Reformasi pemikiran hukum Islam Prof. DR. Rifyal Ka'bah, M.A.

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

SITI AISYAH

N I M . 1 1 1 2 0 4 4 2 0 0 0 2 2

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


(2)

(3)

(4)

(5)

Dr. Rifyal Ka’bah. Program Studi Hukum Keluarga. Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 1437 H/ 2016 M. Xl + 76 halaman.

Penelitian ini bertujuan untuk : pertama menjelaskan pandangan Prof. Dr.

Rifyal Ka’bah mengenai hukum Islam di Indonesia, kedua mendeskripsikan

metode perumusan hukum Islam yang dilakukan oleh Prof. Dr. Rifyal Ka’bah,

Dan yang ketiga mendeskripsikan pengaruh pemikiran hukum Islam Prof. Dr.

Rifyal Ka’bah di Indonnesia baik dari tatanan perkembangan hukum Islam maupun dalam putusan Peradilan Agama.

Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan (library Research), dan jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Sumber data yang

digunakan yaitu karya-karya autentik Prof. Dr. Rifyal Ka’bah diantaranya yang

berjudul Penegakan Syari’at Islam di Indonesia, Hukum Islam di Indonesia,

Politik dan Hukum dalam al-Qur’an, Risalah Hari Raya, Mesir yang Saya Kenal,

Peradilan Islam Kontemporer dan lain sebagainya, serta buku-buku yang

berhubungan dengan tema ini. Teknik pengumpulan datanya adalah Book Review.

Penelitian ini menunjukan bahwa Rifyal Ka’bah berpandangan bahwa

Reformasi Hukum itu sangat diperlukan, dan reformasi pemikiran beliau salah satunya yaitu menurutnya permasalahan agama tidak mesti dipermasalahkan karena apabila seseorang tunduk kepada hukum tertentu dengan sukarela maka berlakulah hukum tersebut untuknya. Dan metode perumusan hukum Islam Rifyal Ka’bah adalah dengan cara transformasi, yaitu mentransformasikan syariah dan fiqh hasil pemikiran para ulama dalam peraturan perundang-undangan tertulis dan pembaharuan dilakukan dengan memberikan penafsiran yang baru terhadap nash yang sudah ada. Salah satu pengaruh pemikirannya yaitu tertuang pada putusan Mahkamah Agung Nomor 16K/AG/2010 yang didalamnya terdapat terobosan baru mengenai perluasan makna wasiat wajibah yang diberikan kepada isteri non muslim, dan putusan tersebut juga dapat dijadikan sumber hukum yurisprudensi untuk para hakim peradilan Agama dibawahnya.

Kata Kunci : Rifyal Kabah, Reformasi, Hukum Islam,

Pembibing : H. Qosim Arsadani, MA.


(6)

memberikan rahmat, hidayah serta ridhanya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini . Shalawat beriring salam semoga terlimpah curahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, Sahabat dan orang-orang yang mengikuti ajaran-ajaran beliau hingga hari akhir nanti ialah nabi terakhir yang di utus oleh ALLAH SWT dan tiada nabi setelahnya. Ialah manusia yang paling sempurna, manusia pilihan yang paling bertakwa, dan yang paling mencintai umatnya, semoga kelak kita mendapatkan syafaatnya selaku umatnya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam meraih gelar Sarjana Hukum ( SH ) pada Hukum Keluarga, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis sangat berterimakasih kepada para pihak yang telah banyak berkontribusi bahkan berjasa besar baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini, merekalah yang telah menanamkan jasa baik berupa bimbingan, arahan bahkan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dengan tulus kepada :

1. Kepada Allah SWT, karena berkat kehendak dan ridhonya penulis mampu


(7)

kesulitan-kesulitan yang acap ditemui, semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan untuk kakak, dan semoga Allah senantiasa memberikan waktu dan kesempatan untuk kakak sehingga kakak dapat membalas kasih sayang tak terbatas baik berupa moril dan materil yang telah ayah dan mamah berikan.

3. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Rektor Universitas Islam Negeri Syarif

Hidatullah Jakarta.

4. Dr. H. Asep Saepuddin Jahar, Ph. D., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dr. Abdul Halim, M. Ag., dan Arip Purqan, MA., Ketua Program Studi

dan Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Kepada H. Qosim Arsadani, MA. selaku dosen pembimbing skripsi

penulis yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, semoga beliau selalu dalam lindungan dan kasih sayang Allah SWT.

7. Kepada bapak dan ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum khususnya pada

prodi Hukum Keluarga yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.


(8)

tetap semangat dalam menempuh studi dikampus tercinta ini. tak lupa pula kepada kakek, nenek ,mamak Sutan Nasution, Tobang Elvi Nasution, Ete Enny Nasution, mamak Fauzan Nasution, dan Ete Asiyah Nasution yang ikut serta memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada kakak. Dan seluruh keluargaku yang selalu memberikan keceriaan dalam bingkai baik suka maupun duka.

9. Kepada almarhum Prof. Dr. Rifyal Ka’bah (guru yang tak mengenal

muridnya) semoga Ilmu yang telah kau tuangkan dalam buku-bukumu dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca menuju kemaslahatan. Dan kepada Ibu Hamidah Ya’coub (Istri Prof. Dr. Rifyal Ka’bah) yang telah memberikan ilmu serta wawasan dalam penulisan skripsi ini serta telah membukakan perpustakaan pribadi milik Prof. Dr. Rifyal Ka’bah bagi penulis sehingga penulis merasa sangat terbantu.

10. Kepada Zaki Zakaria Thabri SH. yang sangat membantu dalam penulisan

skripsi ini, yang tak pernah mengenal lelah dalam mengarahkan penulis. Terimakasih atas segala keikhlasannya.

11. Kepada Social Trust Fund (STF) dan Beasiswa Akademik yang telah

membantu penulis untuk dapat menyelesaikan studi Strata-1.

12. Kepada Nur hafifah SH, Sophal Jamilah SH, Zulfa Zuhrotunnisa, Widia


(9)

angkatan 2012,: Maria Ulfah Puspitasari, Novianti, Jeni Nuladani SH, Julhijah SH, Lina Damayanti SH, Ria Aprilia Luxy, dan seluruh Sahabat Administrasi Keperdataan Islam 2012 dan Peradilan Agama 2012.

14. Kepada HMPS SAS, HMI, OPH, Majelis Insan Rabbani, IR Adventure,

yang selalu menjadi tempat berdiskusi yang menyenangkan dan tempat berbagi untuk penulis. Semoga hajat kita dilancarkan oleh Allah swt.

Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukannya dan memberikan khazanah baru dalam dunia akademik. Skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan penulisan-penulisan lainnya dimasa mendatang.penulis berharap Allah SWT membalas segala kebaikan para pihak yang telah membantu dan semoga apa yang kita lakukan menjadi suatu investasi yang sangat berharga dan kelak dapat membantu kita di yaumil akhir.

Jakarta, Oktober 2016

Penulis


(10)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 11

D. Tujuan dan Manfaat Penelitan ... 11

E. Metode Penelitian ... 13

F. Tekhnik Penulisan ... 14

G. Study Review ... 14

H. Sistematika Penulisan...16

BAB II REFORMASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA A. Sejarah Pembaharuan Hukum Islam ... 18


(11)

A. Latar Belakang Rifyal Ka’bah ... 36

B. Riwayat Pendidikan dan Karya-karya Rifyal Ka’bah ... 40

C. Geneologi Pemikiran Rifyal Ka’bah ... 48 BAB IV REFORMASI PEMIKIRAN HUKUM ISLAM PROF. DR. RIFYAL KA’BAH

A. Reformasi Pemikiran Hukum Islam Menurut Rifyal Ka’bah ... 51

B. Metode Perumusan yang dilakukan oleh Rifyal Ka’bah ... 60

C. Pengaruh Pemikiran Hukum Islam Rifyal Ka’bah di Indonesia ... 64

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 69 B. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA ... 73


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah ajaran Allah SWT yang terstruktur sebagai agama terakhir. Substansi ajarannya ialah mencakup segala aktifitas manusia di atas permukaan bumi. Dan karenanya manusia diserukan untuk berlaku baik sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Dalam formalitas kehidupan lahiriyah, Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan penciptaNya, melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya. Disinilah adanya ketentuan-ketentuan atau norma-norma (hukum) guna membatasi prilaku-prilaku manusia agar tidak sewenang-wenang.

Hukum dalam pandangan para ilmuwan muslim adalah aspek praktis doktrin sosial dan keagamaan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Bagi ummat Islam generasi pertama, mereka hampir tidak bisa membedakan antara sesuatu yang bersifat legal dan sesuatu yang bersifat keagamaan. Di dalam al-Quran dan al-Sunah kedua hal ini sangat berkaitan dan berhubungan, namun dalam perkembangan selanjutnya dapat dibedakan juga antara pengkajian keagamaan (kalam, ushuluddin, teologi) dan pengkajian legal (fiqh, yurisprudensi). Barulah pada perkembangan terakhir kata Qanun dipakai untuk


(13)

menunjukan aturan administratif yang berbeda dari hukum yang berasal dari

wahyu atau syariah.1

Syariah secara etimologi adalah jalan yang membekas menuju air karena sudah sering dilalui, tetapi dipakaikan dalam pengertian sehari-sehari sebagai

sumber air yang selalu diambil orang untuk keperluan hidup mereka.2 Syariah

secara terminologi adalah apa yang digariskan atau ditentukan oleh Allah dalam

agama untuk pengaturan hidup para hambanya.3 Berdasarkan ini Abdullah Yusuf

Ali menerjemahkan syariah sebagai “the right way of religion” artinya adalah

jalan agama yang benar.4

Selain pengertian di atas, Syari'ah juga di simpulkan oleh Bassam Tibbi yaitu sebuah struktur dan norma yang tertulis secara baku, tetapi terbuka atas interpretasi. Oleh karenanya, dalam era modern ini dituntut untuk memikirkan hukum sebagai gagasan yang lebih fleksibel sehingga dapat memberikan

konstribusi akomodasi budaya untuk sebuah perubahan.5

Maka dapat kita simpulkan bahwa Syariah Islam adalah jalan kehidupan yang berisi nilai-nilai agama yang diungkapkan secara fungsional dan dalam makna yang kongkrit yang ditujukan untuk mengarahkan kehidupan manusia agar tidak terlepas dari norma-norma yang telah ada.

1

H.A.R Gibb, Mohammedanism, (New York : Oxford University Press, 1962), h., 90. 2

Yusuf Hamid al-Alim, al-Maqashid al-Ammah li asy-Syariah al-Islamiyyah, (Riyadh : ad-Dar al-Ilmiyyah li al-Kitab al-Islami, 1994), h., 19.

3 Rifyal Ka’bah,

Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Universitas Yarsi, 1998, Cet. Pertama), h., 36.

4

Abdullah Yusuf Ali, The Holy Qur’an : Text Tranlation and Commentary, (Brendwood, Maryland : Amana Corporation, 1989), h., 1297.

