METODE PENELITIAN Strategi Pembangunan Wilayah Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bersifat studi kasus dengan daerah penelitian Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini memakan waktu selama tiga bulan dilakukan pada Juni sampai Agustus 2006. pemilihan daerah penelitian dilakukan secara sengaja purposive dengan pertimbangan kondisi geografis yang sangat mendukung, potensi ekonomi wilayah yang masih mungkin dapat digali lebih lanjut untuk dilakukan penelitian.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data sekunder dapat dipenuhi melalui penelusuran arsip dan pustaka milik dinas dan instansi setempat seperti dari BPS Kabupaten Situbondo, Bappeda Kabupaten Situbondo, Dinas Pertanian Kabupaten Situbondo, dan instansi atau lembaga lain yang terkait dengan tujuan penelitian, dilengkapi sumber-sumber lain seperti dari internet, artikel- artikel.sedangkan data primer diperoleh dari wawancara kepada staff dan pegawai daerah Responden yang dipilih adalah merupakan perwakilan dari setiap instansi yang terkait sebanyak lima orang. Tahun awal data PDRB atas dasar harga konstan adalah pada tahun 2000 dimana pada tahun ini merupakan awal dari berlakunya otonomi daerah.

4.3. Metode Analisis

Dalam penelitian ini digunakan dua jenis metode analisis, yaitu metode deskriptif dan metode kuntitatif. Pemakaian metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan kondisi dan keragaan pembangunan, keadaan umum wilayah, keadaan sosial ekonomi, potensi wilayah, dan lain-lain yang berkaitan dengan tujuan penelitian.

4.3.1. Location Quotient LQ

Penggunaan metode kuantitatif digunakan untuk menghitung beberapa hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Namun untuk melakukan penelitian ini diperlukan beberapa asumsi. Asumsi yang berkaitan dengan pengembangan perekonomian adalah sebagai berikut : 4. Kegiatan perekonomian Kabupaten Situbondo adalah homogen. 5. Terdapat pola permintaan yang sama antara kecamatan dan kabupaten. 6. Sistem perekonomian setiap kecamatan tertutup artinya kebutuhan barang akan terlebih dahulu oleh produksi sendiri dan kekurangannya akan dibeli dari kecamatan lain yang berada pada wilayah Kabupaten Situbondo. Dengan menggunakan asumsi di atas maka dapat dilakukan perhitungan tentang beberapa hal sebagai berikut : 1. Kuosien Lokasi LQ Kuosien lokasi merupakan perbandingan antara harga relatif suatu daerah dengan total pendapatan relatif sektor atau sektor tertentu pada daerah yang lebih luas. LQ = Si Ni atau Si S S N Ni N LQ : Besarnya Kosien lokasi sektor perekonomian Si : Jumlah pendapatan sektor i pada tingkat kabupaten S : Jumlah total pendapatan sektor perekonomian pada tingkat provinsi Ni : Jumlah pendapatan sektor i pada tingkat kabupaten N : Jumlah pendapatan total sektor perekonomian pada tingkat provinsi Jika LQ =1, maka sektor tersebut termasuk sektor basis, artinya sektor tersebut lebih berperan bagi perekonomian kecamatan daripada perekonomian kabupaten. Sebaliknya jika LQ 1, maka sektor tersebut sektor non-basis. Artinya sektor tersebut kurang berarti dalam perekonomian kecamatan daripada perekonomian kabupaten. 2. Efek Pengganda Kekuatan sektor basis untuk menggerakkan perekonomian wilayah terletak pada koefisien pengganda pendapatan. Yb : Jumlah pendapatan dari sektor basis. Yn : Jumlah pendapatan dari sektor non-basis. Y : Total pendapatan Basis dan Non-basis Yb Yn Yb Q + = Q : Efek pengganda

4.3.2. Skalogram

Metode ini digunakan untuk mengetahui hierarki pusat-pusat pengembangan dan sarana pembangunan. Metode skalogram dapat memberikan informasi tentang hierarki pusat-pusat pengembangan dan penyebaran fasilitas pelayanan sosial ekonomi. Dalam analisis, fasilitas dibedakan menjadi fasilitas sosial dan fasilitas ekonomi. Hal ini untuk melihat apakan kemajuan di bidang ekonomi akan diikuti oleh kemajuan di bidang sosial atau sebaliknya. Langkah-langkah metode skalogram adalah : 7. Tulis seluruh nama pusat pengembangan atau wilayah pembangunan bila analisis dilakukan untuk mengetahui hierarki suatu wilayah pembangunan. 8. Cantumkan jumlah penduduk seluruh pusat pengembangan atau wilayah pembangunan tersebut, dimana jumlah penduduk terbanyak berada pada urutan teratas dan seterusnya sampai urutan terbawah ditempati oleh pusat pengembangan yang mempunyai jumlah penduduk yang terkecil. 9. Tulis dan hitung jumlah jenis dan jumlah unit prasarana pembangunan yang diamati pada setiap pusat pengembangan. 10. Urutkan peringkat pusat pengembangan menurut jumlah jenis dan jumlah unit prasarana pembangunan pada baris tabel skalogram. 11. Urutkan peringkat sarana dan prasarana pembangunan menurut jumlah jenis dan jumlah unit pada kolom tabel skalogram. 12. Tetapkan hierarki pusat pengembangan dan prasarana pembangunan dimana pusat pengembangan memiliki sarana dan prasarana pembangunan terbanyak ditempatkan sebagai peringkat pertama.

4.3.3. Matriks EFI dan Matriks EFE

Matriks EFI evaluasi faktor internal merupakan alat untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai bidang fungsional dari suatu usaha dan juga memberikan dasar untuk mengendalikan dan mengevaluasi hubungan diantara bidang-bidang ini. Matiks EFE evaluasi faktor eksternal merupaka alat untuk meringkas dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi dan persaingan. Terdapat lima langkah dalam menyusun matriks EFE dan EFI, yaitu : 1 Buat daftar faktor-faktor internal yang diidentifikasi dalam proses audit internal. Cari antara 10 dan 20 faktor, termasuk kekuatan maupun kelemahan. Tuliskan kekuatan terlebih dahulu, kemudian kelemahan. Demikian juga untuk faktor eksternal, buat daftar faktor-faktor eksternal yang diidentifikasi dalam proses audit eksternal. Cari antara 10 dan 20 faktor, termasuk peluang dan ancaman yang mempengaruhi perusahaan dan industrinya. Daftar peluang kemudian ancaman, usahakan sespesifik mungkin bisa menggunakan persentase, rasio, dan angka perbandingan. 2 Beri bobot pada setiap faktor dari 0,0 tidak penting sampai 1,0 amat penting. Bobot menunjukkan kepentingan relatif dari setiap faktor tersebut agar berhasil dalam industri. Jumlah seluruh bobot yang diberikan pada faktor di atas harus sama dengan 1,0. penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor strategik internal dan eksternal tersebut kepada pihak menejemen perusahaan dengan menggunakan metode paired comparison dalam Nurjanah, 2006. Inti dari metode paired comparison adalah membandingkan secara bersamaan dua variabel yang terdapat dalam seperangkat variabel dan memilih salah satu variabel yang dinilai responden lebih penting melalui skala penilaian Kinner, 1991 dalam Nurjanah, 2006. Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Untuk menentukan bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2, 3. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah sebagai berikut: 1= jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2= jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3= jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada tabel 2 dan 3 berikut: Tabel 2. Penilai Bobot Faktor Strategis Internal Wilayah Faktor Strategis Internal A B C D ... Total Bobot A B C D ... Total Tabel 3. Penilai Bobot Faktor Strategis Eksternal Wilayah Faktor Strategis Internal A B C D ... Total Bobot A B C D ... Total Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus: A 1 = X 1 Keterangan : a 1 = Bobot variabel ke-i n X i = Nilai variabel ke-i ∑ i = 1, 2, 3...n I =1 n = Jumlah variabel Sumber: Kinner 1991 3 Untuk faktor eksternal, beri peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor sukses kritis untuk menunjukkan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini menjawab faktor ini, dengan catatan 4 = jawaban atau respon perusahaan superior, 3 = jawaban di atas rata-rata, 2 = jawaban rata-rata, 1 = jawaban jelek. Untuk faktor internal berikan peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor yang menunjukkan apakah faktor itu mewakili kelemahan utama peringkat = 1, kelemahan kecil peringkat = 2, kekuatan kecil peringkat = 3, atau kekuatan utama peringkat = 4. Peringkat didasarkan pada keadaan perusahaan, sedangkan bobot dalam langkah dua didasarkan pada kondisi industri. 4 Kalikan setiap bobot faktor dengan peringkat untuk mendapatkan nilai yang dibobot 5 Jumlahkan nilai yang dibobot untuk setiap variabel untuk menentukan nilai yang dibobot total bagi organisasi. Total nilai yang dibobot tertinggi untuk suatu organisasi adalah 4,0 dan yang terendah adalah 1,0. rata-rata nilai yang dibobot adalah 2,5. untuk penilaian faktor eksternal, jumlah nilai yang dibobot sama dengan 4,0 menunjukkan bahwa suatu strategi perusahaan secara efektif memanfaatkan peluang yang ada dan meminimalkan pengaruh negatif potensial dari ancaman eksternal. Jumlah nilai sama dengan 1,0 menunjukkan bahwa perusahaan masih lemah dalam mengatasi ancaman eksternal dan belum dapat memanfaatkan peluang yang ada. Tabel 4. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal EFE. Faktor-faktor eksternal kunci Bobot X i Peringkat Y i Nilai yang dibobot Xi x Yi PELUANG 1. 2. ... ANCAMAN 1. 2. ... Jumlah 1,0 Sumber David, 2002. Untuk penilaian faktor internal, total nilai yang dibobot yang jauh di bawah 2,5 merupakan ciri organisasi yang lemah secara internal. Sedang jumlah nilai yang dibobot yang jauh di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Ketika sebuah faktor internal kunci merupakan kekuatan dan kelemahan, faktor itu harus dimasukkan dua kali dalam matriks EFI, dengan bobot dan peringkat harus diberikan untuk setiap pernyataan. Tabel 5. Matriks Evaluasi Faktor Internal EFI Faktor-faktor eksternal kunci Bobot X i Peringkat Y i Nilai yang dibobot Xi x Yi KEKUATA N 1. 2. ... KELEMAHAN 1. 2. ... Jumlah 1,0 Sumber David, 2002.

