ANALISIS EKONOMI REGIONAL PADA SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN IV PROPINSI JAWA TIMUR ( KABUPATEN JEMBER, KABUPATEN SITUBONDO, KABUPATEN BONDOWOSO,).

(1)

( KABUPATEN JEMBER, KABUPATEN BONDOWOSO,

KABUPATEN SITUBONDO) (DENGAN MENGGUNAKAN

ANALISIS LOCATION QUOTION)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Diajukan Oleh : FAJAR AKBAR UTAMA

0511315011/FE/IE

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

USULAN PENELITIAN

ANALISIS EKONOMI PADA SUATU WILAYAH PEMBANGUNAN IV

PROVINSI JAWA TIMUR (KABUPATEN JEMBER, KABUPATEN

BONDOWOSO, KABUPATEN SITUBONDO)

Yang diajukan

FAJAR AKBAR UTAMA

0511315011 / FE / IE

Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh

Pembimbing Utama

Drs.Ec.Marseto DS,Msi Tanggal : ...

Mengetahui

Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan

Drs. Ec. Marseto DS, Msi

NIP. 030 208 439


(3)

ANALISIS EKONOMI PADA SUATU WILAYAH PEMBANGUNAN IV

PROVINSI JAWA TIMUR (KABUPATEN JEMBER, KABUPATEN

BONDOWOSO, KABUPATEN SITUBONDO)

Yang diajukan

FAJAR AKBAR UTAMA

0511315011 / FE / IE

Disetujui untuk ujian skripsi oleh

Pembimbing Utama

Drs.Ec.Marseto DS,Msi Tanggal :...

Mengetahui

Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran ‘

Jawa Timur

Drs. Ec.Saiful Anwar, Msi NIP. 030 194 437


(4)

USULAN PENELITIAN

ANALISIS EKONOMI REGIONAL PADA SATUAN WILAYAH

PEMBANGUNAN IV PROVINSI JAWA TIMUR

(KABUPATEN JEMBER, KABUPATEN BONDOWOSO,

KABUPATEN SITUBONDO)

(DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS LOCATION QUOTION)

Yang Diajukan Fajar Akbar Utama

0511315011/FE/EP

Telah disetujui untuk diseminarkan oleh :

Pembimbing Utama

Drs.Ec.Marseto DS,Msi Tanggal : ...

Mengetahui

Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan


(5)

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Dengan memanjatkan puji syukur alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “ANALISIS EKONOMI REGIONAL PADA SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN IV PROPINSI JAWA TIMUR (KABUPATEN JEMBER, KABUPATEN SITUBONDO, KABUPATEN BONDOWOSO )”

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menempuh ujian dan memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala masukan dan saran yang bersifat menyempurnakan bagi skripsi ini penulis menerima dengan baik.

Dari awal penyusunan hingga terselesainya skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis, sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :


(6)

1. Bapak Dr.Ir Teguh Soedarto, MP Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

2. Bapak Drs. Ec. Dhani Ichsanuddin Nur, MM Selaku Dekan Fakultas

Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

3. Bapak Drs. Ec. Marseto, Msi selaku Ketua Jurusan Ekonomi

Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

4. Bapak Drs. Ec. Samsul Huda, MTp selaku dosen wali yang telah

membantu penulis selama menjadi mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

5. Bapak Drs. Ec. Marseto, Msi selaku Dosen Pembimbing Utama yang

telah banyak menyediakan waktunya guna memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

6. Kepada Seluruh Bapak Dan Ibu Dosen, Staff Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah banyak membantu dalam studi dan penyusunan skripsi.

7. Pimpinan dan Staf Instansi Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa

Timur yang telah memberikan ijin dan data-data untuk mengadakan penelitian dalam penyusunan skripsi ini.

8. Kedua Orang Tuaku tercinta, kedua kakakku, adikku, dan dirinya “ Link “ yang telah memberikan support, do’a, semangat dan dorongan moral serta spiritualnya yang tulus kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.


(7)

ini, saya ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.

Semoga Allah SWT berkenan dan memberikan balasan, limpahan rahmat, dan karunia Nya, atas segala amal kebaikan serta bantuan yang diberikan.

Besar harapan bagi penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber informasi dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Surabaya, November 2009


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... ... i

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... xi

ABSTRAKSI... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 7

1.3. Tujuan Penelitian... 7

1.4. Manfaat Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil PenelitianTerdahulu ... 9

2.2. Landasan Teori ... 13

2.2.1. Pengertian Teori ekonomi regional ... 13

2.2.2. Produk Domestik Regional Bruto ... 18

2.2.2.1. Pendekatan PDRB... 20

2.2.2.2. PDRB per kapita ... 22

2.2.2.3. PDRB atas dasar Harga konstan ... 22

2.2.3. Pergeseran tahun dasar dan perubahan klasifikasi sektor.... 25

2.2.3.1. Latar belakang perubahan tahun dasar... 25

2.2.3.2. Perubahan klasifikasi sektor... 27

2.2.3.3. Alasan pergseran tahun dasar dari 1983 ke 1993.... 27

2.2.4. Satuan wilayah pembangunan ... 28

2.3. Kerangka Pikir... 29


(9)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ... 32

3.2. jenis dan sumber data ... 40

3.2.1. Jenis Data... 40

3.2.2. Sumber data ... 40

3.3. Teknik pengumpulan data ... 40

3.4. Analisis dan uji hipotesis... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Deskripsi Objek Penelitian ... 44

4.1.1. Gambaran Umum Satuan Wilayah Pembangunan VI ... 4.1.1.1. Kondisi Umum Kotamadya Pasuruan ... 44

4.1.1.1.1. Letak Geografis ... 44

4.1.1.1.2.Struktur Pemerintahan ... 45

4.1.1.1.3. Penduduk ... 46

4.1.1.2.Kondisi Umum Kabupaten Pasuruan ... 46

4.1.1.2.1.Letak Geografis... 46

4.1.1.2.2.Struktur Pemerintahan... 47

4.1.1.2.3. Penduduk... 48

4.1.1.3.Kondisi Umum Kotamadya Malang ... 49

4.1.1.3.1.Letak Geografis... 49

4.1.1.3.2. Struktur Pemerintahan... 50

4.1.1.3.3. Penduduk... 50

4.1.1.4.Kondisi Umum Kabupaten Malang ... 51

4.1.1.4.1. Letak Geografis... 51

4.1.1.4.2. Struktur Pemerintahan... 52


(10)

4.1.1.4.3. Penduduk... 53

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 54

4.2.1. Perkembangan PDRB Jawa Timur... 54

4.2.2.Perkembangan PDRB Sektoral Jawa Timur ... 56

4.3.Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 60

4.3.1.Uji Locationt Quotient ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 67

5.2. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(11)

Gambar 1 Kerangka Pikir ... 31


(12)

  viii

DAFTAR TABEL

TABEL 1 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur……..55

TABEL 2 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Sektoral………....56

TABEL 3 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Kotamadya Pasuruan………..58

TABEL 4 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pasuruan………..58

TABEL 5 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Kotamadya Malang……….59

TABEL 6 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Malang……….59

TABEL 7 : Uji Locationt Quotient Kotamadya Pasuruan………..………...61

TABEL 8 : Uji Locationt Quotient Kabupaten Pasuruan………..…....63

TABEL 9 : Uji Locationt Quotient Kotamadya Malang………...….64

TABEL 10 : Uji Locationt Quotiont Kabupaten Malang………...65


(13)

KABUPATEN BONDOWOSO,)

FAJAR AKBAR UTAMA

Abstraksi

Pembangunan daerah merupakan usaha mengembangkan dan memperkuat pemerintah daerah dalam rangka makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serta bertanggung jawab. Agar tujuan dan usaha pembangunan daerah dapat berhasil dengan baik maka pemerintah daerah perlu berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, mengembangkan metode untuk menganalisis perekonomian suatu daerah penting sekali artinya dalam usaha untuk mengumpulkan lebih banyak mengenai sifat-sifat perekonomian suatu daerah dan mengenai proses pertumbuhan ekonomi daerah. Atas dasar pemikiran tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sektor-sektor unggulan yntuk dijadikan prioritas pembangunan dengan mengambil studi pada Satuan Wilayah Pembangunan IV (SWP) Propinsi Jawa Timur.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari lembaga-lembaga terkait. Dalam menganalisis sektor-sektor yang akan dijadikan unggulan agar dapat terarah pada pokok permasalahannya digunakan uji Locationt Quotient dengan definisi operasional meliputi Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur, Produk Domestik Regional Bruto sektoral Jawa Timur, dan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten pada Satuan Wilayah Pembangunan IV di Propinsi Jawa Timur.

Dengan uji Locationt Quotient pada Satuan Wilayah Pembangunan IV yang terdiri dari Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor Industri Pengolahan, Sektor Listrik, gas, dan air bersih, Sektor Konstruksi, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, serta Sektor Jasa-jasa dapat ditentukan sektor-sektor yang merupakan sektor basis yang ada di Satuan Wilayah Pembangunan IV. Hasil Analisis menunjukkan bahwa Sektor Pertanian, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, serta Sektor Jasa-jasa merupakan sektor basis di Satuan Wilayah Pembangunan IV.

Keywords:

Locationt Quotiont, Produk Domestik Regional Bruto


(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Wawasan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara tersebut bersumber pada pancasila dan berdasarkan Undang-undang Dasar 1945. Wawasan Nusantara merupakan cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang mencakup perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan sosial dan budaya dan satu kesatuan pertahanan dan keamanan.

Sebagai perwujudan Wawasan Nusantara, pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional diarahkan untuk mengembangkan daerah dan menyerasikan laju pertumbuhan antar daerah, antar kota, antar desa antara kota dan desa, antar sektor serta pembukaan dan percepatan pembangunan kawasan tertinggal, daerah terpencil, daerah minus, daerah kritis, daerah perbatasan, dan daerah terbelakang lainnya, yaitu disesuaikan dengan prioritas daerah yang bersangkutan sehingga akan terwujud suatu pola pembangunan yang merupakan perwujudan Wawasan Nusantara.

Pembangunan daerah bertujuan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di daerah melalui pembangunan yang serasi dan terpadu


(15)

baik antar sektor maupun antar pembangunan sektoral dengan perencanaan pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif menuju tercapainya kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh pelosok tanah air.