5


(14)

Syariah bersumber dari al-Quran dan al-Hadits. Pada masa Rasululllah SAW setiap masalah bisa segera teratasi, karena apabila ada suatu masalah pasti

dikembalikan kepada Rasulullah SAW.6 pengembalian yang dimaksud disini ialah

segala sesuatu tentang hukum yang secara langsung dapat ditanyakan kepada

beliau.7 Namun setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, permasalahan yang

dihadapi oleh umat Islampun semakin beragam dan banyak hal-hal baru yang dulu belum pernah terjadi, hal ini membuat para khalifah dan ulama berusaha untuk

memecahkan masalah-masalah yang timbul belakangan dengan metode ijtihad

(Ushl Fiqh).

Ushul artinya adalah dasar / sesuatu yang dijadikan dasar, dan fiqh secara ethymologi adalah pemahaman, atau pemahaman yang mendalam tentang tujuan suatu ucapan dan perbuatan. adapun fiqh secara terminologi adalah pengetahuan

tentang hukum-hukum syara’ mengenai segala perbuatan manusia, yang diambil

dari dalil-dalil yang terinci (mendetail).8

Dari pengertian-pengertian diatas dapat kita pahami bahwa Fiqh adalah salah satu bidang studi Islam yang sangat populer dan melekat dalam kehidupan umat manusia. Mulai dari lahir sampai keliang lahat ,atau mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi orang berhubungan dengan fiqh. Meskipun fiqh merupakan

produk pemikiran manusia, tetapi ia tetap dikategorikan sebagai Syariah.9 Jadi

sebuah pemahaman harus dikaji dengan merujuk kepada al-Qur’an dan al-Sunnah,

6Rifyal Ka’bah,

Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Universitas Yarsi, Cet. Pertama, 1998), h., 25.

7 Muhammad bin Idris asy-Syafi’i

, al-Risalah, (Cairo : Dar at-Turats, 1979). h., 81. 8

Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqih, (Jakarta : PT Pustaka Firdaus, Cet.Pertama, 2011), h., 2.

9


(15)

baik melalui qiyas10 maupun mashlahah11, sebab dengan qiyas, seorang mujtahid

membawa furû’ (cabang/masalah khilafiyah) kepada nash, sementara dengan

mashlahah, ia berusaha memerhatikan kepentingan-kepentingan kehidupan

manusia dan mencegah kemudharatan, Pendekatan seperti inilah yang

memperoleh legalitas dari nash.

Walaupun fiqh merupakan produk dari syariah akan tetapi syariah dan fiqh adalah dua konsep yang berbeda. Adapun beberapa perbedaan antara keduanya menurut Budiman Suleman pada buku karangannya yang berjudul Reformasi

Pemikiran Islam yaitu sebagai berikut: 12

1. Dilihat dari sudut subyeknya, syariah ditetapkan oleh syara’ (Allah),

sedangkan fiqh ditetapkan oleh manusia yang disebut mujtahid atau fuqaha.

2. Syariah menempati kualitas wahyi, sedangkan fiqh di dalamnya terdapat

intervensi ra’yu (rasio) yang dihasilkan dari ijtihad.

3. Syariah diciptakan oleh Tuhan melalui wahyi, maka syariah memiliki tingkat

kebenaran absolut, sedangkan fiqh memiliki tingkat kebenaran relative.

4. Syariah bersifat eternal dan universal, sedangkan fiqh bersifat temporal dan

lokal (sangat terpengaruh oleh perubahan dimensi ruang dan waktu).

Maka dari itu dapat kita simpulkan bahwa Syariah dan Fiqh adalah merupakan hukum Islam. Dan hukum Islam yang sebenarnya adalah

10

Qiyas menurut ulama ushul ialah menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nashnya dalam al-Quran dan Hadis dengan cara membandingkannya dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash, atau bisa juga di artikan menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat hukum. Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqih, (Jakarta : PT Pustaka Firdaus, Cet.Pertama, 2011), h., 336.

11

Maslahat yang bersesuaian dengan tujuan-tujuan Syariat Islam dan tidak ditopang oleh sumber dalil yang khusus, baik bersifat melegitimasi atau membatalkan maslahat tersebut. Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqih, (Jakarta : PT Pustaka Firdaus, Cet.Pertama, 2011), h., 427.


(16)

ketentuan mengikat yang berasal dari Allah (wahyu) dan dari legislasi manusia untuk pengaturan hidup individu dan masyarakat. Wahyu sebagai firman Tuhan memang cocok untuk semua ruang dan waktu, tetapi pemahaman manusia terhadap teks wahyu dapat berubah dengan perubahan masalah dan pemahaman

terhadap masalah dengan kebutuhan dan permasalahan kontemporer.13

Menurut Asy-Syaikh Muhammad al-Khudhari hukum Islam dalam sejarahnya melalui enam fase legislasi, yang mempunyai ciri tersendiri sesuai

dengan perkembangan yang dilalui oleh masyarakat Islam.14

1. Fase kerasulan Nabi Muhammad SAW dimana segala sesuatu tentang hukum

dikembalikan kepada Beliau.

2. Fase para sahabat Nabi yang senior (Kibar ash-shahabah), mulai dari saat

kematian Nabi sampai akhir masa Khulafa Rasyidin.

3. Fase para sahabat Nabi yang yunior (shigor ash-shahabah), mulai dari

permulaan masa Umawi sampai lebih kurang satu abad setelah Hijrah.

4. Fase fiqh menjadi ilmu tersendiri, mulai dari awal abad kedua Hijrah sampai

akhir abad ketiga.

5. Fase perdebatan mengenai masalah hukum dikalangan fuqaha, mulai dari

awal abad keempat Hijrah sampai akhir masa Abbasiyah dan penaklukkan Tartar atas dunia Islam pada abad ketujuh Hijrah (1258 M).

6. Fase taqlid (mengikut kepada pendapat-pendapat imam-imam yang

terdahulu), mulai dari kejatuhan Dinasti Abbasiyah sampai sekarang.

13 Rifyal Ka’bah,

Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Universitas Yarsi, 1998, Cet. Pertama), h., 46.

14

Asy-Syaikh Muhammad al-Khudhari Bek, Tarikh Tasyri al-Islami, (Bairut : Dar al-Fikr, 1988), h., 5-6.


(17)

Selain ke enam fase tersebut menurut Rifyal Ka’bah sebenarnya sebuah fase baru sedang tumbuh dalam waktu ini, bila kita memperhatikan perkembangan legislasi di dunia Islam dewasa ini, hukum Islam sebenarnya sedang memasuki fase ketujuh yaitu fase kodifikasi/kompilasi di beberapa negara anggota OIC (Organization of Islamic Conference) dan ijtihad untuk masalah-masalah kontemporer, terutama melalui lembaga-lembaga resmi negara atau semi resmi, atau lembaga-lembaga internasional, atau murni swasta. Tujuannya adalah untuk

memperkaya hukum positif nasional.15

Pandangan lain tentang hukum Islam juga diutarakan oleh Fazlur Rahman, ia memandang hukum Islam itu bersifat dinamis dan harus dikembangkan sesuai

dengan perkembangan zaman.16 Dalam konteks inilah gagasan untuk melakukan

pembaharuan hukum Islam mendapatkan signifikansinya. Para ahli dan cendekiawan hukum Islam ingin mengkaji kembali hukum Islam dalam konteks kekinian, sehingga Hukum Islam itu bisa menjadi hukum yang aktual pada masa ini sebagaimana aktualnya hukum Islam pada masa perumusannya oleh mujtahid pada masa dulu. Hal inilah yang menyebabkan usaha untuk mengkaji hukum Islam dengan tujuan untuk mengembalikan aktualitasnya menjadi sebuah discourse yang menarik.

Reaktualisasi dan kontekstualisasi dalam pembaharuan hukum Islam banyak dikemukakan oleh tokoh-tokoh hukum Islam Indonesia seperti Hazairin,

15

Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Universitas Yarsi, 1998, Cet. Pertama), h., 53. Untuk fase yang lebih lengkap menurut Rifyal Ka’bah lihat pada Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia, (Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet kedua, 2016), h., xii.

16


(18)

Hasbi Assiddiqie, A. Hassan, Munawir Sadzali, Rifyal Ka’bah dll. Namun, tidak banyak mendapatkan respon dari masyarakat Muslim secara umum. Ide-ide mereka seakan terkubur oleh fanatisme masyarakat terhadap kitab-kitab kuning bahkan banyak yang mengatakan ide-ide mereka itu sangat kontropersial, Baru sejak dikenalkannya urgensi pluralisme pemikiran hukum lewat Kompilasi Hukum Islam yang disahkan dengan Inpres RI No 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, gagasan yang terpendam lama itu mendapat angin segar untuk bangkit kembali. Setidaknya, respon positif masyarakat bisa dibaca dari

animo dan antusiasme mereka terhadap kajian sosiologi hukum.17

contohnya saja pemikiran Munawir Sadzali yang berpendapat tentang perlunya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam hak waris karena menurutnya kesetaraan waris sudah sangat layak disamakan sebagaimana mayoritas perempuan sekarang sudah aktiv beraktifitas seperti sekolah, bekerja ataupun kegiatan sosial lainnya. Namun pemikiran ini sangat banyak yang menentang dengan alasan pembagian harta warisan sudah jelas diatur dalam

al-Quran yaitu didalam surat an-Nisa’ ayat 11 yang menyatakan bahwa hak anak

laki-laki adalah dua kali lipat lebih besar dari hak anak perempuan.18

Adapun arti dari ayat tersebut ialah “Allah mensyari'atkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua

17

Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam dari Kawasan Jazirah Arab sampai Indonesia, (Bandung : Pustaka Setia. 2007), h., 338.

18

Munawir Sadzali, Ijtihad dan Kemaslahatan Ummat, (Jakarta : Mizan, Cet. lV, 1996), h., 125.


(19)

pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak. Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau (dan) setelah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah

Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana (Q.S an-Nisa’ : 11).19

Selain pemikiran Munawir Sadzali ada juga pemikiran Roger Garaudy20

misalnya, yang menolak klaim yang mengatakan bahwa Syariah sebagai pemahaman para imam di masa lalu cocok untuk semua ruang dan waktu. Baginya, permasalahan hukum ummat Islam pada masa sekarang harus

dipecahkan oleh para ahli hukum zaman sekarang.21

Dari sini dapat kita lihat kebutuhan dunia Islam kepada reformasi dan pembaruan pemikiran hukum Islam. Reformasi tersebut tidak hanya menyangkut

19

http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-11-12.html#sthash.j5YGN2fA.dpuf di unduh pada tanggal 17/08/2016.

20Seorang pendatang baru Islam, untuk lebih jelas lagi lihat di Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Universitas Yarsi, 1998, Cet. Pertama), h., 47.

21

Roger Garaudy dalam kata pengantarnya terhadap buku Muhsin al-Mayli yang diterjemahkan oleh Rifyal Ka’bah, Pergulatan Mencari Islam : Perjalanan Religius Roger


(20)

hukum Islam sebagai fatwa, tetapi lebih penting lagi tentang fiqh sebagai hukum Islam yang dijalankan oleh negara berdasarkan perundang-undangan.