4.3.4. Matriks Internal-Eksternal IE

Matriks IE disusun berdasarkan dua dimensi kunci : total nilai EFI yang diberi bobot pada sumbu-X dan total nilai EFE yang diberi bobot pada sumbu-Y. Pada sumbu-X matriks IE, total nilai EFI yang diberi bobot dari 1,0 sampai 1,99 menunjukkan posisi internal yang lemah; nilai dari 2,0 sampai 2,99 dianggap sedang rata-rata; dan nilai antara 3,0 sampai 4,0 kuat. Demikian pula pada sumbu-Y, total nilai EFE yang diberi bobot 1,0 sampai 1,99 dianggap rendah; nilai 2,0 sampai 2,99 sedang dan nilai 3,0 sampai 4,0 tinggi. Matriks IE dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategi yang berbeda. Pertama, kategori yang masuk dalam sel I, II atau IV dapat disebut tumbuh dan bina. Untuk kategori ini bisa menerapkan strategi intensif penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk atau integratif integrasi ke belakang, integrasi ke depan dan integrasi horizontal kedua yang termasuk dalam sel III, V atau VII dapat dikelola dengan strategi pertahankan dan pelihara. Strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk merupakan dua strategi terbanyak yang dilakukan untuk tipe-tipe divisi ini. Ketiga yang termasuk dalam sel VI, VIII atau IX adalah panen atau divestasi. Organisasi yang sukses dapat mencapai portofolio bisnis yang diposisikan dalam atau di sekitar sel I dalam matriks IE. I II III IV V VI VII VIII IX Gambar 4. Matriks IE Internal-Eksternal Sumber David, 2002.

4.3.5. Matriks SWOT Strengths, Weakness, Opportunities, Threats

Matriks SWOT merupakan matriks yang memiliki sembilan sel, tersusun atas tiga baris dan tiga kolom. Langkah-langkah dalam penyusunan matriks SWOT adalah sebagai berikut: 1. Tuliskan peluang eksternal kunci perusahaan pada baris kedua kolom kesatu 2. Tuliskan ancaman eksternal kunci perusahaan pada baris ketiga kolom kesatu 3. Tuliskan kekuatan internal kunci perusahaan pada baris kesatu kolom kedua 4. Tuliskan kelemahan internal kunci perusahaan pada baris kesatu kolom ketiga 5. Mencocokan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat resultan strategi SO pada baris kedua kolom kedua 6. Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan mencatat resultan strategi WO pada baris kedua kolom ketiga 7. Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat resultan strategi ST pada baris ketiga kolom kedua Tinggi 3,0 – 4,0 2,0 Lemah 1,0 – 1,99 Rata-rata 2,0 – 2,99 Kuat 3,0 – 4,0 Rendah 1,0 – 1,99 Sedang 2,0 – 2,99 3,0 1,0 2,0 3,0 4,0 1,0 SKOR EFI SKOR EFE 8. Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat resultan strategi WT pada baris ketiga kolom ketiga. Tabel 6. Matriks SWOT Faktor Internal Faktor Eksternal KEKUATAN S 1. 2. Daftar Kekuatan 3. ... KELEMAHAN W 1. 2. Daftar Kelemahan 3. ... PELUANG O 1. 2. Daftar Peluang 3. ... Strategi SO 1. 2. Gunakan kekuatan 3.untukmemanfaatkan peluang ... Strategi WO 1. Atasi 2. kelemahan 3. dengan.memanfaatkan peluang ... ANCAMAN T 1. 2. Daftar ancaman 3. ... Strategi ST 1. Gunakan kekuatan 2. untuk mengatasi 3. ancaman ... Strategi WT 1. Meminimalkankelema han 2. dan menghindari 3. ancaman ... Sumber: David, 2002 4.3.6. Quantitative Strategic Planning Matrix QSPM atau Matriks QSPM Format dasar matriks QSPM diperlihatkan pada tabel 6. langkah-langkah yang diperlukan untuk mengembangkan QSPM David, 2002, terdiri dari: 1. Mengisi kolom pertama sebelah kiri QSPM dengan daftar peluang atau ancaman dan kekuatan atau kelemahan internal perusahaan. Informasi ini berasal dari Matriks EFE dan Matriks EFI, dan masing-masing terdiri dari minimal 10 faktor sukses kritis eksternal dan 10 faktor sukses kritir internal. 2. Memberi bobot untuk setiap faktor sukses kritis eksternal dan internal. Bobot ini juga bisa diambil dari Matriks EFE dan EFI. 3. Memeriksa pencocokan tahap 2 matriks dan mengidentifikasi strategi alternatif yang harus dipertimbangkan perusahaan untuk diimplementasikan. Kelompokkan strategi menjadi set yang saling eksklusif bila mungkin, dan catat pada baris teratas dari QSPM. 4. Menetapkan nilai daya tarik AS. Nilai daya tarik ditetapkan dengan memeriksa setiap faktor sukses kritis eksternal dan internal satu per satu, dan menentukan ada atau tidaknya pengaruh faktor tersebut terhadap strategi yang akan dibuat. Jika faktor tersebut berpengaruh, maka strategi itu harus dibandingkan relatif pada faktor kunci. Nilai daya tarik harus diberikan pada setiap strategi untuk menunjukkan daya tarik relatif dari satu strategi atas yang lain, mempertimbangkan faktor kunci sukses tertentu. Nilai daya tarik itu adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik, 4 = amat menarik. Jika dalam pemeriksaan faktor sukses kritis tidak berpengaruh terhadap strategi pilihan spesifik yang akan dibuat, maka nilai daya tarik tidak perlu diberikan pada strategi tersebut. Hindari pemberian nilai daya tarik yang sama pada setiap strategi. 5. Menghitung total nilai daya tarik TAS, yang ditetapkan sebagai hasil perkalian bobot langkah 2 dengan nilai daya tarik langkah 4 dalam setiap baris. Total nilai daya tarik menunjukkan daya tarik relatif dari setiap strategi alternatif, dengan hanya mempertimbangkan dampak dari faktor sukses kritis di baris tersebut. Semakin tinggi total nilai daya tarik, strategi alternatif tersebut semakin menarik hanya dengan mempertimbangkan faktor kunci pada baris itu. 6. Tabel 7. Matriks Perencanaan Strategik Kuantitatif – QSPM ALTERNATIF STRATEGI Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Faktor-Faktor Kunci Bobot AS TAS AS TAS AS TAS FAKTOR-FAKTOR KUNCI EKSTERNAL Ekonomi PolitikLegalPemerintah Teknologi Persaingan FAKTOR-FAKTOR KUNCI INTERNAL Manajemen KeuanganAkunting Pemasaran ProduksiOperasi Litbang Sistem Informasi ManajemenKomputer Sumber : David, 2002 7. Menghitung jumlah total nilai daya tarik. Menjumlahkan total nilai daya Tarik dalam setiap kolom strategi mana yang paling menarik dalam setiap set strategi. Semakin tiggi nilai menunjukkan strategi itu semakin menarik, mempertimbangkan semua faktor sukses kritis eksternal dan internal relevan yang dapat mempengaruhi keputusan strategis. Besarnya perbedaan antara jumlah total nilai daya tarik dalam suatu set alternatif strategi menunjukkan seberapa besar sebuah strategi lebih diinginkan relatif terhadap yang lain. Terlihat bahwa kolom pertama sebelah kiri dari QSPM terdiri dari faktor- faktor kunci eksternal dan internal yang tersedia dari tahap 1. sedangkan pada aris pertama paling atas menunjukkan strategi alternatif yang layak yang tersedia dari tahap 2 perumusan strategi. Akan tetapi, tidak semua strategi yang diusulkan dengan teknik pencocokan tahap 2 harus dievaluasi dalam QSPM. QSPM mengevaluasi strategi alternatif yang masih dalam set strategi yang sama, bukan semua set strategi yang sangat variatif.

