CONTOH LEMBAR IDENTIFIKASI
CONTOH LEMBAR IDENTIFIKASI
IV. 3. TATANAMA TUMBUHAN
A. NAMA BIASA DAN NAMA ILMIAH Nama yang diberikan kepada tumbuhan pada mulanya dalam bahasa induk orang
yang memberi nama, sehingga satu jenis tumbuhan dapat mempunyai nama yang berbeda- beda. Pisang dalam bahasa Indonesia oleh orang Inggris atau Belanda dinamakan banana, orang Jawa Tengah menyebutnya gedang. sedang di Jawa Barat oleh orang-orang Sunda pisang itu dinamakan cauk. Di daerah Sulawesi Selatan dengan suku yang bervariasi maka pisang mempunyai banmyak nama. Suku Bugis menamakan pisang: otti, utti atau loka. Nama demikian yang berbeda-beda menurut bahasa tadi, dalam taksonomi tumbuhan disebut nama biasa. nama daerah. atau nama. lokal ("common name", "vernacular nama.". "local name' ). Dengan semakin berkembangnya ilmu taksonomi/sistematika tumbuhan kemudian dikenal yang disebut "nama ilmiah" ("scientific name").
Lahirnya nama ilmiah disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain ialah:
a. beranekaragamnya nama biasa, berarti tidak adanya kemungkinan nama biasa itu diberlakukan sccara umum untuk dunia intemasional, mengingat adanya perbedaan dalam setiap bahasa yang digunakan, sehingga tidak mungkin dimengerti oleh semua bangsa.
b. beranekaragamnya nama dalam arti ada yang pendek, ada yang panjang, bahkan ada yang panjang sekali, misalnya nama Sambucus, Sambucus nigra (sambucus hitam), Sambucus fructu in umbello nigro (Sambucus dengan buah berwarna hitam yang tersusun dalam rangkaian seperti payung), atau Sambucus caule ramoso floribus umbellatus (Sambucus dengan batang berkayu yang bercabang-cabang dan bunga yang tersusun sebagai payung). Nama-nama itu diberikan kepada tumbuhan tanpa adanya indikasi nama-nama tadi dimaksud sebagai nama jenis, nama marga, atau nama kategori takson yang lain lagi.
c. banyaknya sinonima (dua nama atau lebih) untuk satu macam tumbuhan, seperti misalnya nama-nama dalam bahasa Jawa: tela pohong, tela kaspa, tela jendral, menyok, untuk ketela pohon, dan juga banyaknya homonima, seperti misalnya
dalam bahasa Indonesia lidah buaya yang digunakan untuk marga Aloe dan Opuntia .
d. sukarnya untuk diterima oleh dunia intemasional, bila salah satu bahasa bangsa- bangsa yang sekarang masih dipakai sehari-hari dipilih sebagai bahasa untuk nama-nama ilmiah.
Karya-karya yang pertama-tama berisi nama-nama tumbuhan yang diberikan dalam bahasa Yunani sesuai dengan bahasa induk tokoh-tokoh perintis taksonomi waktu itu antara lain adalah Historia Plantarum karya Theophrastes. Dengan munculnya tokoh- tokoh bangsa Romawi nama-nama tumbuhan tersebut diganti dengan nama-nama dalam bahasa Latin. Nama-nama seperti Dryas, Itexa, Ptelea yang diberikan oleh Theophrastes, oleh Plinius masing-masing diganti dengan Quercus, Salix, dan Ulmus.
