Pengaruh Citra Tokoh Politik Terhadap Minat Memilih Pada Pemilu Presiden 2014 di Medan

(1)

SKRIPSI

PENGARUH CITRA TOKOH POLITIK TERHADAP

MINAT MEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN 2014

DI MEDAN

OLEH

IRFAN RAMDHANI

110521041

PROGRAM STUDI STRATA 1 MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN MANAJEMEN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

Nama : Irfan Ramdhani NIM : 110521041 Program Studi : Manajemen Konsentrasi : Pemasaran

Judul Skripsi : Pengaruh Citra Tokoh Politik Terhadap Minat Memilih Pada Pemilu Presiden 2014 di Medan

Medan, Juli 2013 Penulis

Irfan Ramdhani NIM 110521041


(3)

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN MANAJEMEN

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Irfan Ramdhani NIM : 110521041 Program Studi : Manajemen Konsentrasi : Pemasaran

Judul Skripsi : Pengaruh Citra Tokoh Politik Terhadap Minat Memilih Pada Pemilu Presiden 2014 di Meda

Pembimbing Skripsi Pembaca Penilai

Dr. Endang Sulistya Rini, SE, M.Si Dr. Yeni Absah, S.E.,M.Si NIP 1962 0513 199203 2 001 NIP 1974 1123 200012 2 001

Ketua Program Studi

Dr. Endang Sulistya Rini, S.E.,M.Si NIP 1962 0513 199203 2 001


(4)

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN MANAJEMEN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

Nama : Irfan Ramdhani NIM : 110521041 Program Studi : Manajemen Konsentrasi : Pemasaran

Judul Skripsi : Pengaruh Citra Tokoh Politik Terhadap Minat Memilih Pada Pemilu Presiden 2014 di Medan

Tanggal: Juli 2013 Ketua Program Studi

Dr. Endang Sulistya Rini, S.E.,M.Si NIP 1962 0513 199203 2 001

Tanggal: Juli 2013 Ketua Departemen

Dr. Isfenti Sadalia S.E,ME NIP 1967 1019 199303 2 002


(5)

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN MANAJEMEN

BERITA ACARA UJIAN

Nama : Irfan Ramdhani NIM : 110521041 Program Studi : Manajemen Konsentrasi : Pemasaran

Judul Skripsi : Pengaruh Citra Tokoh Politik Terhadap Minat Memilih Pada Pemilu Presiden 2014 di Medan

Ketua Program Studi Pembimbing Skripsi

Dr. Endang Sulistya Rini, S.E.,M.Si Dr. Endang Sulistya Rini, S.E.,M.Si NIP 1962 0513 199203 2 001 NIP 1962 0513 199203 2 001


(6)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

Sebagai Dosen Pembimbing Saya telah memberikan Bimbingan dan Perbaikan seperlunya atas Skripsi :

Nama : Irfan Ramdhani NIM : 110521041 Program Studi : Manajemen Konsentrasi : Pemasaran

Judul Skripsi : Pengaruh Citra Tokoh Politik Terhadap Minat Memilih Pada Pemilu Presiden 2014 di Medan

Setelah memperhatikan Proposal Proses Penulisan, Substansi dan Teknik Penulisan Saya memberikan nilai……….untuk Skripsi tersebut diatas.

Medan, Juli 2013 Pembimbing Skripsi

Dr. Endang Sulistya Rini, S.E.,M.Si NIP 1962 0513 199203 2 00


(7)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

Sebagai Dosen Pembaca Penilai Saya telah memberikan Bimbingan dan Perbaikan seperlunya atas Skripsi :

Nama : Irfan Ramdhani NIM : 110521041 Program Studi : Manajemen Konsentrasi : Pemasaran

Judul Skripsi : Pengaruh Citra Tokoh Politik Terhadap Minat Memilih Pada Pemilu Presiden 2014 di Medan

Setelah memperhatikan Proposal Proses Penulisan, Substansi dan Teknik Penulisan Saya memberikan nilai……….untuk Skripsi tersebut diatas.

Medan, Juli 2013 Pembaca Penilai

Dr. Yeni Absah, S.E.,M.Si NIP 1974 1123 200012 2 001


(8)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI

Nama : Irfan Ramdhani NIM : 110521041 Program Studi : Manajemen Konsentrasi : Pemasaran

Judul Skripsi : Pengaruh Citra Tokoh Politik Terhadap Minat Memilih Pada Pemilu Presiden 2014 di Medan

Diterima Materi bimbingan Kembali Tgl/Bln/Thn Paraf

Pembimbing

Tgl/Bln/Thn Paraf


(9)

Proses pembimbingan telah selesai dilakukan dengan hasil evaluasi yang dinyatakan dalam lembaran penilaian.

Pembimbing Skripsi

Dr. Endang Sulistya Rini, S.E.,M.Si NIP 1962 0513 199203 2 001


(10)

ABSTRAK

PENGARUH CITRA TOKOH POLITIK TERHADAP MINAT MEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN 2014

DI MEDAN

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui citra Aburizal Bakrie terhadap minat memilih pada Pemilu Presiden 2014 de Medan. Proses political marketing bias bersifat intangible (tidak dapat diraba) dan pilihan politik para pemilih sagat bersifat emosional. Hal ini menyebabkan besarnya masalah yang harus diatasi untuk menciptakan citra baru dari seorang kandaidat tokoh atau partai politik.

Data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara mendatangi objek penelitian dan melakukan pemberian kuesioner kepada responden mengenai variable yang diteliti. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan-bahan bacaan literature, catatan kuliah, dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Termasuk data yang diperoleh dari data seperti sejarah, struktur, kegiatan partai, dan jumlah pemilih.

Koefisien determinasi (R) sebesar 0,68 menunjukkan hubungan erat antara variable bebas dan terikat. Dimana nilai koefisien determinasi = 68,0%. Sedangkan nilai R Square (R2) adalah sebesar 0,466 atau 44,6%. Nilai sebesar 44,6% menunjukkan bahwa pengaruh citra (X) dan minat memilih (Y) sebesar 44,6%. Sedangkan selebihnya (55,4%), dipengaruhi oleh factor-faktor yang tidak diteliti dalam penelitian ini.


(11)

ABSTRACT

IMAGE EFFECT OF POLITICAL LEADERS OF INTEREST TO CHOOSE THE 2014 PRESIDENTIAL ELECTION

IN MEDAN

Based on the background and problem formulation above, the purpose of this study was to determine the image of the interest Bakrie choose the 2014 Presidential election in Medan. Political marketing process can be intangible (cannot be touch) and political choices of voters are very emotional. This causes the magnitude of the problem that must be addressed to create a new image of a candidate or political party.

Data in this study are primary dan secondary data. Primary data is data obtained by approaching the object of study and conduct giving questionaries to the respondens on the variables studied. While secondary data is data obtained from reading materials, literature, lecture notes, and others that related to the study. Including data obtained from the history, structure, and activities of the party and the number of voters.

The coefficient of determination (R) OF 0.68 indicates a close relationship between the independent and dependent variables, where the value of the determinated coefficient 68,0% . While the value of R Square (R2) is 0,466 or 44,6%. Value of 44,6% indicates that the effect of imagery (x) and pick interest (y) of 44,6%, while the rest (55,4%) are influenced by factors not examined in this study


(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, SE, M.Sc, Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini M.Si selaku Ketua Jurusan Program Studi S-I Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Suamatera Utara juga selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Marhayanie Iskandar, SE, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Program Studi S-I Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

4. Ibu Dr. Yeni Absah, SE, M.Si selaku Dosen Pembaca penilai yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.


(13)

5. Bapak dan Ibu Dosen serta staf pegawai yang banyak membantu penulis selama menjalankan pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

6. Ucapan terima kasih kepada orangtua tercinta Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan kasih sayang, dorongan, semangat dan pengorbanan yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Jurusan S-I Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara ini.

7. Kakanda tercinta Ihsan Azhari yang telah memberikan motivasi dan membagi pengalaman kepada saya.

8. Kekasih saya Versika Marthy Lubis. Atas segala motivasi dan dukungan yang diberikan sehingga membuat saya menjadi lebih bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat saya Adhi Pradana Dislan, Dedi Rinaldy, Bram Wiratma, Dendy Muhara Zufrie, Mutiany Sarina Dewi dan Sari Tri Mayriza yang telah memberikan semangat dan bersama-sama menjalani hari-hari di kampus Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

10.Juga kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang penulis dapatkan baik pada waktu mengalami kesulitan maupun rintangan berupa amal dan pahala di akhirat kelak. Penulis menyadari bahwa dalam penyajian skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, dan ketidaksempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi perbaikan-perbaikan di masa yang akan datang.


(14)

Medan, Juli 2013


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………. i

ABSTRACT……….. ii

KATA PENGANTAR……… iii

DAFTAR ISI……….. v

DAFTAR TABEL……….. vii

DAFTAR GAMBAR………. viii

DAFTAR LAMPIRAN………. ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 14

1.3 Tujuan Penelitian ... 15

1.4 Manfaat Penelitian ... 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1 Uraian Teoritis ... 16

2.1.1 Pengertian Citra……… 16

2.1.1.1 Pengertian Pola Pikir………. ……. 16

2.1.1.2 Pengertian Kesan ... 20

2.1.1.3 Pengertian Penampilan ... 22

2.1.2 Pengertian Minat Memilih ... 25

2.1.2.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Minat ... 27

2.1.2.2 Proses Timbulnya Minat ... 28

2.1.2.3 Fungsi Minat ... 28

2.1.3 Pengaruh Citra Tokoh Politik Terhadap Minat Memilih Pada Pemilu Presiden ... 29

2.2 Penelitian Terdahulu ... 34

2.3 Kerangka Konsep ... 35

2.4 Hipotesis ... 36

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 38

3.1 Jenis Penelitian ... 38


(16)

3.4 Definisi Operasional Var iabel ... 39

3.5 Skala Pengukuran Variabel ... 40

3.6 Populasi dan Sampel ... 41

3.7 Jenis Data ... 41

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 42

3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 43

3.10 Teknik Analisis Data ... 44

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1 Karakteristik Responden ... 46

4.2 Analisis Deskriptif ... 48

4.3 Metode Analisis Regresi Logistik ... 54

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran………. 66 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(17)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 1.1 Data Pemilu………... 8

Tabel 3.1 Defenisi Oprasional Variabel……… 39

Tabel 3.2 Skor Pendapat Responden……… 41

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas……… 43

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas………. 44

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur…… 46

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.. 47

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Status (Menikah)……… 47

Tabel 4.4 Kategori Nilai Jawaban RespodenTerhadap Pernyataan Variabel Pola Pikir……… 48

Tabel 4.5 Kategori Nilai Jawaban RespodenTerhadap Pernyataan Variabel Kesan…..……… 50

Tabel 4.6 Kategori Nilai Jawaban RespodenTerhadap Pernyataan Variabel Penampilan………. 51

Tabel 4.7 Kategori Nilai Jawaban RespodenTerhadap Pernyataan Variabel Minat Memilih……… 53

Tabel 4.8 Dependent Variable Encoding………….………… 55

Tabel 4.9 Categorical Variables Codings……… 56

Tabel 4.10 Classification Table………. 56

Tabel 4.11 Variables in the Equation………. 58

Tabel 4.12 Hosmer and Lemeshow Test………... 58

Tabel 4.13 Contingency Table for Hosmer and LemeshowTest 59

Tabel 4.14 Case Processing Summary……… 60

Tabel 4.15 Variables in the Equation………. 61


(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Minat………. 28 Gambar 2.2 Kerangka Konseptual………,,,,,, 36


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian


(20)

ABSTRAK

PENGARUH CITRA TOKOH POLITIK TERHADAP MINAT MEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN 2014

DI MEDAN

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui citra Aburizal Bakrie terhadap minat memilih pada Pemilu Presiden 2014 de Medan. Proses political marketing bias bersifat intangible (tidak dapat diraba) dan pilihan politik para pemilih sagat bersifat emosional. Hal ini menyebabkan besarnya masalah yang harus diatasi untuk menciptakan citra baru dari seorang kandaidat tokoh atau partai politik.