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1. Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Situbondo 5.1.1. Kondisi Geografis Kabupaten Situbondo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang cukup terkenal dengan sebutan Daerah Wisata Pantai Pasir Putih yang letaknya berada diujung timur pulau jawa bagian utara dengan posisi diantara 7035 1 – 7044 1 Lintang Selatan dan 133 30 1 – 114042 1 Bujur Timur , dengan batasan wilayah Utara dengan Selat Madura, sebelah Timur dengan Selat Bali, sebelah Selatan dengan Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo. Luas Kabupaten Situbondo adalah 1.638,50 Km 2 atau 163.85 Ha, bentuknya memanjang dari barat ke timur kurang lebih 140 Km. Pantai Utara umumnya berdataran rendah dan di sebelah Selatan berdataran tinggi dengan rata-rata lebar wilayah lebih kurang 11 km. Luas wilayah menurut kecamatan terluas adalah Kecamatan Banyuputih 481,67 km 2 disebabkan oleh karena luasnya hutan jati diperbatasan antara Kecamatan Banyuputih dan Wilayah Banyuwangi Utara. Sedangkan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Besuki yaitu 26,41 km 2 , dari 17 kecamatan yang ada diantaranya terdiri dari 14 kecamatan memiliki pantai dan empat kecamatan yang tidak memiliki pantai, yaitu Kecamatan Sumbermalang, Kecamatan Jatibanteng, Kecamatan Situbondo, Kecamatan Panji.

5.1.2. Topografi dan Jenis Tanah

Temperatur di daerah ini kurang lebih diantara 24,7 C – 27,9 C dengan rata-rata curah hujan antara 994 mm – 1.503 mm per tahun dan daerah ini tergolong kering. Kabupaten Situbondo berada pada ketinggian 0 – 1.250 m di atas permukaan air laut. Keadaan tanah menurut teksturnya pada umumnya tergolong sedang 96,26 persen, halus 2,75 persen dan tergolong kasar 0,99 persen. Drainase tanah tergolong tidak tergenang 99,42 persen, kadang tergenang 0,05 persen, dan selalu tergenang 0,53 persen. Jenis tanah di daerah ini berbagai jenis antara lain Alluvial, Regosol, Gleysol, Renzine, Grumosol, Mediteran, Latosol, serta Andosol.

5.1.3. Jenis Penggunaan Lahan

Kabupaten Situbondo memiliki luas 163.850 ha yang terdiri dari 18,57 persen lahan sawah, 17,09 persen pertanian tanah kering, 1,09 persen perkebunan, 44,80 persen lahan hutan dan 0,27 persen digunakan untuk lain-lainnya. Penggunann lahan pada umumnya didominasi oleh lahan kehutanan. Tabel 8. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Ha No Penggunaan Lahan Luas Persentase 1 Pemukiman 2.822,00 1,72 2 Sawah 30.426,50 18,57 3 Pertanian tanah kering 27.995,30 17,09 4 Kebun campur 414,00 0,25 5 Perkebunan 1.780,26 1,09 6 Hutan 73.407,00 44,80 7 RawaDanauWaduk 174,00 0,11 8 TambakKolam 1.876,30 1,15 9 Padang rumput 7.464,10 4,56 10 Tanah tandus 17.052,10 10,41 11 Lain-lain 438,44 0,27 Total 163.850,00 100,000 Sumber : BPS Kabupaten Situbondo 2004

5.2. Administrasi Pemerintahan Kabupaten Situbondo

Batasan administratif Wilayah Kabupaten Situbondo, terdiri dari 17 kecamatan dan 132 desa. Kabupaten Situbondo juga terdapat empat kelurahan, dua berada di Kecamatan Situbondo yaitu Kelurahan Kapongan dan Kelurahan Dawuhan dan dua kelurahan di Kecamatan Panji yaitu Kelurahan Mimbaan dan Ardirejo. Jumlah desa menurut klasifikasinya sebanyak 24 tergolong wilayah perkotaan dan 112 wilayah pedesaan. Luas tanah eks desa 10,83 Ha dan tanah kas desa seluas 836,37 Ha. Perkembangan desa di Kabupaten Situbondo seluruhnya tergolong desa swadaya. Tabel 9. Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Situbondo Jumlah No Kecamatan Desa DusunLingkunga n Luas Ha 1 Sumbermalang 9 32 12.947 2 Jatibanteng 8 35 6.608 3 Banyuglugur 7 45 7.266 4 Besuki 10 28 2.641 5 Suboh 8 30 3.084 6 Mlandingan 7 28 3.961 7 Bungatan 7 54 6.607 8 Kendit 7 34 11.414 9 Panarukan 8 51 5.438 10 Situbondo 6 24 2.781 11 Mangaran 12 55 3.570 12 Panji 6 44 4.699 13 Kapongan 10 55 4.455 14 Arjasa 8 48 21.638 15 Jangkar 8 38 6.700 16 Asembagus 10 38 11.874 17 Banyuputih 5 25 48.167 Jumlah 136 664 163.850 Sumber : Situbondo Dalam Angka 2004 Dari 17 kecamatan di Kabupaten Situbondo, kecamatan yang memiliki wilayah terluas adalah Kecamatan Banyuputih dengan luas wilayah 48,167 km 2 dan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Besuki dengan luas wilayah 2,641 km 2 . Sedangkan kecamatan yang memiliki desa terbanyak adalah Kecamatan Panji dengan 12 desa dan kecamatan yang memiliki jumlah desa terkecil adalah Kecamatan Banyuputih dengan lima desa. Dari jumlah desa dan kelurahan yang ada di Kabupaten Situbondo, berdasarkan pembagian wilayah kota dan desa, sebanyak empat desakelurahan termasuk wilayah kota dan 96 berstatus sebagai desa. Ditinjau dari potensi dan kondisi wilayahnya dapat dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu wilayah utara merupakan pantai dan laut yang sangat potensial untuk pengembangan komoditi perikanan, baik budidaya maupun penangkapan ikan. Wilayah tengah bertopografi datar dan mempunyai potensi untuk pertanian. Sedangkan wilayah selatan bertopografi miring mempunyai potensi untuk tanaman perkebunan dan kehutanan. 5.3. Potensi Sumberdaya 5.3.1. Potensi Sumberdaya Alam

