26 oleh para pengumpul, bergantung pada harga pembeli. Selain itu, hasil wawancara
dengan beberapa nelayan lobster, ternyata terdapat perbedaan harga yang diberikan dari pengumpul kepada nelayan. Beberapa nelayan ada yang dimodali
jaring oleh pengumpul sehingga harga jual lobster akan berbeda dengan nelayan yang tidak dimodali jaring memiliki jaring sendiri. Nelayan yang dimodali
jaring akan mendapatkan harga yang lebih rendah dibanding yang tidak dimodali jaring ketika menjual lobsternya kepada pengumpul. Disamping itu, kondisi
lobster pada saat dijual kepada pengumpul pun akan mempengaruhi harga lobster. Lobster dalam kondisi hidup dan tidak cacat akan lebih tinggi harganya
dibandingkan dengan lobster yang sudah mati dan memiliki cacat.
Peran stakeholder dalam pengelolaan perikanan sangat penting, dalam hal ini yang dimaksud adalah perikanan lobster. Stakeholder yang dimaksud dalam
pengelolaan perikanan lobster ini seperti pegawai Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Sukabumi, pegawai Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN
Palabuhanratu dan tidak lepas pula pemerintah pusat. Tingkat keaktifan para stakeholder akan mempengaruhi keberhasilan pengelolaan perikanan, dimana
semakin aktif partisipasi stakeholder semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pengelolaan perikanan lobster Adrianto 2013. Partisipasi stakeholder dimulai
dari awal penetapan atau pembuatan kebijakan setelah itu secara berturut-turut implementasi, pengawasan dan evaluasi Pertiwi 2014. Dalam kasus
Palabuhanratu, partisipasi stakeholder dalam pengelolaan perikanan lobster masih terbilang lemah karena kurangnya pendataan dan pengawasan terhadap lobster.
Data lobster sangat penting karena akan menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan. Namun sebaliknya, dalam perikanan lobster Palabuhanratu, tidak
dilakukan pendataan secara langsung. Pendataan dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan mengumpulkan data dari pengumpul, bukan nelayan. Selain itu,
masih banyak ditemukannya lobster dibawah ukuran layak tangkap yang menjadi tanda bahwa kurangnya pengawasan terhadap hasil tangkapan lobster.
3.2.2 Penilaian Ecosystem Approach to Fisheries Management
Perikanan dalam zaman sekarang memiliki tiga masalah utama, yaitu 1 over-exploiting stok ikan, 2 over-expansion kapal tangkap, dan 3 dampak
negatif dari kegiatan perikanan terhadap ekosistem dan habitat Zhang et al. 2009. Beberapa penelitian dan kajian sudah banyak dilakukan untuk menjawab
permasalahan pertama dan kedua. Namun pada persoalan ketiga, belum banyak kajian yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya sedangkan dampak kegiatan
perikanan telah banyak merusak ekosistem laut. Maka dari itu, sangat diperlukan adanya pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem. Dimana, pada
konsep ini, kegiatan perikanan akan tetap berjalan dengan meminimkan akibat terhadap ekosistem.
Penilaian perikanan dengan pendekatan ekosistem menggunakan indikator- indikator yang dibagi ke dalam beberapa domain, yaitu domain sumberdaya,
habitat, sosial dan ekonomi. Lebih lanjut, beberapa penelitian kajian mengenai indikator ekosistem telah dilakukan Fulton et al. 2004; Degnobol dan Jarre 2004;
Jennings 2005; Link 2005; Kruse et al. 2006. Terdapat berbagai jenis indikator yang berkaitan dengan fisika, ekologi dan kondisi sosial-ekonomi perikanan
Zhang 2009.
27 Pada kasus perikanan lobster Palabuhanratu, telah dilakukan penilaian dengan
pendekatan ekosistem menggunakan indikator-indikator terpilih. Hasil penilaian menunjukkan terdapat beberapa lobster yang masuk dalam zona kuning dan zona
hijau. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, maka ada beberapa langkah taktis yang dianggap bisa mengurangi status risiko lobster yang masuk dalam zona
kuning dan mempertahan status di zona hijau seperti yang tertuang dalam Tabel 9.
Tabel 9 Tactical decisions dalam pengelolaan perikanan lobster di palabuhanratu
Indikator Nilai aktual
Reference indikator Tactical decisions
scor Kriteria
scor Kriteria
Sumberdaya Hasil tangkapan
per usaha 1
Menurun tajam 2
Menurun sedikit Melakukan
pembatasan usaha tangkap
Ukuran 1
Ukuran semakin kecil
2 Ukuran relatif tetap Melarang penggunaan jaring
dengan ukuran mata terlalu kecil
3 Ukuran semakin
besar 3
Ukuran semakin besar
Mengontrol penggunaan alat tangkap
Proporsi lobster yang belum layak
tangkap 1
Banyak sekali 60
2 Banyak 30-60
Mengawasi penggunaan alat tangkap
Melakukan pendataan sebelum nelayan menjual
lobster pada pengumpul
2 Banyak 30-60
3 Sedikit 30
Membuat bak penampungan bagi lobster yang masih
belum layak tangkap
3 Sedikit 30
3 Sedikit 30
Mengontrol penggunaan alat tangkap
Habitat Total suspended
solid TSS 3
TSS=20 mgl 3
TSS=20 mgl Mengontrol buangan limbah
didaerah sekitar
lokasi tangkap
Klorofil-a 2
Konsentrasi klorofil-a 2-5 µgl
3 Konsentrasi klorofil
a 5 µgl Melakukan kontrol kualitas
air secara berkala
Sosial
Partisipasi stakeholder
2 50-100
3 100
Melakukan sosialisasi dan evaluasi
terkait hasil
tangkapan dan alat tangkap
28 Tabel 9 Tactical Decisions Dalam Pengelolaan Perikanan Lobster Di
Palabuhanratu Lanjutan
Indikator
Nilai aktual Reference indicator
Tactical decisions Scor
Kriteria Scor
Kriteria
Sosial
Frekuensi ada tidaknya konflik
3 100
3 100
Bekerja sama dengan LSM terkait
untuk mengontrol
pemicu konflik
Ekonomi
Pendapatan nelayan 1
Dibawah rata-rata UMR
2 Sama dengan rata-rata
UMR Menjual
lobster dengan
ukuran layak tangkap lebih banyak
Langkah-langkah di atas merupakan saran atau rekomendasi melihat status risiko beberapa lobster yang ada di Palabuhanratu menggunakan indikator-
indikator terpilih.