Dalam berbagai analisa dan penyidikan mengenai kegiatan ekonomi ditinjau dari sudut penyebarannya di berbagai daerah, pengertian daerah dapat dibedakan dalam tiga pengertian. Pengertian yang pertama menganggap suatu daerah sebagai suatu space atau ruang dimana kegiatan ekonomi berlaku dan di berbagai pelosok ruang tersebut sifat-sifatnya sama. Jadi batas-batasnya diantara satu daerah dengan daerah-daerah lainnya ditentukan oleh titik-titik dimana kesamaan sifat-sifat tersebut sudah mengalami perubahan. Persamaan sifat-sifat dapat ditinjau dari segi pendapatan perkapita penduduknya, dari segi agama atau suku bangsa masyarakatnya ataupun dari segi struktur ekonominya. Pengertian yang kedua, dan yang paling ideal untuk digunakan dalam analisa mengenai ekonomi ruang, mengartikan daerah itu sebagai ruang ekonomi. Seperti dikatakan oleh Allen dan Maclellan : “ Perbatasan diantara berbagai daerah ditentukan oleh tempat-tempat dimana pengaruh dari satu atau beberapa pusat-pusat kegiatan ekonomi digantikan dengan pengaruh pusat dari lainnya. (Sukirno, 1976:2)

Daerah yang dibatasi menurut pengertian ini dinamakan dengan daerah nodal, sedangkan daerah menurut pengertian pertama dinamakan daerah homogen/homogeneus. Pengertian yang ketiga memberikan batasan suatu daerah berdasarkan pembagian administratif dari suatu negara. Jadi menurut pengertian terakhir suatu daerah merupakan suatu ekonomi ruang yang berada


(16)

3

dibawah suatu administrasi tertentu suatu propinsi, kabupaten/kotamadya, desa dan sebagainya. Daerah yang diartikan menurut pengertian ketiga ini dinamakan daerah administrasi atau daerah perencanaan. (Sukirno, 1967:2)

Apabila membahas mengenai pembangunan daerah, pengertian ketiga merupakan pengertian yang paling banyak digunakan. Lebih populernya penggunaan pengertian tersebut disebabkan karena dua faktor. Pertama, dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan daerah diperlukan tindakan-tindakan berbagai badan – badan pemerintah, dengan demikian akan lebih praktis apabila suatu negara dipecah menjadi beberapa daerah ekonomi berdasarkan satuan administratif yang telah ada. Dan kedua, daerah yang batasannya ditentukan berdasarkan satuan administratif lebih mudah dianalisa karena sejak lama pengumpulan data diberbagai daerah dalam satu negara pembagiannya di dasarkan pada satuan administratif.

Walaupun kegiatan ekonomi tersebar diberbagai daerah dan negara, sampai beberapa waktu yang lalu para ilmu ekonomi sangat sedikit sekali dapat membuat analisa mengenai sebab-sebab dari terwujudnya perbedaan corak kegiatan ekonomi diberbagai daerah maupun terhadap perbedaan tingkat perkembangan diberbagai daerah. (Sukirno, 1967:2)

Negara-negara yang berusaha untuk mempercepat laju perkembangan ekonominya, biasanya analisa mengenai proses pembangunan akan bertambah lengkap apabila memperhatikan juga corak kegiatan ekonomi ditinjau dari sudut penyebarannya ke berbagai daerah. Betapa pentingnya memperhatikan corak lokasi kegiatan ekonomi apabila menganalisa mengenai


(17)

suatu perekonomian dinyatakan oleh Friedman dan Alonso sebagai berikut: “Tanpa melihat dari sudut ruang analisa yang masih belum sempurna, dapatlah dimisalkan seperti proyeksi dua dimensi dari suatu benda yang mempunyai tiga dimensi”. Suatu negara mempunyai peta bumi ekonomi dengan puncak-puncak dan lembah-lembah, dengan daerah-daerah yang padat dengan kehidupan dan daerah-daerah yang ditinggalkan, keputusan mengenai dimana akan melaksanakan suatu proyek baru adalah sama pentingnya dengan keputusan untuk menginvestasi dalam proyek tersebut. Masalah-masalah yang berhubungan dengan keadilan sosial dalam mendistribusikan hasil pembangunan ekonomi adalah sama pentingnya dan sukarnya dipandang dari segi golongan masyarakatnya”. (Sukirno, 1976:3)

Pernyataan diatas dengan jelas menunjukkan bahwa analisa ekonomi regional pada hakekatnya membahas mengenai kegiatan perekonomian ditinjau dari segi sudut penyebaran kegiatan ekonomi ke berbagai lokasi dalam suatu economic space atau ruang ekonomi tertentu, misalnya dalam suatu negara atau suatu propinsi. Tetapi disamping itu analisa ekonomi regional akan melibatkan dirinya pula dalam menganalisa ekonomi suatu daerah ditinjau secara sektoral dan secara makro. Daerah tersebut dapat berupa satu propinsi, satu kabupaten, satu daerah khusus tertentu satu kota besar yang pembangunannya akan digalakkan. Analisa mengenai perekonomian kota besar merupakan suatu cabang khusus dari analisa ekonomi regional dan dikenal sebagai analisa urban/ urban economic.


(18)

5

Menganalisa perekonomian daerah merupakan pekerjaan yang lebih sulit kalau dibandingkan dengan menganalisa perekonomian nasional. Keadaan demikian timbul karena, pertama data mengenai daerah terbatas sekali, apalagi kalau daerah-daerah dibedakan berdasarkan pengertian nodal. Dengan data yang sangat terbatas tersebut, sukar untuk menggunakan metode yang telah dikembangkan dalam memberikan gambaran mengenai perekonomian suatu daerah. Kedua, data yang tersedia pada umumnya tidak sesuai dengan data yang diperlukan dalam analisa daerah karena data yang dikumpulkan tersebut kebanyakan dimaksudkan untuk memenuhi keperluan data untuk analisa ekonomi pada tingkat nasional. Akhirnya, data mengenai perekonomian nasional akan mengakibatkan aliran-aliran, yang masuk maupun keluar, dari suatu daerah dan sangat sukar diperoleh data – datanya.

Menentukan aliran modal dan perdagangan dari suatu daerah ke daerah-daerah lainnya merupakan satu contoh dari aspek-aspek yang dikemukakan ini, atau dalam analisa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah dari masa ke masa, tulisan yang ada dapat dibedakan diantara teori- teori mengenai masalah ekonomi dan pembangunan daerah yang dipinjam dari teori yang ada mengenai perekonomian nasional yang kemudian disesuaikan dengan keadaan daerah, dan teori yang khusus dikembangkan untuk menganalisa masalah ekonomi dan pembangunan daerah. (sukirno, 1976:9)

Dengan berbagai pendekatan itu, pembangunan nasional dan pembangunan daerah telah mencatat kemajuan yang sangat berarti. Tidak ada


(19)

daerah yang maju tanpa kecuali. Namun dalam kenyataannya ada perbedaan yang cukup tajam antara kemajuan suatu daerah dan daerah lainnya. Perbedaan laju pembangunan antar daerah menyebabkan terjadinya kesenjangan kemakmuran dan kemajuan antar daerah, terutama antar jawa dan luar jawa, antara kawasan barat dan kawasan timur, dan antara perkotaan dan pedesaan.

Sebagai akibat dari tingkat dan laju perkembangan yang tidak seimbang itu, meskipun semua daerah akan memperoleh kemajuan sebagai hasil dari pembangunan, tetapi karena tingkat landasannya sudah berbeda, maka tanpa usaha khusus, dan kecenderungan pertumbuhan yang ada, kesenjangan akan membesar. Mengatasi keadaan ini bukan pekerjaan mudah karena upaya itu akan menentang “arus” yang kuat dan menjadi kendala yang tidak mudah diatasi.

Pembangunan daerah agar tujuan usahanya dapat berhasil dengan baik, maka pemerintah daerah perlu berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, pembangunan daerah merupakan usaha mengembangkan dan memperkuat pemerintah daerah dalam rangka makin mantapnya ekonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab.

Berdasarkan data-data diatas dalam mengembangkan metode- metode untuk menganalisa peekonomian suatu daerah maka hal tersebut sangat penting sekali artinya dalam usaha untuk mengumpulkan lebih banyak pengertian mengenai sifat-sifat perekonomian suatu daerah dan mengenai proses pertumbuhan ekonomi daerah.


(20)

7

Tingkat pertumbuhan eknomi secara keseluruhan dapat dihitung dari Produk Domestik Regional Bruto, yaitu merupakan rata-rata tertimbang dari tingkat pertumbuhan sektoralnya. Artinya apabila sebuah sektor mempunyai kontribusi besar dan pertumbuhannya lambat, maka hal ini akan menghambat tingkat perekonomian secara keseluruhan, sebaliknya, apabila sebuah sektor mempunyai kontribusi yang besar terhadap totalitas perekonomian, maka sektor tersebut mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi, sehingga sektor tersebut akan menjadi lokomotif pertumbuhan secara total sehingga tingkat pertumbuhan ekonominya menjadi lebih besar. Sampai saat ini dapat dilihat bahwa ada tiga sektor ekonomi yang sanagt dominan kontribusinya di Jawa Timur, yaitu sektor-sektor pertanian, industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.

1.2. Perumusan masalah

Berkaitan dengan uraian pada latar belakang masalah tersebut diatas dengan melihat perkembangan dan manfaat pendapatan pada suatu wilayah regional, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah apa saja sektor-sektor Produk Domestik Regional Bruto yang dapat menjadi prioritas pembangunan dengan mengambil studi pada Satuan Wilayah Pembangunan IV Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sektor unggulan yang dapat dijadikan prioritas pembangunan pada Satuan Wilayah Pembangunan IV Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.


(21)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi ilmiah dan bahan pertimbangan bagi pihak yang terkait dan calon peneliti selanjutnya baik untuk penelahaan lebih lanjut maupun sebagai bahan perbandingan.

2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi instansi-instansi terkait dalam mengambil kebijaksanaan yang berhubungan dengan pengembangan daerah.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil-hasil penelitian terdahulu

Hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan masalah ekonomi

regional pernah disampaikan oleh:

2.1.1. Iqomaddin ( UNAIR, 1993:93 ), “ Analisa Ekonomi Regional di Satuan

Wilayah Pembagunan I Gerbangkertasusila Penerapan Teori Basis

Ekonomi Tahun 1993-1996“, dapat ditarik kesimpulan, dengan

menggunakan analisa Location Quotion dan analisis Shift Share dapat

disusun skala prioritas sebagai berikut : Prioritas pertama dengan lokasi

pengembangan sebagai berikut : Sektor industri pengolahan di Gresik dan

Sidoarjo, sektor listrik, gas, dan air bersih di kabupaten Sidoarjo dan

Kotamadya Mojokerto, sektor konstruksi di Surabaya dan Kabupaten

Mojokerto. Prioritas kedua dengan lokasi pengembangan sebagai berikut;

Sektor pertambangan dan penggalian di kabupaten Gresik dan Kabupaten

Mojokerto, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan

dan komunikasi Surabaya dan Kotamadya Mojokerto, sektor keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan di Surabaya. Prioritas ketiga dengan

lokasi pengembangan sebagai berikut : Sektor pertanian di kabupaten

Mojokerto, kabupaten Lamongan, kabupaten Bangkalan dan kabupaten

Gresik, sektor jasa-jasa di kabupaten Mojokerto, kotamadya Mojokerto,

9  


(23)

2.1.2. Prasojo (UNAIR, 1994:74), “Peranan pengeluaran pemerintah pusat

untuk daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Tingkat I Propinsi

Jawa Timur tahun 1990-1991”. dengan menggunakan analisa regresi

sederhana Double log, dapat disimpulkan bahwa: pengeluaran Pemerintah

pusat ke Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur dan Investasi swasta

ternyata mempunyai peranan penting terhadap pertumbuhan ekonomi

Jawa Timur, hal tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R²)

sebesar 0,79 yang berarti kontribusi dari total pengeluaran pemerintah

pusat di daerah yang berbentuk bantuan Daerah Tingkat I dan alokasi

dana sektoral ditambah dengan investasi yang berupa penanaman modal

dalam negeri dan penanaman modal asing sebesar 79%, ini menunjukkan

bahwa peranan pengeluaran pemerintah pusat dan investasi swasta di

Jawa Timur masih diatas 50%. Perbedaan penelitian yang sekarang

dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah pada wilayah yang diambil

untuk penelitian. Apabila penelitian yang terdahulu lebih banyak terfokus

pada Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) I sedangkan untuk penelitian

kali ini wilayah yang diambil adalah Satuan Wilayah Pembangunan

(SWP) VI yang meliputi; Kotamadya Pasuruan, Kabupaten Pasuruan,

Kotamadya Malang, Kabupaten Malang.