Dalam zona pemikiran dan upaya pengembangan hukum Islam di Indonesia, keberadaan Rifyal Ka’bah sudah tidak asing lagi di kalangan lembaga peradilan, tokoh-tokoh hukum Islam bahkan pelajar/mahasiswa yang berada di jurusan hukum/hukum Islam, di tambah lagi setelah Rifyal Ka’bah yang saat itu menjadi Hakim Agung dalam memutuskan suatu perkara di Mahkamah Agung tentang hak waris istri non muslim pada perkara Nomor 16K/AG/2010, yang pada mulanya di hakimi oleh Pengadilan Agama Makassar pada perkara Nomor 732/Pdt.G/2008/PA.MKS pada tanggal 02 maret 2009, dan di perkuat oleh

Pengadilan Tinggi Agama Makassar pada perkara Nomor

59/Pdt.G/2009/PTA.Mks tanggal 15 juli 2009, Yang sudah jelas tidak ada haknya didalam hukum Islam.

Akan tetapi uniknya didalam putusan tersebut memang hakim agung (Rifyal Ka’bah) tidak memberikan hak waris terhadap istri tersebut, namun istri tersebut mendapatkan wasiat wajibah yang besarnya sama dengan waris, Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis mengemukakan bahwa wasiat wajibah adalah wasiat yang dilakukan oleh seseorang yang akan meninggal dunia,

walaupun sebenarnya ia tidak meninggalkan wasiat itu.22

Adapun pertimbangannya adalah bahwa Judex Factie salah dalam

menerapkan hukum. Menurutnya perkawinan pewaris dengan pemohon kasasi sudah berlangsung selama 18 tahun yang berarti pemohon kasasi telah cukup lama

22

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana. 2006), h.,166.


(21)

mengabdikan dirinya kepada pewaris, karena itu walaupun Pemohon Kasasi non Muslim, layak dan adil untuk memperoleh hak-haknya selaku Isteri untuk mendapatkan bagian dari harta peninggalan pewaris berupa wasiat wajibah serta bagian harta bersama.

Dan pertimbangan lainnya adalah persoalan kedudukan ahli waris non muslim yang sudah banyak di kaji oleh kalangan ulama diantaranya adalah Yususf Qardlawi yang menafsirkan bahwa orang-orang non muslim yang hidup berdampingan dengan damai tidak dapat dikategorikan sebagai kafir harbi, demikian halnya pemohon kasasi bersama pewaris yang semasa hidupnya bergaul secara rukun, damai meskipun berbeda keyakinan. Karena itu patut dan layak pemohon kasasi memperoleh bagian dari harta peninggalan pewais berupa wasiat wajibah.

Dari putusan tersebut banyak mengundang peneliti-peneliti khususnya mahasiswa semester akhir yang tertarik dengan kasus ini, karena menurut mereka putusan Hakim Agung tersebut bukanlah hal yang wajar, melainkan sesuatu yang baru yang terjadi di badan Peradilan, maka dari itu penulis sangat tertarik untuk mengkaji reformasi pemikiran Rifyal Ka’bah mengenai Hukum Islam di Indonesia.

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana gambaran umum hukum Islam di Indonesia ?

2. Bagaiamana Perkembangan legislasi hukum Islam di Indonesia ?


(22)

4. Bagaimana Reformasi pemikiran Rifyal Ka’bah mengenai Hukum Islam di Indonesia ?

5. Bagaimana metode perumusan hukum Islam yang dilakukan oleh Rifyal

Ka’bah ?

6. Bagaimana pengaruh pemikiran Rifyal Ka’bah baik dalam tatanan hukum Islam di Indonesia maupun dalam lingkup peradilan Agama?

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Pembatasan masalah pada skripsi ini ialah mendeskripsikan Pemikiran Hukum Islam Rifyal Ka’bah di Indonesia, penulis hanya menulis Pemikiran

hukum Islam dalam pandangan Rifyal Ka’bah tanpa bercabang ke pemikiran ilmu

lainnya guna membatasi penulis agar fokus pada tujuan penelitian.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis dapat membuat rumusan masalah yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana reformasi pemikiran Hukum Islam menurut Rifyal Ka’bah ?

2. Bagaimana metode perumusan hukum Islam yang dilakukan oleh Rifyal

Ka’bah ?

3. Bagaimana pengaruh pemikiran Hukum Islam Rifyal Ka’bah di Indonesia baik dari tataran perkembangan Hukum Islam maupun dalam putusan Pengadilan Agama ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian


(23)

a. Untuk mengetahui reformasi pemikiran Hukum Islam Rifyal Ka’bah

b. Untuk mengetahui metode perumusan yang dilakukan oleh Rifyal

Ka’bah

c. Untuk mengetahui pengaruh pemikiran Hukum Isam Rifyal Ka’bah di Indonesia baik dari tataran perkembangan Hukum Islam maupun dalam putusan Peradilan Agama.

2. Manfaat Penelitian

A. Secara Teori

Menambah ilmu pengetahuan dan perkembangan Ilmu Hukum khususnya dalam Hukum Islam. Disamping itu juga dapat menambah pemahaman penulis mengenai reformasi pemikiran Hukum Islam oleh para tokoh-tokoh pembaharu Islam.

B. Secara Praktis

a. Memberikan wawasan dan pengetahuan kepada pembaca, dapat

dijadikan bahan studi dalam Hukum Islam dan untuk memperbanyak referensi bacaan.

b. Dapat menambah koleksi bacaan bidang Hukum Islam di

Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum maupun Perpustakaan Umum

c. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum

(SH) untuk penulis di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(24)

E. Metode Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang maksimal dari sebuah karangan atau penulisan, maka metode pengumpulan dan pengelolaan data memainkan

peranan yang penting.23 penulis menggunakan metode kepustakaan atau

library research yaitu dengan cara membaca, mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan masalah pembahasan.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Kualitatif Deskriptif, Kualitatif yaitu sebagai prosedur yang menghasilakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis, sedangkan Deskriptif adalah metode penyajian data secara sistematis sehingga dapat dengan mudah dipahami dan disimpulkan. Menurut Soerjono Soekanto penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang keadaan atau gejala-gejala lainnya sehingga dapat memberikan

gambaran secara sistematis,faktual dan akurat.24

3. Data Penelitian

Data yang diperlukan di dalam penulisan ini ada yang bersifat primer dan

sekunder.25

23

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005), h., 38.

24 Soerjono Soekanto, Metodologi Penelitian Hukum , (Bandung , 2006), h., 23. 25

Tommy Hendra Purwak, Metode Penelitian Hukum. (Jakarta : Universitas Atma Jaya, 2007), h., 73.


(25)

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang langsung dari karya-karya autentik Rifyal Ka’bah antara lain : Islam dan Fundamentalisme (1984), Chiristia Presence in Indonesia (1985), Reaktualisasi Ajaran Islam (1987), Islam dan serangan Pemikiran (1994), Hukum Islam di Indonesia (1999), Dzikir dan Doa dalam Al’Quran (1999), Sejarah Hukum Islam, Yurisprudensi Peradilan Agama dan Fuqoha, Menyorot Mahkota Hakim Peradilan Agama, Penegakan Syariat Islam di Indonesia (2004), Belajar di Mesir (2006), Peradilan Islam Kontemporer (2009).

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data-data yang diperoleh dari kitab, buku, dan sumber yang berhubungan dengan skripsi ini.

c. Metode Analisis

Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode induktif. Yaitu penarikan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang

bersifat khusus kepada pernyataan yang bersifat umum.

F. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2015.


(26)

G. Study Review

1. Yusdani, jurnal, menyimak pemikiran Hukum Islam Satria Effendi, 2007,

dirujuk pada 03 Agustus 2016 : Pada jurnal ini penulis menulis beberapa kriteria pandangan Satria Effendi tentang Hukum Islam, diantaranya yaitu Studi kasus, studi kasus adalah model kajian hukum islam menurutnya, karena dengan studi kasus kita dapat mengetahui gejolak yang sedang berkembang dalam masyarakat. // pada skripsi ini penulis mengkaji reformasi pemikiran hukum islam Rifyal ka’bah, yang didalamnya terdapat metode -metode perumusan hukum Islam menurut Rifyal Kabah. // adapun kaitannya dengan skripsi ini adalah sama-sama mengkaji pemikiran hukum Islam seorang tokoh.

2. Amak fadholi, Hermeneutika Hukum Islam Khaled M Abou Fadl , Fakultas

Syariah dan Hukum, 2007 : menurut Khaled M Abou Fadl hukum Islam cenderung tidak kontekstual ketika dihadapkan pada isu-isu modernitas. Salah satu bentuk ketidak kontekstualan tersebut adalah ketika merespons persoalan kesetaraan gender yaitu relasi suami (laki-laki) dan isteri (perempuan). Hukum Islam, dalam konteks ini, dipenuhi oleh diskursus yang otoriter dan otoritarianisme, baik pada aspek metodologi maupun produk-produk

hukumnya sehingga melahirkan apa yang disebut "fikih otorite”. / hukum

Islam menurut Rifyal Ka’bah bersifat rasional sehingga tidak sulit ataupun menyulitkan, ketika sesuatu itu tidak melanggar maka sesuatu itu bersifat boleh. Dan menurutnya hukum islam selalu merespon persoalan-persoalan baru.


(27)

3. Usman, Jurnal, Pemikiran Hukum Munawir Sadzali, 2008, dirujuk pada 03 Agustus 2016 : pada jurnal ini penulis menerangkan pemikiran hukum Munawir Sadzali yang mengedepankan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam hal waris, ini adalah sebuah pemikiran yang baru . / dan dalam skripsi ini penulis menerangkan pemikiran hukum Islam Prof. Dr. Rifyal Ka’bah yang mengedepankan keadilan dan tidak memandang ras, adat maupun agama, namun juga tidak bertentangan dengan ketiganya. Dalam skripsi ini penulis membahas tentang reformasi pemikiran hukum Islam Rifyal Ka’bah yang telah menerobos makna wasiat wajibah. // kaitan dengan skripsi ini adalah pemikiran kedua tokoh tersebut saling mengedepankan keadilan dengan menggali hak-hak seseorang didalam suatu kasus.

H. Sistematika Penulisan

Sebagai upaya menjaga keutuhan pembahasan dalam skripsi ini agar terarah, penulis akan menggunakan sistematika sebagai berikut :

BAB Pertama : terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan, study review dan sistematika penulisan.

BAB Kedua : Penulis membahas tentang gambaran umum hukum Islam di Indonesia, tokoh-tokoh reformasi hukum Islam dan perkembangannya di Indonesia serta peran DPR dalam melegislasi hukum Islam.


(28)

BAB Ketiga : sebagaimana lazimnya penelitian terhadap seorang tokoh, penulis akan memperkenalkan latar belakang Rifyal Ka’bah yang terdiri dari riwayat

hidup, Pendidikan, karya-karya, dan geneologi pemikiran Rifyal Ka’bah.

BAB Keempat : Penulis akan menulis tentang pemikiran hukum Islam dan metode pemikiran Rifyal Ka’bah, serta pengaruh pemikiran hukum Islam Rifyal Ka’bah di Indonesia baik dari tataran perkembangan hukum Islam maupun dalam lingkup peradilan.