Data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara mendatangi objek penelitian dan melakukan pemberian kuesioner kepada responden mengenai variable yang diteliti. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan-bahan bacaan literature, catatan kuliah, dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Termasuk data yang diperoleh dari data seperti sejarah, struktur, kegiatan partai, dan jumlah pemilih.

Koefisien determinasi (R) sebesar 0,68 menunjukkan hubungan erat antara variable bebas dan terikat. Dimana nilai koefisien determinasi = 68,0%. Sedangkan nilai R Square (R2) adalah sebesar 0,466 atau 44,6%. Nilai sebesar 44,6% menunjukkan bahwa pengaruh citra (X) dan minat memilih (Y) sebesar 44,6%. Sedangkan selebihnya (55,4%), dipengaruhi oleh factor-faktor yang tidak diteliti dalam penelitian ini.


(21)

ABSTRACT

IMAGE EFFECT OF POLITICAL LEADERS OF INTEREST TO CHOOSE THE 2014 PRESIDENTIAL ELECTION

IN MEDAN

Based on the background and problem formulation above, the purpose of this study was to determine the image of the interest Bakrie choose the 2014 Presidential election in Medan. Political marketing process can be intangible (cannot be touch) and political choices of voters are very emotional. This causes the magnitude of the problem that must be addressed to create a new image of a candidate or political party.

Data in this study are primary dan secondary data. Primary data is data obtained by approaching the object of study and conduct giving questionaries to the respondens on the variables studied. While secondary data is data obtained from reading materials, literature, lecture notes, and others that related to the study. Including data obtained from the history, structure, and activities of the party and the number of voters.

The coefficient of determination (R) OF 0.68 indicates a close relationship between the independent and dependent variables, where the value of the determinated coefficient 68,0% . While the value of R Square (R2) is 0,466 or 44,6%. Value of 44,6% indicates that the effect of imagery (x) and pick interest (y) of 44,6%, while the rest (55,4%) are influenced by factors not examined in this study


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang- barang yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan. Pemasaran adalah kegiatan pemasar untuk menjalankan bisnis guna memenuhi kebutuhan pasar dengan barang dan atau jasa, menetapkan harga, mendistribusikan, serta mempromosikannya melalui proses pertukaran agar memuaskan konsumen dan mencapai tujuan perusahaan.

Pemasaran mempunyai peranan yang sangat menentukan karena pemasaran mempunyai kedudukan sebagai perantara antara produsen dan konsumen. Pemasaran merupakan suatu urutan-urutan kegiatan yang saling berkaitan erat dan bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia melalui proses pertukaran. Dengan demikian perusahaan dalam menjalankan usahanya perlu memperhatikan dan mengembangkan sistem pemasarannya.

Masalah pemasaran merupakan salahsatu aspek yang sangat penting bagi perusahaan untuk menjalankan roda perusahaannya, karena tidak jarang perusahaan gagal mencapai tujuannya disebabkan sistem pemasaran yang kurang tepat. Untuk lebih jelasnya Kotler (2007:8) menyatakan : “ Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang


(23)

mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain .”

Kegiatan pemasaran tidak dapat dipisahkan dari seluruh rangkaian kegiatan usaha perusahaan karena didalamnya terdapat banyak bagian-bagian yang harus dimengerti dan dilaksanakan khususnya oleh seorang pemasar/lembaga pemasaran. Sedangkan pengertian menurut Stanton (1993:7) yaitu : “ Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan jasa baik kepada konsumen saat ini maupun konsumen potensial “.

Saat ini pemasaran juga digunakan oleh para tokoh politik, dan pemasaran politik yang mereka lakukan disebut dengan Marketing Politik. Marketing Politik adalah seperangkat metode yang dapat memfasilitasi kontestan (individu atau partai politik) dalam memasarkan inisiatif politik, gagasan politik, isu politik, ideologi politik, karakteristik pemimipim partai dan program kerja partai kepada masyarakat, Firmanzah (2007:56). Ilmu marketing mengalami perkembangan dari jaman ke jaman untuk menemukan bentuknya.

Iklim demokrasi yang berkembang di Indonesia semenjak era reformasi telah membuka kesempatan bagi berbagai partai politik untuk berkembang. Praktek politik di Indonesia sendiri telah berkembang sedemikian pesat dengan memanfaatkan aplikasi berbagai disiplin ilmu manajemen seperti marketing. Hal ini didorong oleh heterogennya masyarakat Indonesia serta meningkatnya taraf ekonomi dan pendidikan masyarakat yang membuat partai politik harus mengaplikasikan berbagai praktek marketing untuk dapat bersentuhan dengan masyarakat. Semakin banyaknya


(24)

pilihan media komunikasi juga mendorong kebutuhan aplikasi konsep marketing dalam berpolitik di Indonesia. Political Marketing sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai suatu disiplin ilmu, karena aplikasinya di lapangan memerlukan metodologi yang kuat untuk dapat memberikan hasil yang efektif. Sekedar ikut-ikutan saja tidak akan memberikan hasil selain membuang biaya percuma. Dalam hal ini institusi kampus harus mampu mengembangkan dan menawarkan ilmu ini sebagai suatu bidang studi. Ahli-ahli political marketing akan semakin dibutuhkan di Indonesia. Contoh penerapan marketing yang paling nyata di Indonesia adalah positioning dalam kampanye politik. Mengingat keberagaman masyarakat Indonesia, maka positioning seorang kandidat ataupun parpol harus dilakukan secara berbeda untuk setiap segmen masyarakat yang berbeda.

Pemahaman profil pemilih atau calon pemilih di suatu wilayah menjadi sebuah keharusan bagi parpol untuk bisa sukses. Pesan-pesan politik yang diangkat di satu wilayah harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi wilayah tersebut yang bisa jadi berbeda dengan pesan yang diangkat di wilayah yang lain. Banyak hal yang dapat mendukung kesuksesan kampanye politik di Indonesia, diantaranya adalah popularitas dari seorang kandidat seperti artis yang terbukti cukup efektif sebagai pendongkrak suara.

Umumnya parpol besar di Indonesia sudah memanfaatkan pula jasa konsultan

political marketing untuk membantu dalam meramu pesan yang akan diangkat untuk

setiap segmen pemilih yang dibidik serta memilih media komunikasi yang sesuai. Bahkan pilihan warna yang digunakan dalam kampanye juga menentukan kesuksesan.


(25)

Advertising melalui media televisi dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk meningkatkan popularitas kandidat maupun parpol walaupun diragukan apakah dapat efektif pula mendongkrak tingkat elektabilitas seorang kandidat atau parpol tersebut. Tingkat pendidikan masyarakat harus diperhatikan, karena masyarakat berpendidikan tinggi mungkin cenderung merasa muak jika dibombardir dengan pesan-pesan yang sifatnya menonjolkan kandidat atau parpol.

Black campaign juga dinilai kurang efektif untuk Indonesia. Salah satu cara yang sering dipakai adalah soft campaign melalui aksi-aksi sosial seperti perbaikan sekolah, layanan kesehatan, pembangunan tempat ibadah maupun infrastruktur masyarakat. Menurut pengalaman selama ini, cara soft campaign tersebut terbukti paling ampuh dan efektif. Memang diakui banyak parpol yang sifatnya berlebihan untuk meraih suara dalam waktu singkat, namun untuk keberlangsungan sebuah parpol dalam jangka panjang, kontinuitas dalam pemasaran menjadi sebuah keharusan.

Memang semua aktivitas ini memerlukan biaya yang tidak sedikit, untuk itu bagi parpol yang keuangannya tidak terlalu kuat akan memilih jalan pemasaran secara gradual dengan cara mempertahankan basis pemilih yang sudah diperoleh melalui aksi-aksi nyata mewujudkan program-program yang diangkat saat kampanye sebelumnya dengan harapan pemilih atau simpatisan baru akan dapat

direkrut seiring semakin kuatnya track record parpol dalam mewujudkan program-programnya.


(26)

Saat ini pemasaran politik bisa dilakukan oleh siapa pun, termasuk parpol. Parpol menjanjikan pengharapan kepada para konstituennya, dengan pamrih untuk meraup apresiasi dan dukungan dari mereka. Tiga hal utama yang mereka

tawarkan adalah organisasi parpol itu sendiri, sosok tokoh partainya dan acara-acara (events) yang mereka selenggarakan. Tujuan aktivitas pemasaran mereka ada dua, yaitu untuk meraih pendukung baru dan mempertahankan pendukung, baik yang lama maupun baru, setidak-tidaknya sampai pemilu berikutnya.

Untuk mendukung strateginya, parpol harus melakukan serangkaian langkah yang lazim dalam pemasaran bisnis dan tidak terpisahkan, yaitu segmentation,

targeting, dan positioning. Sebagai fokus, positioning merupakan

upaya untuk membangun citra produk sehingga tampak sangat jelas (distinct) di benak konsumen. Positioning yang sukses dibangun dengan menawarkan manfaat

(benefit) produk, alih-alih fiturnya, dan mengomunikasikan unique selling

proposition (USP) dari produk. Tugas bagi parpol kemudian adalah mengidentifikasi manfaat dan USP-nya. Permasalahannya, kehadiran begitu banyak jumlah parpol, caleg, membuat banyak calon pemilih kebingungan dalam

memutuskan sosok-sosok yang akan dipilih dalam pemilu kelak. Bagaimanapun juga, calon pemilih memiliki persepsinya sendiri-sendiri terhadap barang dagangan yang dijajakan oleh para parpol, caleg, dan capres.