Sampai kira-kira pertengahan abad yang lalu para ahli ilmu taksonomi menerbitkan karya-karyanya dalam bahasa Latin, jadi bukan hanya nama tumbuhannya saja, tetapi juga seluruh teksnya. Para ilmuwan tidak hanya menulis, tetapi juga berkomunikasi dalam bahasa Latin. Linnaeus selama tinggal di Negeri Belanda tidak mau belajar bahasa Belanda, tetapi menulis dan bergaul dengan menggunakan bahasa Latin. Sampai sekarang Sampai kira-kira pertengahan abad yang lalu para ahli ilmu taksonomi menerbitkan karya-karyanya dalam bahasa Latin, jadi bukan hanya nama tumbuhannya saja, tetapi juga seluruh teksnya. Para ilmuwan tidak hanya menulis, tetapi juga berkomunikasi dalam bahasa Latin. Linnaeus selama tinggal di Negeri Belanda tidak mau belajar bahasa Belanda, tetapi menulis dan bergaul dengan menggunakan bahasa Latin. Sampai sekarang
Keadaan tersebut berakhir pada tahun 1867 dengan terciptanya seperangkat ketentuan yang mengatur pemberian nama tumbuhan, hasil Muktamar Botani Internasional
I yang diadakan di Paris., karena itu publikasi pertama tentang peraturan-peraturan pemberian nama tumbuhan diberi nama dalam bahasa Perancis Lois de la Nomenclature
de la Botanique , disebut pula Kode Paris (Paris Code). Terbitnya buku ini juga menandai lahirnya kode tatanama tumbuhan secara internasional yang mengatur pemberian nama- nama ilmiah tumbuhan. Sejak sebelum Linnaeus, telah dirasakan perlunya nama ilmiah yang teratur, yang diterima baik dan diikuti oleh semua ahli ilmu taksonomi di seluruh dunia. Nama-nama Caspar Bauhin, Linnaeus, de Candolle, merupakan nama-nama yang dapat disebut sebagai perintis ke arah terciptanya nama ilmiah yang berlaku secara internasional. Sekarang telah terbiasa dengan adanya dua macam nama tumbuhan, yaitu nama biasa dan nama ilmiah , perbedaan-perbedaannya seperti pada tabel berikut ini.
No Nama biasa Nama ilmiah
1 Tidak mengikuti ketentuan yang Melalui kesepakatan internasional yang mana pun
diatur dalam KITT
2 Dalam bahasa sehari-hari yang Dalam bahasa yang diperlakukan sebagai bersifat lokal atau setempat.
bahasa Latin.
3 Biasanya hanya dimengerti oleh Berlaku internasional, sekurang- kurangnya penduduk setempat.
bagi kaum ilmuwan.
4 Mudah dieja dan dilafalkan. Kadang-kadang sulit dieja dan dilafalkan.
5 Tidak jelas untuk kategori yang Dengan indikasi yang jelas untuk kategori mana nama itu diperuntukkan.
mana nama itu dimaksud.
6 Satu takson dapat mempunyai nama Suatu takson dengan sirkum skripsi, posisi, yang berbeda menurut bahasa yang dan tingkat tertentu hanya mempunyai satu digunakan, sering banyak sinonima nama yang benar, kecuali dalam hal-hal yang dan homonima.
dinyatakan secara khusus.
Meskipun nama biasa banyak kelemahan-kelemahan dari segi ilmu pengetahuan, namun penggunaan nama biasa tidak boleh secara a priori begitu saja diabaikan. Di daerah-daerah tertentu nama setempat itu demikian pasti, sehingga tak perlu diragukan Meskipun nama biasa banyak kelemahan-kelemahan dari segi ilmu pengetahuan, namun penggunaan nama biasa tidak boleh secara a priori begitu saja diabaikan. Di daerah-daerah tertentu nama setempat itu demikian pasti, sehingga tak perlu diragukan
Bagi khalayak umum, nama-nama ilmiah kadang-kadang dirasakan terlalu panjang, sering kali sukar dilafalkan dan oleh karena itu juga sukar diingat. Sebagian besar kata- kata yang dipakai untuk nama ilmiah berasal dari bahasa asing (Latin dan Yunani), sehingga banyak yang tidak diketahui maknanya sehingga semakin menjauhkan nama- nama itu dari orang-orang awam.
