KAITAN INDEPENDENSI JAKSA AGUNG DENGAN PENYAMPINGAN PERKARA DEMI KEPENTINGAN UMUM
kedudukan Jaksa Agung tersebut menimbulkan dua masalah, yang dalam litelatur disebut
“dual obligation”
62
dan “conflicting loyalties”
63
. Berdasarkan UU no. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI Jaksa Agung
diangkat, diberhentikan dan bertanggung jawab kepada Presiden, hal ini berarti Jaksa Agung harus tunduk dan loyal kepada Presiden.
Dalam negara yang melaksanakan sistem demokrasi, seorang Presiden dipilih dari calon-calon yang dijagokan oleh partai politik, dengan demikian
seorang Presiden adalah partisipan. Maka sangat mungkin Jaksa Agung dipilih oleh Presiden dari partainya atau partai pendukungnya Jaksa Agung
HM Prasetyo berasal dari politisi Partai Nasdem dengan komitmen tertentu untuk kepentingan politik tertentu political demand. Jika ini terjadi maka
Jaksa Agung akan menjalankan fungsi sebagai “partisan advocacy”
64
Disisi lain Jaksa Agung adalah “a man of law” yang dalam sistem kita dapat
digambarkan sebagai abdi hukum, abdi negara dan abdi masyarakat yang tidak mengabdi kepada presiden dengan kepentingan politiknya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Lola Easter, mengaku tidak terkejut rapor merah yang diterima Kejaksaan Agung dalam evaluasi
akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan yang dirilis Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Hasil evaluasi
62
Daniel J Meador, The President, The Ottorney General and The Department of Justice dikutip oleh Suhadibroto, Peningkatan Kinerja Kejaksaan, Diskusi tanggal 20 agustus 2001 di
Kejaksaan Agung RI, h.3
63
Nancy Baker, Conflicting Loyalties, dikutip oleh Suhadibroto, Peningkatan Kinerja Kejaksaan, Diskusi tanggal 20 agustus 2001 di Kejaksaan Agung RI, h.3
64
Nancy Baker, Government Lawyers, dikutip oleh Suhadibroto, Peningkatan Kinerja Kejaksaan, Diskusi tanggal 20 agustus 2001 di Kejaksaan Agung RI, h.3
akuntabilitas kinerja 77 kementerian dan lembaga menyebutkan, Kejaksaan Agung mendapatkan predikat paling buruk hasil evaluasi bekerja selama satu
tahun. Lembaga yang dipimpin HM Prasetyo itu dinilai paling rendah akuntabilitasnya dengan skor 50,02CC.
65
Pasalnya kata Lola, sejak awal Indonesia Corruption Watch telah menentang posisi Jaksa Agung diisi dari kalangan partai politik. Sehingga
buruknya penilaian kinerja Korps Adhyaksa itu sudah bisa di prediksi. Sementara itu, Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia
Mudzakkir juga menganggap kalangan partai politik yang mengisi jabatan penegak hukum bisa merusak independensi lembaga yang dipimpinnya.
66
Berdasarkan permasalahan yang penulis uraikan, khususnya dalam hal penyampingan perkara demi kepentingan umum. Dimana Jaksa Agung yang
dinilai tidak independen dan merupakan bagian dari eksekutif dan juga bertanggung jawab kepada Presiden diharuskan mewakili kepentingan umum,
sedangkan dalam UU no.16 tahun 2004 sendiri tidak menjelaskan secara limitatif apa itu “kepentingan umum” sehingga multitafsir hanya menjelaskan
kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, negara dan masyarakat. sehingga penilaian terhadap kepentingan umum hanya berdasarkan
pandangan subjektif dari Jaksa Agung semata. Dalam indikator yang terdapat dalam JRI peroses pemilihan dan
pengangkatan pimpinan lembaga yudisial merupakan indikator penting untuk
65
http:www.menpan.go.idberita-terkini4170-rapor-akuntabilitas-kinerja-k-l-dan- provinsi-meningkat diakses 17 agustus 2016
66
http:www.viva.co.idprancis2016read720101-icw-tak-heran-kejaksaan-agung-dapat- rapor-merah
diakses, 17 agustus 2016
menciptakan independensi. Proses pengangkatan dan pemeberhentian tersebut masuk
dalam indikator selection
and appointment
process .