Dalam hal citra partai dan pemimpin partainya, yang sangat disayangkan adalah parpol dengan pemimpin partai yang citranya sama-sama rendah. Sepertinya tiada harapan bagi mereka nanti. Oleh karena itu, parpol harus terus bekerja keras dalam melakukan pemasaran politik demi meraih dukungan calon pemilih. Para calon


(27)

pemilih butuh diyakinkan bahwa janji-janji parpol yang serba manis itu bisa benar-benar terwujud seandainya mereka terpilih nanti terlebih karena para calon pemilih masa kini cenderung kian rasional

Diperkirakan, sampai beberapa kali pemilu, di Indonesia Pemilu akan senantiasa akan diikuti banyak partai. Dalam kondis seperti itu, para pemilih tak akan mampu mengingat begitu banyak nama partai, proses awal yang penting sebelum pemilih menetapkan pilihannya. Konon lagi untuk mengetahui program-program utama dan nama-nama para kandidat yang ditawarkan partai. Dengan demikian mayoritas partai-partai yang ikut pemilu itu akan sulit dikenal pemilih,

apalagi membedakannya dengan partai lain.

Cukup beralasan untuk mengatakan bahwa partai-partai politik itu tidak gampang mencapai sasaran obyektif (target suara atau kursi) dengan cara-cara mengidentifikasi manfaat dan USP-nya. Permasalahannya, kehadiran begitu banyak jumlah parpol, caleg, membuat banyak calon pemilih kebingungan dalam memutuskan sosok-sosok yang akan dipilih dalam pemilu kelak. Bagaimanapun juga, calon pemilih memiliki persepsinya sendiri-sendiri terhadap barangan dagangan yang dijajakan oleh para parpol, caleg, dan capres. Dalam hal citra partai dan pemimpin partainya,

Para calon pemilih butuh diyakinkan bahwa janji-janji parpol yang serba manis itu bisa benar-benar terwujud seandainya mereka terpilih nanti terlebih karena para calon pemilih masa kini cenderung kian rasional Diperkirakan, sampai beberapa kali pemilu, di Indonesia Pemilu akan senantiasa akan diikuti banyak partai. Dalam kondisi seperti itu, para pemilih tak akan mampu mengingat begitu banyak nama


(28)

partai, proses awal yang penting sebelum pemilih menetapkan pilihannya. Konon lagi untuk mengetahui program-program utama dan nama-nama para kandidat yang ditawarkan partai.

Dengan demikian mayoritas partai-partai yang ikut pemilu itu akan sulit dikenal pemilih, apalagi membedakannya dengan partai lain. Cukup beralasan untuk mengatakan bahwa partai-partai politik itu tidak gampang mencapai sasaran obyektif (target suara atau kursi) dengan cara-cara kampanye dan kegiatan kehumasan konvensional. Tantangan besar khususnya akan dihadapi partai-partai baru. Tanpa langkah-langkah terobosan, partai-partai baru akan sulit meraih suara, bahkan hanya sekedar dikenal baik oleh para pemilih. Langkah-langkah terobosan itu hanya bisa dilakukan dengan strategi yang jitu, termasuk menerapkan political marketing.

Partai-partai besar sangat diuntungkan oleh publikasi yang luas dan gratis sehingga dikenal para calon pemilih. Bahkan sebagian pemilih sudah “mengidentifikasikan” dan “menyimpatikan” diri mereka kepada partai tertentu. Ini antara lain disebabkan oleh kebijakan suatu partai “mencatelkan” diri dengan organisasi massa di tingkat akar rumput. Citra besar tokoh-tokoh partai yang terbentuk oleh perilaku masa silam, semisal perjuangan mencetuskan reformasi atau tindakan-tindakan lainnya yang diakui oleh masyarakat.

Sungguhpun partai-partai besar itu memperoleh posisi strategis yang menguntungkan, mereka juga menghadapi tantangan besar. Selain bersaing dengan pendatang baru, mereka juga akan bersaing dengan partai-partai besar lainnya untuk meraih kekuasaan. Karena itu pula, tidak bisa tidak, setiap partai harus melaksanakan


(29)

strategi yang jitu, termasuk menerapkan political marketing. Salah satu yang menggunakan political marketing adalah Aburizal Bakrie.

Tabel 1.1. Data Pemilu 2009

2009 2012 KPU 2009 Rasionalisasi1 Rasionalisasi2

Demokrat 44.2 12.8 20.81 6.0 3.2

PDIP 9.4 9.1 14.01 13.6 7.3

Golkar 6.2 6.9 14.45 16.1 8.6

PKS 3 2.5 7.89 6.6 3.5

PAN 2.5 1.8 6.03 4.3 2.3

Gerindra 1.5 6.4 4.46 19.0 10.2

PPP 1.2 1 5.33 4.4 2.4

PKB 0.7 0.4 4.95 2.8 1.5

Hanura 0.5 1 3.77 7.5 4.0

Nasdem 4.5 4.5 2.4

Lainnya 0.8 0.2 18.3 3.5 1.9

Tidak Memilih 15.3 15.3 15.3 15.3

Lupa/Tdk Tahu 9.9 30.8 30.8 30.8

Rahasia 4.8 7.3 7.3

Sumber : Hasil Litbang Kompas

Ir. H. Aburizal Bakrie adalah pengusaha ternama Indonesia pemilik usaha Bakrie Group yang bergerak diberbagai sektor mulai bidang pertambangan, kontraktor, telekomunikasi, informasi, industri baja dan media massa. Ia salah satu konglomerat Indonesia yang namanya pernah tercatat sebagai manusia terkaya di Asia Tenggara versi majalah Forbes. Nama Aburizal Bakrie tidak hanya dikenal dalam dunia usaha, namun juga dalam dunia politik Indonesia sejak aktif dalam partai golkar dan kini menjadi ketua umum partai besar tersebut.


(30)

Aburizal Bakrie lahir di Jakarta 15 November 1946, mengenyam pendidikan tinggi di Fakultas Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (1973). Setelah tamat ia kemudian aktif mengembangkan usaha keluarga (Bakrie and Brathers) yang telah di rintis sejak tahun 1942. Ia pernah menjabat direktur utama PT Bakrie Nusantara Corporation (1989-1992), Dirut PT Bakrie and Brothers (1988-1992), dan komisaris utama Kelompok Usaha Bakrie (1999-2004). Di bawah kepemimpinannya, usaha Bakrie Group makin menggurita di berbagai sektor kehidupan mulai bidang telekomunikasi, media massa, pertambangan, kontraktor, hingga industri manufaktur.

Aburizal Bakrie adalah sosok enterpreuner terkemuka Indonesia yang pengaruhnya begitu luas tidak hanya di bidang ekonomi namun juga bidang politik dan birokrasi Indonesia. Berbagai jabatan penting baik dalam kaitan dengan dunia usaha, politik hingga pemerintahan pernah disandangnya. Aburizal Bakrie pernah memimpin KADIN (Kamar Dagang dan Industri) selama sepuluh tahun (periode 1994-1999 dan 1999-2004).

Di bawah Aburizal Bakrie, Kadin menjadi sangat berpengaruh dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah di bidang ekonomi. Di bidang birokrasi, Aburizal Bakrie pernah menjabat sebagai Menko Kesra di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono periode 2004-2009. Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Menko Perekonomian pada kabinet yang sama. Posisinya berubah menjadi Menko Kesra setelah melalui perombakan kabinet tanggal 5 Desember 2005. Sebelum masuk dalam kabinet SBY, Aburizal Bakrie di calonkan sebagai calon presiden dalam konvensi Partai Golkar menjelang Pemilu 2009 oleh organisasi


(31)

underbow golkar yaitu SOKSI, Kosgoro, dan MKGR, namun kalah bersaing dengan Jusuf Kalla.

Namun kelompok usaha Bakrie pernah mengalami masalah serius yang hingga kini belum tuntas yaitu semburan lumpur panas di Sidoharjo yang menenggelamkan ribuan rumah warga akibat pengeboran yang di lakukan PT Lapindo Brantas kurang dilengkapi standar keamanan. Perusahaan miliki Bakrie tersebut menjadi penyebab bencana semburan lumpur panas sehingga banyak orang kehilangan tempat tinggal dan mengancam jalannya perekonomian daerah Jawa Timur.

Banyak politisi di Indonesia yang sibuk membangun citra menuju PILPRES 2014. Aburizal Bakrie juga menunjukan “citra malaikatnya”, dengan mempublikasikan 9 triliun sebagai bentuk ganti rugi terhadap korban Lapindo (korban yang diakibatkan oleh perusahaannya sendiri). Sudah seharusnya hal tersebut tidak perlu digembar gemborkan ke publik melalui media, karena hal tersebut merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan (Lapindo), yang selama ini dituntut oleh korban Lapindo.

Pola Pikir Aburizal Bakrie adalah memperbaiki kerusakan yang telah dibuatnya di Lapindo. Kerusakan lingkungan dan sosial yang tidak terhitung dengan nominal rupiah, karena kerusakan lingkungan yang bersifat permanen dan membuat banyak masyarakat (12.000) kehilangan tempat tinggalnya. Saatnya Aburizal Bakrie bersama seluruh perusahaannya melakukan intropeksi diri dan lebih mengedepankan etika dalam berbisnis. sehingga dihari-hari mendatang citra Aburizal Bakrie dan


(32)

perusahaannya akan dipandang baik oleh masyarakat, dan bukan dipolitisir untuk kepentingan tertentu.

Etika bisnis merupakan tanggung jawab etis perusahaan terhadap masyarakat. Hal ini yang harus dikedepankan, bukannya kepentingan PILPRES 2014. Jika etika dalam berbisnis saja tidak mampu dikedepankan dalam perilaku perusahaannya, apalagi ketika menjadi Presiden, menjadi pemimpin bangsa Indonesia. Etika bukan politik, namun politik harus mengutamakan etika, agar masyarakat sejahtera dan Indonesia yang dicita-citakan terwujud. Indonesia yang besar dan bermatrabat.

Kesan banyak orang jika ditanya mengenai sosok Aburizal Bakrie maka tidak akan lepas dari kasus Lumpur Lapindo. Bisa jadi niat Aburial Bakrie membenahi negeri ini tidaklah sepenuhnya omong kosong belaka. Bisa jadi Aburizal Bakrie tidak sepenuhnya salah dalam kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo. Bisa jadi pula Aburizal Bakrie tidak seburuk yang disangka orang. Tetapi, persepsi adalah persepsi. Di benak masyarakat yang saya temui di berbagai kesempatan dan di berbagai tempat, termasuk di desa-desa yang katanya telah banyak investasi politik dilakukannya. Hal paling kuat tertancap dibenak mereka adalah Lapindo. Mereka yakin bahwa Aburizal Bakrie adalah penyebab musibah lumpur Sidoarjo.