2.1.3. Sophiayani (UNAIR, 1997:90), “Implementasi pembangunan daerah

Tingkat I dalam kaitan pengembangan perwilayahan pembangunan di


(24)

11

analisa Locationt Quotient dan indeks Fungsional Wilkinson dapat ditarik

kesimpulan: pertama, sektor pertanian secara umumsektor ini menjadi

corak bagi perekonomian seluruh daerah dan berperan sangat menonjol

terhadap PDRB di daerah-daerah Tingkat II se-Satuan Wilayah

Pembangunan VIII Madiun (IFS ≥ 0, 33). Kedua, sektor Perdagangan, hotel dan restoran secara umum menjadi corak bagi perekonomian

seluruh Daerah Tingkat I di Satuan Wilayah Pembangunan VIII Madiun

(IFS ≥ 0,33)

2.1.4. Dewi (UNAIR, 1998; 83), “Peranan Industri di Satuan Wilayah

Pembangunan I Gerbangkertasusila dalam rangka menunjang

pertumbuhan industri di Jawa Timur”, dengan menggunakan analisa

Locationt Quotient dan Indeks Fungsi Wilkinson dapat ditarik

kesimpulan; pertama sektor industri di Satuan Wilayah Pembangunan I

Gerbangkertasusila ternyata mampu memberikan sumbangan terbesar

pada Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur. Hal ini terlihat

selama tahun 1991-1995 berdasarkan Locationt Quotient dan Indeks

Fungsional sektoral. Predikat yang melekat pada Satuan Wilayah

Pembangunan I berdasarkan Indeks sektoral adalah sektor industri dan

perdagangan. Kedua, sektor industri terkonsentrasi di kabupaten Sidoarjo,

Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Gresik, Surabaya / Satuan Wilayah

Pembangunan I Gerbangkertasusila, Kabupaten Pasuruan, Kotamadya


(25)

Kotamadya Kediri / Satuan Wilayah Pembangunan VII Kediri dan

sekitarnya. Keberadaan industri di daerah tersebut sangat ditunjang oleh

adanya sarana dan prasarana, baik yang disediakan oleh pemerintah atau

swasta, seperti kawasan industri Gresik, kawasan industri Tandes,

kawasan industri Rungkut, kawasan industri Sidoarjo, kawasan industri

Mojokerto, dan kawasan Industri Kediri. Kawasan industri awaknya

terletak di SWP I Gerbangkertasusila sehingga menjadikan

pertumbuhannya sangat pesat di wilayah ini.

2.1.5. Listyowati (UNAIR, 1997;97 ), “ Analisis aspek-aspek Aglomerasi

Ekonomi di Surabaya”. Dengan meenggunakan metode atau pendekatan

lokasional serta pendekatan biaya friksi spasial, dapat disimpulkan ;

pertama kota Surabaya mengalami perkembangan yang tidak seimbang di

berbagai wilayah dengan adanya Aglomerasi penduduk dan kegiatan

ekonomi ditengarai sudah terbentuk sejak masa penjajahan, atau dengan

kata lain bahwa aglomerasi yang terjadi saat ini merupakan warisan dari

pemerintah kolonial yang pernah menjajah di Surabaya dalam kurun

waktu yang cukup lama. Kedua, penyebaran yang tidak merata terlihat

pada kawasan-kawasan di pusat kota atau yang dekat dengan pusat kota

dimana kawasan ini dipadati baik oleh penduduk maupun kegiatan usaha.

Sebaliknya kawasan-kawasan di pinggiran kota, khususnya di bagian

timur dan barat kota jumlah penduduk dan kegiatan ekonominya masih


(26)

13

2.2.Landasan Teori Ekonomi Pembangunan 2.2.1. Teori Ekonomi Regional

Terdapat banyak sekali teori-teori ekonomi regional yang sudah ada,

tetapi untuk menunjang landasan teori pada penelitian ini terdapat beberapa

teori yang dianggap cukup mewakili. Teori-teori tersebut adalah :

1. Teori Basis dan Non Basis

Teori ini dikembangkan berdasarkan teori perdagangan komparatif dari

David Ricardo dan John Stuart Mill. Dari studi empiric yang dilakukan

oleh Pfouts ( 1960 ) dalam rangka memisah misalkan sektor-sektor basis

dari yang bukan basis daerah perkotaan ternyata dapat dipergunakan

sebagai sarana memperjelas struktur daerah tersebut, dalam hubungan ini

kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi dalam 2 golongan :

a. Kegiatan ekonomi/industri yang melayani kebutuhan akan barang-

barang dan jasa-jasa di daerah itu sendiri/daerah swasembada

maupun mengekspornya ke tempat-tempat diluar batas-batas

perkonomian daerah tersebut. Daerah yang demikian disebut

sebagai daerah Basis atau daerah Surplus.

b. Kegiatan ekonomi/industri yang hanya melayani kebutuhan

barang-barang dan jasa-jasa bagi masyarakat yang bertempat

tinggal di dalam batas-batas perekonomian daerah tersebut atau

bahkan masih harus mendatangkan barang kebutuhan tersebut dari


(27)

demikian ini disebut sebagai daerah non basis atau daerah minus.

Untuk menentukan suatu daerah kedalam salah satu dari kedua

golongan tersebut digunakan metode Locationt Quotient (1.Q)

yaitu dengan jalan membandingkan peranan industri tersebut

dalam perekonomian daerah tersebut dalam perekonomian daerah

tersebut dengan peranan industri yang sama dalam perekonomian

regional. ( Glassen, 1997;63 )

2. Space Cost Theory

Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith dari hasil studi analisis

tentang lokasi industri secara geografi. Dari analisanya ai menerapkan

suatu pendekatan yang terbukti lebih praktis terhadap berbagai rumusan

tentang teori lokasi industri. Menurut Adam Smith, lokasi yang paling

menguntungkan/efisien bagi suatu industri adalah dimana penerimaan

total lebih besar daripada biaya total atas dasar asumsi maksimilasi laba

dan output konstan, dan sebaliknya bila biaya total ternyata lebih besar

dari penerimaan total, maka lokasi tersebut adalah merugikan/tidak

efisien. Analisis ini dapat dipergunakan pula untuk menentukan lokasi

industri dengan memperhitungkan antara faktor biaya dan

pasar/permintaan. Dari segi pasar/permintaan antara lain dipengaruhi oleh

tingkat pendapatan masyarakat, letak industri terhadap bahan mentah,

kualitas dan kuantitas tenaga kerja, sarana transportasi dan komunikasi,


(28)

15

3. Teori Lokasi Industri

Weber (1990) adalah orang yang pertama menggarap teori tentang

lokasi industri secara komprehensif. Teori lokasi dari weber ini

didasarkan dari penerapan teori Van Thunen yang berprinsip bahwa

pengusaha akan memilih lokasi yang paling kecil. Untuk itu Weber

mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi industri atau

terbagi dalam 2 kelompok, yaitu:

a.Regional Factors, yang terdiri atas biaya pengangkutan dan tenaga

kerja.

b.Local Factors, yaitu kekuatan-kekuatan aglomerasi dan deglomerasi,

terutama letak dan sifat bahan mentah.

4. Teori Tempat Sentral

Teori ini diperkenalkan oleh seorang geograf Jerman yang

bernama Christaller pada tahun 1933. Ia mengemukakan konsep tentang

pembentukan system kota, dari studi empiric konsep tersebut

dikembangkan dari teori-teori yang sudah ada pada waktu itu yakni dari

weber (1909) dan Thunen (1826). Dikatakan bahwa kota adalah sebagai

pusat atau sentralisasi kegiatan dari daerah sekitar yang kemudian disebut

tempat sentral, yang menghubungkan perdagangan setempat dengan dunia

luar. Sistem yang diciptakan didasarkan pada dua factor lokasi yaitu biaya

transfer dan aglomerasi ekonomi. Dasar teori dari Christaller adalah


(29)

yang didukung oleh kondisi tanah yang produktif karena berbagai jasa

penting harus disediakan. Dengan demikian tempat sentral atau pusat kota

tersebut bertindak sebagai pusat layanan bagi daerah terbelakang/daerah

komplementer yitu mensuplainya dengan barang dan jasa. Selanjutnya

penduduk kota alam menyebar membentuk hierarki perkotaan yang

merupakan sarana yang efisien untuk administrasi dan alokasi sumber

kepada daerah-daerah. Dengan demikian distribusi ruang dari pusat-puat

kota ini akan menimbulkan dominasi dan polarisasi.

