimuli, and airway blockage that can return spontaneously or with appropriate treatment. This study aims to determine the pattern of drug use in asthma patients hospitalized in Dr. Pirngadi Hospital Medan.
This study was conducted by retrospective method, Data obtained from medical records of asthma patients hospitalized in Dr. Pirngadi hospital Medan July 2014 to June 2015. The obtained data were presented in percentage, average value and tables form.
The result showed that from 72 medical records of analyzed hospitalized asthma patients were found the majority of patients was women as much as 53 people (73.61%) and at the age 19-59 years were 51 people (70.83%). Most long treatment are 4 and 5 days (16.67%). The most drug use in female (77.62%) with average per patients 3,66 drugs item and at the age of 19-59 years (68.53%). The most widely used type of drugs was non-generic (56.97%). The most widely used dosage form was inhalation (52.99%). The most widely prescribed classe of asthma drug was corticosteroid (46.61%).
Based on the results, it can be concluded that the most prevalention is women, aged 19-59 years, and duration treatment are 4 and 5 days. Pattern of drug use by the most drugs used are type non-generic, dosage form inhalation, and classes drugs corticosteroid.
Keywords : Asthma, hospitalized patient, pattern of drug use, Dr. Pirngadi hospital Medan.
(50)
POLA PENGGUNAAN OBAT ASMA PADA PASIEN ASMA
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN PERIODE JULI 2014 - JUNI 2015
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk me
OLEH:
ARI ALDINO SETIAWAN
NIM 131524051
PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(51)
POLA PENGGUNAAN OBAT ASMA PADA PASIEN ASMA
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN PERIODE JULI 2014 - JUNI 2015
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
ARI ALDINO SETIAWAN
NIM 131524051
PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(52)
PENGESAHAN SKRIPSI
POLA PENGGUNAAN OBAT ASMA PADA PASIEN ASMA
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN PERIODE JULI 2014 - JUNI 2015
OLEH:
ARI ALDINO SETIAWAN NIM 131524051
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal : 10 Mei 2016
Disetujui Oleh:
Pembimbing I Panitia Penguji,
Khairunnisa, S. Si., M.Pharm., Ph. D., Apt. Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt. NIP 197802152008122001 NIP 195503121983032001
Pembimbing II Khairunnisa, S. Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. NIP 197802152008122001
Drs. Saiful Bahri M.S., Apt. Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt. NIP 1952082411983031001 NIP 197803142005011002
Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197806032005012004
Medan, Juni 2016 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
Dr. Masfria M.S., Apt. NIP 195707231986012001
(53)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
berkat, rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat
mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara,
yang berjudul “Pola Penggunaan Obat Asma Pada Pasien Asma Rawat Inap Di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan Periode Juli 2014-Juni 2015”.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan serta selaku dosen
penguji yang telah memberikan fasilitas serta kritikan dan saran sehingga penulis
dapat menyelesaikan pendidikan dan bahan skripsi ini. Bapak Dr. H. Edwin Effendi,
M.Sc., selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan yang
telah memberikan izin dan fasilitas untuk penulis sehingga dapat mengerjakan dan
menyelesaikan penelitian. Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., dan Bapak
Drs. Saiful Bahri M.S., Apt., selaku pembimbing yang telah membimbing dan
memberikan petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi
ini. Ibu Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt., Bapak Hari Ronaldo Tanjung,
S.Si., M.Sc., Apt., dan Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. selaku dosen
penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini dan telah memberikan izin dan fasilitas untuk penulis
(54)
Bapak dan Ibu Staf Pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah
mendidik selama perkuliahan dan Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., selaku penasehat
akademik yang selalu memberikan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan
hingga selesai. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua,
Abah Alm. H. Tugiman dan Ummi Hj. Yunrasmi atas segala doa dan dukungannya
serta keridhaannya bagi penulis dalam menempuh dan menyelesaikan pendidikan,
juga untuk istri Dewi Sriyani, S.Farm., Apt., yang selalu memberi semangat, doa,
nasehat serta pengorbanan baik moril maupun materil dalam penyelesaian penelitian
dan bahan skripsi ini. Kepada Ghazi Muhammad Asy Syauqi semoga skripsi ini
menjadi semacam inspirasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman Farmasi Ekstensi 2013 dan rekan-rekan penelitian atas doa dan dukungannya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, Juni 2016 Penulis,
Ari Aldino Setiawan NIM 131524051
(55)
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Ari Aldino Setiawan
Nomor Induk Mahasiswa : 131524051
Program Studi : Ekstensi Farmasi
Judul Skripsi : Pola Penggunaan Obat Asma Pada Pasien Asma Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan Periode Juli 2014-Juni 2015
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena didalam skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.
Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.