Mungkin saja Aburizal Bakrie telah membayar banyak ganti rugi kasus lumpur Sidoarjo, bahkan katanya telah mengeluarkan duit pribadi hingga beberapa triliun untuk ganti rugi tersebut. Masalahnya, benak dan persepsi masyarakat telah kadung menerima dan tertancap informasi yang kuat bahwa Aburizal Bakrie tidak bertanggung jawab. Hal itu tentu saja bisa dipahami karena beberapa kali karena


(33)

beberapa kali kalimat atau ucapan dari Aburizal Bakrie bahkan lebih menyakitkan daripada apa yang sedang terjadi kepada masyarakat Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

Seingat dan sepengetahuan saya, tiga kali Aburizal Bakrie telah menjadi pusat berita negatif. Pertama, tentu saja masalah kasus Lumpur Lapindo. Kedua, masalah tuduhan pengemplangan pajak. Dan ketiga, masalah pertikaiannya dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait suspensi saham Bumi Resource di bursa saham. Dalam ketiga kasus tersebut, betapa Aburizal Bakrie telah begitu buruk diberitakan. Belum lagi, komentar atau tanggapan dari Aburizal Bakrie sendiri terhadap kasus yang menderanya yang selalu dengan bahasa yang negatif dan seperti tidak punya perbendaharaan kata dan bahasa yang cukup untuk diucapkan.

Berbicara soal peluang kemenangannya, ARB memang cukup kuat untuk memenangkan pilpres tahun depan. Selain dukungan dari partai yang dipimpinnya, ia juga mempunyai jaringan yang kuat di kalangan pelaku usaha. Apalagi dalam beberapa survey ia telah masuk dalam kandidat terkuat pemenang pilpres selain Prabowo Subianto. Dalam beberapa survey terbaru, ical bahkan akan memenangkan pilpres jika ia menggandeng Jokowi sebagai wakilnya. Jokowi saat ini merupakan figur yang paling populer di Indonesia berkat gaya kepemimpinannya yang nyentrik dan suka blusukan. meskipun Jokowi sendiri juga masuk dalam beberapa survey, bahkan popularitasnya mengalahkan ARB sendiri. Jika ARB benar menggandeng Jokowi, maka diperkirakan ia mendapat banyak suara dan besar kemungkinan untuk menang.

ARB dalam beberapa kali kesempatan menekankan bahwa bangsa Indonesia mampu menggapai kesejahteraan ekonomi asalkan berani, sesuai dengan mottonya


(34)

yaitu 3 keberanian. Pria berjanggut panjang ini juga sangat gencar dan total dalam kampanye, dan bisa jadi ini menjadi faktor yang penting untuk memenangkan pilpres 2014 mendatang. Nah, untuk mengetahui lebih lanjut tentang

1. ARB dan Partai Golkar

Partai Golkar sebagai pengusung utama ARB dalam pilpres mendatang merupakan partai yang kuat dan memiliki loyalitas tinggi terhadap keputusan partai. Itu artinya, sangat wajar jika para simpatisan partai golkar akan memilih ARB di pilpres mendatang. Hanya saja, sempat beredar isu ketika ARB mencalonkan diri sebagai capres dari Golkar, terjadi keretakan di internal partai berwarna kuning tersebut. Di beberapa pemberitaan mengatakan bahwa Akbar Tanjung tidak menyetujui ARB menjadi capres.

Akbar Tanjung adalah salah satu tokoh senior partai golkar dan memiliki pengaruh yang cukup besar. Meskipun belum jelas bagaimana kebenarannya, yang harus dilakukan ical adalah ia harus segera melakukan rekonsiliasi partai golkar dan menyatukan visi dan misi agar golkar tetap solid dan kuat. Karena apabila terjadi konflik internal di partai pengusungnya, maka berpotensi menjadi ganjalan dalam pemenangan pilpres mendatang.

2. ARB dan Lapindo

Anda mungkin sudah tidak asing mendengar kata lapindo. Ya, lapindo adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengeboran gas alam yang terletak di Sidoarjo, Jawa Timur. Sejak tahun 2006, PT Minarak Lapindo dianggap sebagai pihak yang


(35)

paling bertanggung jawab atas tenggelamnya ribuan hektar sawah dan hilangnya ribuan rumah di tanggul angin dan sekitarnya. Saat ini masih banyak warga yang teraniaya karena tak kunjung cairnya ganti rugi yang telah dijanjikan. Meskipun secara resmi ARB bukan lagi pemilik perusahaan tersebut, tetapi sangat sulit mengilangkan anggapan bahwa ARB ikut bertanggung jawab atas musibah ini. Untuk itu ARB harus segera bergerak untuk ikut berpartisipasi dalam penyelesaian kasus lapindo ini, atau paling tidak memberikan pengertian kepada masyarakat bahwa ia tidak berhubungan dengan lapindo. Setidaknya ini bisa membersihkan kesan negatif atas dirinya. Jika kedua komponen tersebut dapat dilalui ARB dengan baik dan bijak, maka ia mempunyai peluang yang cukup besar untuk menduduki kursi RI 1. Dan jika ARB menggandeng wakil yang tepat dan disukai masyarakat, maka akan memperbesar peluangnya untuk menang.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penelitian tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Pengaruh Citra Aburizal Bakrie Terhadap Minat Memilih Pada Pemilu Presiden 2014 di Medan.”

1.2. Perumusan Masalah

Latar belakang masalah sebagaimana diuraikan diatas dapat dikatakan bahwa untuk mencapai tingkat minat memilih pada pemilu, diperlukan citra tokoh politik, maka penulis merumuskan masalah yang diajukan adalah : “Apakah citra Aburizal Bakrie berpengaruh signifikan terhadap minat pemilih pada Pemilu presiden 2014 di Medan?”.


(36)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui citra Aburizal Bakrie terhadap minat memilih pada Pemilu Presiden 2014 di Medan.

1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi Tokoh Politik

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada tokoh politik untuk mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meningkatkan upaya minat memilih pada Pemilu presiden 2014 di kota Medan.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah kontribusi bagi pemikiran guna memperluas cakrawala wawasan penelitian dalam bidang manajemen pemasaran, khususnya masalah citra tokoh politik dan minat memilih dalam Pemilu presiden 2014 di Medan.

c. Bagi Pihak lain

Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan refrensi yang nantinya akan dapat memberikan perbandingn dalam melakukan penelitian pada bidang yang sama di masa yang akan datang.


(37)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Citra

Menurut Canton (Soemirat & Adrianto. E 2007:111) memberikan definisi atau pengertian citra sebagai kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan; kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi. Dalam pemasaran politik citra dapat dilihat dari beberapa penilaian yaitu, pola pikir, kesan dan penampilan.

Sedangkan menurut Gerson (1994) dalam Buchari (2008:54) memberikan definisi atau pengertian citra tentang bagaimana konsumen, calon konsumen, dan pesaing melihat anda, reputasi anda adalah apa yang orang-orang katakan kepada pihak lain. Anda memerlukan baik citra penampilan fisik dan juga citra bisnis professional sebagai reputasi positif, jika ada yang kurang, bisnis anda bisa gagal. Lain halnya dengan Kotler (2009:299) memberikan definisi atau pengertian citra sebagai seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek

2.1.1.1 Pengertian Pola Pikir

Pola adalah bentuk atau patron atau model atau juga cara. Dengan demikian pola pikir itu sebenarnya adalah bentuk pikir atau cara kita berpikir yang disebut


(38)

merupakan sumber pikiran dan memori atau pusat kesadaran yang menghasilkan pikiran, perasaan, ide, dan menyimpan pengetahuan dan memori tentang segala macan hal-hal yang pernah dilakukan sendiri maupun kejadian apa saja yang dibaca, dilihat, dan dilakoni diri sendiri maupun orang lain. Sedangkan set adalah kepercayaan-kepercayaan yang mempengaruhi sikap seseorang; atau suatu cara berpikir yang menentukan prilaku dan pandangan, sikap dan masa depan seseorang.

Dengan demikian indset atau pola pikir itu : adalah kepercayaan ( belief) atau sekumpulan kepercayaan (set of biliefs) atau cara berpikir yg mempengaruhi prilaku (behavior) dan sikap (attitude) seseorang yg akhirnya menentukan level keberhasilan ( nasib) hidupnya. Setiap orang atau manusia secara individu pada dasarnya memiliki ide, pendapat, rencana, cita-cita. Unsur-unsur tersebut

diolah oleh otak / akal / pikiran dan selalu dipengaruhi atau ditentukan oleh attitude atau sikap perilakunya. Jadi pola pikir adalah cara berpikir seseorang dlm mewujudkan ide/pendapat/rencana/cita-citanya yang dalam pelaksanaannya dipengaruhi oleh perasaan / pandangannya ataupun sikap prilakunya (attitude)

tentang sesuatu itu secara umum. Dengan kata lain pada suatu saat sikap seseorang itu dipengaruhi oleh perasaan atau emosinya.

Menurut Auguste Comte (1798-1857), dalam sejarah perkembangan peradaban manusia, baik sebagai individu maupun keseluruhan, berlangsung dalam tiga tahap:

-Tahap teologi/fiktif, dalam tahap ini manusia berusaha untuk mencari dan menemukan sebab yang pertama dan tujuan akhir dari segala sesuatu. tentu saja semua itu dihubungkan kepada kekuatan ghaib diluar kemampuan mereka sendiri.


(39)

Mereka meyakini adanya kekuatan yang maha hebat yang menguasai semua fenomena alam entah itu dewa atau kekuatan ghaib lainya.

-Tahap filsafat/fisik/abatrak, tahap ini hampir sama dengan tahap sebelumnya. Hanya saja mereka mendasarkan semua itu pada kamampuan akalnya sendiri,akal yang mampu untuk melakukan abstareaksi untuk menemukan hakikat sesuatu.

-Tahap positif/ilmiah riil, merupakan tahap di mana manusia mampu untuk melakukan aktivitas berfikir secara positif atau riil. Kemampuan ini didapatkan melalui usaha pengamatan, percobaan, dan juga perbandingan.

Berpikir adalah kemampuan penalaran manusia dengan proses yang benar. Penalaran merupakan usaha logis dan analaisis untuk menmukan jawaban atas berbagai pertanyaaan. Kemampuan ini tidak didapat melalui perasaan. Namun tentu ada pengetahuan yang bersumber dari bukan penalaran, yaitu:

1. Pengambilan keputusan berdasarkan perasaaan

2. Intuisi yaitu kegiatan berpikir yang tidak analisi. Intuisi adalah pengetahuan yang timbul dari pengetahuan-pengetahuan terdahulu, intuisi bisa saja timbul menyelesaikan permasalahan tanpa proses berpikir yang sistematis

3. Wahyu, merupakan sumber pengetahuan yang paling tnggi

4. Trial and error, mencoba dan menemukan kegagalan, mencoba lagi dan gagal lagi hingga menemukan cara yang benar-benar tepat.