5. Teori Kutub Pertumbuhan

Teori ini dikembangkan berdasarkan teori tempat sentral Christaller

(1993). Konsep-konsep dasar dan penyempurnaan serat pengembangan

teori ini dilakukan oleh Perroux, ‘f, Boudenville, Hansen, Hermansen,

Hirchman dan Myrdal (1967). Dari berbagai tulusan para ahli mengenai

kutub pertumbuhan tersebut, konsep-konsep ekonomi dasar

perkembangan geografiknya dapat didefinisikan sebagai berikut :

a. Konsep Leading industries dan perusahaan-perusahaan propulsip,

menyatakan pada pusat kutub pertumbuhan terdapat

perusahaan-perusahaan propulsip yang besar, yang termasuk dalam leading

imdustries yang mendominasi unit-unit ekonomi lainnya, ada

kemungkinan bahwa suatu komplek industri hanya terdiri dari satu

atau segelintir perusahaan propulsip yang dominan. Lokasi


(30)

17

tertentu dalam suatu daerah mungkin disebabkan oleh beberapa

factor lokasi Sumber Daya Alam, kemanfaatan buatan

manusia/komunikasi atau tempat-tempat sentral berlandaskan

kegiatan jasa yang sudah ada, dimana terdapat

keuntungan-keuntungan karena prasaran dan tenaga kerja atau barangkali

hanya bersifat kebetulan saja.

b. Konsep polarisasi meyatakan bahwa pertumbuhan yang cepat dari

“Leading Industries” mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi

lainnya ke dalam kutub pertumbuhan implisit dalam proses

polarisasi ini adalah berbagai macam keuntungan aglomerasi

(keuntungan intern dan ekstern dari skala). Polarisasi ekonomi ini

pasti menimbulkan polarisasi geografik dengan mengalirnya

sumber daya dan konsentrasi ekonomi pada pusat-pusat yang

jumlahnya terbatas didalam suatu daerah bahkan lokasi seperti

tersebut seringkali tetap berkembang dengan baik karena dengan

adanya keuntungan-keuntungan aglomerasi.

c. Konsep “Spread Effect” menyatakan bahwa pada waktunya,

kualitas propulsip dinamik dari kutub pertumbuhan akan

memancar keluar dan memasuki ruang di sekitarnya. “Trickling

Down” atau spread effect ini sangat menarik bagi perencana

regional dan telah memberi sumbangan besar bagi kepopuleran


(31)

Dari konsep ini maka dapat disimpulkan sebagai suatu kerangka

untuk memahami anatomi regional, teori ini memberikan suatu

pelengkap dinamik yang sangat barmanfaat kepada teori tempat

sentral dan walaupun mempunyai keterbatasan sangat berguna

bagi perencanaan regional. Teori ini menampilkan banyak konsep

yang berorientasi perencanaan. Menekankan

kemanfaatan-kemanfaatan komplek industri, “leading industries”, pertumbuhan

yang berkutub dan keuntungan–keuntungan aglomarasi dan

Spread Effect yang ditimbulkan. Model ini cukup jelas dalam

menerangkan pertumbuhan hierarki kota yang menekankan

interdepensi antara pusat kota dan daerah sekitarnya. Dari kondisi

ini mungkin akan timbul persaingan antar daerah pelayanan, atau

adanya persetujuan/pengaturan harga diantara pusat-pusat

pelayanan dalam membatasi daerah pelayanan masing-masing.

(Glasson, 1997:154-156).

2.2.2. Produk Domestik Regional Bruto

1. Menurut Sukirno (1991:165) Produk Domestik Bruto didefinisikan

sebagai jumlah nilai tambah bruto dari semua sektor dan diperoleh dari

sebagian selisih antara nilai bruto yang dinilai atas dasar harga konstan

yang diterima oleh produsen dikurangi pemakaian bahan baku dan


(32)

19

2. Gross Domestik Bruto (Produk Domestik Bruto) adalah nilai barang jadi

yang dproduksi dalam negeri ( Doernbusch dan Fisher, 1992:30 )

3. Menurut Rosyidi (1997:342), salah satu pengukuran Produk Domestik

Bruto, adalah dengan menghitung seluruh pengeluaran untuk penelitian

barang dan jasa yang dihasilkan oleh Negara yang bersangkutan yaitu :

a. Konsumsi rumah tangga

b. Konsumsi Pemerintah

c. Investasi pemerintah dan swasta

d. Ekspor barang dan jasa

e. Import barang dan jasa

4. GDP (Gross Domestic Product), merupakan cara untuk mengukur output

total menurut harga factor produksi di dalam negeri dengan cara

menjumlahkan nilai tengah dari setiap produksi. (Lipsey,dkk, 1995:50)

5. Produk Domestik Bruto adalah jumlah barang dan jasa akhir dikali harga

sebagai alat produksi barang-barang dan jasa-jasa suatu Negara ditambah

dengan hasil produksi barang dan jasa orang-orang dan

perusahaan-perusahaan asing. (Partadireja, 1998:50).

6. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998:50), yang dimaksud dengan

permintaan agregat (output total) adalah jumlah barang dan jasa yang

akan dibeli oleh konsumen perusahaan dan pemerintah, pada tingkat

harga tertentu, pendapatan tertentu, serta variabel-variabel ekonomi


(33)

7. Produk Domestik Regional Bruto adalah total nilai produksi barang dan

jasa yang dproduksi di wilayah regional tertentu dalam waktu tertentu.

(Anonim, 1995:1)

2.2.2.1. Pendekatan Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto

Cara Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto dapat diperoleh melalui 3

pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, pendapatan

pengeluaran, yang selanjutnya dijelaskan sebagai berikut :

1 Menurut Pendekatan Produksi

PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh

berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu/satu

tahun. Unit-unit produksi di dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi

9 sektor lapangan usaha yaitu:

a. Pertanian

b. Pertambangan dan Penggalian

c. Industri pengolahan

d. Listrik, Gas dan air bersih

e. Konstruksi

f. Perdagangan Hotel dan Restoran

g. Pengangkutan dan Komunikasi

h. Jasa keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan


(34)

21

2. Menurut Pendekatan Pengeluaran

PDRB adalah penjumlahan semua komponen permintaan akhir yaitu

a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang

tidak mencari untung

b. Konsumsi pemerintah

c. Pembentukan modal tetap domestic bruto

d. Perubahan stok

e. Eksport netto dalam jangka waktu tertentu biasanya 1 tahun.

3. Menurut Pendapatan Pendapatan

Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa yang

diterima oleh factor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di

suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya 1 tahun). Balas jasa

factor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga

modal dan keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum dipotong pajak

penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian Produk

Domestik Regional Bruto, kecuali factor pendapatan, termasuk dalam

semua komponen penyusutan dan pajak tak langsung netto. Jumlah semua

komponen pendapatan ini menurut sektor disebut sebagai nilai tambah

bruto sektoral. Produk Domestik Bruto merupakan jumlah dari nilai

tambah bruto seluruh sektor/lapangan usaha.

Dari 3 perhitungan pendekatan tersebut, secara konsep seharusnya jumlah


(35)

dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk

faktor-faktor produksinya. Selanjutnya Produk Domestik Regional Bruto atas

dasar harga pasar, karena mencakup komponen pajak tidak langsung.

(Anonim, 1995:3)

2.2.2.2. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita

Bila Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk

pertengahan tahun yang tinggal di wilayah ini, maka akan diperoleh suatu

Produk Domestik Regional Bruto per Kapita. (Anonim, 1995:4)

2.2.2.3. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan

Angka-angka pendapatan regional atas dasar harga konstan tahun 1993 sangat

penting untuk melihat perkembangan riil dari tahun ke tahun bagi setiap

agregat ekonomi yang diamati. Agregat yang dimaksud tersebut dapat

merupakan Produk Domestic Regional Bruto secara keseluruhan, nilai

tambah sektoral/Produk Domestik Regional Bruto sektoral ataupun

komponen penggunaan Produk Domestik Regional Bruto. Pada Dasarnya

dikenal 4 cara untuk memperoleh nilai tambah sektoral atas dasar harga

konstan,yaitu:

1. Revaluasi

Cara ini dilakukan dengan menilai produksi dan biaya antara

masing-masing tahun dengan harga pada pada tahundasar1993. Hasilnya

merupakan output dari dan biaya antara dasar harga konstan 1993.


(36)

23

selisih antara output dan biaya antara atas dasar harga konstan 1993.

Dalam praktek sangat sulit melakukan revaluasi terhadap biaya antara

yang digunakan, karena mencakup komponen input yang sangat beragam,

disamping data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua

kebutuhan tersebut. Oleh karena itu biaya antara atas dasar harga konstan

biasanya diperoleh dari perkalian antara output atas dasar harga konstan

masing-masing tahun dengan rasio (tetap) biaya antara terhadap output

pada tahun dasar atau dengan rasio biaya antara terhadap output pada

tahun berjalan.

2. Ekstrapolasi

Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan 1993

diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar 1993

dengan indeks kuantum produksi. Indekas kuantum produks ini bertindak

sebagai Ekstrapolator yang dapat merupakan indeks dari masing-masing

kuantum produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagai indicator

kuantum produksi lainnya seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan yang

dianggap cocok dengan jenis kegiatan yang sedang dihitung.

Ekstrapolator dapat juga dilakukan terhadap output atas dasar harga

konstan, kemudian dengan menggunakan rasio nilai tambah terhadap


(37)

3. Deflasi

Nilai tambah atas dasar harga konstan 1993 dapat diperoleh dengan cara

membagi nilai atas dasar harga berlaku pada masing-masing tahun dengan

indeks harganya. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya

merupakan indeks harga konsumen, indeks harga perdagangan besar dan

sebagainya. Tergantung indeks mana yang dianggap cocok. Indeks harga

tersebut dapat pula dipakai sebagai inflator, yang berarti nilai tambah atas

dasar harga yang berlaku yang diperoleh dengan mengalikan nilai tambah

atas dasar harga konstan dengan indeks tersebut.

4. Deflasi Berganda

Dalam deflasi berganda ini, yang dideflasikan adalah output dan biaya

antara, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan

biaya antara hasil pendeflasian tersebut. Indeks harga yang digunakan

sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga produsen atau indeks

harga perdagangan besar sesuai dengan cakupan komoditinya, sedangkan

indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input

besar. Dalam kenyataannya, sangat sulit melakukan deflasi terhadap biaya

antara, disamping karena komponennya terlalu banyak, juga karena sulit

dicari indeks harga yang cukup mewakili sebagai deflator. Oleh karena itu

didalam perhitungan nilai tambah atas dasar harga konstan, deflasi

berganda ini belum banyak dipakai, termasuk dalam publikasi ini.


(38)

25

dasar harga konstan juga dilakukan dengan menggunakan cara-cara diatas,

tetapi mengingat terbatasnya data yang tersedia maka cara deflasi dan

ekstrapolasi lebih banyak dipakai.