Medan, Juni 2016
Yang membuat pernyataan,
Ari Aldino Setiawan NIM 131524051
(56)
POLA PENGGUNAAN OBAT ASMA PADA PASIEN ASMA
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN PERIODE JULI 2014 - JUNI 2015
ABSTRAK
Asma adalah salah satu penyakit kronis yang paling umum di seluruh dunia dan penyebab utama absen di sekolah dan pekerjaan. Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai oleh inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan sumbatan saluran napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan obat pada pasien asma rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan.
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospektif, data diperoleh dari kartu rekam medik pasien asma rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan periode Juli 2014-Juni 2015. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk persentase, nilai rata-rata dan tabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 72 data rekam medik pasien asma rawat inap yang dianalisis didapati mayoritas pasien adalah perempuan sebanyak 53 orang (73,61%) dan pada usia 19-59 terdiri dari 51 orang (70,83%). Lama rawatan 4 dan 5 hari merupakan persentase paling tinggi (16,67%). Jumlah penggunaan obat yang paling banyak pada pasien perempuan (77,9%) dengan rata-rata perpasien 3,66 item obat dan jumlah penggunaan obat yang paling banyak pada usia 19-59 tahun (68,53%). Jenis obat yang paling banyak digunakan adalah obat non generik (56,97%). Bentuk sediaan yang paling banyak digunakan adalah inhalasi (52,99%). Golongan obat asma yang paling banyak diresepkan adalah golongan kortikosteroid (46,61%).
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diperoleh kesimpulan bahwa prevalensi tertinggi yaitu pada jenis kelamin perempuan, usia 19-59 tahun, dan lama rawatan 4 dan 5 hari. Pola penggunaan obat berdasarkan obat yang paling banyak digunakan yaitu jenis non generik, golongan kortikosteroid, dan bentuk sediaan inhalasi
Kata kunci : Asma, pasien rawat inap rumah sakit, pola penggunaan obat, Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan.
(57)
PATTERN OF DRUG USE OF ASTHMA PATIENTS
HOSPITALIZED IN Dr. PIRNGADI HOSPITAL MEDAN
PERIOD JULY 2014 - JUNE 2015
ABSTRACT
Asthma is one of the most worldwide common chronic disease and a major cause of school and work miss. Asthma is cronic respiratory disease that indicated by inflammation, increased reactivity to a variety of stimuli, and airway blockage that can return spontaneously or with appropriate treatment. This study aims to determine the pattern of drug use in asthma patients hospitalized in Dr. Pirngadi Hospital Medan.
This study was conducted by retrospective method, Data obtained from medical records of asthma patients hospitalized in Dr. Pirngadi hospital Medan July 2014 to June 2015. The obtained data were presented in percentage, average value and tables form.
The result showed that from 72 medical records of analyzed hospitalized asthma patients were found the majority of patients was women as much as 53 people (73.61%) and at the age 19-59 years were 51 people (70.83%). Most long treatment are 4 and 5 days (16.67%). The most drug use in female (77.62%) with average per patients 3,66 drugs item and at the age of 19-59 years (68.53%). The most widely used type of drugs was non-generic (56.97%). The most widely used dosage form was inhalation (52.99%). The most widely prescribed classe of asthma drug was corticosteroid (46.61%).
Based on the results, it can be concluded that the most prevalention is women, aged 19-59 years, and duration treatment are 4 and 5 days. Pattern of drug use by the most drugs used are type non-generic, dosage form inhalation, and classes drugs corticosteroid.
Keywords : Asthma, hospitalized patient, pattern of drug use, Dr. Pirngadi hospital Medan.