B. SEJARAH PERKEMBANGAN KODE INTERNASIONAL TATANAMA TUMBUHAN
Nama-nama ilmiah automatis berlaku ketentuan-ketentuan yang termuat dalam KITT, penerapannya tidaklah sederhana, sering pula terjadi kekisruhan-kekisruhan seperti dalam pemakaian nama-nama biasa. Ketentuan-ketentuan yang termuat dalam KITT dapat mengalami perubahan, atau tidak berlaku lagi sebagai akibat usul-usul perubahan, penyempumaan, penghapusan, dan Iain-lain, dari hasil Muktamar Botani Internasional, sehingga biasanya akan terbit edisi KITT terbaru. Peraturan tentang tatanama tumbuhan telah mengalami bermacam-macam "ujian" sehingga kedudukannya menjadi semakin kokoh dan isinya boleh dianggap sebagai "aturan main" bagi siapa pun yang ingin mendalami taksonomi/sistematika tumbuhan. Perubahan pada Kode Paris sebelum mencapai usia 10 tahun terhitung dari kelahirannya pada tahun 1867 karena banyak sekali kekurangan-kekurangan, yang belum ada ketentuannya para ahli taksonomi memberikan interpretasinya sendiri-sendiri akibatnya muncul ketentuan-ketentuan belum merupakan kesepakatan internasional. Ahli-ahli Inggris misalnya, menerapkan yang mereka sebut "Kew Rule", yang merupakan peraturan tak tertulis yang menyangkut pemberian nama jenis, khusus yang menyangkut perubahan sebutan jenis. jika suatu jenis dipindahkan dari suatu marga ke marga yang lain. Menurut Kew Rule ini suatu jenis tersebut akan mendapat nama yang merupakan kombinasi antara nama marga yang baru dengan sebutan jenis yang baru pula, misalnya Pseudodatura arborea van Zyp yang dipindahkan oleh Persoon ke Nama-nama ilmiah automatis berlaku ketentuan-ketentuan yang termuat dalam KITT, penerapannya tidaklah sederhana, sering pula terjadi kekisruhan-kekisruhan seperti dalam pemakaian nama-nama biasa. Ketentuan-ketentuan yang termuat dalam KITT dapat mengalami perubahan, atau tidak berlaku lagi sebagai akibat usul-usul perubahan, penyempumaan, penghapusan, dan Iain-lain, dari hasil Muktamar Botani Internasional, sehingga biasanya akan terbit edisi KITT terbaru. Peraturan tentang tatanama tumbuhan telah mengalami bermacam-macam "ujian" sehingga kedudukannya menjadi semakin kokoh dan isinya boleh dianggap sebagai "aturan main" bagi siapa pun yang ingin mendalami taksonomi/sistematika tumbuhan. Perubahan pada Kode Paris sebelum mencapai usia 10 tahun terhitung dari kelahirannya pada tahun 1867 karena banyak sekali kekurangan-kekurangan, yang belum ada ketentuannya para ahli taksonomi memberikan interpretasinya sendiri-sendiri akibatnya muncul ketentuan-ketentuan belum merupakan kesepakatan internasional. Ahli-ahli Inggris misalnya, menerapkan yang mereka sebut "Kew Rule", yang merupakan peraturan tak tertulis yang menyangkut pemberian nama jenis, khusus yang menyangkut perubahan sebutan jenis. jika suatu jenis dipindahkan dari suatu marga ke marga yang lain. Menurut Kew Rule ini suatu jenis tersebut akan mendapat nama yang merupakan kombinasi antara nama marga yang baru dengan sebutan jenis yang baru pula, misalnya Pseudodatura arborea van Zyp yang dipindahkan oleh Persoon ke
Sekelompok ahli taksonomi Amerika di bawah pimpinan Britton dari "New York Botanical Garden" (Kebun Raya New York) menyusun sendiri peraturan tatanama tumbuhan yang dianggap memiliki dasar-dasar yang lebih obyektif daripada Kode Paris, dan rencana peraturan-peraturan tersebut kemudian didiskusikan dalam suatu pertemuan yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Amerika untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan ("American Association for the Advancement of Science") di Rochester, New York, pada tahun 1892. Peraturan-peraturan tersebut dikenai sebagai Kode Rochester.