2.2.3. Pergeseran Tahun Dasar dan Perubahan Klasifikasi Sektor

Berdasarkan data historis, harga satuan maupun produksi atau

indicator produksi yang digunakan untuk perhitungan Produk Domestik

Regional Bruto mengalami perubahan tiap tahun. Hal ini menyebabkan

sumbangan nilai tambah setiap sektor terhadap Produk Domestik Regional

Bruto akan berubah juga. Jika perubahan secara sektoral menunjukkan

angka-angka yang proporsional maka sumbangan terhadap PDRB akan berubah juga

dan akan relatif sama dari tahun ke tahun. Akan tetapi boleh dikatakan bahwa

fenomena tersebut jarang sekali terjadi, biasanya perkembangan setiap sektor

tidak proporsional, misalnya beberapa sektor tertentu melaju dengan cepat

sedangkan sektor lainnya relative lambat. Akhirnya dalam jangka panjang

sumbangan setiap sektor akan berubah secara nyata/signifikan. Perubahan ini

dikenal dengan perubahan struktur ekonomi. Dalam keseharian, perubahan

struktur ekonomi menarik banyak pakar dan perencana ekonomi karena

berarti juga bahwa dasar/fase komposisi sektoral yang dianggap tulang

punggung perekonomian harus ditinjau kembali. Demikian juga

perekonomian ini menjadi faktor-faktor penentu dalam menilai


(39)

2.2.3.1. Latar Belakang Perubahan Tahun Dasar

Landasan Pemikiran dalam melakukan perubahan tahun dasar

tersebut dapat diekspresikan dalam 2 alasan pokok sebagai berikut:

1. Struktur ekonomi selama 10 tahun telah berubah dengan drastic sehingga

kurang relevan jika prestasi dan perkembangan ekonomi masih dihitung

berdasarkan cerminan struktur yang lama. Perubahan struktur, seperti

yang telah disebut, ditandai dengan perubahan dominasi sektoral yang

sebelumnya berada pada sektor pertanian menjadi sektor industri sekarang

ini

2. Beberapa sektor mengalami perubahan data-data dasar, misalnya cakupan

komoditi dan kegiatan sebelumnya hanya ditampung dalam besaran

mark-up yang sudah tidak mewakili lagi. Perubahan kegiatan ini telah

diantisipasi sebelumnya tetapi belum diakomodasikan dalam perhitungan

nilai tambah bruto karena jika dimasukkan hasilnya dapat mengakibatkan

pertumbuhan yang melonjak pada tahun dimana kegiatan tersebut

dimasukkan. Untuk itu perubahan tahun dasar merupakan kesempatan

yang baik untuk melakukan beberapa perbaikan data dasar dan juga

perbaikan metode perhitungan. (Anonim,1995:28)

Sejalan dengan pergeseran tahun dasar dari produk domestic

Regional bruto yang telah dilakukan dalam lingkup nasional. Kantor Statistik

Propinsi Jawa Timur melakukan pergeseran tahun dasar Produk Domestik


(40)

27

Produk Domestik Regional Bruto memungkinkan pengguna data dapat

melakukan perbandingan pertumbuhan ekonomi antara nasional dan

daerah,demikian juga perbandingan antar suatu daerah.

2.2.3.2. Perubahan Klasifikasi Sektor

Klasifikasi Sektor Produk Domestik Regional Bruto antara seri

lama dan seri baru mengalami perubahan dari 11 sektor menjadi 9 sektor

perubahan. Hal ini didasarkan pada 2 alasan, yaitu:

1. Klasifikasi baru lebih mengacu pada klasifikasi yang direkomendasikan

SNA 1993/SNA-System of National Account buku acuan perhitungan

Produk Domestik Regional Bruto secara International yang

direkomendasikan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Klasifikasi ini menjadi

lebih umumdan bermanfaat untuk membandingkan data-data Produk

Domestik Regional Bruto dengan negara-negara lain secara total maupun

secara sektoral.

2. Klasifikasi baru pada umumnya lebih rinci pada tingkat sub sektor dengan

maksud lebih berorientasi pada penggunaan data. Data yang lebih terinci

akan lebih banyak kegunaannya dibanding dengan data yang terbatas

rinciannya. (Anonim,1995:29)

2.2.3.3. Alasan Pergeseran Tahun Dasar dari 1983 ke 1993

1. Pertumbuhan ekonomi dengan tahun dasar 1983 sudah tidak

menggambarkan pertumbuhan ekonomi secara realita. Hal ini disebabkan


(41)

mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi, dalam timbangan PDRB seri

lama/tahun dasar 1983 masih cenderung under estimate.

2. Terjadi perubahan struktur ekonomi yang sangat nyata dari sektor

pertanianke sektor industri sejak tahun 1991.

3. Pertumbuhan secara keseluruhan merupakan rata-rata pertumbuhan

ekonomi sektoral. Sehingga berdasarkan tahun dasar baru tingkat

pertumbuhan ekonominya lebih tinggi. Hal ini dapat dibuktikan secara

kuantitatf, karena perumusan tingkat pertumbuhan ekonomi.

4. Merupakan rekomendasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa System

of National Account (SNA) agar digunakan oleh semua Negara di dunia.

5. Pergeseran tahun dasar merupakan suatu hal yang dilakukan oleh seluruh

Negara secara berkala. (Anonim,1995:30)

2.2.4 Satuan Wilayah Pembangunan (SWP)

Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur dalam publikasi ini

disajikan pada Satuan Wilayah Pembangunan, dimana tiap Satuan Wilayah

Pembangunan merupakan gabungan dari beberapa Kabupaten/Kotamadya.

Pembagian Satuan Wilayah Pembangunan di Jawa Timur adalah sebagai

berikut:

1. Satuan Wilayah Pembangunan I meliputi Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten

Mojokerto, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Gresik, Kabupaten


(42)

29

2. Satuan Wilayah Pembangunan II meliputi Kabupaten Sampang,

Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep.

3. Satuan Wilayah Pembangunan III meliputi Kabupaten Banyuwangi.

4. Satuan Wilayah Pembangunan IV meliputi Kabupaten Jember, Kabupaten

Bondosowo, dan Kabupaten Situbondo.

5. Satuan Wilayah Pembangunan V meliputi Kabupaten Lumajang,

Kabupaten Probolinggo, Kotamadya Probolinggo.

6. Satuan Wilayah Pembangunan VI meliputi Kabupaten Malang,

Kotamadya Malang, Kabupaten Pasuruan, dan Kotamadya Pasuruan.

7. Satuan Wilayah Pembangunan VII meliputi Kabupaten Trenggalek,

Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, Kabupaten

Jombang, Kabupaten Nganjuk, Kotamadya Kediri dan Kotamadya Blitar.

8. Satuan Wilayah PembagunanVIII meliputi Kabupaten Pacitan, Kabupaten

Ponorogo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi,

dan Kotamadya Madiun.

9. Satuan Wilayah Pembangunan IX meliputi Kabupaten Bojonegoro,

Kabupaten Tuban. ( Sumber: BPS Surabaya )

2.3. Kerangka Pikir

Satuan Wilayah Pembangunan merupakan gabungan dari beberapa

Kabupaten/Kotamadya. Satuan Wilayah Pembangunan di Jawa Timur terbagi

menjadi 9 Satuan Wilayah Pembangunan. Dalam Penelitian kali ini yang


(43)

Kabupaten Jember, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, untuk

dapat mengetahui sektor-sektor mana yang dapat dijadikan sebagai sektor

unggulan dan dapat dijadikan sebagai prioritas pembangunan yang bertujuan

untuk memicu pertumbuhan sektor-sektor lainnya dengan harapan dapat

meningkatkan pendapatan pada Satuan Wilayah Pembangunan IV.

Sektor-Sektor yang dimaksud meliputi:

1. Sektor Pertanian

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

3. Sektor Industri Pengolahan

4. Sektor Listrik, Gas, dan air bersih

5. Sektor Konstruksi

6. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

8. Sektor Jasa Keuangan, Persewaan, dan jasa Perusahaan

9. Sektor Jasa-Jasa


(44)

31

Gambar 1: Kerangka Pikir

                              Kebijakan Basis / Non basis Satuan Wilayah Pembangunan IV

Klasifikasi sektor : 1 . Sektor pertanian 2. Sektor Pertambangan 3. Sektor Industri Pengolahan 4. Sektor Listrik,Gas dan Air Bersih 5. Sektor Konstruksi

6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

8. Sektor Jasa Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaaan

9. Sektor Jasa – Jasa / Service

Sumber: Penulis  

 

 

2.4. Hipotesis

Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, dengan

melihat latar belakang, hasil-hasil penelitian terdahulu dan landasan teori yang

ada, maka dapat ditarik hipotesa sebagai berikut:

“Diduga ada sektor-sektor unggulan dari 9 sektor yang akan dijadikan prioritas

pembangunan pada Satuan Wilayah Pembangunan IV “.

           


(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Dalam menganalisis sektor-sektor yang akan dijadikan sektor

unggulan agar dapat terarah pada pokok permasalahannya untuk uji Locationt Quotient maka definisi operasional variabelnya adalah sebagai berikut:

Sektor-sektor yang terdapat di dalam Produk Domestik Regional Bruto 1. Sektor Pertanian

Sektor pertanian ini terbagi menjadi 5 bagian subsektor yaitu :

a. Tanaman Bahan Makanan

Subsektor ini mencakup komoditi bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, sayur-sayuran, buah-buahan, kentang, dan tanaman pangan lainnya.

b. Tanaman Perkebunan Rakyat

1. Tanaman Perkebunan Rakyat

Komoditi yang dicakup adalah hasil tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat seperti jambu mete, kelapa, kopi, kapuk, kapas, tebu, tembakau, dan cengkeh. Cakupan tersebut termasuk produk ikutannya dan hasil-hasil pengolahan sederhana seperti minyak kelapa, tembakau olahan, kopi olahan, dan the olahan.


(46)

33

Kegiatan yang dicakup dalam subsektor ini adalah kegiatan yang memproduksi komoditi perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan besar seperti karet, the, kopi, coklat, minyak sawit, tebu, rami dan tanaman lainnya. 3. Peternakan dan Hasil-hasilnya

Subsektor ini mencakup produksi ternak besar, ternak kecil, unggas maupun hasil-hasil ternak seperti sapi, kerbau, kuda, babi, kambing, serta hasil pemotongan ternak. Produksi ternak diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong, ditambah perubahan stok populasi ternak dan eksport netto ternak.

4. Kehutanan

Subsektor kehutanan mencakup penebangan kayu, pengambilan hasil-hasil hutan lainnya dan perburuan. Kegiatan penebangan kayu menghasilkan kayu gelondongan, kayu bakar, dan arang. Sedangkan hasil kegiatan pengambilan hasil hutan lainnya berupa dammar, rotan, kulit kayu, kopal, akar-akaran, dan sebagainya. Hasil perburuan binatang-binatan liar seperti babi rusa, penyu, buaya, ular, dan sebagainya termasuk hasil kegiatan di subsektor ini.


(47)

5. Perikanan

Komoditi yang dicakup adalah semua hasil dari perikanan laut, perairan umum, tambak kolam sawah, serta pengolahan sederhana (penggaraman dan pengeringan ikan)

2. Sektor Pertambangan dan penggalian

Komoditi yang dicakup dalam sektor ini adalah minyak mentah dan gas bumi yodium, biji besi, belerang, serta segala jenis penggalian. 3. Sektor Industri Pengolahan

Sektor ini terdiri dari 3 subsektor yaitu: subsektor industri berat/sedang, kerajinan rumah tangga dan industri pengilangan minyak.

a. Industri Berat dan Sedang

Ruang lingkup dan metode perhitungan nilai tambah bruto industri besar dan sedang atas dasar harga konstan berdasarkan survey tahunan.

b. Industri kecil dan Kerajinan Rumah Tangga

Angka-angka output dan nilai tambah subsektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga diperoleh dengan pendekatan produksi yaitu dengan mengalikan rata-rata output per tenaga yang bekerja di subsektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga.


(48)

35

c. Industri Pengilangan Minyak

Data Produksi industri pengilangan minyak seperti premium, minyak tanah, minyak diesel, avigas, avtur, dan sebagainya. 4. Sektor Listrik, Gas, dan Air bersih

Data produksi yang disajikan adalah data dari perusahaan Listrik Negara, Produksi Perusahaan Negara Gas, dan Perusahaan Daerah Air Minum.

a. Listrik

Subsektor ini mencakup semua kegiatan kelistrikan, baik yang diusahakan oleh Perusahaan Listrik Negara maupun non Perusahaan Listrik Negara.

b. Gas

Komoditi yang dicakup subsektor ini adalah gas produksi Perusahaan Negara Gas Surabaya.

c. Air Bersih

Subsektor ini mencakup air minum yang diusahakan perusahaan air minum.

