hukum. Hubungan wali nikah merupakan hubungan resmi yang memerlukan legalitas hukum. Namun demikian apabila adanya hubungan nasab telah dapat
dibuktikan melalui putusan pengadilan dan telah mempunyai akta kelahiran, maka ayahnya dapat bertindak sebagai wali nikah bagi anak perempuannya yang lahir di
luar perkawinan. Anak yang lahir dari perkawinan yang fasid batal, maka ia tetap menjadi
anak sah karena batalnya perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak yang lahir dari perkawinan tersebut Pasal 28 ayat 2 huruf a UUP. Demikian pula, analog
dengan ketentuan hukum tersebut di atas, maka anak yang dilahirkan di luar perkawinan adalah juga anak yang sah karena ketidakabsahan perkawinan orang
tuanya tidak dapat menghapuskan hubungan hubungan darah dengan ibu dan ayah biologisnya. Hubungan darah inilah yang menjadi dasar adanya hubungan perdata
antara anak dengan orang tuanya.
C. SubstansiIsi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46PUU-82010
Tanggal 27 Pebruari 2012
Subtansi dari isi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46PUU-82010 Tanggal 27 Pebruari 2012 pada dasarnya lahir karena adanya isi Pasal 43 ayat 1
UUPA. Pasal 43 ayat 1 UUPA lama yang menyatakan bahwa: “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya
dan keluarga ibunya”, terdapat frase ‘hanya’ yang berarti pembatasan, yakni hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya saja. Kemudian
Pasal 43 ayat 1 hasil review MK menyatakan bahwa: “Anak yang dilahirkan di
Universitas Sumatera Utara
luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi danatau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”; Frase
‘hanya’ dihapus diganti dengan frase ‘serta’ pada akhir ayat yang berarti penambahan hubungan perdata anak dengan ayahnya dan keluarga ayahnya.
Berdasarkan putusan MK Nomor 46PUU-VII2010 tgl 27 Februari 2012 tersebut, hubungan perdata anak dengan ayahnya dan keluarga ayahnya didasarkan
atas adanya hubungan darah secara nyata antara anak dengan ayahnya, sebagaimana hubungan darah dengan ibunya, meskipun antara ayah dan ibunya
belum tentu ada ikatan perkawinan. Ketiadaan danatau ketidaksempurnaan hubungan nikah antara ayah dengan ibunya tidak menghapuskan adanya hubungan
darah dan hubungan perdata antara anak dengan ayah kandungnya sebagaimana hubungan perdata antara anak dengan ibu kandungnya.
Putusan MK tersebut berkenaan dengan uji materi undang-undang.
20
20
Maruarar Siahaan, 2011, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 22.
Oleh karena itu, putusan MK ini berlaku sebagai undang-undang sehingga bersifat
general, tidak individual, dan tidak kasuistis Pasal 56 ayat 3 jo Pasal 57 ayat 1 UUMK. Putusan ini dipergunakan oleh para hakim untuk menyelesaikan kasus-
kasus yang bertalian dengan asal-usul anak dengan segala akibat hukumnya. Dengan adanya putusan MK ini, maka: setiap anak yang dilahirkan mempunyai
hubungan perdata baik dengan ibunya dan keluarga ibunya maupun dengan ayahnya dan keluarga ayahnya, baik ia lahir dari perkawinan yang sah, perkawinan
Universitas Sumatera Utara
yang batal, perkawinan yang syubhat, perkawinan tidak tercatat, ataupun lahir di luar perkawinan.
Putusan MK tersebut berlaku mengikat sejak diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum tanggal 27 Februari 2012 Pasal 47 UUMK. Dengan adanya putusan MK tersebut maka ketentuan Pasal 43 1 UUP tidak berkekuatan hukum
lagi sehingga tidak mengikat, dan digantikan dengan putusan MK tersebut. Demikian pula halnya dengan ketentuan Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam KHI
yang isinya sama dengan Pasal 43 ayat 1 UUP juga tidak berlaku lagi. Pengubahan Pasal 43 ayat 1 UUP ini merupakan penelusuran kembali mengenai
asal-usul anak, yakni agar diketahui dan ditetapkan secara hukum siapakah sesungguhnya ayah dari anak yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENCATATAN KELAHIRAN ANAK DALAM KAITANNYA DENGAN