a. Sektor Pertanian

Potensi sektor pertanian Kabupaten Situbondo yang memberi kontribusi terbesar diantaranya adalah produksi pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan laut, tambak, hatchery, peternakan dan kehutanan, utamanya hutan jati di Kecamatan Banyuputih, Kecamatan Kendit dan sebagian tersebar di beberapa kecamatan lainnya. Produksi tanaman pangan diantaranya adalah padi, jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, kedele, buah-buahan utamanya mangga dan sayuran. Produksi tanaman pangan di tahun 2004 dibandingkan dengan tahun sebelumnya mengalami kenaikan dan beberapa komoditi mengalami penurunan. Komoditi yang mengalami kenaikan hanyalah komoditi jagung dan kedele. Komoditi yan mengalami penurunan prodksi diantaranya meliputi padi, ubi kayu, kacang tanah, dan kacang hijau. Bila dilihat besarnya penurunan produksi untuk beberapa komoditi tersebut, masing-masing sebagai berikut; produksi padi sawah dan padi gogo masing- masing turun 8,09 persen dan 26,20 persen, ubi kayu turun 6,27 persen, kacang tanah turun 61,66 persen. Komoditi yang mengalami kenaikan produksi, jagung meningkat 23,18 persen dan kedele naik sebesar 40,54 persen. Bila dilihat dari luas panen masing-masing komoditi , diantaranya yang mengalami kenaikan adalah jagung, kacang hijau dan kedelai, masing-masing mengalami kenaikan luas panen sebesar 5,78 persen, 3,66 persen dan 23,28 persen. Sedangkan komoditi yang mengalami penurunan luas panen adalah komoditi padi sawah, padi gogo, ubi kayu dan kacang tanah. Masing-masing padi sawah turun 8,39 persen, ubi kayu 17,13 persen dan kacang tanah turun sebesar 78,22 persen. Produksi sayuran mengalami kenaikan yang bervariasi untuk beberapa komoditi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya utamanya komoditi seperti bawang merah, bawang daun, cabe, ketimun dan melon. Sedangkan produksi lainnya mengalami penurunan produksi, diantaranya kacang panjang, terong dan semangka. Produksi bawang merah mengalami kenaikan 61,44 persen, cabe mangalami kenaikan 21,18 persen, tomat juga mengalami kenaikan 81,25 persen. Produksi buah-buahan yang menjadi komoditi unggulan dan cukup dikenal adalah penghasil mangga yang merupakan ciri khas daerah, dengan memasyarakatnya tanaman mangga hampir di setiap pekarangan rumah. Produksi mangga di tahun 2004 mengalami kenaikan dari 157.718 Kw menjadi 335.732 Kw atau naik sebesar 122,87 persen, sedangkan komoditi buah-buahan lainnya juga mengalami kenaikan diantaranya alpukat, rambutan, pisang dan nangka, namun tidak sebanyak tanaman mangga.

b. Sektor Perkebunan

Tanaman perkebunan yang mampu memberikan kontribusi terhadap nilai tambah di sektor ini adalah komoditi kelapa, kopi, tebu, tembakau, kapuk, kapas, asam jawa, siwalan, cengkeh, jambu mente, pinang dan biji jarak. Produksi kelapa pada tanaman perkebunan rakyat pada tahun 2004 mengalami kenaikan dari 4.661 ton menjadi 4.676 ton atau naik sebasar 0,32 persen. Kopi atau ose kering produksinya stabil, sementara produksi tanaman tebu mengalami kenaikan dari 37.391 ton menjadi 37.720 ton atau naik sebesar 0,88 persen. Sedangkan produksi tanaman perkebunan lainnya seperti cengkeh, jambu mente, kapuk randu, siwalan, pinang, asam jawa, nilam, melinjo dan jarak perubahannya cukup bervariasi dan tidak terlalu besar kontribusinya terhadap nilai tambah sub sektor perkebunan. Dari sub sektor perkebunan yang dikelola oleh PTPN XI diantaranya produksi tebu mengalami kenaikan dari 6.872 ton menjadi 6.878 ton atau naik 0,09 persen, sedangkan yang dikelola oleh perusahaan swasta juga mengalami kenaikan dari 915 ton menjadi 920 ton atau naik 0,55 persen. Sementara produksi kopi tahun 2004 dibandingkan dengan tahun 2003 juga mengalami kenaikan dari 338 ton menjadi 339 ton atau naik 0,30 persen sedangkan tanaman kapuk randu produksinya turun dari 78 ton menjadi 66 ton atau turun 18,18 persen.

c. Sektor Peternakan

Produksi sub sektor peternakan dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang bervariasi sesuai dengan tingkat kebutuhan konsumsi masyarakat. Populasi ternak tahun 2004 menunjukkan perkembangan yang positif antara lain dapat ditunjukkan dengan kenaikan populasi sapi dari 134.799 menjadi 135.068 atau naik 0,20 persen, sapi perah naik 0,71 persen, populasi kambing naik satu persen, populasi domba naik 0,29 persen, ayam kampung atau buras naik sampai 0,69 persen, ayam ras turun 2,41 persen dan itik naik 1,18 persen. Demikian pula bila dilihat dari produksinya, produksi daging di tahun 2004 mengalami kenaikan 3,06 persen, produksi telur naik sampai 3,19 persen, produksi susu naik 9,22 persen, kulit sapi turun 0,10 persen, kulit kambing naik 2,80 persen dan kulit domba turun 1,76 persen. Dari data RPH Rumah Potong Hewan dipeloleh jumlah ternak yang dipotong, diantaranya sapi mengalami kenaikan dari 7.987 ekor menjadi 8.019 ekor atau naik 0,40 persen, kambing naik 2,75 persen dan domba turun 0,90 persen, ayam kampung dan ayam ras naik masing-masing 0,74 persen dan 2,17 persen.

d. Sektor Perikanan

Potensi strategis yang dimiliki Kabupaten Situbondo adalah membentangnya laut atau pantai hampir di setiap kecamatan, kecuali Kecamatan Sumbermalang, Kecamatan Jatibanteng dan Panji. Sub sektor perikanan laut yang memberikan kontribusi yang besar terhadap nilai tambah sektor perikanan, antara lain disumbang oleh peranan budidaya tambak dan hatchery serta hasil dari perikanan laut baik yang diusahakan secara tradisional maupun modern oleh masyarakat sekitar maupun pengusaha swasta. Produksi budidaya tambak, kolam dan penangkapan ikan di peraoran umumnya mengalami kenaikan dari 322,9 ton menjadi 539,70 ton dengan nilai produksi di tahun 2004 mencapai 25,32 milyar rupiah. Beberapa hasil produksi yang diantaranya jenis ikan lele, mujair, udang windu putih, bandeng, gurame, tombro, nila gift, tawas dan ikan lainnya. Sementara itu untuk produksi ikan olahan diantaranya ikan pindang dan ikan kering mengalami kenaikan. Cukup dibanggakan seharusnya dari potensi perikanan yang ada di Situbondo, jumlah pengusaha tambak dan hatchery yang ada di sepanjang pantai dari ujung barat Kecamatan Banyuglugur sampai ujung timur Kecamatan Banyuputih mencapai 155 tambak baik yang dikelola secara intensif, semi intensif maupun tradisional. Sedangkan banyaknya pengusaha hatchery sebanyak 38 buah yang tersebar di lima kecamatan diantaranya di Kecamatan Banyuglugur, Bungatan, Kendit, Panarukan dan Kapongan dengan luas areal 292.660 m 2 . Potensi ini sangat memberikan peluang bagi masyarakat sekitarnya dalam mengangkat kesejahteraannya. Bila dikaitkan dengan upaya meningkatkan pendapatan asli daerah PAD tentunya merupakan sumber yang strategis, karena pendapatan yang dihasilkan oleh pengusaha tambakhatchery sangat besar.

e. Sektor Kehutanan

Produksi sub sektor kehutanan yang paling dominan berada di Kecamatan Banyuputih, yaitu hutan jati di perbatasan Taman Nasional Baluran dengan Banyuwangi Utara. Selain itu juga di Kecamatan Kendit dan sebagian pula di Kecamatan Bungatan serta sebagian kecil tersebar di kecamatan lainnya. Produksi sub sektor kehutanan diantaranya berupa kayu jati dan kayu rimba, kayu bakar, lak cabang dan getah pinus. Produksi kayu jati gelondongan, pada tahun 2004 sebesar 3.995 m 3 dengan nilai produksi 7,51 milyar rupiah, sedangkan produksi kayu bakar jati sebanyak 34 m 3 nilai produksi 2,07 juta rupiah. Produksi hasil hutan lainnya yang cukup menunjang berupa lak cabang dengan produksi 908 ton dengan nilai 182,52 juta rupiah, sedangkan produksi lainnya seperti getah pinus, kedawung dan hasil hutan lainnya dan juga meningkat dari tahun ke tahun.

f. Sektor Pariwisata

Sarana pariwisata di Kabupaten Situbondo yang telah dikenal luas adalah Pantai Pasir Putih dan Taman Nasional Baluran. Selain kedua lokasi tersebut, masih terdapat beberapa obyek wisata yang potensial dan dapat dikembangkan antara lain Pantai Pathek, Obyek Wisata Taman Istana Dewi Rengganis dan situs Cikasur di Kecamatan Sumbermalang merupakan obyek wisata yang belum dapat tersentuh dan dikelola dengan baik sehingga keberadaannya belum dapat termanfaatkan dengan optimal di samping obyek wisata religius berupa tempat tetirah, Agrowisata di Desa Kayumas Kecamatan Arjasa berkaitan dengan segitiga emas Kawah Ijen antara Situbondo-Bondowoso-Banyuwangi. Dalam mendukung pengembangan pariwisata Kabupaten Situbondo telah tersedia sarana pendukungnya antara lain hotel melati sebanyak 20 hotel dengan jumlah kamar 518 buah dan jumlah tempat tidur sebanyak 910 buah serta menyerap tenaga kerja sebanyak 270 orang.