Mengapa manusia sulit berubah pola pikirnya?. Merubah pola pikir/mindset

seseorang hendaknya dengan cara lebih dahulu merubah kepercayaan atau keyakinannya (bilief). Mengapa bilief yang lebih dulu dirubah? Menurut Bill Gould Pakar Transformationa Thingking bahwa manusia terdiri atas 3 sistem :


(40)

1.Sistem Prilaku ( Behavior system ) 2.Sistem Berpikir ( Thingking system ), 3.Sistem Kepercayaan ( Belief system ).

Sistem Prilaku / Behavior System adalah cara kita berinteraksi dengan dunia luar, juga interaksi kita dengan realitas sebagaimana kita mengerti realitas itu. Prilaku mempengaruhi pengalaman dan sebaliknya, kemudian pengalaman mempengaruhi sistem berpikir kita. Itulah sebabnya apabila ada usaha seseorng utk merubah sistem prilaku kita, biasanya kita akan menolak & marah

Kemudian Sistem Berpikir ( Thingking System ) berlaku sebagai filter dua arah yang menerjemahkan berbagai kejadian atau pengalaman yang kita alami menjadi suatu kepercayaan. Selanjutnya kepercayaan ini akan mempengaruhi tindakan kita, sehingga menciptakan realitas bagi diri kita. Dengan mempelajari ketrampilan berpikir yang baru, kita dapat merubah sistem kepercayaan dan sistem prilaku kita. Sedangkan Sistem Kepercayaan/Belief System adalah inti dari segala sesuatu yg kita yakini sebagai realitas, kebenaran, nilai hidup dan segala sesuatu yg kita tahu mengenai dunia ini. Merubah kepercayaan (bilief) merupakan hal yang sangat sulit. Bilief ( kepercayaan) adalah sesuatu yang kita yakini benar, sehingga begitu kita meyakini sesuatu sebagai hal yang benar, maka kita akan sulit mengubah keyakinan kita itu. Mengapa demikian ? Karena memang begitulah sifat kita manusia.

Bilief/kepercayaan artinya : penerimaan akan kebenaran sesuatu; penerimaan oleh


(41)

yang bersifat emosional atau spiritual. Keyakinan bahwa sesorang atau sesuatu bersifat baik atau akan efektif.

Kunci utama perubahan bilief menurut Piaget bapak psikologi (Sudibyo, 2006:47) perkembangan kognisi : bahwa bilief merupakan master key untuk perubahan yang cepat, efektif, efisien, dan permanen. Begitu biliefnya berubah self talk, persepsi, state dan emosi juga akan berubah. Bersumber pada kemampuan berpikir logis saja tidak cukup untuk sebuah perubahan diri, tetapi believe system

memainkan peran yang sama penting atau bahkan bisa lebih penting dari pada kemampuan berpikir logis membentuk pola pikir seseorang. Sedangkan perubahan prilaku (behavior) dapat dilakukan dengan merubah self talk, persepsi, state, emosi dan terutama believe.

Pola pikir pasti bisa berubah sewaktu-waktu dan itu harus mempunyai dasar – dasar yang kuat, antara lain :

1) Reformasi birokrasi membutuhkan reformasi mendasar yang harus dilakukan terlebih dahulu, yakni reformasi Pola Pikir (Mindset).

2) Jika menginginkan perubahan kecil, garaplah perilaku anda. Jika menghendaki perubahan besar dan mendasar, garaplah Mindset Anda

2.1.1.2 Pengertian Kesan

Dalam kehidupan, manusia sering kali mengelola kesan sehingga orang yang diajak bicara mempunyai kesan tertentu tentang si pembicara. Pengelolaan kesan seringkali terjadi karena manusia ingin menutupi kenyataan sebenarnya yang tidak ingin diketahui orang lain.


(42)

Elvinaro Ardianto, dalam bukunya Metodologi Penelitian untuk Public

Relations (Ardianto, 2010:97), Impression managemen Theory atau teori

pengelolaan kesan berasal dari pendekatan humanistis terhadap cara-cara orang mengelola pengalaman simbolik mereka. Teori ini turunan dari perspektif sosiologi interaksionisme simbolik dan tradisi psikologi kognitif sosial.

Terminologinya adala dramaturgi secara alami, yang mengungkapkan

keterkaitan dramatisme dan teori dramaturgi pada pertengahan abad ke-21 dalam penelitian Humas, teori ini awalnya menggaris bawahi politik organisasional

dan kemudian menjadi organizational impression management (pengelolaan kesan organisasional). Hal ini penting sekali bagi humas dalam membina hubungan baik untuk konsep-konsep corporate impression management (pengelolaan kesan korporat / perusahaan), image (citra) dan ingration (mengambil hati). Baru-baru ini, para peneliti melakukan kajian pengelolaan kesan melalui penelitian observasi, eksperimental, lapangan (field work), studi kasus atau skenario kasus (case or scenario studies), pengukuran perbedaan individu, dan keberadaan penelitian meta-analisis (meta-analysis of existing studies) (Heath, 2005: 410).

Kita sudah mengetahui orang lain menilai kita berdasarkan petunjuk-petunjuk yang kita berikan; dan dari penilaian itu mereka meperlakukan kita. Bila mereka menilai kita berstatus rendah, kita tidak mendapatkan pelayanan istimewa, bila kita dianggap bodoh, mereka akan mengatur kita. Untuk itu, kita secara sengaja menampilkan diri kita (self presentation) seperti yang kita hendaki.


(43)

Goffman memperkenalkan dan mengembangkan pengelolaan kesan pertama kali dalam kajian sosial psikologis dan sosiologi melalui bukunya,

The Presentation of Self In Everyday Life. Dalam bukunya Goffman mengatatkan pengelolaan kesan erat hubungannya dengan sebuah permainan drama, Goffman menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama.

Cara yang sama ini berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan yang ditampilkan. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi diri dari Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut yang memang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut.

2.1.1.3 Pengertian Penampilan

Penampilan adalah gambaran diri yang berarti penilaian diri seseorang dilihat pertama kali dari pemanpilannya. Istilah ini menarik untuk di telusuri, mengingat penampilan seseorang begitu unik jika dilihat secara detail. Gambaran diri pada istilah tersebut juga dapat diartikan sebagai deskripsi tentang karakter diri seseorang, meliputi sikap dan pandangan seseorang dalam menghadapi segala situasi di


(44)

kehidupannya. Hal tersebut juga membuat keterikatan antara penampilan dengan karakter diri sangat kuat membuat suatu pandangan orang luar menilai diri seseorang.

Hal tersebut dapat diuraikan dari sisi definisi dari Penampilan dan karakter serta faktor yang mempengaruhinya. Jika di uraikan, penampilan dapat berarti pakaian, seperti baju dan celana, sepatu dan aksesoris lainnya atau make up yang dikenakan seseorang. Seseorang yang berpenampilan baik cenderung lebih dihargai di banding seseorang yang berpenampilan kurang baik. Selain itu, mengenai penampilan, kebersihan juga merupakan bagian dari penilaian pada penampilan. Seseorang yang kurang menjaga kebersihan cenderung dijauhi oleh orang lain. Namun, hal tersebut tetap tergantung pada diri seseorang yang menilainya.

Karakter menurut definisi, dapat banyak sekali. Menurut Prof . Suyanto Ph.D dalam Artikel berjudul 'Urgensi Pendidikan Karakter' di http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html, Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

Mengenai yang diuraikan di atas, hal menarik yang ingin saya telusuri adalah uraian tentang perbandingan penilaian orang terhadap seseorang yang lain melalui penampilan pakaian yang dikenakannya dan karakter yang melekat dalam dirinya kadang, kerapihan berpakaian merupakan hal penting bagi seseorang atau justru kriteria penting dari suatu perusahaan untuk menerima seorang karyawan. Namun,


(45)

pada prinsipnya kerapihan pun di nilai sesuai selera seseorang yang menilai dan di nilai. Karena suatu penilaian pun bergantung pada karakter atau pandangan seseorang terhadap sesuatu (Alias subjektif). Seseorang memang cenderung berpenampilan sesuai dengan karakter pribadinya. Namun, untuk mendapatkan penilaian yang baik terhadap gambaran diri yang ditimbulkannya, tidak selalu melihat pada kesesuaian karakter dengan cara berpakaian.

Inilah titik temu yang ingin saya uraikan dalam artikel ini. Bahwa kadang kala, penilaian terhadap diri seseorang dapat keliru akibat suatu kondisi yang menyebabkan seseorang dapat berpenampilan tidak sesuai dengan karakternya. Hal ini dapat di pengaruhi oleh hal- hal yang sedang menimpa mental dan fikiran seseorang, ekonomi, adat atau kebiasaan serta tuntutan profesi.

Oleh karena itu, penilaian yang sudah tentu banyak subjektifitas di dalamnya juga banyak di pengaruhi oleh oleh hal-hal yang serius dan prinsip. Dan untuk menjauhi persepsi yang salah terhadap kepribadian seseorang adalah dengan paham benar tentang hal-hal yang dapat mempengaruhinya. Sehingga baik buruknya seseorang dari penampilan tidak serta merta membuat kita melihat ia tidak baik kepribadiannya. Menurut pendapat para ahli pengertian penampilan adalah :

a. Penampilan diri ialah pembentukan diri seseorang untuk menjadi lebih menarik terutama dari segi fisik dan juga pembentukan kepribadian yang mempesonakan terutama bagi kaum wanita.

b. Penampilan adalah cara seseorang merubah dirinya menjadi lebih baik dalam berpenampilan.


(46)

c. Penampilan yaitu suatu proses untuk merubah diri menjadi lebih menarik untuk dipandang.

d. Penampilan ideal yaitu penampilan yang dirasa pas oleh orang tersebut atau penampilan yang tidak berlebih.

e. Penampilan Menarik yaitu penampilan yang indah dipandang dan penampilan yang memiliki daya tarik bagi orang yang memandangnya.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penampilan adalah pembentukan diri seseorang baik secara fisik maupun kepribadian yang baik sehingga dapat menimbulkan daya tarik bagi orang yang memandangnya.

2.1.2 Pengertian Minat Memilih

Pengertian Minat Menurut Para Ahli - Minat adalah kecenderungan dalam diri individu untuk tertatik pada sesuatu objek atau menyenangi sesuatu objek (Suryabrata, 2008:109). Menurut Crow minat adalah pendorong yang menyebabkan seseorang memberi perhatian terhadap orang, sesuatu, aktivitas-aktivitas tertentu (Killis, 2008 : 26). Definisi Minat berdasarkan pendapat Crow and Crow dapat diambil pengertian bahwa individu yang mempunyai minat terhadap belajar, maka akan terdorong untuk memberikan perhatian terhadap Belajar tersebut. Karateristik minat menurut Walgito (2006:34) :

a. Menimbulkan sikap positif terhadap sesuatu objek.

b. Adanya sesuatu yang menyenangkan yang timbul dari sesuatu objek itu. c. Mengandung suatu pengharapan yang menimbulkan keinginan atau gairah untuk mendapatkan sesuatu yang menjadi minatnya.