5. Sektor Konstruksi

Sektor konstruksi mencakup semua kegiatan pembangunan fisik konstruksi, baik berupa gedung, jalan, jembatan, terminal pelabuhan, Dam, irigasi, maupun jaringan listrik, gas, air minum, telepon, dan sebagainya.


(49)

6. Sektor perdagangan, Hotel dan Restoran

Sektor ini mencakup 3 subsektor yang akan diuraikan sebagai berikut dibawah ini :

a. Perdagangan Besar dan Eceran

Perdagangan nilai tambah subsektor perdagangan dilakukan dengan pendekatan arus barang/commodity flow, yaitu dengan menghitung besarnya nilai komoditi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri, serta komoditi import yang diperdagangkan.

b. Hotel

Kegiatan Subsektor ini mencakup semua hotel, baik hotel berbintang maupun tidak serta berbagai jenis penginapan lainnya.

c. Restoran

Karena belum tersedia data jumlah restoran secara keseluruhan, maka output dari subsektor ini diperoleh dari perkalian antara jumlah tenaga kerja yang bekerja di restoran beserta pertumbuhannya dengan output per tenaga kerja dari hasil survey khusus pendapatan regional.

7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan umum untuk barang dan penumpang, baik melalui darat, laut, sungai/danau. dan udara. Sektor ini mencakup pula jasa penunjang angkutan dan komunikasi.


(50)

37

a. Angkutan Kereta Api

Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari laporan tahunan Perusahaan Umum Kereta Api.

b. Angkutan Jalan Raya

Subsektor ini meliputi kegiatan pengangkutan barang dan penumpang yang dilakukan oleh perusahaan angkutan umum baik bermotor, seperti bus, truk, becak, taksi, dokar, dan sebagainya.

c. Angkutan Laut/Air

Subsektor angkutan laut/air meliputi kegiatan pengangkutan penumpang dan barang dengan menggunakan kapal yang diusahakan oleh perusahaan pelayaran milik Nasional, baik yang melakukan trayek dalam Negeri maupun Internasional.

d. Angkutan Udara

Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan penumpang, barang dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan penerbangan yang dilakukan oleh penerbangan milik Nasional.

e. Jasa Penunjang Angkutan

Meliputi kegiatan pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang sifatnya menunjang dan berkaitan dengan kegiatan pengangkutan, seperti terminal dan parker, ekspedisi, dan bongkat muat. Penyimpanan dan pergudangan serta jasa penunjang angkutan lainnya.


(51)

1. Terminal dan Perpakiran

Mencakup kegiatan pemberian pelayanan dan pengaturan lalu lintas kendaraan/armada yang membongkar atau mengisi muatan, baik barang maupun penumpang, seperti kegiatan terminal dan parker, pelabuhan laut, dan pelabuhan udara.

2. Bongkar/Muat

Kegiatan Bongkar/Muat mencakup pemberian pelayanan bongkar muat angkutan barang melalui laut dan darat.

f. Komunikasi

Kegiatan ini mencakup jasa pos dan giro serta telekomunikasi.

1. Pos dan Giro

Kegiatan ini meliputi pemberian jasa pos dan giro seperti pengiriman surat, wesel, paket, jasa giro, jasa tabungan dan sebagainya.

2. Telekomunikasi

Kegiatan ini mencakup pemberian jasa dalam hal pemakaian hubungan telepon, telegraf, dan Faximile.

3. Jasa Penunjang Komunikasi

Kegiatan subsektor ini mencakup pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang sifatnya menunjang kegiatan komunikasi,seperti wesel, warpostel, radio pager, ponsel.


(52)

39

8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.

Sektor ini meliputi kegiatan perbankan, lembaga keuangan bukan bank, jasa penunjang keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahaan.

1. Bank

Angka nilai tambah bruto subsektor bank atas dasar harga berlaku diperoleh dari Bank Indonesia.

2. Lembaga keuangan bukan Bank

Kegiatan lembaga keuangan bukan bank meliputi kegiatan asuransi, koperasi, yayasan dana pension, dan pegadaian.

3. Jasa Penunjang Keuangan

Kegiatan jasa penunjang keuangan meliputi berbagai kegiatan ekonomi antara lain : Bursa Efek Surabaya, perdagangan valuta asing, perusahaan anjak piutang, dan modal ventura.

4. Sewa Bangunan

Subsektor ini mengakup semua kegiatan jasa atas penggunaan rumah bangunan sebagai tempat tinggal, tanpa memperhatikan apakah bangunan itu milik sendiri atau disewakan.

5. Jasa Perusahaan

Subsektor ini mencakup semua kegiatan jasa pengacara, jasa akuntan, biro arsitektur jasa pengolahan data, jasa periklanan, dan sebagainya.

9. Sektor Jasa-Jasa


(53)

1. Jasa Pemerintahan umum

Nilai tambah bruto subsektor ini terdiri dari upah dan gaji rutin pegawai pemerintah pusat dan daerah.

2. Jasa Sosial dan Kemasyarakatan

Subsektor ini mencakup jasa pendidikan, jasa kesehatan, serta jasa kemasyarakatan lainnya seperti jasa penelitian, jasa panti asuhan, palang merah, yayasan pemeliharaan anak cacat, dan pemeliharaan rumah ibadah.

3.2. Jenis dan Sumber Data 3.2.1. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,

yang diambil dari tahun 2004 Sampai dengan 2008 3.2.2. Sumber Data

Sumber data diperoleh dari Kantor Statistik Propinsi Jawa Timur,

Perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, dan perpustakaan-perpustakaan lainnya baik itu milik lembaga pendidikan ataupun pemerintah daerah Jawa Timur.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara yaitu:


(54)

41

1. Studi Kepustakaan

Pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca buku-buku literatur sebagai bahan pustaka yang dapat menunujang masukan yang dibahas dalam skripsi ini.

2. Studi lapangan

Penelitian lapangan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data-data sekunder yang diperlukan untuk penulisan skripsi, data-data laporan, catatan-catatan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas pada lembaga-lembaga yang telah disebutkan diatas.

3.4. Analisis dan Uji Hipotesis

Dalam penelitian ini untuk menentukan sektor unggulan yang dapat dijadikan prioritas pembangunan, teknik analisa dilakukan berdasarkan informasi yang diperoleh dari data-data yang dikumpulkan dan diolah kembali, rumus yang digunakan sebagai alat analisis adalah sebagai berikut :

1. Locationt Quotient

Digunakan untuk menentukan apakah suatu sektor ekonomi termasuk sektor basis ataukah sektor non basis, disuatu daerah dalam periode tertentu/minimal 4 tahun. Rumus yang digunakan sebagai alat analisis adalah sebagai berikut :


(55)

lqiR = Locationt Quotient sektor I Satuan Wilayah Pembangunan IV

ViR = Produk Domestik Regional Bruto sektor I di kabupaten atau

Kotamadya Satuan Wilayah Pembangunan IV

VR = Produk Domestik Regional Bruto sektor I di Jawa Timur

Vi = Produk Domestik Regional Bruto di Kabupaten atau Kotamadya

Satuan Wilayah Pembangunan IV

V = Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur

Dalam hal ini Locationt Qoutient sektoral tersebut adalah > 1, jika

Locationt Qoutient ൑ 1, maka daerah tersebut termasuk daerah minus

dan harus mengimpor dari daerah lain. Sedangkan apabila Locationt Qoutient > 1, maka daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai daerah swasembada dan dapat mengekspor hasil industrinya ke daerah lain.


(56)

(57)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Satuan Wilayah Pembangunan IV

Seperti yang telah diuraikan pada landasan teori pada

pembahasan sebelumnya bahwa Satuan Wilayah Pembangunan ( SWP )

IV terdiri dari Kabupaten Jember, Kabupaten Situbondo, Kabupaten

Bondowoso. Berikut ini adalah gambaran mengenai kondisi secara umum

kedua wilayah tersebut :

4.1.1.1 Kondisi Umum Kabupaten Jember 4.1.1.1.1 Letak Geografis

Kabupaten Jember secara geografis terletak 11330 - 11345 Bujur

Timur dan 800 - 830 Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Jember di

sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten

Probolinggo, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi

sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lumajang dan

sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia. Luas wilayah

Kabupaten Jember 3.293,34 Km2 yang terbagi menjadi tiga puluh satu

kecamatan dan Jember menjadi ibukotanya.

Kabupaten Jember mempunyai potensi besar untuk berkembang

menjadi kota raya. Tanahnya yang subur menjadikan kota di belahan timur


(58)

45

komoditas pertanian (padi, jagung, kedelai), hortikultura dan perkebunan.

Dari segi topografi, sebagian Kabupaten Jember di wilayah selatan

merupakan dataran rendah yang relatif subur untuk pengembangan

tanaman padi dan tanaman pangan lainnya. Kabupaten Jember merupakan

daerah subur untuk kegiatan pertanian dan perkebunan. Karena itu wajar,

kalau setiap tahun Kabupaten Jember mengalami surplus beras hingga

mencapai 200 ribu ton. Untuk masa mendatang Jember mencoba untuk

mengembangkan tanaman impor, seperti Buah Naga Merah (Dragon Fruit)

dan Cabe Jepang (Bullnose Pepper).

Produksi unggulan perkebunan andalan Jember yakni komoditi

tembakau. Penggemar cerutu alias aficionado tahu persis bahwa cerutu

buatan Kuba, Amerika, Swiss, dan jerman mahal dan berkelas. Kabupaten

Jember lewat tembakau Besuki merupakan salah satu pemasok cerutu

tersebut. Tembakau Besuki ini dimanfaatkan terutama untuk pembalut

cerutu (deklabad) selain sebagai bahan pengikat (Binder) serta pengisi

(filler) aroma cerutu yang berkualitas tersebut.

4.1.1.1. Kondisi Umum Kabupaten Situbondo 4.1.1.2.1. Letak Geografis

Kabupaten Situbondo secara geografis terletak antara 11330

11442 Bujur timur dan 735 - 744 Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten

Situbondo di sebelah utara berbatasan dengan Selat Madura, sebelah timur

berbatasan dengan Selat Bali sedangkan sebelah barat berbatasan dengan


(59)

Bondowoso. Luas Kabupaten Situbondo adalah 1.638,50 km atau 163.850

hektar, dan bentuknya memanjang dari barat ke timur kurang lebih 150

km. Sedangkan pantai utara umumnya merupakan dataran rendah dan di

sebelah selatan merupakan datara tinggi dengan rata-rata lebar wilayah

kurang lebih 11 km. wilayah Kabupaten Situbondo terbagi menjadi tujuh

belas kecamatan dengan Situbondo sebagai ibukota.

