Latar Belakang Determining The Dense Soil Depth Using Acoustic Wave

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian secara luas ditunjukkan untuk menghasilkan kebutuhan papan, pangan, sandang, maupun lingkungan hidup tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga bertujuan untuk melakukan perdagangan ekspor memenuhi kebutuhan luar negeri. Kebutuhan akan hasil pertanian khususnya untuk kebutuhan pangan tidak jarang mengalami kekurangan. Hal ini terjadi dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan pangan sebagai akibat dari bertambahnya populasi manusia yang kemudian mengurangi lahan pertanian untuk dijadikan pemukiman. Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan manusia tersebut maka lahan pertanian harus diusahakan sebaik mungkin untuk mempertahankan kualitas tanah agar dapat terus digunakan dan diperoleh hasil maksimal dan output seragam. Efisiensi dalam penggunaan sumberdaya pertanian dapat ditingkatkan dengan melakukan perubahan dari pertanian tradisional menjadi pertanian modern. Pertanian modern diikuti dengan adanya penerapan teknologi pada beberapa bidang kegiatan atau melakukan perubahan metode pertanian. Salah satu metode pertanian yang kini dikembangkan adalah metode pertanian presisi precission farming. Adapun tujuan penggunaan metode pertanian presisi pada penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik tanah dan tanaman pada lahan spesifik untuk mengoptimalkan input produksi misalnya penggunaan pupuk, insektisida, air pada lahan, maupun pengolahan tanah yang sesuai. Metode pertanian presisi memerlukan informasi mengenai karakteristik tanah dari lahan yang diusahakan. Salah satu parameter karakteristik fisik tanah adalah kerapatan tanah bulk density. Informasi mengenai kerapatan tanah menjadi penting karena berkaitan dengan daya dukung lahan untuk menjaga produktifitas lahan tersebut. Selain itu, informasi kerapatan tanah juga dapat digunakan untuk mengetahui jenis pengolahan tanah yang optimal untuk suatu lahan. Pengolahan tanah dilakukan dengan menghancurkan tanah menggunakan alat pengolah tanah sehingga tanah menjadi remah. Pengolahan tanah menyebabkan agregat tanah mempunyai kemantapan rendah Anonimous, 1994. Jika pengolahan tanah dilakukan pada lahan terbuka dan ketika saat tersebut terjadi hujan, maka tanah dengan mudah dihancurkan dan terbawa bersama air permukaan erosi. Selain mempercepat kerusakan sumberdaya tanah, pengolahan tanah intensif juga memerlukan biaya tinggi. Pengolahan tanah minimum menjadi target masa depan, karena pada kenyataannya tidak semua tanah memiliki kerapatan yang sama, sehingga pengolahan tanah juga harus berbeda. Pengolahan tanah yang terus-menerus mengakibatkan pemadatan pada lapisan tanah bagian bawah lapisan olah, hal demikian menghambat pertumbuhan akar. Untuk mengatasi kerusakan karena pengolahan tanah, akhir-akhir ini diperkenalkan sistim pengolahan tanah minimum Minimum Tillage yang diikuti oleh pemberian mulsa dapat meningkatkan produksi pertanian Anonimous, 1994. Pengolahan tanah minimum Minimum Tillage adalah pengolahan tanah yang dilakukan secara terbatas atau seperlunya tanpa melakukan pengolahan tanah pada seluruh areal lahan Anonimous, 1994. Pengolahan tanah minimum pada pertanian hanya dilakukan terhadap tanah yang kondisinya tidak baik untuk tanaman. Penelitian beberapa tahun menunjukkan bahwa pengolahan tanah yang terlalu sering cenderung merusak disamping dapat menjadi terlalu mahal. Apalagi pengolahan menggunakan alat-alat berat akan menyebabkan kerusakan struktur dan pemadatan tanah Arnon, 1972 dalam Wiroatmodjo,-. 2 Pengolahan tanah minimum bertujuan untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan aliran pemukaan, mengamankan dan memelihara produktifitas tanah agar tercapai produksi yang setinggi- tingginya dalam waktu yang tidak terbatas, meningkatkan produksi lahan usahatani, dan menghemat biaya pengolahan tanah, waktu dan tenaga kerja Anonimous, 1994. Beberapa cara pengolahan tanah minimum yaitu pengolahan tanah disekitar lobang tanaman, pengolahan tanah di sekitar tanaman, dan tanpa pengolahan tanah Zero Tillage Anonimous, 1994. Sinukaban 1987 dalam Wiroatmodjo - menegaskan bahwa budidaya tanpa olah tanah dapat menekan erosi sampai sebesar 90 dan aliran permukaan sebesar 45. Keefektifan metoda tersebut bergantung pada presentase permukaan tanah yang tertutup oleh sisa-sisa tanamangulma, kekasaran permukaan tanah dan guludan kecil yang terbentuk, sisa tanamanguludan yang terbenam, dan erodibilitas tanah. Pengolahan tanah minimum dapat dilaksanakan jika kita mengetahui sifat fisik tanah, misalnya kerapatan tanah. Dengan demikian, diperlukan alat yang dapat digunakan untuk menentukan kerapatan tanah, agar pengolahan tanah dapat dilaksanakan pada bagian yang padat saja. Alat yang selama ini digunakan untuk pengukuran kerapatan tanah adalah penetrometer. Prinsip kerja penetrometer dengan