(47)

Menurut pendapat diatas yang perlu diperhatikan adalah aspek terakhir yaitu unsur pengharapan menimbulkan keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang menjadi minatnya. Ahli lain mengatakan bahwa minat sebagai sesuatu hasil pengalaman yang tumbuh pada dan dianggap bernilai oleh individu adalah kekuatan yang mendorong seseorang itu untuk berbuat sesuatu (Surachmad, 2008: 90). Jadi pengalaman yang dianggap bernilai merupakan faktor yang turut membuat minat pada diri individu. Pengalaman memberikan motivasi serta kekuatan pada diri individu untuk melakukan sesuatu.

Menurut Witherington yang dikutip Arikunto, “Minat adalah kesadaran seseorang terhadap suatu objek, suatu masalah atau situasi yang mengandung kaitan dengan dirinya”(2003:100). Batasan ini lebih memperjelas pengertian minat tersebut dalam kaitannya dengan perhatian seseorang. Perhatian adalah pemilihan suatu perangsang dari sekian banyak perangsang yang dapat menimpa mekanisme penerimaan seseorang. Orang, masalah atau situasi tertentu adalah perangsang yang datang pada mekanisme penerima seseorang , karena pada suatu waktu tertentu hanya satu perangsang yang dapat disadari. Maka dari sekian banyak perangsang tersebut harus dipilih salah satu. Perangsang ini dipilih karena disadari bahwa ia mempunyai sangkut paut dengan seseorang itu. Kesadaran yang menyebabkan timbulnya perhatian itulah yang disebut minat. Berdasarkan pengertian dimuka maka unsur minat adalah perhatian, rasa senang, harapan dan pengalaman.

2.1.2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Minat


(48)

yang ketiganya mendorong timbulnya minat”, (Killis, 2008:26). Pendapat tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Sudarsono, faktor-faktor yang menimbulkan minat dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Faktor kebutuhan dari dalam. Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani dan kejiwaan.

b. Faktor motif sosial, Timbulnya minat dalam diri seseorang dapat didorong oleh motif sosial yaitu kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, perhargaan dari lingkungan dimana ia berada.

c. Faktor emosional. Faktor ini merupakan ukuran intensitas seseorang dalam menaruh perhatian terhadap sesuat kegiatan atau objek tertentu.

Jadi berdasarkan dua pendapat diatas faktor yang menimbulkan minat ada tiga yaitu dorongan dari diri individu, dorongan sosial dan motif dan dorongan emosional. Timbulnya minat pada diri individu berasal dari individu, selanjutnya individu mengadakan interaksi dengan lingkungannya yang menimbulkan dorongan sosial dan dorongan emosional.

2.1.2.2 Proses Timbulnya Minat

Menurut Charles yang dikutip oleh Slamet Widodo dideskripsikan sebagai berikut: Pada awalnya sebelum terlibat di dalam suatu aktivitas, siswa mempunyai perhatian terhadap adanya perhatian, menimbulkan keinginan untuk terlibat di dalam aktivitas (Widodo,2009:72 ). Minat kemudian mulai memberikan daya tarik yang ada atau ada pengalaman yang menyenangkan denga hal-hal tersebut. Secara skematis proses terbentuknya minat dapat digambarkan sebagai berikut :


(49)

Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Minat

2.1.2.3 Fungsi Minat

Crow ( 2004: 153 ) menyatakan ”....the word interested may be used to the motivatoring force which courses and individual to give attenrion force person a

thing or activity.” Pendapat disini dimaksudkan bahwa perhatian kepada seseorang, sesuatu maupun aktivitas tertentu, sementara ia kurang atau bahkan tidak menaruh perhatian terhadap seseorang, sesuatu atau aktivitas tertentu sementara ia kurang atau bahkan tidak menaruh perhatian terhadap seseorang, sesuatu atau aktivitas yang lain. Dari uraian tersebut dengan adanya minat memungkinkan adanya keterlibatan yang lebih besar dari objek yang bersangkutan. Karena minat berfungsi sebagai pendorong yang kuat.

Berdasarkan berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan seseorang untuk memilih dan melakukan aktivitas dibandingkan aktivitas yang lain karena ada perhatian, rasa senang dan pengalaman.

2.1.3 Pengaruh Citra Tokoh Politik Terhadap Minat Memilih Pada Pemilu Presiden

Secara teoretis, proses pencitraan para caleg dan kandidat presiden yang dilukiskan lewat iklan politik, sejatinya mengajak kita untuk mengembangkan imajinasi prospektif tentang iklan politik ideal. Sayangnya, hal tersebut jauh pasak

Minat Keterlibatan


(50)

dari pada tiangnya. Yang terjadi kemudian kita sedang menonton iring-iringan jenazah kematian iklan politik.

Fenomena matinya iklan politik di tengah calon pemilih yang semakin kritis dan apatis telah terlihat realitasnya di lapangan. Kematian iklan politik ditandai dengan perlombaan visual yang dilakukan para caleg dan kandidat presiden lewat upaya tebar pesona demi menarik simpati massa. Untuk itu, mereka memanfaatkan kedahsyatan media iklan guna mengakomodasikan pencitraan dirinya. Karena meyakini kedahsyatan mitos media iklan, maka mereka pun secara jor-joran memroduksi pesan verbal dan pesan visual iklan politik. Untuk itu, iklan koran, televisi, dan radio disebarkan secara bersamaan ke ruang privat calon pemilih. Media iklan luar ruang pun tidak ketinggalan dipasang di sepanjang jalan yang dianggap strategis.

Kematian iklan politik semakin mendekati liang lahatnya manakala tim sukses para caleg dan kandidat presiden, secara membabi-buta melakukan aktivitas kampanye yang cenderung memroduksi sampah visual. Bahkan di dalam segala sepak terjangnya, anggota tim sukses peserta kampanye Pemilu 2009 dinilai mengarah pada perilaku teror visual dengan modus operandinya menempelkan dan memasang sebanyak mungkin billboard, baliho, spanduk, umbul-umbul, poster, dan

flyer tanpa mengindahkan dogma sebuah dekorasi dan grafis kota yang

mengedepankan estetika kota ramah lingkungan. Anggota tim sukses cenderung mengabaikan ergonomi pemasangan media luar ruang yang artistik, komunikatif dan persuasif.


(51)

Pola pemasangan, cara menempatkan, dan menempelkan atribut kampanye, benar-benar bertolak belakang dari esensi desain media luar ruang yang dirancang sedemikian rupa agar tampil menarik, artistik, informatif, dan komunikatif. Tetapi di tangan orang-orang yang bertugas memasang dan menempatkan reklame luar ruang, salah satu karya desain komunikasi visual yang bagus itu berubah fungsi menjadi seonggok sampah visual.

Di tangan orang-orang perkasa seperti itulah, iklan politik menemui ajalnya dengan sangat menyedihkan.Modus operandi pemasangan media iklan luar ruang yang dilakukan secara serampangan dan ngawur seperti itu, cenderung menurunkan citra, kewibawaan, reputasi, dan nama baik para caleg dan kandidat presiden, yang mempunyai cita-cita mulia untuk membangun Indonesia agar rakyatnya bermartabat, berkehidupan makmur, aman dan sejahtera. Perilaku hantam kromo semacam itu menyebabkan iklan politik yang diposisikan untuk memberikan informasi perihal keberadaan caleg, kandidat presiden dan partai politik peserta Pemilu 2009, segera diluncurkan menuju ajal kematiannya dengan tidak terhormat.

Membicarakan masalah citra politik terutama dalam konteks citra luar ruang, rasanya tidak pernah tuntas. Ketidaktuntasan seperti inilah yang menyebabkan nafas iklan politik kehilangan denyutnya. Dimanakah simpul sengkarutnya? Sejatinya, inti permasalahan dari carut marut jagat reklame luar ruang ini (termasuk citra politik) bersumber pada penentuan titik penempatan dan pola pemasangan yang semrawut dan ‘’penuh kebijakan’’ dengan menerapkan standar ganda.

Pada titik ini, seyogyanya pemerintah pusat, provinsi, daerah, dan kota secara tegas menertibkan keliaran iklan politik liar. Langkah pertama yang perlu dilakukan,


(52)

yakni pemerintah bersama instansi terkait berani menurunkan, membongkar, dan melepaskan iklan politik luar ruang yang menyalahi peruntukannya berdasar masterplan iklan luar ruang dan Undang-undang yang dimiliki pemerintah pusat, provinsi, daerah, dan kota. Kedua, menerapkan sanksi dan hukuman yang sepadan bagi parapihak yang bertugas memasang reklame luar ruang iklan politik apabila diketahui melanggar aturan pemasangan. Ketiga, memberikan sanksi dan hukuman yang adil bagi biro iklan, event organizer, pengusaha media luar ruang, tim sukses caleg, dan kandidat presiden yang kedapatan melanggar pola pemasangan dan penempatan media luar ruang iklan politik. Keempat, ada keseragaman perangkat hukum dan kesamaan persepsi terkait dengan penempatan dan pemasangan reklame media luar ruang iklan politik.

Jika hal itu bisa disinergikan dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, maka peserta kampanye Pemilu 2009 telah melaksanakan tanggung jawab moral dan sosial secara sempurna. Mereka secara terhormat telah memberikan pendidikan politik dengan elegan. Mereka secara terhormat pula telah berhasil mengajak masyarakat luas, sebagai calon pemilih, untuk mengembangkan imajinasi prospektif tentang iklan politik yang ideal. Dan iklan politik pun tidak akan layu kemudian mati, melainkan justru akan tumbuh berkembang bagaikan bunga flamboyan yang bermekaran dan menjadi penanda zaman yang mencatat kemasyurannya penyelenggaraan Pemilu 2009.

Menguatnya suhu politik saat menjelang pilpres 2009, membawa kemasan kimiawi psikologi kontestan, pendukung dan konstituen memanas. Saling melakukan serangan dan balasan. Mengukur kekuatan dan menghantam kelemahan lawan.


(53)

Memformulasi strategi dan taktik pemenangan. Merupakan bumbu sekaligus improvisasi demokrasi. Selama masih dalam batas kewajaran. Kompetisi sehat dan tidak sampai mengarah pada black campaign. Tentunya harus diapresiasi. Karena ini bagian dari demokrasi. Dan porsi kemenangan, keputusan akhir ada di tangan rakyat. Kedaulatan rakyat adalah hakim agung keputusan akhir dalam rezim demokrasi.

Momentum demokrasi dengan program sarananya melalui pemilihan langsung. Melahirkan dan menjadikan rakyat sebagai kunci kemenangan kandidat. Praktis, koalisi partai pendukung kandidat dan kemampuan finansial yang cukup besar, bukanlah jaminan kemenangan. Seorang capres setidaknya mengharuskan populer dan dikenal masyarakat.