Dibandingkan dengan Kode Paris, dalam Kode Rochester terdapat perbedaan- perbedaan yang bersifat asasi., antara lain: l. Penerapan metode tipe (type method). Dalam Kode Rochester terdapat ketentuan bahwa: nama-nama untuk kategori bangsa (ordo) ke bawah harus didasarkan pada salah satu unsur dalam takson itu yang dikaitkan secara permanen pada nama, termasuk deskripsi atau candranya takson yang bersangkutan yang disebut "tipe tatanama" atau dengan singkat "tipe". Bagi suatu bangsa tipe tatanamanya adalah salah satu suku yang tergolong di dalamnya, bagi suatu suku tipe tatanamanya adalah salah satu marga yang dibawahinya, bagi suatu marga salah satu jenis yang tergolong di dalam marga itu, dan bagi suatu jenis adalah salah satu spesimen herbarium yang dijadikan referensi (rujukan) utama dalam pengidentifikasian jenis tadi.
2. Penerapan asas prioritas harus dilaksanakan secara konsisten, tanpa mengenal perkecualian. Ahli taksonomi di Amerika Serikat akhimya timbul dua aliran yang berhadapan satu sama lain, yaitu kelompok penganut Kode Rochester di bawah pimpinan Britton dan kelompok penganut aliran yang mempertahankan Kew Rule yang dipimpin oleh Asa Grey dari Universitas Harvard.
Muktamar Botani Internasional II yang juga diadakan di Paris tahun 1900, memutuskan untuk selama waktu 5 tahun berikutnya menjelang Muktamar Botani Internasional III yang direncanakan untuk diadakan di Wina, Austria, dalam tahun 1905, secara serius menangani seluruh persoalan yang menyangkut tatanama tumbuhan. John Briquet, seorang ahli ilmu tumbuhan dari Swis, diberikan tugas untuk menampung segala usul-usul mengenai tatanama tumbuhan, dan menyusunnya dalam suatu bentuk ikhtisar yang ringkas namun jelas dan teratur untuk diajukan ke Muktamar di Wina. Sementara itu ahli-ahli taksonomi Amerika yang tidak puas dengan perkembangan tatanama tumbuhan, sejak Muktamar ke-II di Paris terus bekerja untuk menyempurnakan Kode Rochester, dan dalam tahun 1904 mereka siap dengan suatu perangkat peraturan tatanama tumbuhan, yang kcmudian dikenal sebagai Kode Amerika (American Code).
Muktamar Botani Internasional III di Wina menghasilkan Kode Wina yang dapat dianggap sebagai penyempurnaan Kode Paris dengan perubahan judul dari Lois de la Nomenclature de la Botanique (Hukum Tatanama Tumbuhan) menjadi Regies de la Nomenclature de la Botanique (Peraturan Tatanama Tumbuhan). Dalam muktamar ini pihak Amerika merasa sangat dikecewakan, karena usul-usul yang mereka anggap merupakan bagian-bagian penting dalam Kode Amerika ditolak, yang berakibat kelompok Amerika "memboikot" keputusan Muktamar Wina dan tidak mau mengakui Regies de la Nomenclature de la Botanique . karena menganggap apa yang termuat dalam Kode Amerika lebih obyektif dan lebih logis, jadi Kode Amerika merupakan Kode tatanama tumbuhan yang lebih baik daripada yang dihasilkan muktamar. Beda pendapat yang pada dasarnya terdapat antara kelompok ahli taksonomi Amerika dan kelompok ahli taksonomi Eropa itu berjalan terus. Sampai selesai Muktamar Botani Internasional IV di Brussel, Belgia, tahun 1910 tidak terjadi hal-hal yang dapat mendekatkan pendirian kelompok Amerika dan Eropa. Mereka tetap pada pendirian masing-masing.
Perang Dunia I dari tahun 1914-1918 tidak memungkinkan terselenggaranya pertemuan-pertemuan ilmiah yang bersifat internasional, demikian pula sampai satu dasa warsa lebih setelah Perjanjian Perdamaian di Versailles tahun 1919.