Di dalam International Bar Association Of Judicial Indepedence dalam
bab Judges and Executive pada pasal 5 point tegas dinyatakan sebagai berikut: The Executive shall not have control over judicial functions
67
Eksekutif tidak boleh memiliki kontrol terhadap fungsi peradilan diakui sebagai sebuah prinsip hukum internasional. Intervensi eksekutif akan
berimplikasi terhadap kebebasan fungsi lembaga peradilan dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Di dalam Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pengaturan keberadaan Jaksa Agung. Dalam
pasal 19 dinyatakan bahwa : 1 Jaksa Agung adalah pejabat negara.
2 Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Dengan kedudukan Jaksa Agung yang diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden, maka Jaksa Agung menjadi tidaklah Independen. Secara Politik maka Jaksa Agung adalah menteri. Dalam sistem presidensial menteri adalah
pembantu presiden dan bertanggung jawab penuh terhadap Presiden. Presiden maka sewaktu-waktu dengan kekuasaan yang dimiliikinya dapat
menegendalikan kekuasaan penuntutan pidana. Bukan hanya Jaksa Agung bahkan seluruh Jaksa yang ada di Indonesia. Mengingat jaksa adalah satu dan
67
Ardilafiza, S.H.,M.Hum dan Riky Musriza, S.H.,M.H. Independensi Kejaksaan sebagai Pelaksana Kekuasaan Penuntutan dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. 2010
tidak terpisahkan dan jaksa melakukan penuntutan serta bertanggung jawab melalui saluran hierarki kepada Jaksa Agung.
68
Banyak fakta-fakta yang menunjukkan dalam penanganan sebuah kasus kejaksaan asangat rentan di intervensi oleh kekuasaan eksekutif. Salah satu
yang menyita perhatian, adalah tersiarnya transkrip rekaman percakapan Presiden B.J Habibie kepada Jaksa Agung Andi Muhammad Ghalib. Dalam
percakapan tersebut Presiden terlihat mengatur upaya peneylidikan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh mantan Presiden Soeharto. Ketika
itu terlihat bahwa pemeriksaan oleh kejaksaan terhadap mantan Presiden Soeharto hanyalah formalitas belaka dan tidak ada niat untuk meningkatkan
pemeriksaan ke tingkat penyidikan.
69
Kelemahan ketiga adalah mengenai pemberhentian Jaksa Agung. Dalam Pasal 22 ayat 1 dinyatakan :
Jaksa Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatnnya karena: 1 meninggal dunia;
2 permintaan sendiri; 3 sakit jasmani atau rohani terus-menerus;
4 berakhir masa jabatannya; 5 tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 Dalam point 4 dinyatakan bahwa Jaksa Agung berhenti apabila masa
jabatannya berakhir. Namun dalam penjelasan pasal tersebut tidak ada
68
Ardilafiza, S.H.,M.Hum dan Riky Musriza, S.H.,M.H. Independensi Kejaksaan sebagai Pelaksana Kekuasaan Penuntutan dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. 2010
69
Bukti Habibie Tak Serius Periksa Soeharto, Wakil Panji Masyarakat di Periksa Polisi diunduh darihttp:iwan-uni.blogspot.com200507bukti-habibie-tak-serius-periksa.html pada hari
Sabtu tanggal 18 Agustus 2016
penjelasan yang rinci tentang periode masa jabatan Jaksa Agung. Keadaan ini berpotensi menghilangkan independensi kekuasaan penuntutan. Jaksa Agung
dapat diberhentikan kapan pun tergantung pada keinginan Presiden. Dominasi tunggal Presiden dalam menentukan jabatan Jaksa Agung amat
berbeda dalam proses penentuan anggota Badan Pemeriksa Keuangan BPK, Mahkamah Agung MA, dan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK yang
notabene merupakan lembaga yudisial. Penentuan anggota dari ketiga lembaga negara tersebut tidak hanya didominasi oleh satu lembaga saja.
Melainkan melibatkan Presiden dan DPR. Bahkan khusus untuk jabatan hakim agung pada Mahkamah Agung proses penyeleksian jabatannya
melibatkan lembaga Komisi Yudisial. Demikian juga halnya dalam menentukan pimpinan lembaga. Ketua MA dipilih langsung oleh para hakim
agung demikian juga dengan BPK. Sedangkan ketua KPK ditentukan oleh suara terbanyak dalam proses pemilihan anggota di DPR.
