Kayu Manii Kayu Sengon Kayu Petai

2006. Bila pohon telah mencapai umur 25-30 tahun, perlu segera diremajakan karena tidak ekonomis lagi untuk disadap. Kayu karet memiliki berat jenis BJ sekitar 0,61 0,55-0,70, tergolong kayu dengan kekerasan sedang dan Kelas Awet V Mandang dan Pandit 1997. Variasi BJ kayu disebabkan beberapa hal, antara lain perbedaan genetik, tempat tumbuh, dan contoh yang dianalisis Budiman 1987 dalam Boerhendy dan Agustina 2006. Kayu karet mudah digergaji dengan hasil gergajian yang cukup halus, serta mudah dibubut dengan permukaan yang rata dan halus. Selain itu, kayu karet mempunyai sifat perekatan yang baik dengan semua jenis perekat industri. Kayu karet umumnya digunakan sebagai bahan baku perabot rumah tangga, panel dinding, bingkai gambarlukisan, lantai parkit, peti kemas, finir, kayu lamina, dan papan balok Pandit dan Kurniawan 2008.

2.6.2 Kayu Manii

Manii dengan nama latin Maesopsis eminii Engl. termasuk ke dalam famili Rhamnaceae. Tanaman ini banyak terdapat di daerah Jawa Barat. Bagian kayu gubal berwarna putih, sedangkan bagian terasnya kuning gelap hingga coklat. Teksturnya kasar dan berbau masam. Pada habitat alaminya, tanaman ini tumbuh di dataran rendah sampai di ketinggian 1.800 mdpl. Kayu manii biasanya ditanam di dataran rendah dan tumbuh baik pada ketinggian 600-900 m dpl dengan curah hujan 1200-3600 mm per tahun dan musim kering sampai 4 bulan Joker 2002. Kayu yang ber-BJ 0,38-0,48 ini masuk ke dalam Kelas Kuat III dan Kelas Awet III-IV sehingga banyak dimanfaatkan untuk konstruksi ringan-sedang di bawah atap, peti kemas, box, dan kayulapis Abdurachman dan Hadjib 2006. Menurut Wahyudi et al. 2007, keterawetan kayu manii tergolong sedang. Manii merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan serbaguna serta banyak ditanam sebagai sumber kayu bakar.

2.6.3 Kayu Sengon

Sengon atau Paraserianthes falcataria termasuk ke dalam famili Mimosaceae. Penyebarannya ada di seluruh Jawa, Maluku, hingga Papua. Kayu sengon memiliki ciri umum: teras berwarna hampir putih atau coklat muda pucat seperti daging dengan bagian gubal yang tidak berbeda dengan kayu teras. Teksturnya agak kasar dan merata dengan arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu. Permukaan agak licin dan agak mengkilap. Kayu yang masih segar berbau petai. Kayu ini termasuk Kelas Awet IVV dan Kelas Kuat IV-V dengan BJ sekitar 0,33 0,24-0,49. Kayunya lunak dan mempunyai nilai penyusutan arah radial dan tangensial dari kondisi basah sampai kering tanur berturut-turut adalah 2,5 dan 5,2. Kayunya mudah digergaji tetapi tidak semudah kayu meranti merah, dan dapat dikeringkan dengan cepat tanpa cacat yang berarti. Cacat pengeringan yang lazim adalah melengkung atau memilin Martawijaya Kartasujana 1997.

2.6.4 Kayu Petai

Petai Parkia speciosa atau P. timoriana DC Merr. adalah salah satu tanaman asli dari Malaysia, Brunei, Indonesia dan Semenanjung Thailand. Pohon dapat mencapai tinggi 50 cm dengan permukaan kulit batang halus berwarna coklat kemerahan. Daun majemuk menyirip ganda dua bipinnate. Tanaman ini sering ditanam mulai dari dataran rendah hingga ke ketinggian 1.500 m dpl, namun tumbuh optimal pada ketinggian 500-1000 m dpl Abdurrohim 2007. Kayu teras putih kekuning-kuningan, sedangkan bagian kayu gubalnya hampir putih sehingga sukar untuk dibedakan. Corak kayu polos, tekstur agak kasar, arah serat agak berpadu, permukaan kayu mengkilap, dan memiliki tingkat kekerasan yang lunak. Lingkar tumbuh kayu petai agak jelas, ditandai dengan adanya lapisan-lapisan yang berbeda kepadatannya dan ketebalan dinding seratnya. Menurut Oey Djoen Seng 1990, kayu petai memiliki berat jenis minimum 0,35 dan maksimum 0,53 dengan rata-rata 0,45 serta termasuk ke dalam Kelas Awet V dan Kelas Kuat III-V. Dari kelas awet dan kelas kuatnya, maka kayu petai tidak cocok untuk kayu konstruksi dengan pembebanan yang besar, tetapi dapat digunakan untuk bangunan ringan sementara, kayu pertukangan, meubel, kabinet, moulding, perlengkapan interior, pelapis, cetakan beton, peti krat, korek api, usungan, sumpit, pelampung jala, pulp dan kertas, serta kayu energi.

2.6.5 Kayu Pinus