(29)

A. Sejarah Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia

Reformasi lebih akrab disebut pembaharuan, dan pembaharuan bisa juga disebut modernisasi. Pembaharuan mengandung arti fikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham adat istiadat, institusi-institusi lama untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Pembaharuan mempunyai arti yang lebih khusus dibandingkan dengan pembangunan. Pembaharuan tidak hanya merupakan suatu perubahan yang menuju kepada kemajuan serta kematangan, melainkan suatu perubahan yang mempunyai ciri-cirinya tersendiri, yang pada dasarnya berupa keadaan yang disebut sebagai modernitas yang dapat dijumpai di negara-negara Barat, yang dapat diamati dari luar, diantaranya adalah urbanisasi, sekularisasi, demokratisasi, pembukaan diri terhadap media massa, peningkatan serta kemajuan dalam pendidikan, kemampuan baca tulis, komunikasi serta transportasi, yang dengan mudah menimbulkan kaitan kepada gambaran mengenai perkembangan lain yang terjadi di negara-negara itu seperti individualisasi, mobilitas horizontal dan

vertikal yang tinggi dan sebagainya.1


(30)

Pembaharuan menurut Islam sering diidentikkan dengan pengertian tajdid

karena berasal dari kata (ديدج). secara etimologi (ديدج) adalah baru2, dan secara

terminologi adalah sesuatu yang diperbaharui namun pada mulanya pernah ada dan pernah dialami orang lain, atau sesuatu itu kembali diaktualkan dalam bentuk

kreasi baru.3 Berarti tajdid adalah pembaharuan yang bermakna modernisasi,

pemurnian (pemeliharaan matan ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan

al-Sunah) , Peningkatan, pengembangan dan yang semakna dengannya.4 Ijtihad

sangat dibutuhkan untuk pembaharuan, karena wahyu Allah SWT diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW telah berhenti dengan wafatnya Beliau, sementara masalah kehidupan manusia semakin berkembang. Keadaan demikian menimbulkan adanya kemungkinan manusia menghadapi masalah yang secara khusus belum ada hukumnya karena belum secara jelas dan rinci dalam al-Quran

dan al-Sunah.5

Pembaharuan juga di definisikan oleh Prof. Dr. H. Harun Nasution, Beliau mendefinisikan pembaharuan Islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern. Dengan demikian pembaharuan dalam Islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambah teks al-Quran

2

Abi al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’zam Muqayis al-Lugh dal al-Fikr li al-Thaba’ah wa al-Nasyr, (Bairut, Juz l), h., 306.

3 Rifyal Ka’bah dan Busthami Saad,

Reaktualisasi Ajaran Islam (Pembaharuan Agama Visi Modernis dan Pembaharuan Agama Visi Salaf),(Jakarta : Minaret 1987), h., 50.

4 Rifyal Ka’bah,

Hukum Islam di Indonesia. Indonesia (Jakarta : Universitas Yarsi, 1998, Cet. Pertama), h., 52.

5

Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Gaya Media Pratama, Cet Kedua, 2002), h., 51.


(31)

maupun teks al-Hadis, melainkan hanya mengubah atau menyesuaikan paham atas

keduanya sesuai dengan perkembangan zaman.6

Allah SWT memberikan kebebasan kepada manusia untuk menggunakan

akal fikirannya (Ijtihad)7 untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi,

kebebasan ini tetap harus memperhatikan petunjuk, pedoman dan prinsip-prinsip umum yang telah tercantum pada al-Quran dan al-Sunah. Ijtihad pada dasarnya merupakan sumber hukum yang terbesar. Muhammad Iqbal dari Pakistan menyebutkan ijtihad sebagai “the principle of movement”.8

Dan Allah akan mengirim seseorang yang akan mentajdid (memurnikan) agama-Nya. Mujaddid (pemurni) ini akan mengembalikan agama yang sudah menyimpang kepada pengertian aslinya. Penyimpangan tersebut dapat terjadi pada teks agama,

pemahamannya, prakteknya, atau pada semuanya.9

Dalam perspektif sejarah, sebagaimana yang telah dikutip oleh Sulaiman Abdullah mengenai pembaharuan hukum Islam menurut Noel J. Coulson yaitu

ada empat bentuk :10

6

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan Jakarta, (Jakarta : Bulan Bintang, Cet Pertama, 1975), h., 10.

7 Ijtihad menurut Abu Hamid al-Ghazali adalah “usaha keras yang dilakukan oleh mujtahid dalam mencari ketentuan-ketentuan hukum Syariat”. Abu Hamid al-Ghazali, al-Mustashfa fii Ilmi al-Ushul, (Bairut : Daar Ihya at-Turats al-Arabi, reprint Cetakan Mesir, 1324H). h., 350.

8

H. M. Rasyidi, Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi. (Jakarta : Bulan Bintang, Cet. Kedua. 1977). h., 103.

9 Rifyal Ka’bah,

Penegakan Syariat Islam di Indonesia (Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016), h., 161.

10


(32)

1. Dikodifikasikannya (yaitu pengelompokkan hukum yang sejenis kedalam kitab undang-undang) hukum Islam menjadi hukum

perundang-undangan negara, yang disebutnya sebagai doktrin siyasah.

2. Tidak terkaitnya umat Islam pada hanya satu madzhab hukum tertentu,

yang disebutnya doktrin Takhayyur (seleksi) pendapat mana yang

paling dominan dalam masyarakat.

3. Perkembangan hukum dalam mengantisipasi perkembangan peristiwa

hukum yang baru timbul, yang disebut doktrin tatbiq (penerapan

hukum terhadap peristiwa baru).

4. Perubahan hukum dari yang lama kepada yang baru yang disebut

doktrin tajdid (reinterpretasi).

Gerakan pembaharuan ini telah menyebar ke beberapa wilayah. Diantaranya adalah Mesir, Turki, India dan Pakistan. Akan tetapi yang pertama adalah di Mesir. Berawal dari Kepergian tentara Napoleon Bonaparte meninggalkan Mesir (1801), yang kemudian dimanfaatkan oleh Muhammad Ali untuk mengambil alih pemerintahan Mesir. Selanjutnya berbagai gerakan-gerakan pembaharuan yang dimulai dari menerjemahkan beberapa buku dari Barat dan mengirimkan beberapa pelajar ke Barat. Memotivasi beberapa pemikir islam dari daerah lain untuk memulai pembaharuan.

Sejarah pertumbuhan jaringan ulama Timur Tengah dan kepulauan Nusantara abad ketujuh belas dan kedelapan belas melibatkan proses-proses historis yang amat komplek. Pada awalnya hubungan itu lebih berbentuk perdagangan (hubungan ekonomi), politik keagamaan, kemudian diikuti dengan


(33)

hubungan intelektual keagamaan, lalu lahirlah hubungan Jaringan murid dan guru diantara kaum muslimin baik dari kalangan penuntut ilmu maupun muslim awam umumnya, dan inilah buah dari interaksi panjang diantara wilayah Muslim di

Nusantara dan Timur Tengah.11

Adapun sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam secara

singkat dapat dibagi menjadi lima periode, yaitu :12

1. Periode Masa Nabi Muhammad SAW (610 M – 632 M)

2. Periode Masa Khulafa al Rasyidin (632 M – 662 M)

3. Periode Masa Perkembangan dan Pembukuan ( Abad ke 7 – 10 M)

4. Periode Masa Kemunduran Islam (Abad ke 10 / 11 M – 19 M)

5. Periode Masa Pembaharuan dan Kebangkitan Islam (Abad ke 19 )

Perkembangan hukum Islam pada (tahun 662 - 750 M) menunjukan perkembangan yang sangat pesat, dan pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah

(tahun 750 – 1258 M) adalah merupakan perkembangan hukum Islam salah

satunya terlihat dari lahirnya para ahli hukum Islam yang menemukan dan merumuskan garis-garis hukum Fiqh Islam ( Abu Hanifah, Malik bin Anas,

Muhammad Idris Syafii, Ahmad bin Hambal).13

Namun pada abad ke 10 sampai akhir abad ke 19 adalah masa kemunduran hukum Islam, yang ditandai dengan adanya kelesuan dalam melakukan ijtihad.

11

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan NusantaraAbad XVII dan XVIII. (Bandung : Mizan, Cet.III, 1995). h., 23.

12

Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Gaya Media Pratama, Cet Kedua, 2002), h., 89.

13


(34)

Dimana para ahli tidak lagi mempunyai semangat dan kemampuan untuk

melakukan ijtihad sehingga menimbulkan suatu pilihan terhadap sikap taqlid14

dan ittiba15.

Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kemunduran hukum Islam ialah Retaknya kesatuan wilayah Islam dengan membentuk kekuasaan sendiri mengakibatkan terbentuknya negara kecil sebagai negara pecahan, serta merosotnya kewibawaan pengendalian perkembangan hukum, karena dengan begitu munculah orang-orang yang sebenarnya tidak mempunyai kelayakan

didalam melakukan suatu ijtihad.16

Saat kemunduran melanda kekuasaan Islam diseluruh dunia, timbulah pemikiran-pemikiran menuju pembaharuan semangat dikalangan masyarakat. Pemikiran-pemikiran itu timbul karena melihat adanya perbedaan besar antara nilai-nilai agama dan perkembangan sejarah.

Di Indonesia, semangat pembaharuan Islam mendapat sambutan hangat dari para pemimpin Islam seperti H.O.S. Cokroaminoto, KH. Ahmad Dahlan, dan lain-lain. Walaupun di Indonesia tidak tercatat pemikiran-pemikiran besar ataupun penganjur-penganjur Islam yang terkemuka di dunia bukan berarti semangat pembaharuan tidak ada. Yang timbul di Indonesia bukan semangat-semangat pembaharuan, melainkan perjuangan pembaharuan. Karena penetrasi dan

14

Taklid ialah sikap mengikuti pendapat suatu madzhab tanpa berusaha mengetahui dasar hukumnya.

15

ittiba ialah sikap mengikuti suatu madzhab atau imam dengan suatu dasar mengetahui dasar hukumnya.

16

Wahyuni Retnowulandari, Hukum Islam Dalm Tata Hukum Di Indonesia, (Jakarta : Universitas Trisakti, Cet. Pertama. 2010), h., 67.


(35)

kemudian dominasi barat (Belanda), semangat Islam telah menjiwai banyak pemuka bangsa, baik dari kalangan masyarakat maupun dari kalangan kerajaan yang banyak terdapat di Indonesia, untuk menentang dan melawan dominasi barat

itu dengan segala cara.17

Demikianlah semangat pembaharuan telah timbul dan tumbuh bersama-sama dengan mundurnya kekuasaan Islam, sehingga pada sewaktu-waktu dikemudian hari semangat pembaharuan itu merupakan bibit-bibit dari

kebangkitan kembali (umat) Islam.18

Perkembangan hukum di Indonesia dapat dilihat dari beberapa hal, pertama adalah hukum yang berasal dari adat istiadat dan norma-norma masyarakat yang diterima secara turun temurun, yang berlangsung sejak lama sekali dan melekat dalam kesadaran masyarakat. Kedua adalah hukum yang berasal dari ajaran Agama, norma hukum yang berasal dari agama, adat istiadat

dan tradisi turun temurun ini adalah cita-cita hukum (rechtside) bangsa Indonesia

yang menjadi dasar hukum abstrak dan yang ketiga adalah hukum sebagai keseluruhan aturan kehidupan bersama, yang berasal dari legislator resmi yang disertai dengan sanksi tertentu dalam hal terjadinya pelanggaran dan dilaksanakan

oleh negara.19

17

Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Gaya Media Pratama, Cet Kedua, 2002), h., 90.