70
Proses pengangkatan Jaksa Agung yang hanya melibatkan Presiden sesungguhnya mengurangi makna penting Jaksa sebagai pihak yang mewakili
kepentingan umum dalam penegakan hukum. Dalam Islam, sebaik-baiknya seorang pemimpin adalah yang mengikuti
suri tauladan nabi Muhammad SAW.
70
Ardilafiza, S.H.,M.Hum dan Riky Musriza, S.H.,M.H. Independensi Kejaksaan sebagai Pelaksana Kekuasaan Penuntutan dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. 2010
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [Al Ahzab 21] Nabi Muhammad memiliki akhlaq dan sifat-sifat yang sangat mulia. Oleh
karena itu hendaknya seorang pemimpin memiliki sifat-sifat Nabi seperti Shiddiq, Amanah, Fathonah, dan Tabligh.
Shiddiq artinya benar. Bukan hanya perkataannya yang benar, tapi juga perbuatannya juga benar. Sejalan dengan ucapannya. Beda sekali dengan
pemimpin sekarang yang kebanyakan hanya kata-katanya yang manis, namun perbuatannya berbeda dengan ucapannya.
Amanah artinya benar-benar bisa dipercaya. Jika satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang percaya bahwa urusan itu akan dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itulah Nabi Muhammad SAW dijuluki oleh penduduk Mekkah dengan gelar “Al Amin” yang artinya terpercaya jauh
sebelum beliau diangkat jadi Nabi. Apa pun yang beliau ucapkan, penduduk Mekkah mempercayainya karena beliau bukanlah orang yang pembohong.
Tabligh artinya menyampaikan. Segala firman Allah yang ditujukan oleh manusia, disampaikan oleh Nabi. Tidak ada yang disembunyikan dan
Fathonah Artinya Cerdas. Mustahil Nabi itu bodoh atau jahlun. Dalam menyampaikan 6.236 ayat Al Qur’an kemudian menjelaskannya dalam
puluhan ribu hadits membutuhkan kecerdasan yang luar biasa.
Tjeerd Sleeswijk Visser menggambarkan Jaksa Agung sebagai sosok
yang memiliki kepribadian yang jujur, tidak memiliki kepentingan politis,
memiliki stardar moral dan etika yang tinggi.
Namun permasalahan independensi Jaksa Agung tidak akan selesai berdasarkan apa yang dijelaskan oleh Tjeerd Sleeswijk Visser Indendensi
Jaksa Agung dipengauhi oleh pola pemilihan, pemberhentian dan pertanggung jawaban.
Jaksa Agung juga sebagai sosok yang dihargai oleh masyarakat dan bertindak atas nama masyarakat. Apa yang digambarkan oleh Tjeerd
Sleeswijk Visser membuktikan bahwa jabatan tersebut memiliki arti yang sangat penting bagi penegakan hukum.
71
Menurut Suhadibroto, pentingnya peran Jaksa Agung tersebut mengakibatkan Jaksa Agung harus independen dan profesional. Pentingnya
hal ini bahkan telah menjadi pemikiran yang serius oleh masyarakat internasional. Pada pertemuan para Jaksa Agung di Seoul Korea Selatan pada
bulan September 1990 yang dihadiri 25 negara se Asia Pasific, menghasilkan kriteria seorang Jaksa Agung yang independen dan profesional, yakni bahwa
Jaksa Agung adalah:
72
1 Attoney general is man of Law
71
Tjeerd Sleeswijk Visser, The General Prosecutor and Responsiblilitiea, makalah disampaikan pada
seminar “The Prosecutor`s office in a democratic and constitusional state” di unduh dari situs dikutip dari Marwan Effendy Kejaksaan RI Posisi dan Fungsinya Dari Perspektif
HukumJakarta: Gramedia, 2005. h. 43
72
Tjeerd Sleeswijk Visser, The General Prosecutor and Responsiblilitiea, makalah disampaikan pada
seminar “The Prosecutor`s office in a democratic and constitusional state” di unduh dari situs dikutip dari Marwan Effendy Kejaksaan RI Posisi dan Fungsinya Dari Perspektif
HukumJakarta: Gramedia, 2005. h. 43
2 Independent attorney general generates economic prosperity,
promotion of welfare, political stability and development of democracy. 3
The Attorney General is the chief of legal officer; 4
The Attorney General is not subjects to the direction or control of any other person or authority. He is essentially a man of law.
