Penghitungan kerugian negara

d. Penghitungan kerugian negara

Dalam praktik peradilan sekarang penghitungan kerugian negara itu masih dilakukan oleh BPKP dengan cara yang sangat mudah. Penyidik dapat meminta BPKP menghitung kerugian negara hanya berdasarkan satu keterangan seorang ahli. Yang paling mudah dilakukan dan selalu terjadi adalah meminta ahli dari BPKP menghitung kerugian negara sesuai dengan bukti yang disodorkan oleh penyidik. Bahkan tidak jarang ahli dari BPKP tidak melakukan konformasi atas data yang mereka hitung kepada auditi.

fungsi melakukan penghitungan kerugian negara, telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Keputusan Presiden No. 42 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi & Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah

Meskipun

Keppres

BPKP melaksanakan

Terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 2001 (“Keppres 42/2001 ”), toh BPKP tetap saja melakukan penghitungan kerugian negara.

Kemudian kewenangan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan penghitungan kerugian negara telah dicabut pula oleh Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintahan Non Departemen (“Keppres 103/2001”). Dalam Pasal 52 Keppres 103/2001, ditegaskan “BPKP mempunyai tugas melaksanakan

pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; Kemudian dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian

Intern Pemerintah (“PP 60/2008”), Pasal 47, 48, 49 dan dalam Pasal 50 ayat (2 dan 3) dengan tegas dinyatakan bahwa BPKP adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang tidak berwenang melakukan audit atas pengelolaan keuangan negara.

Selanjutnya menurut Pasal 52 dan Pasal 53 Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintahan

Non Departemen (“Keppres 64/2005”), BPKP tidak lagi berfungsi dan berwenang memeriksa pengelolaan dan tanggung-jawab keuangan negara

serta menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara. BPKP juga tidak lagi bertugas memeriksa dan mengevaluasi pelaksanaan good corporate governance serta laporan akuntabilitas kinerja Badan Usaha Milik Negara. Kedudukan BPKP sebagai bagian dari Pemerintah menurut Keppres 64/2005 Pasal 52 dan Pasal 53, fungsi dan tugasnya adalah melakukan:

a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan;

b. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan;

c. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPKP;

d. pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan pengawasan keuangan dan pembangunan;

e. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

Dengan demikian, BPKP tidak lagi berfungsi dan berwenang memeriksa pengelolaan dan tanggung-jawab keuangan negara serta menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara. BPKP juga tidak lagi bertugas memeriksa dan mengevaluasi pelaksanaan good corporate dan governance serta laporan akuntabilitas kinerja Badan Usaha Milik Negara. Demikian juga tidak berwenang memeriksa terhadap indikasi penyimpangan yang merugikan negara, badan usaha milik negara, dan badan-badan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pemerintah.

Menurut undang-undang, hanya BPK yang mempunyai kewenangan melakukan penghitungan kerugian negara. Sesuai dengan UUBPK, Pasal 1 angka 1, menyatakan,

”BPK adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung-jawab keuangan negara sebagaimana

dimaksud dalam UUD Tahun 1945”;

Kemudian pada Pasal 6 ayat (1) UUBPK dinyatakan,

“BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung-jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

Akhirnya Pasal 10 ayat (1) UUBPK menyatakan,

”BPK berwenang menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik

sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD,

badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara”;

Dengan demikian secara yuridis-konstitusional, Badan yang bertugas dan berwenang memeriksa pengelolaan dan tanggung-jawab keuangan negara serta menilai dan/ atau menetapkan jumlah kerugian negara adalah BPK.

Dalam undang-undang yang lain, yaitu UUPengelolaan Keuangan Negara, Pasal 13 dan UUBPK Pasal 8 ayat (3), disebutkan Badan yang berwenang melaporkan adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana lainnya adalah BPK. Jadi bukan BPKP.

Adapun Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara secara tersirat menempatkan BPK sebagai Badan Pemeriksa independen yang sangat penting kedudukannya dalam menentukan standar akuntansi pemerintahan. Adapun pasal yang dimaksud dalam undang- undang ini adalah:

“Pasal 32 ayat (2):

Standar akuntansi pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan”.

Pasal ini telah sangat jelas memberikan kedudukan yang istimewa dalam menentukan standar akuntansi pemerintahan, yang mana standar akuntansi pemerintahan adalah pedoman dalam penyusunan APBN/APBD.

Kemudian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Beberapa pasal yang menempatkan BPK sebagai lembaga pemeriksan keuangan negara, termasuk kerugian yang dialami negara adalah:

“Pasal 2 ayat (2): BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara ”.

“Pasal 3 ayat (1): Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undangundang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara .”

“Pasal 13: Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna

mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.”

Pasal-pasal tersebut di atas sama bunyinya dengan ketentuan dalam UU BPK dan UU Keuangan Negara yang menegaskan bahwa BPK adalah badan yang paling berwenang untuk melakukan audit terhadap keuangan negara, termasuk audit terhadap adanya dugaan kerugian negara. Penjelasan tersebut sekaligus untuk mematahkan opini penggunaan Pasal

120 KUHAP yang berbunyi “Dalam hal Penyidik menganggap perlu, …”. Jadi

berdasarkan ketiga UU tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa UU tersebut secara imperatif memerintahkan dalam hal menentukan ada/tidaknya kerugian Negara adalah harus dilakukan oleh BPK.