18

Anwar Harjono, Indonesia Kita Pemikiran Berwawasan Iman – Isalam. (Jakarta : Gema Insani Press, 1995), h., 65-66.

19 Rifyal Ka’bah,


(36)

Ketiga aturan hukum diatas terdapat dalam budaya hukum negara republik Indonesia yang di proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Membiacarakan budaya hukum Indonesia seseorang tidak dapat melepaskan diri dari ketiga bentuk aturan hukum yang dibicarakan diatas, dan dengan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agusrus 1945 tersebut, konstruksi hukum Indonesia secara konstitusional berada diatas norma dasar UUD 1945, termasuk pada tingkat

transisional seperti ditentukan dalam aturan peralihan UUD 1945.20

Memperhatikan ini Abdul Gani Abdullah menyatakan dalam bukunya yang berjudul Pengantar Kompilasi Hukum islam dalam Tata Hukum Indonesia bahwa hukum Indonesia yang lahir setelah 18 Agustus 1945 mempunyai empat bentuk dasar, pertama adalah produk legislasi kolonoal, kedua adalah hukum adat, ketiga

adalah hukum Islam, dan keempat adalah produk legislasi nasional.21

Sebelum kedatangan Belanda, hukum Islam sebenarnya telah mempunyai

kedudukan tersendiri di Indonesia.22 Diantaranya adanya Sultan Malikul Zahir

dari Samudera Pasai, ia adalah salah seorang ahli Agama dan hukum Islam terkenal pada pertengahan abad ke XIV Masehi. Melalui kerajaan ini, hukum Islam Madzhab Syafi’i disebarkan ke kerajaan-kerajaan Islam lainnya di Nusantara. Para ahli hukum Islampun menulis buku-buku panduan tentang hukum Islam untuk disebar luaskan keseluruh masyarakat Nusantara, dan buku pertama yang disebar luaskan adalah buku yang berjudul al-Sirath al-Mustaqim (1628)

20 Rifyal Ka’bah,

Hukum Islam di Indonesia. Indonesia (Jakarta : Universitas Yarsi, 1998, Cet. Pertama), h.,75.

21

Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum indonesia, (Jakarta : German Insani Press, 1994), h., 15.

22

Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Pembangunan Hukum Nasional : Suatu Analisa Terhadap RUU Peradilan Agama, (1989), h., 528 .


(37)

yang ditulis oleh Naruddin ar-Raniri. Lalu Syekh Arsyad Banjar memperluas uraian buku ini dengan judul baru Sabil al-Muhtadin, untuk dijadikan sebagai pegangan menyelesaikan sengketa di kesultanan Banjar. Kesultanan Palembang dan Banten juga pernah menerbitkan beberapa buku hukum. Hal yang sama juga berlaku untuk penduduk di kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak, Jepara, Tuban,

Gresik, Ngampel, dan Mataram.23

Pada mulanya kedatangan Belanda ke Indonesia tidak ada kaitannya dengan masalah Agama, namun seiring berjalannya penjajahan mereka tidak bisa menghindari terjadinya persentuhan dengan masalah hukum yang berlaku bagi penduduk pribumi (inlander). Sehubungan berlakunya hukum adat bagi bangsa Indonesia dan hukum Agama bagi masing-masing pemeluknya, munculah teori-teori diantaranya adalah teori-teori Receptio in Complexu, teori-teori Receptie, teori-teori

Receptie Exit dan teori Receptio A Contrario serta teori Eksistensi.24

1. Teori Receptio in Complexu ( Van Den Berg )

Teori ini mengatakan orang Islam / pribumi berlaku hukum Islam (agama miliknya), oleh karena itu Van Den Berg mengonsepkan Stablat 1882 No. 152, yang isinya ketentuan bahwa bagi rakyat pribumi / rakyat jajahan berlaku hukum agamanya yang berada dalam lingkungan hidupnya.

23 Rifyal Ka’bah,

Hukum Islam di Indonesia. Indonesia (Jakarta : Universitas Yarsi, 1998, Cet. Pertama), h., 69.

24


(38)

2. Teori Receptie ( C.Snouck Hurgronye, Van Vollen Hoven dan Ter Haar )

Teori ini mengatakan bagi rakyat pribumi pada dasarnya berlaku hukum adat, oleh karena itu hukum Islam berlaku apabila sudah diterima oleh masyarakat adat yang dijadikan kebiasaannya. Teori ini dilandaskan pada keinginan Snouck agar orang-orang pribumi tidak kuat memeluk agamanya, sebab orang-orang yang

kuat memegang agamanya tidak mudah untuk dipengaruhi oleh peradaban barat.25

3. Teori Receptie Exit ( Prof. Hazairin )

Di dalam bukunya yang berjudul “Tujuh Serangkai Tentang Hukum” ia mengatakan “ setelah proklamasi dan UUD 1945 dijadikan UUD Negara, maka walaupun aturan peralihan menyatakan bahwa hukum yang lama masih berlaku selama jiwanya tidak bertentangan dengan UUD 1945, maka peraturan perundang-undangan pemerintah Hindia Belanda yang berdasarkan ajaran Teori Receptie tidak berlaku karena bertentangan dengan jiwa UUD 1945 dan pancasila.

Maka Teori Receptie harus exit karena bertentangan dengan Quran dan

al-Sunah, oleh karena itu Prof. Hazairin menyebutkan Teori Receptie adalah Teori Iblis.26

4. Teori Receptie A Contrario ( Sayuti Thalib )

Teori ini mengatakan bagi orang Islam berlaku hukum Islam, hal tersebut adalah sesuai dengan keyakinan dan cita-cita hukum, cita-cita batin, dan moral,

25

Wahyuni Retnowulandari, Hukum Islam Dalm Tata Hukum Di Indonesia, (Jakarta : Universitas Trisakti, Cet. Pertama. 2010), h., 77.

26

Wahyuni Retnowulandari, Hukum Islam Dalm Tata Hukum Di Indonesia, (Jakarta : Universitas Trisakti, Cet. Pertama. 2010), h., 79.


(39)

dan hukum adat berlaku bagi orang Islam apabila tidak bertentangan dengan agama Isalam dan hukum Islam.

5. Teori Eksistensi ( Ichtijanto )

Teori ini mengatakan bahwa setelah Indonesia merdeka dan karena dorongan kesadaran hukum sewaktu dalam masa penjajahan dan masa revolusi, maka hukum Islam adalah agama yang paling eksis didalam hukum nasional.

Teori-teori tersebut muncul sesuai zamannya masing-masing, bila dirumuskan Teori Receptie in complexu dan Teori receptie lahir pada zaman penjajahan, sedangkan Teori Receptie Exit dan Teori Receptio A Contrario lahir setelah kemerdekaan, begitupun dengan Teori Eksistensi.

B. Tokoh-tokoh Pembaharu Hukum Islam

Periode kelima pada abad ke-19 M, merupakan kebangkitan kembali umat Islam, dan merupakan sebagai jawaban dari periode-periode sebelumnya. Periode kebangkitan ini ditandai dengan gerakan pembaharuan pemikiran yang kembali kepada kemurnian ajaran Islam. Gerakan pembaharuan pada intinya menyerukan untuk kembali kepada sumber utama ajaran Islam yaitu al-Quran dan al-Sunah. Pintu ijtihad dibuka kembali, sebagaimana yang pernah dilaksanakan oleh para Mujtahid pada periode ketiga.

Resonansi gerakan pembaharuan yang merupaka era kebangkitan umat Islam menggema sampai kebelahan dunia, termasuk ke Indonesia (Hindia-Belanda). Gerakan kebangkitan umat Islam Indonesia ditandai dengan munculnya organisasi keagamaan seperti Jami’at al-Khair di Jakarta pada tahun 1905, Sarekat


(40)

Dagang Islam di Solo tahun 1905 yang kemudian menjadi partai politik dengan nama Sakerat Islam pada tahun 1912, Muhammadiyah di Jogjakarta tahun 1912, al-Irsyad di Jakarta tahun 1914, Nahdatul Ulama di Surabaya tahun 1926,

Persatuan Islam di Bandung tahun 1930.27

Dan berikut adalah tokoh pembaharu Islam berikut dalam bidang pembaharunya yang muncul di Indonesia sesuai dengan zamannya masing-masing.

1. MUNAWIR SADZALI

Munawir dikenal sebagai pemuda yang aktif, pada tahun 1945 setelah dibacakannya proklamasi kemerdekaan, ia dipilih menjadi ketua angkatan Muda Gunungpati, Dari Gunung Pati inilah keterlibatan Munawir dengan kegiatan-kegiatan umat Islam dalam skala nasional dimulai, dan di Gunung Pati inilah untuk pertama kalinya Munawir bertemu dengan Bung Karno. Pada tahun 1953 ia melanjutkan belajarnya dengan berangkat ke Inggris di Ilmu Politik Universitas College of South West of England, Exerter. Hanya butuh satu tahun ia bisa menyelesaikan studinya hingga pada tahun 1954 ia kembali ketanah air. Dan pada tahun 1955 ia meneruskan studinya ke Universitas Geogetown sampai tahun 1959. Dalam semasa karirnya ia pernah menjadi bagian dari kementerian Luar Negeri, Duta Besar RI, Menteri Agama dalam Kabinet Pembangunan IV.

27

Solihin Salam, Sejarah Islam di Jawa. (Jakarta : Jayamurni, Cet. Pertama. 1964), h., 62.


(41)

Salah satu pemikiran pembaharu Munawir adalah Bidang waris28, ia berargumen perlunya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam hal pembagian waris. Karena bagi Munawir jika mempertimbangkan realitas kehidupan keseharian, maka ketentuan tentang bagian harta warisan apabila laki-laki masih mendapatkan dua kali lebih besar dari pada perempuan maka ini sangat berseberangan dengan makna keadilan, sementara perempuan masa sekarang sudah dapat melakukan berbagai aktivitas sosial. Memang pada dasarnya hukum semacam ini barangkali akan dibenarkan pada saat kaum laki-laki memang

menjadi tumpuhan segala-galanya bagi kaum wanita, namun itu dahulu.29

Munawir selalu menyandarkan argumennya30 pada beberapa ulama seperti Ibn

Katsir, Musthafa al-Maraghi, Muhammad Rasyid Ridha, dll.

2. HAZAIRIN31

Salah satu pemikiran Hazairin adalah ia berpendapat bahwa pada

hakikatnya sistem kewarisan yang terkandung dalam Al-Qur’an adalah sistem

28

Munawir Sadzali," Ijtihad dan Kemaslahatan Umat”, dalam Jalaluddin Rahmat), Ijtihad dalam Sorotan, (Jakarta: Mizan, Cet. keempat, 1996), h., 125.