Penilaian perikanan
dengan pendekatan
ekosistem mengggunakan indikator memiliki beberapa kelebihan maupun kekurangan.
Zhang et al. 2009 pun memaparkan beberapa kelebihan dari metode ini seperti penilaian ini adalah penilaian terpadu, dimana penilaian ini menggunakan
beberapa indikator pengelolaan untuk memperoleh objective risk index ORI, species risk index SRI, dan fishery risk index FRI. Tidak seperti pendekatan
lain yang hanya menggunakan indikator untuk satu indeks. Metode ini mudah untuk diterapkan bahkan dalam keadaan keterbatasan data. Hasil dari penilaian ini
dapat dijadikan untuk mengevaluasi dampak dari pengelolaan sebelumnya. Pada akhirnya, hasil penilaian akan berupa analisis grafis yang dapat memudahkan
peneliti, pengelola dan stakeholder untuk interpretasi. Kelemahan dari metode ini adalah sulitnya menentukan indikator dan reference points dikarenakan beberapa
indikator belum sepenuhnya dikaji.
4 SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Pada diagram ORI, P. homarus, P. versicolor masuk dalam zona merah
yang mengindikasikan P. homarus, P. versicolor masuk dalam risiko tinggi
sedangkan dua lobster lainnya, yaitu P. ornatus dan P. penicillatus masuk dalam zona kuning dan hijau, yang mengindikasikan P. ornatus dan P. penicillatus
masuk dalam risiko sedang sampai baik. P. homarus, P. versicolor, P. ornatus dan P. penicillatus masuk dalam kategori risiko sedang pada diagram SRI. Pada
diagram FRI, perikanan lobster Palabuhanratu masuk dalam kategori risiko sedang. Beberapa tactical decision yang perlu diberlakukan dalam perikanan
lobster Palabuhanratu, yaitu pembatasan usaha tangkap P. homarus dan melarang penggunaan jaring dengan ukuran mata jaring terlalu kecil, memberlakukan
29 pendataan ukuran lobster, membuat bak penampungan untuk lobster yang masih
di bawah ukuran layak tangkap, mengontrol buangan limbah di sekitar lokasi tangkap, dan mengontrol kualitas air secara berkala.
4.2 Saran
1. Penilaian perikanan dengan pendekatan ekosistem sebaiknya dilakukan setiap
tahun secara teratur guna memantau kondisi jenis lobster agar ada pembanding.
2. Pada penelitian selanjutnya, perlu ditambahkan jenis lobster untuk masuk
dalam penilaian karena pada perairan Palabuhanratu diduga terdapat lebih dari 10 jenis lobster.
3. Perlunya partisipasi lebih dari pemerintah dalam pencatatan data lobster
mengingat pencatatan data lobster Palabuhanratu belum dilakukan secara mendetail.
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto L, Habibi A, Fahrudin A, Azizy A, Susanto HA, Musthofa I, Kamal MM, Wisudo SH, Wardiatno Y, Raharjo P, Nasution Z, Budiarto A. 2013.
Penilaian indikator untuk pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem. Jakarta ID: Kementerian Kelautan Perikanan.
Adrianto L. 2014. Naskah akademik : inisiasi pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem ecosystem approach to fisheries management di
Indonesia. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan PKSPL-IPB. Bogor.
Adrianto L. 2015. Ecosystem approach to fisheries assessment EAFA. National Working Group on Ecosystem Approach to Fisheries Management. Bogor.
Ardika PU, Farajallah, A., Wardiatno, Y. 2015. First record of Hippa adactyla Fabricus 1787; Crustacea, Anomura, Hippidae from Indonesia waters.
Tropical life sciences research. 262:105-110. Bent, G.C., J.R. Gray, K.P. Smith, G.D. Glysson, 2001. A synopsis of technical
issues for monitoring sediment in highway and urban runoff, USGS, OFR 00-497. 62pp.
Boesono H, Anggoro S, Bambang AN. 2011. Laju tangkap dan analisis usaha penangkapan lobster Panulirus sp. dengan jaring lobster gillnet
monofilament di perairan kabupaten kebumen. Jurnal Saintek Perikanan. 71:77-87.
Cobb JS , RT Phillips. 1980. The Biology and Management Of Lobster. Volume I dan II. Academic Press. New York.
Degnobol P, Jarre A. 2004. Review of indicators in fisheries management – a
development perspective. Afr. J. Mar. Sci. 26: 303 –326.