5.3.2. Potensi Sumberdaya Manusia a. Penduduk

Dari hasil Sosial Ekonomi Nasional Susenas yang dilakukan setiap tahun, penduduk Kabupaten Situbondo tahun 2004 telah mencapai 621.624 jiwa, yang terdiri dari 302.306 jiwa penduduk laki-laki dan 319.318 jiwa penduduk perempuan. Perbandingan antara penduduk laki-laki dan penduduk perempuansex ratio sebesar 94,67 persen artinya dalam setiap 100 penduduk perempuan terdapat 95 jiwa penduduk laki-laki. Dengan demikian penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki-laki, dengan rasio jenis kelamin sebesar 319.318. berdasarkan hasil registrasi penduduk, laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Situbondo rata-rata 0,53 persen setiap tahun. Dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan usia terdapat 71,69 persen penduduk usia produktif yaitu penduduk usia dewasa 15-64 tahun dan terdapat 36,18 persen penduduk usia non produktif yang terdiri dari penduduk usia anak-anak 0-14 tahun dan penduduk usia tua 65+ tahun yang proporsinya masing-masing sebesar 22,44 persen dan 13,74 persen. Nilai perbandingan penduduk usia non produktif dengan penduduk usia produktif sebesar 50,51. Artinya setiap 100 penduduk usia produktif 15-64 tahun akan menanggung sekitar 50 orang usia non produktif. Namun faktanya beban ekonomi yang ditanggung kelompok usia produktif lebih besar karena tidak semua penduduk usia 15-64 tahun aktif secara ekonomi. Hal ini tergambar dari banyaknya kelompok usia produktif yang benar-benar bekerja hanya sebanyak 304,270 jiwa 48,95 persen atau dengan rasio sebesar 0,51 antara jumlah penduduk non produktif terhadap penduduk produktif. Tabel 10. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2004 N o Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah 1 0-4 26,455 22,122 48,577 2 5-9 20,827 25,307 46,134 3 10-14 24,079 20,763 44,842 4 15-19 18,499 21,652 40,151 5 20-24 22,832 26,244 49,076 6 25-29 28,767 28,121 56,888 7 30-34 24,968 29,253 54,221 8 35-39 27,184 24,821 52,005 9 40-44 23,155 29,640 52,795 1 45-49 22,170 21,572 43,742 1 1 50-54 20,795 16,817 37,612 1 2 55-59 17,140 13,987 31,127 1 3 60-64 10,332 17,319 27,651 1 4 65-69 7,390 10,559 17,949 1 5 70-74 4,851 7,179 12,030 1 6 75+ 2,862 3,962 6,834 1 7 TT 26,455 3,962 48,577 Total 302,306 319,318 621,624 Sumber : Susenas 2004 Dari jumlah penduduk yang tersebar di 17 kecamatan, dapat dilihat lima urutan terpadat atau terbanyak masing-masing adalah Kecamatan Panji 61,089 jiwa, Kecamatan Besuki 57,487 jiwa, Kecamatan Panarukan 49,927 jiwa, Kecamatan Banyuputih 49,055 jiwa, dan Kecamatan Asembagus 48,011 jiwa. Bila dilihat dari urtan jumlah terkecil atau terjarang penduduknya masing- masing adalah Kecamatan Jatibanteng 21,561 jiwa, Kecamatan Banyuglugur 21,582 jiwa, Kecamatan Mlandingan 22,202 jiwa, Kecamatan Bungatan 24,931 jiwa dan Kecamatan Suboh 24,952 jiwa. Angka kepadatan penduduk di Kabupaten Situbondo pada Tahun 2004 sebesar 379 Jiwa km 2 , sedangkan pada tahun 2000 tingkat kepadatan penduduk sebesar 369 jiwakm 2 . Sementara itu pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 0,53 persen setiap tahunnya. Penyebaran penduduk antar wilayah di Kabupaten Situbondo tidak merata. Hal ini dapat dilihat dari kepadatan penduduk yang sangat bervariasi antara 101,82 jiwakm 2 pada Kecamatan Banyuputih yang merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terjarang sampai 2.176.71 jiwakm 2 pada Kecamatan Besuki yang merupakan kecamatan dengan jumlah kepadatan penduduk terpadat. Tabel 11. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan di Kabupaten Situbondo Tahun 2004 No Kecamatan Luas Wilayah km 2 Jumlah Penduduk jiwa Tingkat Kepadatan Penduduk jiwakm 2 1 Sumbermalang 129,47 26,916 207.8937 2 Jatibanteng 66,08 21,561 326.2863 3 Banyuglugur 72,66 21,582 297.0273 4 Besuki 26,41 57,487 2176.713 5 Suboh 30,84 24,952 809.0791 6 Mlandingan 39,61 22,202 560.515 7 Bungatan 66,07 24,931 377.3422 8 Kendit 114,14 27,692 242.6143 9 Panarukan 54,38 49,927 918.1133 1 Situbondo 27,81 45,414 1633.01 11 Mangaran 46,99 30,120 640.9874 12 Panji 35,70 61,089 1711.176 13 Kapongan 44,55 35,266 791.6049 14 Arjasa 216,38 39,361 181.9068 15 Jangkar 67,00 36,058 538.1791 16 Asembagus 118,74 48,011 404.3372 17 Banyuputih 481,67 49,055 101.8436 TOTAL 1638,5 621,624 11918.63 Sumber : BPS Kabupaten Situbondo 2004

b. Tenaga Kerja

Pada tahun 2004 terdapat 482,071 orang penduduk usia kerja dan 309,706 orang yang merupakan angkatan kerja dari keseluruhan jumlah penduduk. Dengan tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 64,24 persen. Kualifikasi angkatan kerja di Kabupaten Situbondo masih didominasi oleh SD dan tidak tamat SD sebesar 62,17 persen, sementara itu yang tamat SLTP sebesar 17,82 persen dan tenaga kerja yang menamatkan pendidikan SLTA dan perguruan tinggi sebanyak 20,01 persen. Dengan kondisi rata-rata pendidikan angkatan kerja masih didominasi oleh tenaga kerja yang hanya tamat SD dan tidak tamat SD. Berdasarkan komposisi penduduk menurut mata pencaharian, sektor pertanian yang merupakan sektor terbesar dan paling dominan, karena sebagian besar penduduk di Kabupaten Situbondo memiliki pekerjaan utama pada sektor ini. Angkatan kerja yang diserap oleh sektor ini yaitu sebanyak 184,787 tenaga kerja atau 65,54 persen. Jika dibandingkan dengan kontribusi sektor pertanian pada PDRB sebesar 33,26 persen maka pendapatan rata-rata petani masih cukup rendah. Tabel 12. Jumlah dan Presentase Penduduk Menurut Lapangan Usaha No Lapangan Usaha Laki-Laki Perempuan Total 1 Pertanian 128119 56668 184787 2 Pertambangan 857 - 857 3 Industri 12193 2862 15055 4 Listrik, gas, air minum 291 - 291 5 Konstruksi 7294 - 7294 6 Perdagangan 19893 23289 43182 7 Komunikasi 17757 275 18032 8 Keuangan 1941 550 2491 9 Jasa-jasa 19602 12113 31715 10 lainnya 566 - 566 Sumber : BPS Kabupaten Situbondo

