3. Pengaturan Hasil TINJAUAN PUSTAKA

3. Usaha peningkatan atau perbaikan, yang di dalamnya termasuk pencegahan terhadap hama penyakit, gulma dan perlindungan. Osmaston 1968 dalam Winarno 1997 juga menyatakan bahwa kelestarian hasil memiliki beberapa tipe, yaitu: 1. Hasil Integral Integral Yeild, yang berada pada tegakan yang seumur dan saat pemanenan dan penanaman dilakukan bersamaan. 2. Hasil yang terputus-putus Intermitten Yield, yang berada pada tegakan yang terdiri dari beberapa kelas umur, dimana saat penanaman dan penebangan dilakukan pada interval waktu yang tertentu. 3. Hasil Tahunan Annual Yield, yang merupakan sistem yang banyak digunakan dan pada sistem ini selalu ada bagian tegakan yang siap untuk ditebang setiap tahunnya. Menurut Suhendang 1993, perlu dipahami bahwa konsep kelestarian hasil tidaklah bersifat mutlak dan ada pada unsur kenisbian di dalamnya. Salah satu sumber kenisbian ini antara lain adalah ukuran yang dipakai untuk menyatakan hasilnya, apakah berupa luas, ukuran volume kayu, nilai uang atau jumlah batang pohon serta juga metode pengaturan hasil yang digunakan. Dalam hal ini, tidak ada jaminan bahwa pemakaian salah sastu ukuran hasil ataupun pemakaian salah satu metode pengaturan hasil akan memberikan tingkat kelestarian yang sama bila diukur oleh ukuran atau metode lainnya. Oleh karena itu, pemilihan ukuran dan metode pengaturan hasil yang akan dipakai merupakan hal yang sangat mendasar dalam upaya pengusahaan hutan produksi dengan prinsip kelestarian hasil agar diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

2. 3. Pengaturan Hasil

Pengaturan hasil merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk dapat memperoleh kelestarian hutan. Menurut Departemen Kehutanan 1997 pengusahaan hutan memiliki beberapa sifat khas yang membedakannya dengan jenis pengusahaan ataupun bentuk pemanfaatan lahan yang lainnya. Sifat tersebut yaitu bahwa pengusahaan hutan pada umumnya memerlukan waktu yang sangat panjang untuk mencapai saat pemanenan, selain itu juga dalam pengelolaannya selalu didasarkan pada asas kelestarian sumberdaya. Kedua sifat inilah yang menurut Departemen Kehutanan 1997, metode pengaturan hasil yang ada pada umumnya dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu: 1. Metode pengaturan hasil berdaasarkan volume 2. Metode pengaturan hasil berdasarkan riap. Sementara, menurut Osmaton 1968 dalam Permana 2003, metode pengaturan hasil dapat dikelompokan sebagai berikut: 1. Berdasarkan luas. Metode ini dapat dikendalikan melalui teknik silvikultur atau pengaturan tebangan, daur dan sebaran kelas umur, serta kelas-kelas pengembangan atau perlakuan. 2. Berdasarkan volume dan atau berdasarkan riap. Rumus pengaturan hasi yang dipakai disini antara lain rumus Austria, rumus Hundeshugen serta rumus Von Mantel. 3. Berdasarkan jumlah dan ukuran pohon. Rumus yang dipergunakan di sini adalah rumus Brandis. Dalam menentukan atau mengatur seberapa banyak hasil hutan yang dapat diambil, maka seorang manajer perlu mempertimbangkan beberapa prinsip berikut Davis, 1966 : 1. Tujuan Manajemen. Termasuk di dalam prinsip ini antara lain tujuan dan kebijakan operasional yang dianut, jumlah income yang diharapkan, ketergantungan antar tahapan pemrosesan tanaman sehingga menjadi bahan baku, serta batas kontinuitas operasi atau pengusahaan yang diharapkan. 2. Ketersediaan Pasar bagi berbagai jenis kayu yang dihasilkan. Prinsip ini melibatkan baik kondisi pasar saat ini maupun kondisi pasar masa depan dalam hubungannya dengan ketersediaan kayu. 3. Kebutuhan dan urgensi sistem silvikultur yang diterapkan. Prinsip ini antara lain mencakup macam metode permudaan yang paling sesuai untuk diaplikasikan, kondisi tegakan yang ada dilihat dari sisi umur, penyakit atau hama yang menyerang, serta dari sisi persediaanstock, serta keadaan urgensi hutan yang dikelola yang antara lain disebabkan oleh badai, kebakaran ataupun penyebaran penyakit yang meluas. 4. Masalah yang mungkin muncul dalam pemanenan. 5. Masalah tingkat kelestarian hutan yang diinginkan. Hal ini berarti bahwa dalam menentukan jumlah hasil yang boleh diambil harus sesuai dengan kapasitas produksi dari hutan yang bersangkutan. Bahkan jika memungkinkan, pengaturan ini harus dapat meningkatkan kualitas tegakan.

III. METODE PENELITIAN