Pertentangan pendapat antara kelompok Amerika dan kelompok Eropa yang telah berjalan berpuluh-puluh tahun itu akhirnya dapat diselesaikan dengan baik dalam Muktamar Botani Internasional V yang diadakan di Cambridge, Inggris, pada tahun 1930, terutama berkat jasa-jasa Sprague dan Green dari pihak kelompok Inggris, Eropa dengan Hitchcock di pihak Amerika. Dari muktamar di Cambridge itu lahirlah International Rules Pertentangan pendapat antara kelompok Amerika dan kelompok Eropa yang telah berjalan berpuluh-puluh tahun itu akhirnya dapat diselesaikan dengan baik dalam Muktamar Botani Internasional V yang diadakan di Cambridge, Inggris, pada tahun 1930, terutama berkat jasa-jasa Sprague dan Green dari pihak kelompok Inggris, Eropa dengan Hitchcock di pihak Amerika. Dari muktamar di Cambridge itu lahirlah International Rules
Dalam perjalanan hidupnya, Peraturan Internasional Tatanama Tumbuhan melalui muktamar-muktamar internasional yang diadakan lima tahun sekali, terus mengalami penyempurnaan-penyempurnaan baik mengenai isi maupun perumusan pasal-pasalnya. Kegiatan internasional di bidang tatanama tumbuhan terhenti lagi oleh meletusnya Perang Dunia II dari tahun 1939-1944, namun setelah akibat-akibat Perang Dunia II oleh semua pihak yang menderita dapat teratasi, Muktamar Botani Internasional dapat diadakan lagi secara teratur setiap lima tahun, dan hingga saat ini telah dilalui Muktamar ke-14 yang diadakan di Berlin, Jerman, pada tahun 1987. Sejak Muktamar Botani Internasional VII tahun 1950 di Stockholm, Swedia, peraturan-peraturan tatanama tumbuhan diganti lagi namanya menjadi Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (KITT) = International Code of Botanical Nomenclature (ICBN)
C. ISI KODE INTERNASIONAL TATANAMA TUMBUHAN (KITT/ICBN)
Dalam bentuknya sebagai hasil muktamar Sidney tahun 1981, Kode Internasional Tatanama Tumbuhan yang diterbitkan dalam tiga bahasa: Inggris, Perancis, dan Jerman pada tahun 1983, memuat bagian-bagian penting berikut:
A. Mukadimah
B. Bagian I Asas-asas
C. Bagian II: Peraturan dan Saran-saran yang terdiri atas 75 pasal, terbagi dalam 6 bab, dengan masing-masing bab terbagi lagi dalam beberapa seksi
D. Bagian III Ketentuan-ketentuan untuk mengubah Kode
E. Lampiran I Nama-nama hibrida
F. Lampiran II Nama-nama suku yang dilestarikan
G. Lampiran III Nama-nama marga yang dilestarikan dan ditolak H. Lampiran IV Nama-nama yang bagaimanapun ditoiak Petunjuk untuk penentuan tipe. Dalam buku ajar Sistematika Tumbuhan Tinggi ini hanya memuat intisari tentang mukadimah dan Asas-asasnya saja
A. Mukadimah
Mukadimah KITT memuat 10 butir yang penting, yaitu:
1. Pembenaran, bahwa ilmu tumbuhan memerlukan sistem tatanama yang sederhana
namun tepat, yang digunakan oleh scmua ahli ilmu tumbuhan di seluruh dunia. Sistem tatanama itu di satu pihak menyangkut peristilahan yang digunakan untuk menyebut tingkat-tingkat takson atau kategori, dan di pihak lain menyangkut nama-nama yang diberikan kepada setiap takson tumbuhan. Tujuan diciptakannya KITTantara lain adalah untuk menyediakan metode yang mantap dalam pemberian nama takson-takson tumbuhan dengan menghindarkan dan menolak penggunaan nama-nama yang dapat menimbulkan kekeliruan atau keraguan atau mengacaukan ilmu pengetahuan.
2. Asas-asas yang seluruhnya hanya berjumlah enam merapakan dasar atau pangkal tolak sistem tatanama tumbuhan, yang selanjutnya dijabarkan ke dalam peraturan-peiaturan dan saran-saran atau rekomendasi yang lebih terinci.
3. Ketentuan-ketentuan yang terinci dibagi dalam peraturan-peraturan yang harus ditaati, dan saran-saran yang seyogyanya diikuti demi keseragaman yang lebih luas, dan tidak menjadi contoh yang tidak selayaknya untuk ditiru.