(58)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 4
1.3 Rumusan Masalah ... 5
1.4 Hipotesis ... 5
1.5 Tujuan Penelitian ... 6
1.6 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Definisi Asma ... 7
2.2 Epidemiologi Asma ... 7
2.3 Patofisiologi Asma ... 8
(59)
2.5 Gejala... 10
2.6 Diagnosis Asma ... 11
2.6.1 Anamnesis ... 11
2.6.2 Pemeriksaan Fisik ... 12
2.6.3 Pemerisaan Penunjang ... 12
2.6.3.1 Pemeriksaan fungsi paru ... 12
2.6.3.2 Uji provokasi bronkus ... 14
2.6.3.3 Pemeriksaan sputum ... 14
2.6.3.4 Pemeriksaan eosinofil total ... 15
2.6.3.5 Uji tusuk kulit ... 15
2.6.3.6 Pemeriksaan radiologis ... 15
2.7 Klasifikasi Asma ... 15
2.8 Penatalaksanaan Asma ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 24
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 24
3.2 Jenis Penelitian ... 24
3.3 Populasi dan Sampel ... 24
3.4 Instrumen Penelitian ... 25
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 25
3.6 Analisis Data ... 25
3.7 Definisi Operasional ... 26
3.8 Langkah Penelitian ... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
(60)
4.1.1 Karakteristik Pasien Asma Berdasarkan Jenis
Kelamin ... 28
4.1.2 Karakteristik Pasien Asma Berdasarkan Usia... 29
4.1.3 Karakteristik Pasien Asma Berdasarkan Lama Perawatan ... 30
4.2 Persentase Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Karakteristik ... 32
4.2.1 Jenis Kelamin ... 32
4.2.2 Usia ... 33
4.3 Persentase Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Jenis Obat ... 34
4.4 Persentase Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Bentuk Sediaan ... 34
4.5 Persentase Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Golongan Obat ... 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 38
5.1 Kesimpulan ... 38
5.2 Saran ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 40
(61)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
(62)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Karakteristik Pasien Asma Berdasarkan Jenis Kelamin ... 28
4.2 Karakteristik Pasien Asma Berdasarkan Usia. ... 30
4.3 Karakteristik Pasien Asma Berdasarkan Lama Perawatan. ... 31
4.4 Karakteristik Jumlah Penggunaan Obat Berdasarkan Jenis
Kelamin ... 32
4.5 Karakteristik Jumlah Penggunaan Obat Berdasarkan Usia ... 33
4.6 Karakteristik Penggunaan Obat Berdasarkan Jenis Obat ... 34
4.7 Karakteristik Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Bentuk
Sediaan ... 35
4.8 Karakteristik Penggunaan Obat Asma Berdasarkan
(63)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Surat permohonan izin penelitian... 44
2 Surat selesai izin penelitian ... 45
3 Surat selesai penelitian ... 46
4 Surat pergantian judul ... 47
5 Surat pergantian pembimbing skripsi ... 48
(1)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 4
1.3 Rumusan Masalah ... 5
1.4 Hipotesis ... 5
1.5 Tujuan Penelitian ... 6
1.6 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Definisi Asma ... 7
2.2 Epidemiologi Asma ... 7
2.3 Patofisiologi Asma ... 8
(2)
2.5 Gejala... 10
2.6 Diagnosis Asma ... 11
2.6.1 Anamnesis ... 11
2.6.2 Pemeriksaan Fisik ... 12
2.6.3 Pemerisaan Penunjang ... 12
2.6.3.1 Pemeriksaan fungsi paru ... 12
2.6.3.2 Uji provokasi bronkus ... 14
2.6.3.3 Pemeriksaan sputum ... 14
2.6.3.4 Pemeriksaan eosinofil total ... 15
2.6.3.5 Uji tusuk kulit ... 15
2.6.3.6 Pemeriksaan radiologis ... 15
2.7 Klasifikasi Asma ... 15
2.8 Penatalaksanaan Asma ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 24
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 24
3.2 Jenis Penelitian ... 24
3.3 Populasi dan Sampel ... 24
3.4 Instrumen Penelitian ... 25
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 25
(3)
4.1.1 Karakteristik Pasien Asma Berdasarkan Jenis
Kelamin ... 28
4.1.2 Karakteristik Pasien Asma Berdasarkan Usia... 29
4.1.3 Karakteristik Pasien Asma Berdasarkan Lama Perawatan ... 30
4.2 Persentase Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Karakteristik ... 32
4.2.1 Jenis Kelamin ... 32
4.2.2 Usia ... 33
4.3 Persentase Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Jenis Obat ... 34
4.4 Persentase Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Bentuk Sediaan ... 34
4.5 Persentase Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Golongan Obat ... 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 38
5.1 Kesimpulan ... 38
5.2 Saran ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 40
(4)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
(5)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Karakteristik Pasien Asma Berdasarkan Jenis Kelamin ... 28 4.2 Karakteristik Pasien Asma Berdasarkan Usia. ... 30 4.3 Karakteristik Pasien Asma Berdasarkan Lama Perawatan. ... 31 4.4 Karakteristik Jumlah Penggunaan Obat Berdasarkan Jenis
Kelamin ... 32 4.5 Karakteristik Jumlah Penggunaan Obat Berdasarkan Usia ... 33 4.6 Karakteristik Penggunaan Obat Berdasarkan Jenis Obat ... 34 4.7 Karakteristik Penggunaan Obat Asma Berdasarkan Bentuk
Sediaan ... 35 4.8 Karakteristik Penggunaan Obat Asma Berdasarkan
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Surat permohonan izin penelitian... 44
2 Surat selesai izin penelitian ... 45
3 Surat selesai penelitian ... 46
4 Surat pergantian judul ... 47
5 Surat pergantian pembimbing skripsi ... 48