29

Munawir Sadzali, Reaktualisasi Ajaran Islam, dalam Iqbal Abdur Rauf. Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988), h., 2.

30

Ia berkesimpulan bahwa hukum Islam memang fleksibel dan dengan demikian perlu adanya reaktualisasi, ketika hukum tersebut dirasa tidak lagi sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini.

31


(42)

kewarisan yang bercorak bilateral (orang tua), seperti dzawul fara’idh32, dzawul qarabat33, dan mawali34.35

Berdasarkan teori ini Hazairin membagi ahli waris menjadi tiga kelompok, yakni: dzawul faraid, dzawul qarabat, dan mawali. Yang dimaksud mawali (ahli waris pengganti) di sini adalah ahli waris yang menggantikan seseorang untuk memperoleh bagian warisan yang tadinya akan diperoleh orang yang akan digantikan tersebut. Hal ini terjadi karena orang yang digantikan tersebut telah meninggal lebih dulu daripada si pewaris. Orang yang digantikan ini merupakan penghubung antara yang menggantikan dengan pewaris (yang meninggalkan harta warisan). Adapun yang dapat menjadi mawali yaitu keturunan anak pewaris, keturunan saudara pewaris, ataupun keturunan orang yang mengadakan semacam

perjanjian (misalnya dalam bentuk wasiat) dengan si pewaris.36

Berlainan dengan rumusan ahli fikih khusunya Madzhab Syafi’i dan Syi’ah yang menjelaskan bahwa sistem kewarisannya bersifat patrilinial yaitu dzawul fara’idh, ashabah37

dan dzawul arham38. Madzhab Syafii membagi ahli

32

Zawu al-faraid adalah ahli waris yang telah ditetapkan bagiannya dalam al- Qur’an. Dalam hal ini hampir seluruh mazhab fiqh menyepakatinya, baik Sunni maupun Syiah. Bagian mereka ini dikeluarkan dari sisa harta setelah harta peninggalan dibayarkan. untuk wasiat, hutang, dan biaya kematian.

33

Dzawu al-qarabat adalah ahli waris yang tidak termasuk zawu al-faraid menurut sistem bilateral. Bagian mereka dikeluarkan dari sisa harta peninggalan setelah dibayar wasiat, hutang, ongkos kematian, dan bagian untuk zawu al-faraid.

34

Mawali adalah ahli waris pengganti, yang oleh Hazairin konsep ini di istinbatkan dari Q.S. al-Nisa (4): 33. Adanya mawali (ahli waris pengganti) ini merupakan konsep yang benar-benar baru dalam ilmu faraid (waris).

35

Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral menurut al Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h., 72.

36

Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h., 80.

37

Ashabah adalah ahli waris yang memperoleh bagian sisa atau bagian terbuka atau bagian tidak tertentu.


(43)

waris itu kedalam tiga kelompok, yaitu dzul faraid39, ashabah40 dan dzul arham41. Tiga landasan teologis normatif yang dijadikan Hazairin dalam perkara tersebut, yaitu bahwa sistem kekeluargaan yang diinginkan al-Quran adalah sistem bilateral. Landasan pertama, apabila surat an-Nisa ayat 23 dan 24 diperhatikan, akan ditemukan adanya keizinan untuk saling kawin antara orang-orang yang bersaudara sepupu. Fakta ini menunjukkan bahwa al-Quran cenderung kepada sistem kekeluargaan yang bilateral. Landasan kedua, surat an-Nisa ayat 11 yang menjelaskan bahwa semua anak baik laki-laki maupun perempuan menjadi ahli waris bagi orang tuanya. Ini merupakan sistem bilateral, karena dalam sistem patrilineal pada prinsipnya hanya anak laki- laki yang berhak mewarisi begitu juga pada sistem matrilineal, hanya anak perempuan yang berhak. Landasan ketiga, surat an-Nisa ayat 12 dan 176 menjadikan saudara bagi semua jenis

saudara (seayah dan seibu) sebagai ahli waris.42

C. Peran DPR dalam Melegislasi Hukum Islam

Hukum Islam sebagai tatanan hukum yang dipegangi (ditaati) oleh mayoritas penduduk dan rakyat Indonesia adalah hukum yang telah hidup dalam masyarakat, merupakan sebagian dari ajaran dan keyakinan Islam dan ada dalam

38

keturunan ahli waris yang mempunyai hubungan kerabat dengan pewaris namun tidak mewarisi dalam kedudukan dzul faraid dan ashabah.

39

orang yang menerima bagian tertentu 40

Ashabah adalah ahli waris yang memperoleh bagian sisa 41

Dzul Arham merupakan keturunan ahli waris yang mempunyai hubungan kerabat dengan pewaris namun tidak mewarisi dalam kedudukan dzul faraid dan ashabah

42


(44)

kehidupan hukum nasioanal serta merupakan bahan dalam pembinaan dan

pengembangannya.43

Menurut penulis hukum Islam di Indonesia telah mengalami perkembangan yang dinamis yang berkesinambungan, baik melalui saluran infrastruktur politik maupun suprastruktur seiring dengan realitas, tuntutan dan dukungan, serta kehendak bagi upaya transformasi hukum Islam ke dalam sistem hukum Nasional.

DPR (Dewan Permusyawaratan Rakyat) adalah lembaga legislatif yang memiki beberapa fungsi, diantaranya adalah fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan

fungsi pengawasan.44 Dalam hal ini kita akan membahas fungsi yang pertama saja

yaitu fungsi legislasi. DPR memiliki fungsi legislasi, berarti DPR memiliki tugas dan wewenang untuk melegislasi dalam pembentukan undang-undang di Indonesia. Adapun tugas dan wewenangnya dalam fungsi legislasi ialah Menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas), Menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU), Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah), Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD, Menetapkan UU bersama dengan Presiden, Menyetujui atau tidak

43

Juhaya S Praja, Hukum Islam di Indonesia Perkembangan dan Pembentukan (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1991), h., 97.

44


(45)

menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU (yang diajukan Presiden) untuk

ditetapkan menjadi UU.45

Kedudukan hukum Islam merupakan salah satu komponen tata hukum46

Indonesia yang sangat jelas dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan mayoritas masyarakat. Penegakan hukum Islam akan terus berkembang di Indonesia, dan telah terbukti dengan telah banyaknya hukum Islam yang masuk pada hukum Nasional, contohnya saja UU Hukum Ekonomi Syariah telah disahkan oleh DPR, dan Prof. Dr. Rifyal Ka’bah, M.A., adalah salah seorang pemarkasa dalam

penyusunan UU tersebut.47 Selain hukum ekonomi syariah sudah ada juga

beberapa hukum Islam yang sudah di legislasi oleh DPR kedalam hukum nasional

Indonesia, diantaranya48 adalah :

1. Perkawinan

Peraturan yang mengatur tentang perkawinan tertera pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

2. Wakaf

Peraturan yang mengatur tentang wakaf tertera pada undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

45

http://www.dpr.go.id/tentang/tugas-wewenang di unduh pada tanggal 05/09/2016 pukul 18.08.

46

Tata hukum adalah susunan atau sistem hukum yang berlaku disuatu daerah atau negara tertentu. Muhammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), h., 230.

47 Rifyal Ka’bah,

Penegakan Syariat Islam di Indonesia, (Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet kedua, 2016), h., viii.

48 Rifyal Ka’bah,


(46)

3. Zakat

Peraturan yang mengatur tentang zakat tertera pada undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.

4. Peradilan Agama

Peraturan yang mengatur peradilan Islam di Indonesia tertera pada undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.


(47)

PROF. DR. RIFYAL KA’BAH, MA.

A. Latar Belakang Rifyal Ka’bah

Lahir dengan nama Rifyal Ka’bah pada tanggal 22 Juli 1950 di Batusangkar (Sumatera Barat), Rifyal Ka’bah menghabiskan lebih dari satu dasa

warsa di Mesir, beberapa negara Arab, Eropa, dan Singapur.1 Istrinya bernama

Hamidah ya’coub dan seorang anak yang bernama Nida Rifyal.2

Rifyal Ka’bah adalah anak tunggal dari keluarga sederhana, ayahandanya bernama Ka’bah dan ibundanya bernama Siti Rahma, mereka tinggal dirumah kayu yang dikelilingi kolam ikan (biasanya orang-orang Batusangkar menyebutnya Tabe) dan didepan rumahnya ada mata air. namun saat Rifyal berumur 7 Tahun ayahandanya meninggal dunia, dan kemudian disusul oleh ibundanya saat ia berusia 8 Tahun. Sejak kedua orang tuanya meninggal, Rifyal tinggal bersama neneknya. Kesedihan Rifyal atas kehilangan orang tuanya tidak membuat Rifyal putus semangat untuk bersekolah, saat itu ia masih duduk disekolah dasar Batusangkar namun lika liku kehidupannya sudah seberat orang dewasa. Tidak lama kemudian neneknyapun meninggal dan Rifyal tinggal dengan

1 Rifyal Ka’bah,

Politik dan Hukum dalam al-Quran, (Jakarta : Khairul Bayaan, 2005), h., 153.

2 Rifyal Ka’bah,


(48)

pamannya.3 Penulis sangat kagum dengan dengan cerita kehidupan beliau, kisahnya hampir mirip dengan kisah Rasulullah SAW.

Saat Rifyal duduk di Sekolah Rakyat (SR) , gurunya (ibu Ros) sudah melihat adanya kecerdasan pada diri Rifyal, dan ibu Ros inilah guru yang paling dekat dan yang selalu diingat-ingat oleh Rifyal disemasa hidupnya. Sewaktu Rifyal kelas VI SR, ibu Ros pernah bertanya kepada murid-murid dikelas VI. “siapa yang mau melanjutkan sekolah ke SMP ?” dan mayoritas anak-anak dikelas itupun mengangkat tangan mereka dengan tinggi. Dan pertanyaan keduapun dilontarkan. “siapa yang mau melanjutkan sekolah ke Tawalib.4

? pada pertanyaan kedua hanya dua murid sajalah yang mengangkat tangannya, salah satunya adalah Rifyal. Semua anak-anak dikelasnya tertawa akan pilihan yang dipilih oleh Rifyal beberapa kata-kata yang menjatuhkanpun terlontar dari mulut teman-temannya namun Rifyal tetap teguh pada pendiriannya, Ia tetap

melanjutkan sekolahnya ke Tawalib hingga enam tahun lamanya.5 Setalah lulus

dari Tawalib ia langsung melanjutkan sekolahnya ke PGA di Tanjung Limaw Batusangkar Sumatera Barat.

Saat Rifyal duduk di bangku Tawalib, guru favoritnya ialah Pak Zamzami

atau yang akrab disapa Angku Zamzami.6 Angku Zamzami mengajar pelajaran

Bahasa Inggris, dan inilah salah satu sumber motivasi Rifyal untuk bisa

3 Wawancara dengan Hamidah Ya’coub (Isteri Alm. Prof. Dr. Rifyal Ka’bah). Interview Pribadi. Cipayung Jakarta Timur, Tanggal 29/08/2016, Pukul : 17.00.