Sektor pertanian merupakan kontributor utama dalam perekonomian

Kabupaten Situbondo dengan nilai setara 34,58 persen nilai PDRB yang

jumlahnya Rp. 2,07 triliun.

Sebagai daerah yang berbatasan dengan Selat Madura di sebelah Utara dan

Selat Bali di sebelah Timur, Situbondo memiliki garis pantai sepanjang

kurang lebih 150 kilometer. Dengan letak geografis yang dimiliki itu

usaha kelautan dan perikanan yang meliputi penangkapan ikan ,

pengolahan hasil laut, pembenihan, budidaya air laut, serta air payau

sedang dikembangkan. Hasil laut yang diperoleh di daerah ini antara lain

udang windu, udang putih, ikan tongkol, layang, kembung, dan lemuru.

Di sektor perdagangan, komoditas yang menggerakkan kegiatan

perdagangan besar dan eceran ini berasal dari produk tanaman bahan

pangan seperti beras, dan palawija, serta hasil industri pengolahan seperti

produksi gula produksi empat pabrik gula di situbondo, dan industri

olahan ikan pindang.

Kabupaten Situbondo memiliki potensi wisata yang cukup terkenal.


(60)

47

Putih, suatu tempat rekreasi pantai yang berjarak kurang lebih 23 km

disebelah barat Situbondo. Pasir Putih terkenal dengan pantainya yang

landai dan berpasir putih. pada tahun 1960 - 1970 an masih banyak habitat

laut yang bisa ditemukan dipantai ini. Kuda laut dan batu karang cantik

berwarna warni banyak dijual di akuarium penjual ikan hias setempat. 4.1.1.3. Kondisi Umum Kabupaten Bondowoso

4.1.1.3.1 Letak Geografis

Kabupaten Bondowoso dapat dibagi menjadi tiga wilayah:

Wilayah barat merupakan pegunungan (bagian dari Pegunungan Iyang),

bagian tengah berupa dataran tinggi dan bergelombang, sedang bagian

timur berupa pegunungan (bagian dari Dataran Tinggi Ijen). Bondowoso

merupakan satu-satunya kabupaten di daerah Tapal Kuda yang tidak

memiliki garis pantai.

Letak Dan Posisi Kabupaten Bondowoso adalah sebuah salah

satu kabupaten dalam lingkup Propinsi Jawa Timur yang terletak di

sebelah timur Pulau Jawa. Dikenal dengan sebutan daerah tapal kuda.

Ibukotanya adalah Bondowoso. Kabupaten Bondowoso memiliki luas

wilayah 1.560,10 km2 yang secara geografis berada pada koordinat antara

113°48 10 - 113°48 26 BT dan 7°50 10 - 7°56 41 LS. Kabupaten

Bondowoso memiliki suhu udara yang cukup sejuk berkisar 15,40 0C –

25,10 0C, karena berada diantara pegunungan Kendeng Utara dengan

puncaknya Gunung Raung, Gunung Ijen dan sebagainya di sebelah timur


(61)

Krincing dan Gunung Kilap di sebelah barat. Sedangkan di sebelah utara

terdapat Gunung Alas Sereh, Gunung Biser dan Gunung Bendusa. Letak

Kabupaten Bondowoso tidak berada pada daerah yang strategis. Meskipun

berada di tengah, namun Kabupaten Bondowoso tidak dilalui jalan negara

yang menghubungkan antar propinsi. Bondowoso juga tidak memiliki

lautan. Ini yang menyebabkan Bondowoso sulit berkembang dibandingkan

dengan kabupaten lainnya di Jawa Timur. Secara geografis, Kabupaten

Bondowoso mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah

utara : Kabupaten Situbondo Sebelah timur : Kabupaten Situbondo dan

Banyuwangi Sebelah selatan : Kabupaten Jember Sebelah barat :

Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Probolinggo

4.1. Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa Timur

Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa Timur setiap tahun

mengalami peningkatan hal ini disebabkan pemerintah Daerah Jawa Timur

telah berhasil memicu pertumbuhan ekonomi sektor – sektor

pembangunan, selain itu dengan membagi Propinsi Jawa Timur menjadi 9

Satuan Wilayah Pembangunan, maka dapat lebih mudah untuk

mengkoordinasi perencanaan – perencanaan pembangunan. Untuk dapat

melihat besarnya Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Propinsi


(62)

49

Tabel 1: Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa Timur tahun 2004 – 2007 (dalam Juta Rupiah )

Tahun Produk Domestik Regional Bruto Perkembangan (%)

2004 242.228.892,17 -

2005 256.374.726,79

5,83

2006 271.249.316,69

5,80

2007 284.600.201,27

4,92 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur (2008- diolah )

Dari tabel diatas dapat dilihat perkembangan Produk Domestik

Regional Bruto Propinsi Jawa Timur dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan. Pada tahun 2004 Produk Domestik Regional Bruto Jawa

Timur sebesar Rp 242.228.892,17 juta, sedangkan pada tahun 2005

sebesar Rp 256.374.726,79 juta, atau mengalami peningkatan sebesar 5,83

%. Pada tahun 2006 Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur naik

sebesar Rp 271.249.316,69 juta dari tahun sebelumnya atau mengalami

peningkatan sebesar 5,80 %. Produk Domestik Regional Bruto Jawa

Timur pada tahun 2007 sebesar Rp 284.600.201,27 juta atau naik sebesar

4,92 % dari tahun 2006.. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa Produk

Domestik Regional Propinsi Jawa Timur dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan yang cukup stabil.

4.2.2. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Sektoral Propinsi Jawa Timur

Pertumbuhan Produk Domestik Regional Propinsi Jawa Timur


(63)

pertumbuhan sektoral Produk Domestik Regional Jawa Timur. Yang

setiap tahun mengalami kenaikan, dan tidak mengalami penurunan. Hal ini

adalah hasil kerja keras masyarakat Jawa Timur di bawah bimbingan

pemerintah yang telah membuahkan hasil yang memuaskan. Berikut ini

merupakan data perkembangan sektoral Produk Domestik Regional Bruto

Jawa Timur.

Tabel 2. : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Sektoral PropinsiJawa Timur Tahun 2004 – 2007 ( Persentase )

Sektor 2004 2005 2006 2004

I 2,82 3,16 3,75 4,02

II 1,84 9,32 7,52 6,04

III 5,28 4,61 5,11 2,39

IV 14,86 6,18 8,45 5,74

V 1,85 3,48 2,54 1,18

VI 9,25 9,15 8,75 6,16

VII 6,77 5,12 2,51 8,51

VIII 5,94 7,49 7,78 8,38

IX 3,44 4,23 3,11 1,10 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur (2008-diolah)

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sektor Pertanian mengalami

kenaikan yang tinggi pada tahun 2007 dari pada tahun sebelumnya. Begitu

juga dengan sektor Pertambangan dan penggalian yang pada tahun 2005

naik sebesar 9,32 %. Pada sektor industri pengolahan turun pada tahun

2007 dari tahun sebelumnya yaitu dari 7,52 % menjadi 6,04 %. Sektor

listrik, gas, dan air bersih merupakan sektor yang memiliki konstribusi


(64)

51

Timur. Hal ini dapat dilihat dari data diatas bahwa setiap tahunnya sektor

ini memiliki persentase yang cukup besar dibandingkan dengan sektor –

sektor yang lain. Sektor kontruksi mengalami kenaikan meskipun tidak

terlalu besar. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran juga memiliki

persentase yang besar, meskipun tidak sebesar sektor listrik, gas, dan air

bersih. Sektor ini juga pernah mengalami penurunan yang drastis pada

tahun 2007 yaitu sebesar 6,16 %.. Sektor pengangkutan dan komunikasi

relatif stabil yaitu tetap pada kisaran 5 – 6 %. Pada tahun 2007 sektor ini

mampu mencapai 8,51 %, sektor ini pada tahun 2007 berada di urutan

pertama dalam kontribusi sektoral Jawa Timur. Sektor keuangan,

persewaan, dan jasa perusahaan pada tahun 2005 mengalami pertumbuhan

sebesar 7,49 % hingga akhirnya pada tahun 2007 naik menjadi 8,38 %.

Sektor jasa – jasa merupakan sektor yang stabil dalam perkembangannya,

yaitu pada kisaran 3 – 4 % dalam kontribusinya terhadap Produk Domestik

Regional Bruto Propinsi Jawa Timur.

Tabel 3: Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Jember Tahun 2004 – 2007 (dalam Juta Rupiah )

Tahun Produk Domestik Regional Bruto Perkembangan (%) 2004

7.821.292,24 -

2005

8.236.276,67 5,30

2006

8.705.996,37 5,70

2007

9.366.571,65 7,58 Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur (2008-diolah)


(65)

Berdasarkan tabel diatas pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jember

pada tahun 2007 mengalami perkembangan paling tinggi sebesar 7,58 %.

Hal ini disebabkan tingginya nilat investasi, baik dari luar maupun dalam

negeri, yang berdampak pada kemajuan sektor pertanian dan perdagangan,

hotel, dan restoran di wilayah ini.

Tabel 4: Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Situbondo Tahun 2004- 2007 (dalam Juta Rupiah )

Tahun Produk Domestik Regional Bruto Perkembangan (%) 2004

2.573.128,01 -

2005

2.703.988,41 5,08

2006

2.863.750,93 5,90

2007

3.255.655,98 13,68 Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur (2008-diolah)

Berdasarkan tabel diatas pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Situbondo pada tahun 2007 mengalami perkembangan paling tinggi

sebesar 13,68 %. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya sektor

sektor pertanian dan perdagangan, hotel, dan restoran yang merupakan

sektor utama dalam tingkat pertumbuhan ekonomi di wilayah ini.

Tabel 5: Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bondowoso Tahun 2004 – 2007 (dalam Juta Rupiah )

Tahun Produk Domestik Regional Bruto Perkembangan (%) 2004

1,570,724.34 -

2005

1,765,438.87 12,39

2006

2,087,177.86 18,22

2007

2,600,534.99 24,59 Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur (2008-diolah)


(66)

53

Berdasarkan tabel diatas pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Bondowoso pada tahun 2005 mengalami perkembangan paling tinggi

sebesar 24,59 %. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya sector

pertanian, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan , sector jasa - jasa di

wilayah ini.

4.3. Analisis dan Pengujian Hipotesis 4.3.1. Uji Location Quotient

Dalam menentukan apakah suatu sektor ekonomi termasuk dalam

sektor basis ataukah sektor Non basis di Satuan Wilayah Pembangunan

IV, maka digunakan pengujian uji Location Quotient dengan perincian

sebagai berikut :

1. Location Quotient

Digunakan untuk menentukan apakah suatu sektor ekonomi termasuk

sektor basis ataukah sektor non basis, disuatu daerah dalam periode

tertentu/minimal 4 tahun. Rumus yang digunakan sebagai alat analisis adalah

sebagai berikut :

(Aziz, 1994: 153)

lqiR = Locationt Quotient sektor I Satuan Wilayah Pembangunan IV

ViR = Produk Domestik Regional Bruto sektor I di kabupaten atau

Kotamadya Satuan Wilayah Pembangunan IV


(67)

Vi = Produk Domestik Regional Bruto di Kabupaten atau Kotamadya

Satuan Wilayah Pembangunan IV

V = Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur

Dalam hal ini Locationt Qoutient sektoral tersebut adalah > 1, jika Locationt

Qoutient ≤ 1, maka daerah tersebut termasuk daerah minus dan harus mengimpor dari daerah lain. Sedangkan apabila Locationt Qoutient > 1, maka

daerah tersebut dapat diakategorikan sebagai daerah swasembada dan dapat

mengekspor hasil industrinya ke daerah lain.

