Reformasi Pemikiran Hukum Islam Menurut Rifyal Ka’bah

51

BAB IV REFORMASI PEMIKIRAN HUKUM ISLAM

PROF. DR. RIFYAL KA’BAH, MA.

A. Reformasi Pemikiran Hukum Islam Menurut Rifyal Ka’bah

Syariat Islam sering disamakan dengan pengertian fiqh dan hukum Islam. Rifyal Ka’bah memandang ketiganya memang sama-sama merupakan jalan yang berasal dari Allah, tetapi dari perkembangan sejarah Islam, ketiganya telah mengalami differensiasi makna. 1 Menur ut Rifyal Ka’bah syariat Islam secara umum adalah keseluruhan teks al- Qur’an dan al-Sunnah sebagai ketentuan Allah yang seharusnya menjadi jalanpegangan hidup manusia. Sebagian dari jalan tersebut menyangkut hubungan khusus antara individu dan Allah dan juga menyangkut pengaturan antar individu dalam kehidupan masyarakat yang memerlukan kekuasaan negara untuk menjamin pelaksanaannya karena menyangkut dengan norma, akhlak, etika dan lain-lain yang diserahkan kepada ketaatan individu. 2 Sebagian teks agama diterangkan oleh teks lain. Misalnya sebuah ayat al- Quran diterangkan oleh ayat yang lain atau diterangkan oleh hadits Nabi Muhammad SAW. Sebagain teks agama tidak mempunyai penjelasan dari teks 1 Rifyal Ka’bah, Islamic Law dalam Majalah Triwulan Muslim Executive Expatriate, Jakarta, Muharram 1, 1420, h., 19. 2 Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia, Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016, h., 4. yang lain, tetapi ia memerlukan sebuah keterangan untuk pemahaman lebih lanjut. Karena itu, para fuqaha menafsirkan sendiri teks-teks agama dan membuat formulasi baru sesuai dengan maksud-maksud syariat Islam maqashid asy- syariah secara umum. Jadi, sebuah perintah, larangan atau pernyataan teks memerlukan sebuah pemahaman untuk dapat dilaksanakan sebagai jalan hidup. Selain itu, peristiwa-peristiwa baru yang belum ditetapkan oleh teks-teks agama juga memerlukan formulasi hukum untuk memastikan pandangan Islam mengenai hal itu. kedua segi inilah yang disebut fiqh pemahaman hukum. 3 Maka menurut Rifyal Ka’bah syariah adalah fiqh. 4 Dalam pandangannya Rifyal Ka’bah memiliki tiga pengertian mengenai Syariat Islam yaitu, pertama ; Sebagai keseluruhan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Kedua ; Keseluruhan nushush teks-teks al-Quran dan al- Sunah yang merupakan nilai-nilai hukum yang berasal dari wahyu Allah. Ketiga ; Pemahaman para ahli terhadap hukum yang berasal dari wahyu Allah dan hasil ijtihad yang berpedoman kepada wahyu Allah. 5 Pemahaman yang ketiga disebut fiqh atau pemahaman fuqaha dalam masalah tertentu yang menyangkut perbuatan individu manusia sebagai orang mukallaf 6 . Fiqh terdiri dari pemahaman terhadap teks-teks dan pemahaman dalam keadaan tidak ada teks-teks. Karena melibatkan daya pikir dan analisis, maka 3 Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016, h., 4. 4 Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016, h., 5. 5 Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016, h., 39. 6 Mukallaf adalah orang Islam yang dikenai kewajiban untuk menjalankan syariat Islam dan menjauhi larangan-larangan agama karena ia telah dewasa dan berakal. terdapat lebih dari satu pemahaman terhadap nilai-nilai yang berasal dari wahyu. Kesarjanaan Islam dalam bidang hukum yang telah melahirkan berbagai pemahaman dalam bentuk aliran yang disebut mazhab fiqh. 7 Para ahli hukum Islam membedakan syariah menjadi dua bagian, yaitu pertama ; Ta’abbudi, ta’abbbudi berasal dari bahasa Arab, sebagai masdar dari fi’il ta’abbada - yata’abbadu- ta’abbudan yang berarti penghambaan diri, ketundukan dan kerendahan diri. 8 Secara terminologi, ta’abbudi adalah ketentuan hukum didalam nash al- Qur’an dan al-Sunnah yang harus diterima apa adanya dan tidak dapat dinalar secara akal 9 , atau menurut al-Syatibi ta’abbudi adalah hanya mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh syara’ 10 atau sesuatu yang secara khusus menjadi hak Allah, atau ibadat yang fungsinya untuk mendekatkan diri kepada Allah. 