mengetahui tahanan penetrasi tanah. Pengukuran tahanan penetrasi tanah dengan penetrometer praktis dan mudah dilakukan untuk lahan sempit, namun tidak praktis untuk lahan luas, selain itu masih memiliki beberapa kelemahan lain. Nilai tahanan penetrasi tanah sangat dipengaruhi oleh kadar air tanah Baver, 1978. Selain itu, pengukuran menggunakan pnetrometer tidak dapat disertai dengan data-data sifat fisik tanah, sehingga diperlukan metode lain untuk melakukan pengukuran kerapatan tanah tersebut. Kerapatan tanah suatu lahan dapat juga diketahui dengan menganalisa sifat resistansi listrik lahan tersebut. Nilai resistensi listrik tersebut diperoleh dengan cara menancapkan dua buah elektroda kedalam tanah. Penelitian yang diakukan oleh Nugraha 2004 dan Widianti 2005 menunjukkan bahwa kadar air yang semakin tinggi diikuti dengan semakin padatnya tanah, maka tegangan listriknya semakin besar dan berbanding terbalik dengan resistansinya. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa jarak penusukan antar elektroda juga mempengaruhi nilai resistansi. Jarak penusukan antar elektroda yang semakin jauh menyebabkan nilai resistansi besar dan tegangan kecil. Namun, cara ini belum mampu memberikan informasi letak lapisan padat tanah. Gelombang akustik biasa digunakan untuk pendeteksian non-destruktif. Salah satu gelombang akustik yang biasa digunakan adalah gelombang audio. Gelombang audio merupakan gelombang yang berada pada rentang gelombang sonik dan gelombang ini dapat didengar langsung menggunakan indera pendengaran manusia. Gelombang suara merupakan gelombang mekanik yang perambatannya membutuhkan perantara karena gelombang ini tidak dapat merambat pada ruang hampa Halliday dan Resnick, 1998 dalam Prasetyo, 2008. Medium perambatannya dapat berupa padat, cair, maupun gas, sehingga gelombang audio ini sangat memungkinkan untuk pendeteksian tanah yang bertujuan untuk penentuan nilai kerapatan tanah pada lahan. Selain itu, penggunaan gelombang audio ini dapat digunakan untuk menentukan letak lapisan padat tanah pada suatu lahan. Penelitian kerapatan tanah menggunakan gelombang akustik sudah dilakukan oleh Deni 2007, Firmansyah 2007, Farizi 2007, dan Prasetyo 2008. Gelombang yang digunakan oleh masing-masing peneliti adalah gelombang akustik dengan frekuensi 10 kHz, 40 kHz, 50 kHz, dan 5 kHz. Penelitian tersebut dilakukan dengan pengamatan pada tiga perlakuan yaitu tebal lapisan olah, pemancar dan penerima yang menyudut, jarak horizontal pemancar dan penerima, dan jarak vertikal pemancar dan penerima. Penelitian tersebut menunjukkan terjadi penurunan amplitudo yang diterima dengan bartambahnya tebal lapisan olah, bertambahnya jarak pengukuran pada posisi horizontal, serta meningkatnya amplitudo yang diterima pada posisi vertikal dan posisi menyudut jika diikuti dengan meningkatnya kerapatan tanah. 3 Oscilloscope digunakan oleh peneliti terdahulu untuk memvisualisasikan hasil pengukuran. Namun, pengukuran belum dilakukan dengan variasi frekuensi pada posisi pemancar dan penerima yang dapat bergerak luas. Penelitian masih dilakukan dengan nilai-nilai dan posisi yang mewakili kondisi dilapangan, sehingga belum cukup untuk menjelaskan hubungan sifat gelombang terhadap tanah. Pengembangan dari penelitian sebelumnya dilakukan untuk memberikan hasil pengukuran yang lebih baik. Pengembangan dilakukan pada instrumen yang digunakan untuk pengukuran. Instrumen dibuat mampu bergerak luas dan perubahan frekuensi dapat dilakukan setiap saat. Frekuensi gelombang tidak statik, perbedaan ketebalan lapisan olah, serta posisi pengukuran bebas yang akan dilakukan pada penelitian ini diharapkan akan menjelaskan hubungan tersebut. Pengaruh perlakuan dilihat langsung pada monitor berupa amplitudo gelombang yang diterima. Sensor dalam teknik pengukuran dan pengaturan secara elektronik berfungsi mengubah besaran fisik menjadi besaran listrik yang proposional Herlambang, 2010. Sensor sering digunakan untuk pendeteksian saat melakukan pengukuran. Sharon, dkk 1982 dalam Rahmat 2008 mengatakan, sensor adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi gejala-gejala atau sinyal- sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi seperti energi listrik, energi fisika, energi kimia, energi biologi, energi mekanik dan sebagainya. Berdasarkan keterangan tersebut, maka gelombang akustik dapat digunakan untuk menentukan kerapatan tanah, karena gelombang akustik merupakan gelombang mekanik dan besaran yang diukur adalah besaran fisik seperti panjang, waktu, dan lain- lain. Besaran masukan pada kebanyakan sistem kendali adalah bukan besaran listrik, seperti besaran fisika, kimia, mekanis dan sebagainya. Besaran bukan listrik akan diubah terlebih dahulu menjadi suatu sinyal listrik melalui sebuah alat yang disebut transduser, sehingga dapat digunakan pada sistem pengukuran, atau sistem manipulasi atau sistem pengontrolan Rahmat, 2008.

1.2 Ruang Lingkup