Tabel 7 : Uji Locationt Quotient Kabupaten Jember TABEL INDEX LOCATIONT QUOTIENT (LQ) KABUPATEN JEMBER TAHUN 2004 SAMPAI 2007

SEKTOR/SUBSEKTOR 2004 2005 2006 2007 1 Pertanian 2,48 2,52 2,56 2,88 2 Pertambangan dan Penggalian 2,41 2,31 2,19 2,25 3 Industri Pengolahan 0,26 0,26 0,26 0,29 4 Listrik, Gas dan Air Minum 0,50 0,50 0,52 0,52 5 Konstruksi 0,87 0,89 0,94 0,10 6 Perdagangan, Hotel dan restoran 0,67 0,65 0,64 0,64 7 Angkutan dan Komunikasi 0,79 0,78 0,76 0,79 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa perusahaan 1,34 1,33 1,32 1,25 9 Jasa-jasa 1,19 1,20 1,21 1,13

Sumber : Lampiran 5

Berdasarkan pada perhitungan diatas, dapat diketahui sektor – sektor

mana saja yang merupakan sektor basis ( LQ > 1 ) untuk wilayah Kabupaten

Jember. Sektor – sektor merupakan sektor basis yaitu, sektor pertanian pada


(68)

55

kemudian pada tahun 2007 sebesar 2,25. Sektor pertambangan dan

penggalian kenaikan hanya pada tahun 2004 sebesar 2,41, kemudian tahun

2005 hingga tahun 2006 turun sebesar 2,31 dan 2,19. Pada tahun 2007

mengalami kenaikan sebesar 2,2. Sektor keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan pada tahun 2004 sebesar 1,34, pada tahun 2005 sampai 2007

mengalami penurunan sebesar 1,33, 1,32, 1,25.. Sektor jasa - jasa tahun 2004

hingga tahun 2006 mengalmi kenaikan sebesar 1,19, 1,20, 1,21, tetapi pada

tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 1,13.

Tabel 8 : Uji Locationt Quotient Kabupaten Situbondo TABEL INDEX LOCATIONT QUOTIENT (LQ) KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2004 SAMPAI 2007

SEKTOR/SUBSEKTOR 2004 2005 2006 2007 1 Pertanian 1,79 1,88 1,95 2,48 2 Pertambangan dan Penggalian 0,13 0,13 0,14 0,15 3 Industri Pengolahan 0,57 0,59 0,62 0,65 4 Listrik, Gas dan Air Minum 0,05 0,05 0,06 0,06 5 Konstruksi 0,17 0,18 0,19 0,20 6 Perdagangan, Hotel dan restoran 1,88 1,98 2,12 2,30 7 Angkutan dan Komunikasi 0,30 0,31 0,32 0,33 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa perusahaan 0,21 0,23 0,24 0,25 9 Jasa-jasa 0,48 0,51 0,58 0,65

Sumber : Lampiran 6

Berdasarkan pada perhitungan diatas, maka dapat diketahui sektor -

sektor mana saja yang merupakan sektor basis ( LQ > 1 ) untuk wilayah

Kabupaten Situbondo. Sektor pertanian pada tahun 2004 sampai dengan


(1)

Tabel 10 : Indeks Fungsi Sektoral Kabupaten Jember

Tahun Sektor Indeks Fungsi Sektoral

2004 Pertanian

Perdagangan, Hotel dan Restoran Jasa – jasa

Industri Pengolahan

3,93 0,17 0,04 0,02 2005 Pertanian

Perdagangan, Hotel dan Restoran Jasa – jasa

Industri Pengolahan

3,94 0,17 0,03 0,02 2006 Pertanian

Perdagangan, Hotel dan Restoran Jasa – jasa

Industri Pengolahan

3,88 0,18 0,03 0,02 2007 Pertanian

Perdagangan, Hotel dan Restoran Jasa – jasa

Industri Pengolahan

4,16 0,17 0,03 0,02 Sumber : Lampiran

Berdasarkan data tabel diatas sector yang merupakan sector yang paling dominan (IFS ≥ 0,33) adalah sector pertanian, besarnya IFS sector pertanian pada tahun 2004 sebesar 3,93, pada tahun 2005 sebesar 3,94 pada tahun 2006 sebesar 3,88 ,pada tahun 2007 sebesar 4,16. jadi hanya terdapat satu sector unggulan saja di kabupaten Jember yaitu sector pertanian.


(2)

Tabel 11 : Indeks Fungsi Sektoral Kabupaten Situbondo

Tahun Sektor Indeks Fungsi Sektoral

2004 Perdagangan, Hotel dan Restoran Pertanian

Industri Pengolahan Jasa – jasa

0,94 0,78 0,05 0,04 2005 Perdagangan, Hotel dan Restoran

Pertanian

Industri Pengolahan Jasa – jasa

0,94 0,78 0,04 0,04 2006 Perdagangan, Hotel dan Restoran

Pertanian

Industri Pengolahan Jasa – jasa

0,97 0,75 0,04 0,04 2007 Perdagangan, Hotel dan Restoran

Pertanian

Industri Pengolahan Jasa – jasa

0,85 0,88 0,04 0,04 Sumber : Lampiran

Berdasarkan data tabel diatas sector yang merupakan sector yang paling dominan (IFS ≥ 0,33) adalah Perdagangan, Hotel dan Restoran,sector pertanian, besarnya IFS Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 0,94 pada tahun 2005 sebesar 0,94pada tahun 2006 sebesar 0,97 pada tahun 2007 sebesar 0,85 sedangkan pada sector pertanian terjadi pada tahun 2004 sebesar 0,78, pada tahun 2005 sebesar 0,78 , pada tahun 2006 sebesar 0,75 dan tahun 2007 sebesar 0,88 jadi ada dua sector yang unggulan di kabupaten Situbondo.


(3)

Tabel 11 : Indeks Fungsi Sektoral Kabupaten Bondowoso

Tahun Sektor Indeks Fungsi Sektoral

2004 Perdagangan, Hotel dan Restoran Pertanian

Industri Pengolahan Jasa – jasa

4,46 0,14 0,04 0,02 2005 Perdagangan, Hotel dan Restoran

Pertanian

Industri Pengolahan Jasa – jasa

3,89 0,16 0,05 0,03 2006 Perdagangan, Hotel dan Restoran

Pertanian

Industri Pengolahan Jasa – jasa

3,77 0,13 0,07 0,03 2007 Perdagangan, Hotel dan Restoran

Pertanian

Industri Pengolahan Jasa – jasa

3,72 0,15 0,06 0,03 Sumber : Lampiran

Berdasarkan data tabel diatas sector yang merupakan sector yang paling dominan (IFS ≥ 0,33) adalah sector pertanian, besarnya IFS sebesar 4,46 pada tahun 2004 pada tahun 2005 sebesar 3,89 pada tahun 2006 sebesar 3,77 dan tahun 2007 sebesar 3,72 satu sector yang unggulan di kabupaten Bondowoso yakni sector perdagangan, Hotel dan Restoran.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Dari hasil analisis Locationt Quotient maka dapat ditentukan sektor – sektor yang merupakan sektor basis pada Kabupaten yang ada di Satuan Wilayah Pembangunan IV Propinsi Jawa Timur, yaitu :

1. Kabupaten Jember mempunyai sektor – sektor basis antara lain : Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, Sektor Jasa – jasa.

2. Kabupaten Situbondo mempunyai sektor – sektor basis antara lain : Sektor Pertanian, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.

3. Kabupaten Bondowoso mempunyai sektor – sektor basis antara lain : Sektor Pertanian, Sektor Bangunan, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, Sektor Jasa – jasa.


(5)

5.2. Saran

1. Sangatlah penting di dalam melakukan perencanaan pembangunan suatu

daerah, pemerintah hendaknya juga memperhatikan potensi dan kondisi regional suatu daerah, karena masing – masing daerah mempunyai keunggulan yang tidak sama. Dengan demikian penerapan teori basis ekonomi yang menekankan agar pembangunan suatu daerah dapat diprioriotaskan pada sektor – sektor yang potensial merupakan salah satu alternatif untuk pengembangan sektor yang ada.

2. Dengan pengidentifikasian sektor basis dan sektor yang dominan di

suatu daerah, maka akan mempermudah dalam pelaksanaan strategi pembangunan khususnya di Satuan Wilayah Pembangunan IV atau paling tidak hal ini akan memperjelas struktur perekonomian di Satuan Wilayah Pembangunan IV.

3. Untuk pembangunan daerah, perencanaan bersama antar Pemerintah

Daerah Tingkat II dan kerja sama antar daerah yang selama ini dilakukan dapat lebih ditingkatkan.

4. Untuk para peneliti selanjutnya diharapkan bisa membuat metode dan


(6)

1994 Pergeseran Tahun Dasar Dan Estimasi Produk Domestik Regional Bruto Daerah Tingkat I Jawa Timur Tahun 1995, Badan Pusat Statistik Daerah Tingkat I Jawa Timur, Surabaya.

--- . 1998, Produk Domestik Regional Bruto Daerah Tingkat I JawaTimur, Badan Pusat Statistik Daerah Tingkat I Jawa Timur, Surabaya.

Aziz, 1994. Ilmu Ekonomi Regional Dan Beberapa Aplikasinya Di Indonesia, Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta.

Dewi, 1998. Peranan Industri Di Satuan Wilayah Pembangunan I Gerbangkertasusila Dalam Menunjang Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur, Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya.

Iqamaddin, 1999. Analisis Ekonomi Regional Di Satuan Wilayah Pembangunan I Gerbang Kertasusila Penerapan Teori Basis Ekonomi Tahun 1993-1996, Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya.

Kusumadewa, 1977. Analisis Lokasi Untuk Perencanaan Pusat-Pusat Pelayanan, Prisma No 11 Edisi Bulan November, Jakarta.

Partadiraja, 1998. Pengantar Teori Makro, Edisi kedua PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Prasodjo, Dwi Agus. 1994. Peranan Pengeluaran Pemerintah Pusat Untuk Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Tingkat I Jawa Timur Tahun 1990-1991, Skripsi Fakultas Ekonomi Airlangga, Surabaya.

Rosyidi, 1997. Pengantar Teori Ekonomi, Edisi Satu PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sukirno, Sadono. 1976, Beberapa Aspek Dalam Persoalan Pembangunan Daerah, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Suparmoko, M. 1998. Pengantar Ekonomika Makro, Edisi Empat, Penerbit BPFE