4. Sasaran yang ingin dicapai dengan penyusunan peraturan-peraturan tatanama tumbuhan
adalah untuk penertiban tatanama di masa lampau dan penyediaan sistem tatanama untuk masa mendatang. Butir ini menyatakan pula, bahwa nama-nama yang bertentangan dengan bunyinya peraturan merupakan nama-nama yang tidak sah dan oleh karenanya tidak dapat dipertahankan.
5. Sasaran yang ingin dicapai dengan pemberian saran-saran atau rekomendasi adalah keseragaman yang lebih luas serta kejelasan yang lebih terang, terutama untuk masa mendatang.
6. Ketentuan untuk mengubah Kode Tatanama Tumbuhan merupakan bagian terakhir kode ini.
7. Peraturan-peraturan dan saran-saran berlaku untuk semua makhluk yang diperlakukan sebagai tumbuhan (termasuk jamur, tetapi bakteri tidak), baik yang telah bersifat fosil maupun yang sekarang masih hidup. Untuk bakteri tersedia kode tatanama tersendiri, yaitu Kode Internasional Tatanama Bakteri (International Code of Nomenclature of Bacteria ). Demikian pula bagi tanaman budidaya yang mempunyai Kode Internasional Tatanama Tumbuhan Budidaya (International Code of Nomenclature for Cultivated
Plants ) yang dalam tahun 1980 telah diterima baik oleh Komisi Internasional untuk tatanama tumbuhan budidaya. Khusus untuk tumbuhan yang merupakan hibrida atau bastar, diatur dalam Lampiran I KITT.
8. Satu-satunya alasan yang tepat untuk mengubah suatu nama adalah adanya studi yang lebih mendalam yang menghasilkan data yang membenarkan pengubahan suatu nama, karena identifikasi sebelumnya dipandang tidak tepat lagi, atau karena nama yang bersangkutan temyata bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
9. Butir ini menyatakan bahwa dalam hal tidak adanya peraturan yang relevan, atau dalam hal yang hasilnya akan meragukan bila suatu peraturan diterapkan, maka kelazimanlah yang harus diikuti.
10. Butir terakhir Mukadimah KITT menyatakan, bahwa dengan diterbitkannya edisi terbaru, automatis semua edisi sebelumnya tidak berlaku lagi.
Butir ke-10 ini sebagai bukti nyata bahwa taksonomi/sistematika tumbuhan diatur oleh ketentuan-ketentuan yang selalu disesuaikan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu dan tidak ketinggalan zaman.
A. Bagian I : Asas-asas Tatanama Tumbuhan
KITT mempunyai 6 asas, yang dari keenam asas itu selanjutnya dijabarkan peraturan-peraturan yang lebih rinci serta saran-saran. Keenam asas yang dapat dianggap sebagai "sokoguru"-nya tatanama tumbuhan itu berbunyi sebagai berikut:
Asas I. Tatanama tumbuhan dan Tatanama hewan berdiri sendiri-sendiri. Kode Internasional Tatanama Tumbuhan berlaku sama bagi nama-nama takson vang sejak semua diperlakukan sebagai tumbuhan atau tidak.
Kalimat pertama asas ini mengingatkan agar dalam menghadapi nama ilmiah tidak mempersoalkan perbedaan yang ada antara tumbuhan dan hewan, karena masing-masing memiliki peraturan yang memang tidak sama, karena misalnya istilah "phylum" untuk suatu kategori dalam klasifikasi hewan yang dalam taksonomi tumbuhan disebut "divisio". Demikian pula untuk nama-nama suku yang untuk tumbuhan berakhiran -aceae, tetapi untuk suku hewan dengan akhiran -idae, dibenarkannya penggunaan tautonima (nama jenis yang terdiri atas dua kata yang sama, misalnya nama Gallus gallus untuk ayam, yang bagi tumbuhan penggunaannya tidak dibenarkan). Adapun kalimat kedua menyangkut adanya kenyataan, bahwa makhluk tertentu dapat dianggap sebagai hewan, tetapi ada pula kalanya Kalimat pertama asas ini mengingatkan agar dalam menghadapi nama ilmiah tidak mempersoalkan perbedaan yang ada antara tumbuhan dan hewan, karena masing-masing memiliki peraturan yang memang tidak sama, karena misalnya istilah "phylum" untuk suatu kategori dalam klasifikasi hewan yang dalam taksonomi tumbuhan disebut "divisio". Demikian pula untuk nama-nama suku yang untuk tumbuhan berakhiran -aceae, tetapi untuk suku hewan dengan akhiran -idae, dibenarkannya penggunaan tautonima (nama jenis yang terdiri atas dua kata yang sama, misalnya nama Gallus gallus untuk ayam, yang bagi tumbuhan penggunaannya tidak dibenarkan). Adapun kalimat kedua menyangkut adanya kenyataan, bahwa makhluk tertentu dapat dianggap sebagai hewan, tetapi ada pula kalanya
Asas II: Penerapan nama-nama takson ditentukan dengan perantaraan tipe tatanamanva.