5.3.3. Sarana dan Prasarana

a. Perhubungan

Sarana transportasi yang menghubungkan antar daerah baik antar desa, kecamatan maupun antar kota dapat dilalui dengan jaringan jalan darat dan laut. Luas jalan dapat dibedakan atas jalan negara, jalan propinsi dan jalan kabupaten. Luas jalan negara di kabupaten ini sepanjang 110,030 km status kolektor dengan kondisi jalan baik, tergolong kelas I, jalan propinsi sepanjang 16,980 km status kolektor dengan kondisi jalan baik dan sepanjang 5,038 km status lokal dengan kondisi jalan sedang, dengan rincian tergolong kelas II sepanjang 3,800 km dan kelas III sepanjang 1,239 km. Sedangkan panjang jalan kabupaten sepanjang 1.142,394 km dengan rincian kondisi jalan aspal lapen 1105,945 km aspal hotmix 163,674 km, jalan berbatu atau krikil 136,809 km, banyaknya jembatan negara adalah 136 buah, jembatan propinsi 8 buah dan jembatah kabupaten sebanyak 202 buah.

b. Pendidikan

Kualitas sumberdaya manusia akan menentukan dalam pembangunan suatu wilayah, sebab pembangunan wilayah membutuhkan sumberdaya manusia yang memadai dan terampil. Untuk memperoleh kualitas sumberdaya manusia yang memadai dan terampil diperlukan fasilitas pendidikan yang memadai juga. Oleh karena itu, fasilitas pendidikan sangat berperan dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Pembangunan di bidang pendidikan dari tahun ke tahun ditunjukkan oleh perkembangan institusi atau lembaga, jumlah guru, murid, dan tingkat partisipasi sekolah dari tahun ke tahun. Perkembangan lembaga pendidikan menurut tingkatnya dapat dilihat dari kenaikan dan penurunan, TK selama lima tahun mengalami kenaikan sebesar 49,19 persen, yaitu dari 124 buah pada tahun 2000 menjadi 182 buah pada tahun 2004. SDMI mengalami penurunan dari 544 buah pada tahun 2000 menjadi 541 buah pada tahun 2004 atau turun 0,55 persen. Hal ini terjadi karena adanya re grouping terhadap beberapa SDMI yang kekurangan murid. Tingkat SLTP naik 24,69 persen dari 81 buah di tahun 2000 menjadi 101 buah di tahun 2004. Untuk tingkat SLTASMKMA mengalami kenaikan dari 33 buah menjadi 42 buah di tahun 2004 atau naik sebesar 27,27 persen. Penyelenggaraan pendidikan tinggi di Kabupaten Situbondo sampai saat ini masih diselenggarakan oleh lembaga pendidikan swasta dengan jumlah tiga perguruan tinggi swasta, yaitu Institut Agama Islam Ibrahimy di Sukorejo, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan STKIP PGRI di Panji dan Universitas Abdurrahman Saleh di Situbondo. Dari ketiga lembaga tersebut jumlah mahasiswa sampai tahun 20042005 tercatat sebanyak 2,277 orang atau naik 4,74 persen dibandingkan dengan tahun 20032004 yang tercatat sebanyak 2,174 orang. Fasilitas pendidikan yang ada di Kabupaten Situbondo dapat dilihat pada Tabel 13. Sementara itu, jumlah penduduk buta huruf latin usia 10-44 tahun pada tahun 2004 sebanyak 20,059 orang yang terdiri dari 9,159 orang laki-laki dan 10,900 orang perempuan. Berdasarkan Analisis Indikator Makro Jawa Timur 2000-2004 yang dikeluarkan oleh BPS Propinsi Jawa Timur Indeks Pendidikan Kabupaten Situbondo adalah 59,61, sedangkan Indeks Pembangunan Manusia IPM Kabupaten Situbondo tahun 2004 sebesar 58,03 yang menempati urutan ke 36 untuk tingkat Jawa Timur. Tabel 13. Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Situbondo Tahun 2004 Bangunan Sekolah Jumla h Status Rasio Guru Murid TK 182 182 swasta 12,87 SD 541 311 negeri dan 230 swasta 13,75 SLTP 101 54 negeri dan 47 swasta 12,69 MTS - - - SLTA 42 23 negeri dan 19 swasta 14,91 SMK 6 1 negeri dan 5 swasta 6,46 PT 3 3 swasta 8,46 Pondok Pesantren 92 - - Sumber : BPS Kabupten Situbondo 2004

c. Kesehatan

Ketersediaan fasilitas kesehatan akan mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia. Jika fasilitas kesehatan tersedia dengan memadai maka kualitas sumberdaya manusia akan semakin baik. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan derajad kesehatan manusia, Kabupaten Situbondo memiliki berbagai sumberdaya kesehatan antara lain sebagai berikut : 1. Dua unit rumah sakit RSUD Kabupaten Situbondo dan RS swasta Elizabeth situbondo. 2. Tujuh belas unit puskesmas induk, 57 puskesmas pembantu PUSTU, 33 unit puskesmas keliling dan tiga unit puskesmas perawatan. 3. Jumlah unit POLIDES sebanyak 65 unit dan 811 posyandu. 4. Jumlah kader kesehatan sebanyak 1373. 5. Jumlah tenaga medis sebanyak 22 yang terdiri dari dokter umum 11 orang, dokter gigi tiga orang, bidan 8 orang, perawat umum 32 orang.

d. Peribadatan

Jenis dan jumlah sarana peribadatan di wilayah Kabupaten Situbondo meliputi masjid sebanyak 598 buah, langgar sebanyak 3184, musholasurau sebanyak 1057 buah, gereja protestan sebanyak 17 buah dan gereja katolik sebanyak lima buah.