11 Adapun yang Kedua yaitu ; Ta’aqquli yang berasal dari fi’il ta’aqqala – yata’aqqalu – ta’aqqulan, yang berarti sesuatu yang masuk akal. 12 Jadi ta’aqquli adalah hukum-hukum yang memberi peluang dan kemungkinan kepada akal untuk memikirkannya, atau ta’aqquli adalah merupaka muamalah yang berlaku menurut tradisi kebiasaan adat, yang merupakan tulang punggung bagi kemaslahatan hidup manusia, tanpa ini kehidupan manusia akan rusak binasa. Jika yang terakhir ini bersifat duniawi dan dapat dipahami oleh nalar 7 Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia, Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016, h., 39. 8 Sayyid Muhammad Rizvi, Kecenderungan Rasionalisasi dalam Hukum Syariat, Jurnal al-Huda, No. 5, 2002, h., 57. Diunduh pada 23 Agustus 2016. 9 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, Jakarta : PT Ichtiar Baru, Cet. Ketiga, 2003, h., 1723. 10 Abu Ishaq al-Syatibi, al-Muwafaqat fi Usul al-Syariah, Bayrut : Dar Kutub al- Ilmiyyah, Cet. Ketiga, 2003, h., 304. 11 Abu Ishaq al-Syatibi, al-Muwafaqat fi Usul al-Syariah, Bayrut : Dar Kutub al- Ilmiyyah, Cet. Ketiga, 2003, h., 315. 12 Ibn Munzir, Lisan al-Arab, Mesir : Dar al- Ma’rifah, Jilid IV, h., 3046. manusia al- ma’qul al-ma’na, maka yang pertama tadi bersifat ukhrawi dan merupakan kewenangan mutlak Tuhan haqq Allah. 13 Dan dalam hal ini Rifyal Ka’bah juga memiliki pengertian dalam membedakan syariah, ia membedakannya dalam dua bagian, yang pertama yaitu syariah yang bersifat diyani, kata diyani adalah kata sifat dari kata din 14 , din dan diyanah adalah mashdar 15 , kata kerja dari dana - yadinu yang antara lain mengandung pengertian kepatuhan, jadi Syariah yang bersifat diyani adalah hal- hal yang terkait dengan masalah-masalah ubudiyah secara individu. dan yang kedua syariah yang bersifat qadha’i, kata qadha’i adalah kata sifat dari qadha’ yang berarti pengadilan atau keputusan pengadilanhal-hal yang terkait dengan amaliah kehidupan keduniaan untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial dan kenegaraan, jadi h ukum Islam yang bersifat qadha’i tidak lagi terbatas pada keputusan individuseseorang, tetapi telah menyentuh kepentingan orang lain, dan karena itu harus dilaksanakan oleh masyarakat melalui kekuasaan negara. 16 Hukum yang bersifat diyani dalam kehidupan bermasyarakat dapat ditangani secara profesional oleh mufti atau jabatan yang setingkat, dan hukum yang bersifat qhada’i ditangani secara profesional oleh qadhi atau hakim melalui lembaga peradilan yang memutuskan perkara berdasarkan undang-undang yang berlaku. Pembagian ini bukan dalam pengertian sekularisasi sebagai pemisah 13 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, Jakarta : PT Ichtiar Baru, Cet. Ketiga, 2003, h., 1723. 14 Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Universitas Yarsi, 2009, h., 61. 15 Masdar adalah bentuk infinitif atau verbal noun. 16 Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016, h., xiv. Dan untuk yang lebih jelas lagi, lihat di Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Universitas Yarsi, 2009, h., 60-62. kekuasaan keagamaan dari kekuasaan kenegaraan, tetapi tamyiz pembedaan wewenang atau social division of labour pembagian kerja kemasyarakatan sehingga kedua belah pihak dapat berhasil dalam mempertahankan kemurnian dan integritas pekerjaan masing-masing. 17 Jadi dapat kita simpulkan bahwa ketika suatu hal yang bersifat qadha’i maka urusannya bukan lagi menyangkut individu tetapi sudah menyangkut urusan kehidupan bermasyarakat dimana dalam hal pengambilan keputusannya harus ditangani oleh lembaga yang dapat dipercaya serta menggunakan peraturan yang berlaku yang dilaksanakan secara profesional dan disini kekuasaan negaralah yang mempunyai wewenang yang dalam pelaksanaannya diwakilkan oleh lembaga-lembaga negara yang diberi tugas dan fungsinya dalam hal ini. Menurut Rif yal Ka’bah kita harus bisa membedakan antara syariah yang bersifat diyani 18 dan syariah yang bersifat qadha’i 19 , karena kerancuan pemahaman dalam penerapan syariah, terletak pada ketidak mampuan membedakannya, karena hukum yang efektif menurut Rifyal Ka’bah adalah hukum yang tumbuh dari pandangan masyarakat dari norma-norma yang diyakini keabsahannya secara keagamaan diyani dan yuridis qadha’i. 20 Jadi, hukum yang seharusnya berlaku adalah hukum yang lahir ditengah-tengah masyarakat 17 Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Universitas Yarsi, 2009, h., 62. 