4

Sekolah sederajat dengan SMP, namun waktu menuntut ilmu di Tawalib lebih lama yaitu 6 Tahun. Dan biasanya orang-orang lulusan Tawalib kelak akan menjadi Ustadz (guru mengaji).

5 Wawancara dengan Hamidah Ya’coub (Isteri Alm. Prof. Dr. Rifyal Ka’bah). Interview Pribadi. Cipayung Jakarta Timur, Tanggal 29/08/2016, Pukul : 17.00.

6Rifyal Ka’bah,


(49)

menguasai Bahasa Asing. Angku Zamzami pernah berkata kepada Rifyal, “Kuasailah sedikit-sedikitnya dua bahasa ( Arab dan Inggris ) karena dengan

kedua bahasa itu bisa menghantarkanmu ke Timur dan ke Barat.7 Namun saat ini

belum terpikirkan oleh Rifyal untuk sekolah ke luar negeri, ini difaktorkan karena ia hidup semata wayang tanpa orang tua disampingnya.

Setelah lulus dari Tawalib ia melanjutkan sekolahnya ke PGA, dan lulus dari PGA ia melanjutkan sekolahnya diperguruan Tinggi yaitu di IAIN Imam Bonjol Padang (1973) pada jurusan Ushuludin. Dan setelah lulus dari IAIN tersebut ia mencoba mengikuti tes peluang beasiswa al-Azhar yang dilaksanakan oleh Departemen Agama. Setelah tes, ternyata Rifyal lulus dengan urutan pertama, kemudian Ia pun di berangkatkan ke Universitas al-Azhar untuk menimba ilmu di Fakultas Ushuludin. Semasa kuliahnya di al-Azhar, Rifyal dikenal dengan julukan kutu buku oleh teman-teman karena banyaknya koleksi buku-buku yang ia miliki ditambah lagi ia selalu membawa dan membaca buku

kemanapun ia pergi, Rifyal juga dikenal dengan kesederhanaannya.8

Selain kuliah di al-Azhar, Rifyal juga kuliah di Zamalik. Zamalik ini adalah nama sebuah kawasan di kairo, di Zamalik terdapat sebua Institut Agama Islam yang didirikan oleh Syeikh Hasan al-Baquri. Konon, asal muasal didirikannya Sekolah Tinggi ini ialah untuk para cendekiawan non-Agama

7 Wawancara dengan Hamidah Ya’coub (Isteri Alm. Prof. Dr. Rifyal Ka’bah). Interview Pribadi. Cipayung Jakarta Timur, Tanggal 29/08/2016, Pukul : 17.00.


(50)

(umum) agar bisa mendalami ilmu Agama (Islam) sehingga tingkat kelulusannya

lebih mudah dari pada al-Azhar.9

Singkat cerita, Rifyal menyukai wanita Indonesia, wanita ini adalah teman dari temannya Rifyal, namanya Hamidah Ya’coub yang kebetulan sedang berada di Kairo untuk suatu urusan. Dengan pembicaraan yang panjang, maka akad nikahpun dilaksanakan di Kairo dengan dihadiri sahabat-sahabat Rifyal di Kairo

khususnya dari sahabat-sahabat Bulan Bintang.10

Rifyal berhasil membawa pulang tiga gelar sekaligus ke Indonesia, gelarnya yaitu Licence dari al-Azhar pada tahun 1976, Diplome pada tahun 1978 serta Magister pada tahun 1984 dari Institut Agama Islam (Zamalik).

Tidak lama setelah di Indonesia ia langsung melanjutkan studinya di Universitas Indonesia (UI) di Fakultas Hukum, yang pada mulanya Rifyal ingin mengambil Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) karena Rifyal ingin sekali mempelajari Ilmu Politik, namun beberapa gurunya mengarahkan Rifyal untuk mengambil Fakultas Hukum dengan alasan ketika ia mengambil fakultas hukum ia akan mendapatkan dua ilmu sekaligus (ilmu politik dan ilmu hukum),

dan Rifyalpun mengikuti arahan dari gurunya.11 Di Universitas Indonesia ia

bertemu dengan dosen-dosen yang hebat diantaranya adalah Prof. M. Daud Ali, S.H., Prof. Dr. H. M. Rasjidi, dan Prof. Dr. Busthanul Arifin, S.H., di dalam bukunya Rifyal Ka’bah menuliskan tanda terimakasih yang ditujukan untuk Prof.

9 Wawancara dengan Hamidah Ya’coub (Isteri Alm. Prof. Dr. Rifyal Ka’bah). Interview Pribadi. Cipayung Jakarta Timur, Tanggal 29/08/2016, Pukul : 17.00.

10

http://www.kompasiana.com/bangnasr/catatan-kecil-bang-rifyal-ka-bah di unduh pada tanggal 17/08/2016.

11 Wawancara dengan Hamidah Ya’coub (Isteri Alm. Prof. Dr. Rifyal Ka’bah). Interview Pribadi. Cipayung Jakarta Timur, Tanggal 29/08/2016, Pukul : 17.00.


(51)

Dr. Busthanul Arifin karena telah banyak membantu Rifyal semenjak berada di Universitas Indonesia dan Rifyal juga banyak belajar dari pengalaman beliau

sebagai praktisi hukum sehingga wawasan hukum Rifyalpun bertambah.12 Dilihat

dari cerita beliau, beliau adalah seseorang yang sangat hormat dan ta’zim pada gurunya, dan itulah salah satu kunci kesuksesan beliau yang sangat patut untuk di contoh.

B. Riwayat Pendidikan dan Karya-Karya Rifyal Ka’bah A. Riwayat Pendidikan Rifyal Ka’bah

1. Pendidikan Formal Rifyal Ka’bah13

a. Sekolah Rakyat (SR)

b. Tawalib

c. Pendidikan Guru Agama (PGA)

d. IAIN Imam Bonjol (Padang, 1973).

e. Universitas al-Azhar, Cairo (Licence, 1976).

f. Dapartement of Social Sciences, Institute of Islamic Studies, Cairo

(Diplome, 1978, Magister 1984).

g. Universitas Indonesia, Jakarta ( Doktor Ilmu Hukum, 1998).

2. Pendidikan Non- Degree Rifyal Ka’bah14

a. Akademi Gajah Tongga (Padang Panjang, 1972).

b. American University (cairo, 1974).

c. Centre Culture Francis (Le Caire, 1974).

12Rifyal Ka’bah,

Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Universitas Yarsi, 2009), h., v. 13 Rifyal Ka’bah,

Pidato Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Islam Pada Fakultas Hukum Yars, (Jakarta : Universitas Yarsi, 2009), h., 24.

14 Rifyal Ka’bah,


(52)

d. Interfaith Unit, Islamic Foundation (Leicester, 1983-1984).

e. Summer School, Selly Oak College (Birmingham, 1984).

f. The International Development Law Institute (Sydney, 2002).

g. National Centre for Judical Studies (Cairo,2002).

h. Comparative Studies on the Legal adn Judical System of Indonesia and

Japan, Research and Training Institute, Osaka/Tokyo, Japan (2002). i. Conference on “Islamic Law in Modern Indonesia” Harvard Law

School, Cambridge, USA (2004).

3. Pendidikan Pelatihan Peradilan Rifyal Ka’bah

Rifyal Ka’bah sangat aktif mengikuti pelatihan-pelatihan peradilan yang dilaksanakan oleh berbagai negara, semua itu beliau ikuti agar bertambahnya ilmu pengetahuan dan wawasan beliau mengenai ilmu peradilan, mulai setelah ia menyelesaikan studi doktornya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia sampai terpilihnya ia sebagai Hakim Agung di Mahkamah Agung RI, ia masih aktif

mengikuti berbagai pelatihan.15

Inilah pelatihan peradilan yang beliau ikuti, dimulai dari pelatihan Judicial Administration and Reform Course, The International Development Law Institute, Sydney, Australia dari tanggal 2-21 juni 2002. Dan berlanjut pada pelatihan peradilan Training Program Sharia Judges, National Centre for Judical Studies, Ministry of Justice, Cairo, Mesir, 13-25 Juli 2002. Dan setelah itu ia melanjutkan pelatihannya di Comparative Studies on the Legal and Judical Systems of

15 Rifyal Ka’bah,

Pidato Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Islam Pada Fakultas Hukum Yars, (Jakarta : Universitas Yarsi, 2009), h., 24.


(53)

Indonesia and Japan, Research and Training Institute,Osaka/ Tokyo, Jepang. 9

Juni – 4 Juli 2003. Dan berlanjut pada pelatihan Family Law in Egypt, National

Centre for Judical Studies, Ministry of Justice, Cairo, Mesir. 6 – 14 Desember

2003. Lalu pelatihan Short Course on Administration of Family Law in the United

State, Southwestern Law School, Los Angeles, California, Amerika Serikat, 18 –

20 September 2006, dan berlanjut pada pelatihan Economic Law in Islam, Markfield Institute of Higher Education, Leicester, Inggeris, 1-2 November 2007. Selanjutnya pada pelatihan Workshop on Creating Islamic Lawyers and Judges : Islamic Law in the Law School and Judical Training Academies of Muslim

Southeast Asia, Asia Research Institute, National University of Singapore, 5 – 6

Februari 2009.16

Rifyal Ka’bah juga berprofesi sebagai dosen sekaligus Guru Besar di Fakultas Hukum Universitas Yarsi Jakarta ( Sejak 1993), dosen di Magister Hukum UNISBA ( Sejak 1998), dosen di Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta dan dosen Pasca Sarjana llmu Hukum Universitas Indonesia (Sejak 1998), selain itu Rifyal Ka’bah juga memberikan kuliah di Program Pasca Sarjana USU (Universitas Sumatera Utara), Kursus-kursus Yayasan Wakaf Paramadina, dan

Program Magister Hukum Universitas Islam Jakarta.17 Selain pengarang buku, ia

juga berprofesi sebagai penerjemah dan penulis di beberapa media.

Ia juga pernah menjabat sebagai anggota Badan Sensor Film Departemen Penerangan RI (1995-1999), Board of Editor Muslim Executive dan Expatriate

16 Rifyal Ka’bah,

Peradilan Islam Kontemporer Saudi Arabia, Mesir, Sudan, Pakistan, Malaysia dan Indonesia, (Jakarta : Universitas Yarsi, Cet, pertama, 2009), h., 143.