5.4. Struktur Perekonomian Wilayah

Besarnya nilai Produk Domestik Regional Bruto PDRB yang dihitung atas dasar harga yang berlaku untuk tahun 2003 sebesar 2.624.582,48 juta rupiah atau 2,62 milyar rupiah lebih. Sementara itu pendapatan per kapita mencapai 3.630.386 rupiahtahun, sedangkan untuk PDRB tahun 2002 sebesar 2.342.597,17 milyar rupiah dengan tingkat pendapatan per kapita 3.371.769 rupiahtahun. PDRB tahun 2004 mencapai 2.903,51 milyar rupiah, yang berarti ada kenaikan atau pertumbuhan sebesar 10,63 persen. Kenaikan nilai PDRB dari perhitungan atas harga berlaku tersebut antara lain disebabkan oleh kenaikan harga barang-barang yang terjadi selama tahun 2004 dan juga disebabkan oleh kenaikan produksi dibeberapa sektor ekonomi, seperti pada sub sektor perikanan, kehutanan, perdagangan dan jasa. Bila dilihat nilai PDRB atas harga konstan, yang dihitung dengan menggunakan harga tahun dasar 2000 mencapai sebesar 2.054,59 milyar rupiah, sedangkan tahun 2003 mencapai 1.972,18 milyar rupiah ataunaik sebesar 4,21 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan ini belum bisa memenuhi target pemerintah yang ditargetkan lima persen atau lebih. Hal ini masih sulit disebabkan oleh pengaruh kenaikan harga-harga di tahun-tahun sebelumnya yang tinggi yang menyebabkan naiknya biaya produksi, lemahnya tingkat produktifitas dan kurang terjangkaunya biaya produksi yang terus melambung tinggi, disisi lain kenaikan biaya produksi belum sepadab dengan kenaikan produksi yang dihasilkan. Hal ini sangat dirasakan oleh sektor-sektor yang mempunyai peranan terbesar sumbangannya pada PDRB, seperti sub sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, industri atau pabrik gula. Bila dilihat masing-masing sektor dan sub sektor ekonomi, laju pertumbuhan tertinggi masing-masing adalah sektor konstruksi atau bangunan 6,75 persen, pertanian 4,92 persen, perdagangan 4,17 persen, industri pengolahan 3,69 persen, jasa-jasa 3,34 persen, penggalian 3,32 persen, listrik dan air bersih sebesar 3,20 persen, pengangkutan dan komunikasi sebesar 3,06 persen dan keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 1,14 persen. Pertumbuhan ekonomi yang berada diatas empat persen hanyalah tiga sektor, yaitu konstruksi, pertanian, perdagangan, hotel dan restoran. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh pasca banjir, yang mengakibatkan banyaknya pembangunan fisik yang dilakukan baik oleh pemerintah, swasta dan masyarakat serta sektor yang lebih elastis bahwa masyarakat cenderung lebih banyak mobilitasnya pada sektor pertanian dan perdagangan. Sektor lain yang masih tumbuh secara perlahan sebagai dampak krisis berkepanjangan, sehingga memerlukan waktu dan investasi yang cukup lama sekitar lima tahun sampai 10 tahun untuk kembali normal tumbuh diatas lima persen. Untuk sektor lainnya yang mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi sekitar tiga persen adalah sektor industri pengolahan, jasa-jasa, sektor penggalian, listrik dan air bersih, pengangkutan dan komunikasi. Sektor perdagangan dan jasa-jasa adalah merupakan alternatif kegiatan usaha yang lebih banyak dilakukan oleh dunia usaha dan perorangan. Sektor lain yang mengalami pertumbuhan yang kecil dibawah tiga persen adalah sektor yang menopang roda perekonomian, yaitu peranan lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Pertumbuhan ekonomi yang kecil di sektor ini sangat dipengaruhi oleh kondisi yang masih belum membaiknya perekonomian secara optimal, yaitu dengan belum stabilnya nilai rupiah terhadap dolar, tingkat harga-harga yang masih cenderung tinggi, dan tingginya suku bunga perbankan. Tabel 14. Persentase PDRB atau Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Atas Harga Dasar Konstan No Sektor 2004 1 Pertanian 4,92 2 Pertamb. Penggalian 3,32 3 Industri 3,69 4 Listrik, Gas Air 3,20 5 Bangunan 6,75 6 Perdag., Hotel Rest 4,17 7 Angkutan Kom 3,06 8 Bank Lemb. Keu. 1,14 9 Jasa-jasa 3,34 Pertumbuhan PDRBPertumbuhan Ekonomi 4,18 Sumber: BPS Kabupaten Situbondo, 2004 Laju pertumbuhan ekonomi di wilayah Kabupaten Situbondo selama kurun waktu lima tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang terus meningkat. Pada tahun 2000 perekonomian Kabupaten Situbondo tumbuh sebesar 2,47 persen dan pada tahun 2001 mengalami meningkat 0,21 poin sehingga menjadi 2,68 persen. Sedangkan pada tahun 2002 meningkat 0,25 poin atau meningkat sebesar 2,93 persen, laju pertumbuhan tertinggi pada tahun 2004 yang meningkat 0,28 point dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2003 sebesar 3,9 persen. Tabel 15. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Situbondo Tahun 2000-2004 Tahun Pertumbuhan PDRB 2000 2,47 2001 2,68 2002 2,93 2003 3,9 2004 4,18 Sumber: PDRB Kabupaten Situbondo, 2004 Dominannya sektor pertanian sangatlah ditentukan oleh peranan dari sub- sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, dan perikanan laut yang menjadi potensi daerah. Potensi lainnya yang sangat mendukung diantaranya adalah 155 buah pengusaha tambak dan hatchery di sepanjang pantai, empat buah pabrik gula, 9 buah TPI, penghasil komoditi andalan, dan Daerah Wisata Pantai Pasir Putih dan Taman Nasional Baluran yang cukup banyak menyerap wisatawan baik domestik maupun asing. Struktur ekonomi di Kabupaten Situbondo belum mengalami pergeseran struktur ekonomi yang berarti, artinya masih didomonasi oleh sektor pertanian sebab dipengaruhi oleh kondisi dan potensi ekonomi yang bersifat agraris. Sedangkan sektor lain diharapkan bisa mendukung sektor pertanian yaitu peranan sektor industri, perdagangan dan sektor jasa dalam upaya memacu pertumbuhan ekonomi tinggi. Dengan membandingkan besarnya selisih PDRB atas dasar harga konstan tahun ini dengan tahun sebelumnya dapat diketahui besarnya pertumbuhan ekonomi. Adapun perkembangannya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Situbondo dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dari 2,47 pada tahun 2000 meningkat menjadi 4,11 pada tahun 2004. Kondisi tersebut menandakan bahwa laju pertumbuhan ekonomi di kabupaten ini memiliki peluang untuk ditingkatkan. Adapun perkembangan pendapatan perkapita dari tahun 2000-2004 diketahui bahwa dalam kurun waktu selama 5 tahun lima ternyata pendapatan perkapita penduduk Kabupaten Situbondo meningkat sekitar 80 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara umum masyarakat Situbondo memiliki kinerja yang cukup baik dalam meningkatkan pendapatannya. Komposisi PDRB menurut sektor primer pertanian dan penggalian, sektor sekunder industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih dan bangunan, sedangkan sektor tersier perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan, jasa perusahaan, dan jasa-jasa menunjukkan kenaikan dan penurunan di masing-masing sektor ekonomi, namun tidak menunjukkan pergeseran. Struktur ekonomi Kabupaten Situbondo secara sektoral masih bertumpu pada sektor primer, utamanya adalah sektor pertanian yang setiap tahunnya menyumbang lebih dari 33,26 persen, namun bila dilihat dari kelompoknya berada pada sektor tersier yaitu sebesar 51,63 persen. 5.5.Permasalahan khusus a. Kemiskinan Kabupaten Situbondo menghadapi masalah kemiskinan yang cukup kompleks sebagai akibat berbagi keterbatasan yang dimiliki. Kemiskinan ditandai dengan kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian dan ketidakmampuan untuk memanfaatkan kesempatan ekonomi yang terbuka, terutama bagi mereka yang tertimpa kemiskinan secara fungsional maupun struktural. Menurut hasil perhitungan BPS tercatat bahwa penduduk miskin di Kabupaten Situbondo sampai pada tahun 2003 masih tergolong tinggi, yaitu terdapat sekitar 177.624 jiwa atau 28,57 persen dari total penduduk Kabupaten Situbondo berada di bawah garis kemiskinan. Perkembangan jumlah penduduk miskin setelah diadakan pendataan kemiskinan dengan indikator baru pada tahun 2004, menunjukkan jumlah rumah tangga miskin naik sebesar 3,31 persen dibandingkan dengan tahun 2001. Sedangkan untuk jumlah penduduk miskin naik sebesar 2,46 persen. Tabel 16. Jumlah Keluarga Miskin di Kabupaten Situbondo Tahun 2004 Jumlah No Kecamatan Penduduk Miskin KK Miskin Persntase KK Miskin 1 Sumbermalang 18,160 6,616 70,02 2 Jatibanteng 9,185 3,538 52,71 3 Banyuglugur 11,308 3,843 56,06 4 Besuki 11,969 4,755 25,11 5 Suboh 12,729 4,454 50,65 6 Mlandingan 9,250 3,728 46,13 7 Bungatan 7,801 3,499 44,12 8 Kendit 6,820 3,492 34,64 9 Panarukan 10,149 4,544 28,31 10 Situbondo 7,422 2,986 21,60 11 Mangaran 9,041 4,315 37,37 12 Panji 13,776 5,648 31,66 13 Kapongan 11,789 5,171 41,54 14 Arjasa 9,797 4,163 32,06 15 Jangkar 7,132 3,583 26,88 16 Asembagus 11,098 4,947 32,47 17 Banyuputih 10,198 4,383 30,20 Total 177,624 73,665 36,00 Sumber : BPS Kabupaten Situbondo, 2004

