Latar Belakang Tindak Pidana Aborsi yang Dilakukan oleh Dukun Beranak Dalam Putusan Mahkamah Agung No.2189 K Pid 2010

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aborsi atau lebih sering disebut dengan istilah “pengguguran janin” merupakan fenomena sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan. Keprihatinan itu bukan tanpa alasan, karena sejauh ini perilaku aborsi banyak menimbulkan efek negatif baik untuk diri pelaku juga terhadap masyarakat luas. Aborsi di beberapa negara masih merupakan wacana yang dilematis dan mengandung banyak perdebatan, apakah aborsi merupakan kejahatan atau sebaliknya sebagai sesuatu hak yang harus dilindungi oleh hukum. Di negara berkembang, tempat rata-rata ukuran keluarga yang diinginkan relatif besar, dari 210 juta kehamilan yang terjadi setiap tahun, diperkirakan 75 juta kehamilan tidak direncanakan dan 40 –50 juta kehamilan, diperkirakan diakhiri dengan aborsi. Abdul Bari Saifuddin pada saat itu menjabat Ketua Umum PB POGI Persat uan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, mengungkapkan “bahwa setiap jam terjadi rata-rata 114 kasus aborsi, sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20 dari semua kehamilan. 2 Data yang komprehensif tentang kejadian aborsi di Indonesia tidak tersedia. Berbagai data yang diungkapkan adalah berdasarkan survei dengan cakupan yang relatif terbatas. Penelitian yang dilakukan Population Council mengemukakan jumlah kasus aborsi di Indonesia pada tahun 1989 diperkirakan berkisar antara 2 Rukmini, M, Penelitian tentang aspek hukum pelaksanaan aborsi akibat perkosaan. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan Ham RI, 2004, Hal. 1-3. Universitas Sumatera Utara 750.000 sampai 1.000.000. Hal ini berarti terjadi sekitar 18 aborsi per 100 kehamilan. Paulinus Soge juga menulis berdasarkan hasil diskusi terbatas mengenai abortus provocatus tidak aman yang diselenggarakan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia PKBI pada tanggal 24 April 1998 di Jakarta, di Indonesia diperkirakan tiap tahun dilakukan sejuta abortus provocatus tidak aman. Data yang ditulis oleh Muhamad Faisal dan Sabir Ahmad, diperkirakan dalam setahun di Indonesia terjadi 16,7-22,2 abortus provocatus per 100 kelahiran hidup. Menurut Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKI yang mencakup perempuan kawin usia 15-49 tahun menemukan bahwa tingkat aborsi pada tahun 1997 diperkirakan 12 persen dari seluruh kehamilan yang terjadi. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil analisa data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKI tahun 2002-2003, yang menunjukkan bahwa 7,2 persen kelahiran tidak diinginkan 3 Istilah popular lainnya adalah pengguguran kandungan, jika ditinjau sudut hukum menggugurkan kandungan tidak sama persis artinya dengan praktik aborsi karena sudut hukum pidana pada praktek aborsi terdapat dua bentuk perbuatan. Pertama adalah perbuatan pengguguran afdrijven kandungan, dan kedua adalah perbuatan mematikan dood’doen kandungan. 4 Undang-Undang kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 adalah merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992. Undang-Undang Kesehatan 3 SKDKI, diakses dari http:chnrl.orgpelatihan-demografiSDKI-2012.pdf , pada tanggal 29 November 2015 pada pukul 00.10 WIB 4 Yunanto. Hukum Pidana Malpraktek Medik. Penerbit Andi Yogyakarta. Yogyakarta. 2010. Hal. 59. Universitas Sumatera Utara yang baru ini Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 lebih komprehensif dalam mengantisipasi tantangan-tantangan bidang kesehatan dewasa ini dan kedepan. Hukum kesehatan adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan dalam mengatur pergaulan hidup bermasyarakat. Pergaulan hidup atau hidup di masyarakat yang sudah maju seperti sekarang ini tidak cukup hanya dengan adat kebiasaan yang turun-temurun seperti sebelum lahirnya peradaban yang modern, maka oleh kelompok masyarakat yang hidup dalam suatu masyarakat atau negara diperlukan aturan-aturan yang secara tertulis, yang disebut hukum. Sebahagian perilaku masyarakat atau hubungan antara satu dengan yang lainnya juga masih perlu diatur oleh hukum yang tidak tertulis yang disebut : etika, adat-istiadat, tradisi, kepercayaan dan sebagainya. Dasar hukum aborsi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang ke sehatan pasal 15 “dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu”. 5 Pekerjaan profesi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Mengikuti pendidikan sesuai standar nasional. 2. Pekerjaan berlandaskan etik profesi. 3. Mengutamakan panggilan kemanusian daripada keuntungan. 4. Pekerjaan legal melalui perizinan. 5. Anggota-anggota belajar sepanjang hayat. 6. Anggota-anggota bergabung dalam suatu organisasi profesi. Landasan etik kedokteran adalah : 1. Sumpah Hippokrates 460-377 SM 2. Deklarasi Geneva 1948 3. International Code of Medical Ethics 1949. 4. Kode Etik Kedokteran Indonesia 1960. 5. Kode Etik Kedokteran Indonesia 1983. 6 5 Veronika, Hukum Dan Etika Dalam Praktek Kedokteran, Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1989, hal. 12. 6 Amir. Etika Kedokteran Hukum Kesehatan. Penerbit buku Kedokteran. Jakarta. Hal. 2. Universitas Sumatera Utara Tindakan medis tertentu dalam melakukan aborsi yang dapat dilakukan apabila : a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan dilakukan tindakan tersebut. b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan. c. Disetujui oleh ibu hamil yang bersangkutan suami atau keluarganya. Ketentuan tentang larangan aborsi ini dikecualikan berdasarkan Undang- Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pasal 75 ayat 2, berdasarkan : a. Indikasi kegawatdaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan janin yang menderita penyakit genetik berat dan cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan. b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Apabila tindakan aborsi dilakukan, maka beberapa persyaratan lain harus dipenuhi, sesuai pasal 76 Undang-Undang No.36 tahun 2009 adalah : a. Sebelum kehamilan berumur 6 enam minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan. b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yakni sertifikat yang ditetapkan oleh Menteri. c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan. d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan. e. Penyedian layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan. 7 Pasien yang menjadi cacat dan bahkan meninggal dunia setelah ditangani oleh dokter atau petugas kesehatan yang lain. Polemik yang muncul adalah bahwa 7 Notoatmodjo, Etika Hukum Kesehatan, Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta, 2010, halaman 136. Universitas Sumatera Utara petugas kesehatan melakukan malpraktek, melakukan pengguguran, menyebabkan pasien cacat seumur hidup dan bahkan sampai meninggal. Masyarakat, terutama yang terkena kasus tersebut mengajukan atau yang keluarganya terkena kasus tersebut mengajukan tuntutan hukum. Fenomena semacam ini adalah bagus kalau dilakukan secara proporsional, sebab fenomena ini menunjukkan adanya kesadaran masyarakat terhadap hukum kesehatan, disamping itu fenomena ini juga menunjukan adanya kesadaran masyarakat, terutama pasien tentang hak-hak pasien. 8

B. Rumusan Masalah