Dengan visi-misi dan program-program yang menarik masyarakat. Sarana yang paling efektif adalah sosialisasi. Bisa melalui media massa baik cetak maupun elektronik. Terlebih melalui media audio-visual. Tetapi tidak mengecilkan alat, atribut baligo kampanye maupun sarana pendukung lainnya. Termasuk soliditas tim sukses, mesin partai dan dukungan besaran budget. Karena tentunya banyak variabel dalam menentukan kemenangan kandidat.

Dalam momentum demokrasi. peran media massa sangat vital. Berfungsi menjaga keseimbangan sebuah entitas negara dan masyarakat. Kebebasan pers termasuk media massa merupakan keunggulan dalam rezim demokrasi. Sehingga menjadi pilar penting dalam tegaknya berdemokrasi. Media massa memiliki fungsi kontrol. Karena melalui transformasi informasi, media massa mampu mengerem laju kebijakan peremintah yang tidak memihak kepada kepentingan rakyat.


(54)

Satu fenomena yang menonjol dalam Pemilu 2009 adalah semakin kuatnya peranan media Massa. Misalnya terlibat dalam proses mengkonstruksi citra para kandidat. Baik perseorangan (caleg, capres dan cawapres) maupun organisasi partai politik. Pemanfaatan media untuk mendongkrak popularitas sebenarnya telah mulai marak dan bebas. Dimulai sejak Pemilu 1999 dan semakin menguat di Pemilu 2004. bahkan hingga Pemilu kali ini. Bisa kita katakan, kemenangan SBY pada pemilihan presiden secara langsung (tahun 2004) merupakan keberhasilan marketing politiknya. Karena partainya sendiri (baca: demokrat) bukanlah partai pemenang Pemilu. Pada Pamilu 2009 masa kampanye diperpanjang menjadi 9 bulan. Dimulai 12 Juli 2008-April 2009. Dengan 38 partai peserta Pemilu. dan banyaknya tokoh yang menyatakan diri siap menjadi kandidat Presiden dan Wakil Presiden pada pilpres kemarin. Tentunya kian meramaikan "pertarungan citra" dalam merebut hati para pemilih. Kandidat yang menguasai industri citra tentunya akan memperbesar peluangnya memenangkan pertarungan tersebut.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian oleh, Lusia Astrika (2009) dengan tesisnya yang berjudul Pengaruh Tokoh Politik Pada Intensi Memilih Pada Pemilih Pemula Ditinjau Dari Konformitas

Terhadap Teman Sebaya Dan Persepsi Terhadap Fungsi Partai Politik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sosialisasi politik yang berlangsung selama kehidupan manusia, karena pada dasarnya sosialisasi merupakan proses pembelajaran. Pengarush sosialisasi sendiri merupakan melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik yang umumnya berlaku dalam masyrakat


(55)

dimana dia berada (Budiarjo, 2001:163). Sosialisasi politik yang diterima individu selanjutnya mempengaruhi niat atau intense individu tersebut untuk berpartisipasi dalam politik. Niat atau intensi merupakan prediksi tingkah laku yang paling kuat, dengan kata lain intensi dapat memprediksi atau meramalkan perilaku manusia dengan akurat yang cukup tinggi.

Agus Triyono, 2010, Citra Partai Dan Tokoh Politik Dalam Fragming

Media Terhadap Minat Pemilih. Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan

Informatika. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui observasi, wawancara dan kuesioner. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan regrasi berganda. Hasil analisis menunjukkan ada pengaruh citra partai dan tokoh politik dan minta pemilih. Hal ini berarti jika semakin baik citra partai dan tokoh politik , maka minta memih oleh pemilih semakin meningkat. Berdasarkan uji t, pengaruh citra partai dan tokoh politik adalah signifikan. Ada pengaruh positif antara citra partai dan tokoh pada intensi memilih pada pemilih.

2.3 Kerangka Konseptual

Image atau Citra didefinisikan sebagai a picture of mind, yaitu suatu gambaran yang ada di dalam benak seseorang. Citra dapat berubah menjadi buruk atau negatif, apabila kemudian ternyata tidak didukung oleh kemampuan atau keadaan yang sebenarnya. Canton (2001:2) mengatakan bahwa citra adalah kesan, perasaan, gambaran dari publik terhadap perusahaan; kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi.


(56)

Menurut Henslowe (2000:2), citra adalah kesan yang diperoleh dari tingkat pengetahuan dan pengertian terhadap fakta (tentang orang-orang, produk atau situasi). Kemudian Kasali (2003:30) juga mendefinisikan citra sebagai kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan. Pemahaman itu sendiri timbul karena adanya informasi. Sedangkan Jefkins (2008:20) mengartikan citra sebagai kesan, gambaran atau impresi yang tepat (sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya) mengenai berbagai kebijakan, personel, produk, atau jasa-jasa suatu organisasi atau perusahaan.

Dalam perkembangannya, ungkapan Citra telah menjadi kata-kata untuk menyatakan siapa sebenarnya hakikat seseorang, lembaga, institusi, badan, organisasi (sekuler, sosial, politik, dan keagamaan), bahkan komunitas masyarakat, bangsa, suku, sub-suku. Sehingga sering terdengar, kata-kata citra diri ku; citra perusahan, citra parpol, citra diri bangsa; citra umat beragama, citra diri seorang pelajar, dan seterusnya.

Adapun kerangka konseptual dalam penyusunan skripsi dapat digambarkan dalam model sebagai berikut :

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Sumber : Kasali. (2003:30), Jefkins (1998:20) diolah.

Pola Pikir

Kesan

Penampilan

Minat Memilih Pada Pemilu Presiden


(57)

1. Pola Pikir : Pola adalah bentuk atau patron atau model atau juga cara. Dengan demikian pola pikir itu sebenarnya adalah bentuk pikir atau cara kita berpikir yang disebut Mindset

2. Kesan : Sesuatu keadaan yang ditunjukkan seseorang dalam suatu peristiwa ataupun keadaan.

3. Penampilan : Gambaran diri yang berarti penilaian diri seseorang dilihat pertama kali

Dari gambar diatas terdapat tiga indikator dari satu variabel yaitu citra. Yaitu pola pikir, kesan dam penampilan yang merupakan menjadi pengaruh dalam minat memilih pada pemilu presiden

2.4 Hipotesis

Pengertian Hipotesa menurut Sutrisno Hadi (2005:56) adalah tentang pemecahan masalah. Sering kali peneliti tidak dapat memecahkan permasalahannya hanya dengan sekali jalan. Permasalahan itu akan diselesaikan segi demi segi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk tiap-tiap segi dan mencari jawaban melalui penelitian yang dilakukan.

Dari pernyataan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis adalah suatu dugaan yang perlu diketahui kebenarannya yang berarti dugaan itu mungkin benar mungkin salah. Adapun hipotesis yang penulis ajukan adalah “ada pengaruh citra tokoh politik berpengaruh terhadap minat memilih pada pemilu presiden 2014 di Medan”.


(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh ataupun juga hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian ini mempunyai tingkatan tertinggi dibandingkan dengan diskriptif dan komparatif karena dengan penelitian ini dapat dibangun suatu teori yang dapat berfungsi unguk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penulis melakukan penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan Medan Sunggal, dan Kecamatan Medan Polonia. Alasan mengapa memilih di ketiga wilayah kecamatan ini dikarenakan jarak yang tidak terlalu jauh antar kecamatan, serta juga memungkinkan penulis melakukan pengambilan sampel.

3.3 Batasan Operasional Variabel

a. Variabel Independen (X) terdiri dari : Pola Pikir (X1), Kesan (X2),

Penampilan (X3).

b. Variabel Dependen (Y) adalah Minat Memilih


(59)

3.4 Defenisi Operasional

Defenisi variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : a. Pola Pikir (X1)

Cara yang digunakan Aburizal Bakrie untuk memikirkan sesuatu; b. Kesan (X2)

Sesuatu keadaan yang ditunjukkan seseorang Aburizal Bakrie dalam suatu peristiwa ataupun keadaan.

c. Penampilan (X3)

Citra diri yang terpancar dari diri seorang Aburizal Bakrie dan merupakan sarana komunikasi, penampilann adalah bagaimana kita memandang dan memperlakukan diri kita.

d. Minat Memilih (Y)

Kecenderungan dalam diri individu untuk tertatik atau memilih Aburizal Bakrie

Tabel 3.1

Defenisi Oprasional Variabel

Varibale Definisi Indikator Skala

Pola Pikir (X1)

Bentuk cara berfikir Aburizal Bakrie

- ide yang lahir - pengaruh yang diberikan - penerimaan - pelaksanaan

Likert

Kesan (X2) Sesuatu keadaan yang ditunjukkan seseorang Aburizal Bakrie dalam suatu peristiwa ataupun keadaan. - Pandangan positif dan negatif - Hubungan emosional - Perkiraan Likert


(60)

yang akan timbul Penampilan

(X3)

Bentuk wujud yang ditampilkan dari Aburizal Bakrie,. -Tampilan -Perilaku -Persentasi Likert Minat Memilih (Y)

Kecenderungan dalam diri individu untuk tertatik atau memilih Aburizal Bakrie dalam pemilihan presiden

-Berminat memilih -Tidak berminat memilih Likert

3.5 Skala Pengukuran Variabel

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persasarkan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2008:86). Penentuan skor/nilai disusun berdasarkan skala likert skor pendapat responden merupakan hasil penjumlahan dari nilai skala yang diberikan pada tiap jawaban pada kuesioner.

Skor pendapat responden merupakan hasil penjumlahan dari nilai skala yang diberikan dari setiap jawaban pada kuesioner. Pada tahap ini masing-masing responden dalam kuesioner diberikan kode sekaligus skor guna menentukan dan mengetahui frekuensi kecenderungan respon terhadap masing-masing pertanyaan yang diukur dengan angka. Untuk lebih jelas mengenai defenisi operasional variabel dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini :


(61)

Tabel 3.2

Skor Pendapat Responden

Jawaban Nilai Skala Likert

a. Sangat Setuju 5

b. Setuju 4

c. Kurang Setuju 3

d. Tidak Setuju 2

e. Sangat Tidak Setuju 1

Sumber Skala Likert (Sugiyono, 2008)

3.6 Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh warga di tiga kecamtaan di Medan yang sudah berhak untuk memilih yaitu : Kecamatan Medan Selayang sebanyak 44.034, Kecamatan Medan Sunggal sebanyak 99.353 dan Kecamatan Medan Polonia 44.226. Jumlah sampel yang dipakai untuk melakukan penelitian ini berjumlah 100 orang, diambil 100 orang sebagai sampel dikarenakan jumlah yang lebih fleksibel untuk bisa melakukan penghitungan dalam regresi logistik yang digunakan. Alasan mengapa memilih di ketiga wilayah kecamatan ini dikarenakan jarak yang tidak terlalu jauh antar kecamatan, serta juga memungkinkan penulis melakukan pengambilan sampel.