b. Pengangguran

Pada tahun 2004 perkembangan jumlah kesempatan kerja mengalami penurunan sebesar 0,43 persen dari 302,082 orang pada tahun 2003 menjadi 300,778 orang pada tahun 2004. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2004 sebanyak 309,706 orang mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2003 sebanyak 311,789. Dari jumlah angkatan kerja dan kesempatan kerja tersebut, maka masih terjadi pengangguran pada tahun 2003 sebesar 9,707 orang menjadi 8,928 orang pada tahun 2004. Kualifikasi tingkat pendidikan angkatan kerja di Kabupaten Situbondo masih didominasi oleh SD dan tidak tamat SD sebesar 62,17 persen. Sementara itu yang tamat SLTP sebesar 17,82 persen, sedangkan tenaga kerja yang menamatkan pendidikan SLTA dan perguruan tinggi sebanyak 20,01 persen. Tingginya jumlah pengangguran di Kabupaten Situbondo antara lain disebabkan oleh; rendahnya kualitas dan keterampilan tenaga kerja, terbatasnya kesempatan kerja, investasi pemerintah dan swasta belum dapat menggerakkan perekonomian daerah, meningkatnya Pemutusan Hubungan Kerja PHK, rendahnya kualitas lulusan Sekolah Menengah dalam menghadapi persaingan dunia kerja, terbatasnya jiwa kewirausahaan bagi angkatan kerja. 5.6. Kebijakan Pembangunan Daerah Visi Kabupaten Situbondo adalah “Terwujudnya Masyarakat Situbondo Yang Agamis, Demokratis, Berkualitas, Berpola Pikir Maju, Sejahtera, Dan Berwawasan Lingkungan Serta Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme”. Visi ini diarahkan pada terbentuknya masyarakat yang dapat mempertahankan prinsip-prinsip kehidupan sesuai dengan akhlak, hati nurani dan nilai-nilai kebenaran dengan motto juang “ Situbondo Sejahtera, Aman, Nyaman, Tentram, Rapi dan Indah SANTRI”. Melalui visi ini diharapkan dapat diwujudkan masyarakat yang sejahtera, cerdas, berkepribadian dan konsisten dalam melaksanakan pembangunan. Untuk mewujudkan visi Kabupaten Situbondo, maka ditetapkan misi dari pembangunan daerah sebagai berikut: 1. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik Good Governance 2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat 3. Meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan 4. Meningkatkan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup Keterkaitan misi dengan prioritas pembangunan Kabupaten Situbondo adalah sebagai berikut: 1. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik dilaksanakan dengan cara peningkatan sistem pemerintahan dan pembangunan yang berkelanjutan, optimalisasi pengawasan internal. 2. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dilaksanakan dengan cara penanganan kemiskinan; peningkatan kesempatan kerja, investasi dan ekspor; peningkatan dan pemeliharaan sarana infrastruktur; peningkatan pengelolaan sumber- sumber PAD dan keuangan daerah; revitalisasi bidang pertanian dan perikanan 3. Meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan dapat dilaksanakan dengan cara peningkatan aksesibilitas pendidikan; peningkatan aksesibilitas kesehatan; perbaikan kualitas kependudukan; perbaikan kualitas kesejahteraan sosial dan kesetaraan gender. 4. Meningkatkan kehidupan masyarakat yang demokratis, dilaksanakan dengan cara peningkatan harmonisasi antar kelompok masyarakat; peningkatan keamanan dan ketertiban di masyarakat, penegakan hukum dan HAM serta bela negara. 5. Meningkatkan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup dapat dilaksanakan dengan melalui pemanfaatan pembinaan pengelolaan sumberdaya alam; peningkatan kesadaran masyarakat dalam melestarikan lingkungan hidup. Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Situbondo kemudian dijabarkan dalam beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan wilayah, diantaranya adalah: 1 Penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, peningkatan kesempatan kerja, investasi dan ekspor 2 Pemanfaatan pembinaan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup revitalisasi bidang pertanian dan perikanan 3 Peringkatan dan pemeliharaan infrastruktur dan aksesibilitas pendidikan, kesehatan, kependudukan dan kesejahteraan sosial dan kesetaraan gender 4 Peningkatan sistem pemerintahan dan pembangunan yang berkelanjutan serta peningkatan pengelolaan sumber-sumber PAD dan keuangan daerah 5 Optimalisasi pengawasan intern daerah

BAB VI ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DAN HIERARKI

PUSAT PERTUMBUHAN DAN PELAYANAN Adanya otonomi daerah menuntut kepada daerah agar dapat melaksanakan pembangunan daerah berdasarkan potensi yang dimiliki oleh daerahnya. Salah satu upaya yang harus dilakukan pemerintah daerah adalah melihat, mengobservasi dan meneliti secara akurat berbagai potensi ekonomi daerah sehingga pemerintah daerah dapat merancang dan membuat kebijakan pembangunan ekonomi daerah yang terpadu.

6.1. Analisis Sektor Ekonomi Basis Kabupaten Situbondo

Sektor ekonomi di suatu wilayah dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis menghasilkan barang dan jasa untuk pasar domestik daerah itu maupun pasar luar daerahnya, sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar daerahnya sendiri. Kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut akan menyebabkan mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Perkembangan sektor basis diharapkan dapat membantu dalam mempercepat pembangunan ekonomi lokal suatu wilayah. Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan sektor basis dan non basis digunakan metode Location Quetient LQ yang merupakan perbandingan relatif antara kemampuan atau peranan sektor dalam suatu wilayah terhadap peranan sektor yang sama pada wilayah yang lebih luas. Perhitungan LQ akan menunjukkan efisiensi relatif wilayah serta fokus pada substitusi impor yang potensial atau komoditi dengan potensi ekspor. Untuk melihat sektor-sektor unggulan yang akan diprioritaskan dalam pembangunan ekonomi lokal Kabupaten Situbondo didasarkan atas nilai LQ dari seluruh sektor. Dari hasil perhitungan nilai LQ berdasarkan indikator pendapatan, sektor yang menjadi sektor basis di Kabupaten Situbondo pada periode 2000-2004 adalah sektor pertanian, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi. Sektor-sektor basis ini berpotensi untuk mengekspor komoditi yang dihasilkan ke luar wilayah, sedangkan sektor lain yang nilai LQ-nya kurang dari satu dan merupakan sektor non basis hanya mampu menghasilkan komoditi untuk dipasarkan secara lokal untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Besarnya koefisien LQ dari sektor-sektor perekonomian tersebut dapat dilihat pada Tabel 18 Selama waktu 5 tahun analisis tersebut, sektor pertanian tetap menjadi basis,dengan nilai LQ sebesar 1,888 di tahun 2004 yang berarti bahwa sektor ini mempunyai derajad spesialisasi kabupaten dalam kontribusinya terhadap pendapatan sektor keuangan di Propinsi Jawa Timur 1,888 kali lebih besar pada tahun 2004. Hal ini disebabkan karena kabupaten ini memang unggul dalam potensi pertaniannya yaitu pada tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Penurunan nilai LQ terjadi pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dimana pada tahun 2000 sektor ini menjadi sektor basis namun pada 4 tahun terakhir tidak lagi menjadi sektor basis, hal ini juga disebabkan oleh tidak stabilnya kondisi perekonomian daerah tetapi dalam sub sektornya sendiri yang masih merupakan sektor basis adalah sub sektor sewa bangunan dengan nilai LQ sebesar 1,989 di tahun 2004. Selain itu sub sektor yang menjadi basis perekonomian di sektor jasa-jasa adalah sub sektor pemerintahan umum dengan nilai LQ sebesar 1,220 ditahun 2004 dan tetap stabil LQ1 dari tahun 2000- 2004. Sub sektor pemerintah umum merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan terutama berada pada bidang pariwisata karena Kabupaten DT II Situbondo banyak memiliki potensi pariwisata yang belum teroptimal. Dari hasil analisis LQ tersebut menunjukkan bahwa sektor primer tidak mengalami pergeseran dalam struktur perekonomian yang diindikasikan dengan nilai LQ yang stabil LQ1 dari tahun ketahun. Nilai LQ sektor pertanian yang besarnya di atas 1 menunjukkan bahwa Kabupaten Situbondo mampu untuk mengekspor produk pertaniannya ke daerah lain. Disamping itu, hal ini juga menunjukkan bahwa sektor pertanian di kabupaten ini memiliki keunggulan nilai kontribusi dalam perbandingan antar wilayah dan merupakan sektor yang sangat berperan dalam perekonomian lokal Kabupaten Situbondo serta layak untuk terus dikembangkan. Sektor selanjutnya yang memiliki prospek pengembangan disamping sektor pertanian yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi yang juga merupakan sektor basis dengan nilai LQ sebesar 1,315 pada tahun 2004. Pengembangan sektor- sektor tersebut diharapkan dapat berperan dalam membangkitkan ekonomi lokal Kabupaten Situbondo sekaligus untuk mencapai visi dan misi. Pengembangan sektor basis dapat menciptakan sejumlah lapangan pekerjaan baru di sektor itu sendiri dan sektor-sektor lainnya karena aktivitas ekonomi dari sektor basis tersebut. Terciptanya aktivitas ekonomi baru ini akan semakin membuka peluang untuk pengembangan ekonomi lokal Kabupaten Situbondo. Tabel 17. Nilai Location Quotient Persektor Ekonomi Kabupaten Situbondo Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 2000-2004 Sektorsub sektor 2000 2001 2002 2003 2004

I. Pertanian 1.741