18 Diyani adalah hal-hal yang terkait dengan masalah-masalah ubudiyah dan syariah. Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016, h,. xiv. Dan untuk yang lebih jelas lagi, lihat di Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Universitas Yarsi, 2009, h., 60-62. 19 Qadhai adalah hal-hal yang terkait dengan amaliah kehidupan keduniaan untuk menyelesaikan masalah- masalah sosial dan kenegaraan. Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016, h., xiv. Dan untuk yang lebih jelas lagi, lihat di Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Universitas Yarsi, 2009, h., 60-62. 20 Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Universitas Yarsi, 2009, h., ix. saat itu, dan menurutnya pemahaman syariat seperti yang dipahami oleh para pendahulu perlu dirubah dan disesuaikan dengan keperluan dimasa sekarang. 21 Pemecahan masalah hukum baru dalam Islam menjadi tanggung jawab para ahli hukum yang memahami semangat legislasi al- Qur’an dan al-Sunnah, mereka adalah para mujtahid yang berusaha melahirkan hukum-hukum baru melalui ijtihad atau proses penyimpulan hukum-hukum baru yang mereka lakukan sepanjang sejarah. Dengan demikian selain di tangan Allah dan Rasul, legislasi dalam Islam juga berada di tangan manusia. 22 Dengan kata lain menurut Rifyal Ka’bah hukum adalah norma-norma masyarakat yang mendapat pengakuan sah dalam sebuah sistem hukum, mempunyai sistem peradilan untuk pelaksanaannya, dan mengalami perkembangan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Ia adalah kehendak masyarakat, yang merupakan pelahiran dari kepribadian, keinginan dan cita-cita mereka, yang diatur dan dilaksanakan sesuai dengan kehendak mereka juga. Ia berasal dari masyarakat dan kembali kepada masyarakat. 23 Hukum dan negara tidak dapat dipisahkan. Hukum tidak mempunyai arti bila tidak ditegakkan oleh negara dan negara tidak berwibawa bila tidak menegakkan hukum. Motor negara adalah pemerintahan. Dalam perbendaharaan 21 Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016, h., 5. 22 Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016, h., 42. 23 Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016, h., 163-164. Islam, kata hukum tidak hanya berarti aturan yang mengatur kehidupan bernegara, tetapi juga kebijakan pemertintah atau pemerintah itu sendiri. 24 Berbicara tentang hukum dan negara, maka perlu kita pahami terlebih dahulu sistem hukum nasional Indonesia. Para ahli hukum pada umumnya mengatakan bahwa hukum nasional Indonesia pada waktu ini bersumber dari tiga sistem hukum yaitu : sistem hukum Barat, sistem hukum Adat, dan sistem hukum Islam. 25 Hal ini sependapat dengan Rifyal Ka’bah, menurutnya dengan ketiga sistem ini maka hukum Islam mempunyai peluang besar untuk mengisi hukum nasional, karena hukum Islam mencerminkan norma-norma bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. 26 Sebelum Nusantara dipersatukan oleh sebuah pemerintahan kolonial Belanda, hukum Islam terlebih dahulu telah menyatukan mayoritas rakyat Indonesia. 27 Yang memantapkan hukum Islam adalah sifat diyani yang dikandungnya sifat qadha’i 28 karena berasal dari hukum agama yang tidak hanya mengikat manusia sebagai makhluk sosial, tetapi lebih-lebih lagi karena berhubungan dengan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Tinggi bahwa kebaikan akan dibalas dengan kebaikan dan keburukan akan dibalas dengan 24 Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016, h., 31. 