(54)

Newsletter Jakarta ( Sejak 1998), Pakar Hukum Departemen Kehakiman dan HAM (2000-2001), Dan sejak tanggal 02 September 2000 ia diangkat menjadi Hakim Agung di Mahkamah Agung RI melalui Keputusan Presiden Nomor

241/M Tahun 2000.18 Dan ia juga sebagai Pengajar Pusdiklat Mahkamah Agung

RI ( Sejak 2000 ), serta pernah menjadi ketua Konsentrasi Hukum Islam, Program

Magister Hukum Universitas Indonesia ( 2005 – 2008 ).19

Rifyal Ka’bah adalah hakim termuda di Mahkamah Agung pada saat itu, karena Ia terpilih jadi Hakim Mahkamah Agung pada saat umurnya 50 tahun, dan

50 tahun adalah batas usia minimum syarat menjadi Hakim Agung.20 Rifyal

Ka’bah bisa disebut Hakim Agung senior karena masa kerjanya yang kurang lebih 13 tahun, selama itulah beliau mengabdikan dirinya sebagai Hakim Agung di Mahkamah Agung RI. Beliau berlatar belakang akademisi dengan spesialisasi Hukum Islam, maka dari itu, ia di tempatkan sebagai Hakim Agung pada Tim E (Tim Perdata Agama). Setelah Mahkamah Agung memberlakukan sistem kamar diakhir tahun 2011, Rifyal Ka’bah tercatat sebagai salah seorang Hakim Agung

yang di posisikan pada kamar Agama.21

Selain Rifyal Ka’bah terdapat 12 hakim Agung angkatan 2000, yaitu : Bagir Manan ( mantan ketua Mahkamah Agung), Abdul Kadir Mappong (mantan

18Rifyal Ka’bah,

Politik dan Hukum dalam al-Quran, (Jakarta : Khairul Bayaan, 2005), h., 153.

19 Rifyal Ka’bah,

Pidato Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Islam Pada Fakultas Hukum Yars, (Jakarta : Universitas Yarsi, 2009), h., 25.

20

Lihat pada kata pengantar yang di utarakan oleh Prof. Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H. (Ketua Mahkamah Konstitusi 2013-2015) pada buku Rifyal Ka’bah, Penegakan Syari’at Islam di

Indonesia, (Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet. Kedua, 2016), h., xiii. 21

http://www.kompasiana.com/bangnasr/catatan-kecil-bang-rifyal-ka-bah di unduh pada tanggal 17/08/2016.


(1)

B. Saran

Hukum Islam di Indonesia akan selalu terus berkembang dari tahun ke tahun, karena pada dasarnya hukum Islam telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat, jadi sangat wajar apabila perkembangannya tetap terlihat sampai saat ini dan nanti. Namun apalah artinya hukum apabila tidak di terapkan ke dalam peraturan perundang-undangan.

Sebelum menjadi hukum positif, hukum Islam sangat membutuhkan formulasi hukum dalam bentuk kode hukum Islam yang siap pakai dan sesuai kebutuhan bangsa dan negara, selain itu ada juga menyangkut permasalahan legislator dan lembaga legislasi yang berwenang mengesahkan suatu hukum, maka hal ini sangat tergantung pada kemauan politik dalam pembentukan undang-undang.

Saran pertama dari penulis yaitu seorang yang bergelut didalam pemerintahan baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif harus dapat membedakan hukum yang bersifat qhada’i dan bersifat diyani karena kerancuan pemahaman dalam penerapan syariah terletak kepada ketidak mampuan untuk membedakannya. Karena dalam pemecahan hukum baru dalam Islam telah menjadi tanggung jawab para ahli hukum, para ahli hukum harus berusaha semaksimal mungkin dalam penggalian hukum agar dapat melahirkan hukum-hukum baru, baik dengan melalui ijtihad ataupun proses penyimpulan terhadap hukum-hukum terdahulu yang bertujuan untuk kemashlahatan. Karena selain di tangan Allah dan Rasul, legislasi dalam Islam juga berada di tangan manusia.


(2)

Menurut penulis, Indonesia sedang mengalami krisis hukum, karena sangat terlihat banyaknya undang-undang yang sudah tidak relavan lagi dengan masa sekarang, lemahnya penegak hukum dan adanya kekosongan hukum di dalam hukum positif. Karena itu, saran kedua dari penulis dalam hal ini adalah diperlukannya pembenahan aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim, pengacara dan pihak-pihak terkait di pengadilan. Dan pembenahan juga diperlukan untuk menciptakan hukum berdasarkan norma-norma yang sedang hidup dalam masyarakat. Untuk itu ada beberapa langkah yang harus di laksanakan, antara lain yaitu melalui kodifikasi hukum, pembuatan undang-undang yang relevan, pemenangan program Islam melalui pemilu dan DPR serta pendekatan-pendekatan lainnya. Karena semua orang mengenal hukum Islam namun tidak semua orang memahami hukum Islam.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Abdullah, Abdul Gani, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum indonesia, Jakarta : German Insani Press, 1994.

Abdullah, Sulaiman, Dinamika Qiyas Dalam Pembaharuan Hukum Islam, Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, Cet, Pertama. 1996.

Al-alim, Yusuf Hamid, al-Maqashid al-Ammah li asy-Syariah al-Islamiyyah, Riyadh : ad-Dar al-Ilmiyyah li al-Kitab al-Islami, 1994.

Al-Ghazali, Abu Hamid, al-Mustashfa fii Ilmi al-Ushul, Bairut : Daar Ihya at-Turats al-Arabi, reprint Cetakan Mesir, 1324H.

Al-Husaini, Abi Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’zam Muqayis al-Lugh dal al -Fikr li al-Thaba’ah wa al-Nasyr, (Bairut, Juz l).

Ali, Abdullah Yusuf, The Holy Qur’an : Text Tranlation and Commentary, Brendwood, Maryland : Amana Corporation, 1989.

Ali, Muhammad Daud, Hukum Islam dan Pembangunan Hukum Nasional : Suatu Analisa Terhadap RUU Peradilan Agama, 1989.

Ali, Muhammad Daud, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006.

Al-Khudhari, Muhammad, Tarikh Tasyri al-Islami, Bairut : Dar al-Fikr, 1988. Al-Syatibi, Abu Ishaq, al-Muwafaqat fi Usul al-Syariah, Bayrut : Dar Kutub al-

Ilmiyyah.

Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan NusantaraAbad XVII dan XVIII, Bandung : Mizan, Cet.III, 1995.

Dahlan, Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, Jakarta : PT Ichtiar Baru, Cet. Ketiga, 2003.

Gib, H.A.R, Mohammedanism, New York : Oxford University Press, 1962.

Harjono, Anwar, Indonesia Kita Pemikiran Berwawasan Iman Isalam, Jakarta : Gema Insani Press, 1995.


(4)

Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral menurut al Qur’an, Jakarta: Rineka Cipta, 1994.

Ibn Munzir, Lisan al-Arab, Mesir : Dar al-Ma’rifah, Jilid IV.

Ka’bah, Rifyal, Reaktualisasi Ajaran Islam : Pembaharuan Visi Modernis & Pembaharuan Visi Salaf, Jakarta : Minaret, 1987.

Ka’bah, Rifyal, Muhsin al-Mayli (terj) Pergulatan Mencari Islam : Perjalanan Religius Roger Garaudy, Jakarta :Paramadina, 1996.

Ka’bah, Rifyal, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Universitas Yarsi, Cet. Pertama, 1998.

Ka’bah, Rifyal, Mesir Yang Saya Kenal, Jakarta : Pustaka Ar-rayhan, Cet. Pertama, 2005

Ka’bah, Rifyal, Politik dan Hukum dalam al-Quran, Jakarta : Khairul Bayaan, 2005.

Ka’bah, Rifyal, Risalah Hari Raya, Jakarta : Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, 2006.

Ka’bah, Rifyal, Peradilan Islam Kontemporer Saudi Arabia, Mesir, Sudan,

Pakistan, Malaysia dan Indonesia, Jakarta : Universitas Yarsi, Cet, pertama, 2009.

Ka’bah, Rifyal, Pidato Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Islam Pada Fakultas Hukum Yars, Jakarta : Universitas Yarsi, 2009.

Ka’bah, Rifyal, Penegakan Syariat Islam di Indonesia, Jakarta : Rifyal Ka’bah Foundation Publisher, Cet kedua, 2016.

Ka’bah, Rifyal, Islamic Law dalam Majalah Triwulan Muslim Executive & Expatriate, Jakarta, Muharram 1, 1420.

Lev, Daniel S, Hukum dan Politik di Indonesia, diterjemahkan oleh Nirwono dan A. E. Proyono, Jakarta : LP3ES, 1990.

Majalah Peradilan Agama, Penengakan Hukum Keluarga di Indonesia, Edisi 7 Oktober 2015.

Manas, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2006.


(5)

Muhammad bin Idris asy-Syafi’i, al-Risalah, Cairo : Dar at-Turats, 1979

Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan Jakarta, Jakarta : Bulan Bintang, Cet Pertama, 1975.

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

Praja, Juhaya S, Hukum Islam di Indonesia Perkembangan dan Pembentukan, Bandung : Remaja Rosda Karya, 1991.

Rahardjo, Sutjipto, Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung : Alumni, 1983. Rahman, Fazlur, Tema-tema Pokok al-Quran (terj) Anas Mahyudin, Bandung :

Pustaka, 1983.

Rasyidi, H. M., Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi. Jakarta : Bulan Bintang, Cet. Kedua. 1977.

Retno wulandari, Wahyuni, Hukum Islam Dalm Tata Hukum Di Indonesia, Jakarta : Universitas Trisakti, Cet. Pertama. 2010.

Sadzali, Munawir, Ijtihad dan Kemaslahatan Ummat, Jakarta : Mizan, Cet. lV, 1996.

Sadzali, Sadzali, Reaktualisasi Ajaran Islam, dalam Iqbal Abdur Rauf, Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988.

Salam, Solihi, Sejarah Islam di Jawa, Jakarta : Jayamurni, Cet. Pertama. 1964. Soekanto, Soerjono , Metodologi Penelitian Hukum, Bandung , 2006. Suleman, Budiman, Reformasi Pemikiran Islam, Jakarta : Kencana, 2002.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005.

Supriyadi, Dedi, Sejarah Hukum Islam dari Kawasan Jazirah Arab sampai Indonesia, Bandung : Pustaka Setia. 2007.

Syaukani, Ahmad, Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam, Bandung : CV Pustaka Setia, 2001.


(6)

Thalib, Sajuti, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2000.

Tibbi, Bassam, Islam Kebudayaan dan Perubahan Sosial, (terj) Ahsin Muhammad dan Zainul Abbas, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1999.

Usman, Suparman, Hukum Islam Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum islam dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Gaya Media Pratama, Cet Kedua, 2002.

Purwak, Tommy Hendra, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Atma Jaya, 2007.

Zahrah, Muhammad Abu, Ushul Fiqih, Jakarta : PT Pustaka Firdaus, Cet. Pertama, 2011.

B. Lain-lain

Wawancara dengan Hamidah Ya’coub (Isteri Alm. Prof. Dr. Rifyal Ka’bah). Interview Pribadi. Cipayung Jakarta Timur, Tanggal 29/08/2016, Pukul : 17.00.

Wawancara dengan Hamidah Ya’coub (Isteri Alm. Prof. Dr. Rifyal Ka’bah). Interview Pribadi. Via Telepohone, Tanggal 03/10/2016, Pukul : 19.30. http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-11 12.html#sthash.j5YGN2fA.

dpuf di unduh pada tanggal 17/08/2016

http://www.dpr.go.id/tentang/tugas-wewenang di unduh pada tanggal 05/09/2016 pukul 18.08

http://www.kompasiana.com/bangnasr/catatan-kecil-bang-rifyal-ka-bah di unduh pada tanggal 17/08/2016.