(62)

3.7 Jenis Data

Penulis menggunakan dua jenis data yaitu:

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara mendatangi objek penelitian dan melakukan pemberian kuesioner kepada responden mengenai

variabel yang diteliti.. b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan-bahan bacaan, literatur, catatan kuliah, dan lain-lain yang hubungan dengan penelitian tersebut, termasuk data yang diperoleh dari seperti sejarah, struktur dan kegiatan partai dan jumlah pemilih.

3.8 Metode Pengumpulan Data

Penulis melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Daftar pertanyaan (kuesioner), yaitu dengan membuat daftar pertanyaan dalam bentuk angketyang ditujukan kepada responden di tempat penelitian

yaitu warga di tiga kecamatan di Medan yaitu : Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan Medan Sunggal dan Kecamatan Medan Polonia yang sudah berhak untuk ikut Pemilu.

2. Wawancara

Penulis melakukan wawancara dengan pihak Partai Golkar/ DPD Partai Golkar Sumatera Utara yang berwenang memberikan informasi mengenai


(63)

3. Studi Dokumentasi

Penulis meneliti dokumen-dokumen dan bahan tulisan dari perusahaan serta sumber-sumber lain yang berhubungan dengan permasalahan yang dianalisis.

3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner yang digunakan sebagai alat pengumpul data sebelumnya dilakukan uji coba kuesioner (instrumen) yang bertujuan untuk mengukur validitas dan

reliabilitas. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 30 orang responden diluar sampel dengan karakteristik yang sama di Kelurahan Tanjung Selamat..

a. Uji Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Untuk mengetahui validitas instrumen penelitian digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor setiap pertanyaan dengan skor total yang merupakan jumlah skor setiap pertanyaan (Singarimbun:2005). Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan korelasi Pearson Product Moment Correlation (r) dengan ketentuan bila nilai koefisien korelasi (r) > 0,25 maka variabel tersebut dikatakan valid. Hasil uji validitasnya adalah sebagai berikut

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas

Variabel Nomor Soal r Keterangan

Pola pikir 1 0,442 Valid

2 0,575 Valid

3 0,313 Valid


(64)

Kesan 1 2

0,406 0,445

Valid Valid

3 0,495 Valid

4 0,316 Valid

Penampilan 1 0,480 Valid

2 0,378 Valid

3 0,664 Valid

4 0,794 Valid

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran dilakukan dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban dari responden terhadap pertanyaan yang sama adalah tetap atau konsisten dari waktu ke waktu (Singarimbun : 2005). Teknik yang digunakan dalam pengujian reabilitas instrumen adalah menggunakan alpha cronbach. Jika hasil uji memberikan nilai alpha cronbach > 0,60 maka variabel tersebut dikatakan reliabel. Hasil uji reliabilitasnya adalah sebagai berikut

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas

Variabel r-alpha Keterangan

Citra 0,838 Reliabel

Minat Memilih 0,672 Reliabel

Berdasarkan Tabel 3.4 di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel independen yang diuji reliabilitasnya mempunyai nilai r-alpha cronbach > 0,60 maka dapat disimpulkan semua pertanyaan adalah reliabel.


(1)

Robert P. Ormrod,

“Understanding Political Market Orientation,”

Tanggal 25 Mei 2013

Sharma, S. (1996).

Applied Multivariate Techniques

, New-York: John Wiley &

Sons, Inc.

Singarimbun, 2005.

Metode Penelitian Sosial

,

Sobur, Alex, 2001, Analisis Teks Media :

Suatu Pengantar untuk Analisis

Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing

, Bandung :

Remaja Rosdakarya.

Sugiono, (2008

).”Metode Penelitian Bisnis

:

Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif

dan R&D”

Alfabeta : Bandung

Suara Politika Vol. 2 Tahun 2003. Laboratorium Ilmu Politik. Fakultas Ilmu Sosial

dan Politik Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto

Sudibyo, Agus, 2006 (Cetakan Kedua),

Politik Media dan Pertarungan

Wacana,

Yogyakarta : LKiS

Suryawan, Yusi, 2004,

Berita Menjelang Pengunduran Diri Susilo

Bambang Yudhoyono dari Kabinet Gotong Royong

(Analisis Framing)

Berita DiHarian Jawa Pos Edisi 1 - 12

Maret 2004), Skripsi Sarjana FISIP UMM, Malang.

Suwardi, Harsono, (ed), 2002, Politik,

Demokrasi dan Manajemen

Komunikasi

, Yogyakarta : Galang Press.

Stanley Adi Prasetyo.

Kita Takut pada Kampanye Negatif.

Suara Merdeka, 30 Mei

2004

Venus, Antar, 2004,

Manajemen Kampanye : Panduan Teoritis dan Praktis

dalam Mengefektifkan Kampanye Komunikasi

, Bandung : Remaja

Rosdakarya.


(2)

LAMPIRAN 1

KUESIONER PENELITIAN

PENGARUH CITRA TOKOH POLITIK TERHADAP MINAT MEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN 2014

Petunjuk Pengisian

- Mohon angket ini diisi oleh Anda dengan menjawab seluruh pertanyaan yang ada.

- Bacalah dengan teliti setiap pertanyaan dan seluruh pilihan jawaban.

- Pilihlah jawaban yang paling sesuai menurut anda dan berilah tanda (X) pada

jawaban yang anda pilih yang memiliki makna :

o Sangat Setuju (SS) = 5

o Setuju (S) = 4

o Kurang Setuju (KS) = 3

o Tidak Setuju (TS) = 2

o Sangat Tidak Setuju (STS) = 1

- Jika ada pertanyaan yang kurang dipahami, tanyakan langsung kepada peneliti.

- Mohon semua pertanyaan diisi dengan jujur, benar dan tidak ada yang terlewatkan

kecuali ada petunjuk yang melewatinya.

- Atas kesediaan Anda dalam membantu peneliti mengisi kuesioner, peneliti

mengucapkan terima kasih. Identitas / Karakteristik Responden

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Status :

5. Lama Bekerja :

1. Pola Pikir

No. Indikator Variabel Pilihan Jawaban

STS TS KS S SS

1.

2.

3.

ARB adalah sosok yang mempunyai pemikiran yang maju untuk membawa bangsa ke arah yang lebih baik ARB sebagai tokoh politik yang memiliki ide kreatif dan inovatif dalam memimpin bangsa

Sebagai tokoh politik dari salah satu partai, ARB selalu berpandangan maju dalam memimpin partainya


(3)

2. Kesan

No. Indikator Variabel Pilihan Jawaban

STS TS KS S SS

1.

2.

3.

4.

ARB berhasil dalam dunia politik dan usaha.

ARB adalah seorang tokoh politik yang memiliki ikatan emosional dengan rakyat

Rakyat tidak terpengruh terhadap pemberitaan miring terhadap sosok ARB

ARB sebagai pengusaha lebih diterima oleh masyarakat

3. Penampilan

No. Indikator Variabel Pilihan Jawaban

STS TS KS S SS

1.

2.

3.

4.

ARB memiliki penampilan yang menarik

ARB menjaga sikap dan perkataannya

Saat berpidato atau menyampaikan sesuatu, ARB harus selalu terlihat bersemangat

ARB bisa menjadi pusat perhatian di setiap penampilannya

4. Minat memilih

No. Indikator Variabel Pilihan Jawaban

STS TS KS S SS

1.

Anda berminat memilih ARB dalam pemilu

presiden


(4)

Tabel 4.8

Dependent Variable Encoding

Tabel 4.9

Categorical Variables Codings

Categorical Variables Codings

Frequency

Parameter coding

(1)

PP 0 24 1.000

1 76 .000

K 0 34 1.000

1 66 .000

P 0 44 1.000

1 56 .000

Tabel 4.10

Classification Table

a,b

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

dimension0

0 0

1 1

Classification Tablea,b

Observed Predicted

MM Percentage

Correct

0 1

Step 0 MM 0 0 45 .0

1 0 55 100.0


(5)

Tabel 4.11

Variables in the Equation

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .201 .201 .997 1 .318 1.222

Tabel 4.12

Hosmer and Lemeshow Test

Tabel 4.13

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

MM = 0 MM = 1

Total

Observed Expected Observed Expected

Step 1 1 14 14.000 0 .000 14

2 7 7.000 0 .000 7

3 15 15.000 0 .000 15

b. The cut value is .500

Step Chi-square df Sig.

1 .000 6 1.000


(6)

4 8 8.000 0 .000 8

5 1 1.000 9 9.000 10

6 0 .000 3 3.000 3

7 0 .000 37 37.000 37

8 0 .000 6 6.000 6

Step 2 1 21 21.000 0 .000 21

2 23 23.000 0 .000 23

3 1 1.000 12 12.000 13

4 0 .000 43 43.000 43

Tabel 4.14

Case Processing Summary

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 100 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 100 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 100 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Model Summary

Step

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 6.502a .731 .977

2 7.051a .729 .975

a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final solution cannot be found.


Dokumen yang terkait

Iklan Politik dan Minat Memilih (Studi Korelasional Tentang Iklan Politik di Televisi Terhadap Minat Memilih Pemilih Pemula Di Kelurahan Mangga Medan Tuntungan).

17 47 120

PENGARUH CITRA KANDIDAT TERHADAPKEPUTUSAN MEMILIH PASANGAN NOMOR SATU PENGARUH CITRA KANDIDAT TERHADAP KEPUTUSAN MEMILIH PASANGAN NOMOR SATU PADA PEMILIHAN PRESIDEN 2009 (Citra Prabowo Subianto sebagai Kandidat Cawapres di Kalangan Peserta Pemilu Kota Yo

0 2 20

Pengaruh Terpaan Iklan Politik Terhadap Keputusan Memilih Presiden.

0 0 2

Pengaruh Iklan Politik Televisi dan Citra Kandidat Terhadap Keputusan Memilih Presiden pada Pemilu Presiden 2014 di Kota Semarang - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 14

Pengaruh Iklan Politik Televisi dan Citra Kandidat Terhadap Keputusan Memilih Presiden pada Pemilu Presiden 2014 di Kota Semarang - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

15 86 66

Pengaruh Iklan Politik Televisi dan Citra Kandidat Terhadap Keputusan Memilih Presiden pada Pemilu Presiden 2014 di Kota Semarang - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 1 35

Pengaruh Iklan Politik Televisi dan Citra Kandidat Terhadap Keputusan Memilih Presiden pada Pemilu Presiden 2014 di Kota Semarang - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 40

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Citra - Pengaruh Citra Tokoh Politik Terhadap Minat Memilih Pada Pemilu Presiden 2014 di Medan

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Citra Tokoh Politik Terhadap Minat Memilih Pada Pemilu Presiden 2014 di Medan

0 0 15

PENGARUH CITRA TOKOH POLITIK TERHADAP MINAT MEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN 2014 DI MEDAN

0 1 19