25 Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia Jakarta : Gema Insani Press, 1974, h., 15. 26 Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016, h., 38. 27 Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, diterjemahkan oleh Nirwono dan A. E. Proyono, Jakarta : LP3ES, 1990, h., 122. 28 Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Universitas Yarsi, 2009, h., 60- 62. keburukan. 29 Oleh karena itu, ketika hukum Islam mempunyai peluang dalam mengisi hukum nasional, maka sangat diperlukan adanya suatu reformasi hukum. Reformasi berasal dari istilah inggeris “reform” atau “Reformation” yang berarti “Change” perubahan, “improvement” perbaikan, “betterment” peningkatan, “Correction” pembetulan atau pengertian lainnya yang mirip. Menurut Rifyal Ka’bah dalam Islam ada tiga istilah yang berhubungan dengan reformasi, yaitu : Tajdid pemurnian, Taghyir perubahan, dan Ishlah perbaikan. Tajdid berarti pemurnian dengan kembali kepada ajaran asli Islam seperti termaktub dalam al-Quran dan al-Sunah. Mujaddid pemurni ini akan mengembalikan agama yang sudang menyimpang kepada pengertian aslinya. Penyimpangan tersebut dapat terjadi pada teks agama, atau pemahamannya, atau perakteknya, atau pada semuannya. 30 Taghyir adalah perubahan, artinya usaha pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hukum kehidupan dan hukum Allah dalam diri pribadi, masyarakat dan negara. Ishlah adalah usaha perbaikan yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang sudah rusak dalam kehidupan individu, masyarakat dan negara, khususnya dalam bidang hukum. Bila usaha perbaikan tidak dilakukan, maka kondisi pribadi akan bertambah buruk dan masyarakat atau negara akan hancur. 31 29 Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016, h., 38. 30 Rifyal Ka’bah, Reaktualisasi Ajaran Islam : Pembaharuan Visi Modernis Pembaharuan Visi Salaf, Jakarta : Minaret, 1 987, h., 49-50. 31 Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016, h., 162. Menurut Rifyal Kabah reformasi dalam bidang hukum tidak terlepas dari pengertian perubahan, perbaikan, peningkatan dan pembetulan terhadap sistem hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang berlaku selama ini. 32 dan menurutnya agar hukum nasional terhindar dari kekosongan hukum hukum yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan kondisi masyarakat yang terus menerus berkembang, maka solusi hukum yang tepat adalah penegakan syariat Islam, dimana dalam buku Rifyal Kabah yang berjudul Penengakan Syariat Islam di Indonesia menjelaskan bahwa syariat Islam merupakan solusi krisis hukum, maka dari itu terlihat langkah-langkah yang dilakukan oleh seorang Rifyal Kabah dalam mereformasi hukum yang berlaku pada saat ini dengan upaya melegislasi hukum Islam kepada hukum Nasional, karena menurutnya hukum bukanlah hukum apabila tidak di nasionalkan, karena hukum nasionalah yang berlaku di Indonesia. 33 Dalam hal inilah terlihat langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Rifyal Ka’bah dalam mereformasi hukum dengan cara melegislasi hukum Islam kepada hukum nasional, contohnya adalah Hukum Ekonomi Syariah yang telah dilegislasi menjadi Undang-un dang dimana Rifyal Ka’bah adalah salah seorang pemarkasa dalam penyusunan undang-undang tersebut. 34 Dan menurut Rifyal Ka’bah juga pembangunan hukum nasional Indonesia beranjak dari hukum atau budaya hukum yang hidup dalam masyarakat, maka 32 Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016, h., 161. 33 Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016, h., 34-36. 34 Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016, h., viii. dengan ini sangat di butuhkan Islamisasi ilmu hukum. Islamisasi ilmu hukum adalah usaha berencana untuk mengembangkan ilmu hukum Islam dalam kontek Ilmu hukum modern sehingga sesuai dengan cita-cita Islam. Ilmu hukum umum Barat dijadikan perbandingan karena kenyataannya itulah yang mendominasi dunia Islam pada umumnya. 35

B. Metode Pemikiran yang Dilakukan oleh Rifyal Ka’bah