Kriteria tersebut di atas memposisikan Jaksa Agung secara independen dan tidak dibawah kontrol institusi atau otoritas apapun. Dalam hal ini, Jaksa
Agung bahkan juga disebut sebagai “a man of law” atau dengan kata lain
Jaksa Agung adalah abdi hukum yang sebenarnya. Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 19 ayat 20 jo Pasal 22 Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2004 dapat disimpulkan bahwa Jaksa Agung tidak Independen. Hal ini disebabakan presiden diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden. Posisi Jaksa Agung seperti itu dapat menimbulkan dua masalah yang dalam litterat
eur disebut dengan “dual obligation” dan “conflicting loyalties
” . Dalam ilmu Pemerintahan, Jaksa Agung sebagai bawahan Presiden harus mampu melakukan 3 tiga hal yakni:
73
1 Menjabarkan instruksi, petunjuk dan beberapa kebijakan lainnya dari Presiden.
2 Melasanakan intruksi, petunjuk dan berbagai kebijakan Presiden yang telah dijabarkan tersebut.
3 Mengamankan intruksi, petunjuk daan berbagai kebijakan Presiden yang sementara telah dilasanakan.
73
Marwan Effendi, Kejaksaan dan Fungsinya dari Prespektif Hukum Jakarta: PT. Gramedia, 2005, h. 125.
Keadaan tersebut mengakibatkan selalu timbul kontroversi dalam setiap pergantian Jaksa Agung. Pada masa orde lama Jaksa Agung Soeprapto yang
ketika itu diganti oleh Presiden Soekarno karena berani menyelidiki kasus korupsi yang melibatkan Menteri Luar Negeri. Demikian juga dengan
penerus Soeprapto, yaitu Jaksa Agung Gatot Tarunamihardja. Gatot merupakan Jaksa Agung pertama pada masa demokrasi terpimpin. Walaupun
kedudukan nya sebagai menteri Gatot tetap berupaya untuk Indepnenden. Ketika beberapa oknum tentara melakukan praktek penyelundupan melalui
pelabuhan Tanjung Priok – yang kemudian dikenal pada masa itu sebagai
Peristiwa Tanjung Priok, Gatot Tarunamihardja tampil mengusutnya. Jendral Nasution memerintahkan penangkapan dan penahanan sang Jaksa Agung
yang sedang menjalankan tugasnya. Soekarno menengahi. Gatot dibebaskan tapi dia juga dipecat.
74
Kontroversi tersebut terus berlanjut hingga orde reformasi. Pergantian Jaksa Agung Soedjono.C.Atmonegoro, juga bernuansa politis karena
keberaniannya menyelidiki
kasus korupsi
mantan Presiden
Soeharto. Demikian juga Jaksa Agung Marsilam Simanjuntak yang bahkan hanya menjabat dalam hitunagan minggu untuk kemudian diganti oleh M.A
Rachman.
75
Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh juga diganti dengan latar belakang politis. Pergantian terjadi dikarenakan adanya permintaan dari DPR
74
Daniel S.Lev, Hukum dan Politik di Indonesia Kesinambungan dan Perubahan
,Jakarta: LP3ES, 1990h. 59-60
75
Marwan Effendy Kejaksaan RI Posisi dan Fungsinya Dari Perspektif HukumJakarta:
Gramedia, 2005. h. 73
kepada Presiden dilatarbelakangi hubungan yang tidak harmonis antara Jaksa Agung dengan komisi III DPR.
76
Berdasarkan apa yang penulis dapatkan, maka penulis memetakan resiko yang akan muncul jika Jaksa Agung tidak Independen dalam menjalankan
kewenanganya, khususnya dalam penyampingan perkara demi kepentingan umum. J. Remmelink mengatakan bahwa akan selalu ada bahaya jika
Kejaksaan tidak menjalankan tugas dan wewenangnya dengan independen. Bahwa akan selalu ada motif-motif partai politik dalam memutuskan
memerintah tugas dari Kejaksaan dalam hal, misal penyampingan suatu perkara
demi kepentingan
umum ataupun
untuk memerintahkan menuntutnya.
77
Jadi dapat kita bayangkan kengerian jika Kejaksaan atau Jaksa Agung tidak independen yang akan mengamcam dan menciderai penegakan
hukum yang ada di Indonesia.