Asas ini merupakan hasil perjuangan kelompol ahli taksonomi Amerika yang sejak Muktamar Wina mengusulkan penerapan metode tipe. Seperti telah dikemukakan terdahulu dalam bab ini, yang dimaksud dengan tipe tatanama adalah unsur suatu takson yang dikaitkan secara permanen dengan nama yang diberikan kepada takson itu.
Asas III: Tatanama takson didasarkan atas prioritas publikasinva.
Asas ini menjelaskan bahwa bila suatu takson mempunyai lebih dari satu nama, maka nama yang dipublikasikan lebih dululah yang berlaku. Tentu saja dalam hal ini pemberian nama telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku demikian pula publikasi nama tersebut.
Asas IV: Setiap takson dengan sirkumskripsi. dan tingkat tertentu hanya dapat mempunvai satu nama yang benar. yaitu nama tertua yang sesuai dengan peraturan. kecuali dalam hal-hal yang dinyatakan secara khusus.
Pada nama-nama ilmiah pun dikenal adanya sinonima dan homonima. Bila ditekankan pada "hanya dapat mempunyai satu nama yang benar", maka adanya sinonima merupakan suatu hal yang tidak dimungkinkan, namun dinyatakan pula bahwa hal itu ada perkecualiannya, seperti beberapa nama suku yang secara eksplisit dinyatakan, bahwa suku-suku tadi mempunyai nama yang ada alternatif atau aliasnya. Nama-nama suku Gramineae, Palmae, Umbelliferae, Compositae misalnya, berturut-turut boleh diganti dengan Poaceae, Arecaceae, Apiaceae, dan Asteraceae.
Asas V: Nama-nama ilmiah diperlakukan sebagai bahasa Latin tanpa memperhatikan asalnya.
Asas ini perlu mendapat perhatian khusus, karena pada umumnya terdapat anggapan bahwa nama ilmiah sama dengan nama Latin. Bagi yang mengenal bahasa- Asas ini perlu mendapat perhatian khusus, karena pada umumnya terdapat anggapan bahwa nama ilmiah sama dengan nama Latin. Bagi yang mengenal bahasa-
Dengan contoh-contoh di atas jelas, bahwa definisi yang tepat untuk nama ilmiah adalah nama-nama yang terdiri atas kata-kata yang diperlakukan sebagai bahasa Latin, dan tidak tepat bila nama ilmiah disamakan dengan nama Latin.
Asas VI: Peraturan Tatanama herlaku surut kecuali bila dibatasi dengan sengaja.
Sejarah perjalanan tatanama tumbuhan menunjukkan bahwa Peraturan tatanama tumbuhan itu baru lahir pada tahun 1867 sebagai hasil Muktamar Botani Internasional I di Paris. Namun demikian ketentuan-ketentuan yang termuat di dalamnya dinyatakan berlaku sejak lebih seabad sebelumnya, yaitu dinyatakan berlaku per 1 Mei 1753, jadi peraturan tatanama tumbuhan itu berlaku surut. Tanggal 1 Mei 1753, yaitu tanggal diterbitkannya karya Linnaeus yaitu Species Plantarum dinyatakan sebagai tanggal permulaan tatanama tumbuhan yang diakui.
IV.4. TUGAS UNTUK MAHASISWA
Mahasiswa diharuskan membuat makalah tentang Identifikasi dan Tatanama Tumbuhan dengan membaca dari sumber-sumber buku literatur, materi bahan ajar atau penelusuran melalui internet.