KAJIAN TEORI

2.2 Pengembangan Desain Pembelajaran Tematik Terpadu

2.2.1 Pengertian Desain Pembelajaran

Hokanson, Brad dan Gibbon dalam Suparman (2014: 88) mengatakan bahwa istilah desain berasal dari bahasa Latin designare yang mengandung arti menandai, menunjukkan, menjelaskan, merancang. Sedangkan menurut Herbert Simon dalam Sanjaya (2009:

65) mengartikan desain sebagai proses pemecahan masalah.

Dalam konteks pembelajaran, desain instruksional dapat diartikan sebagai proses yang sistematis untuk memecahkan persoalan pembelajaran melalui proses perencanaan bahan-bahan pembelajaran beserta aktivitas yang harus dilakukan, perencanaan sumber-sumber pembelajaran yang dapat digunakan serta perencanaan evaluasi keberhasilan.

Sejalan dengan pengertian di atas, Gagne dalam Sanjaya (2009) menjelaskan bahwa desain pembelajaran disusun untuk membantu proses belajar siswa, dimana proses belajar itu memiliki tahapan segera dan tahapan jangka panjang.

Gentry dalam Sanjaya (2009) menjelaskan bahwa desaian pembelajaran berkenaan dengan proses menentukan tujuan pembelajaran, strategi dan teknik untuk mencapai tujuan serta merancang media yang dapat digunakan untuk efektivitas pencapaian tujuan. Selanjutnya ia menguraikan, penerapan suatu desain pembelajaran memerlukan dukungan dari lembaga yang akan menerapkan, pengelolaan kegiatan, serta pelaksanaan yang intensif berdasarkan analisis kebutuhan.

Pendapat lain tentang desain pembelajaran menurut Suparman (2014) adalah upaya perencanaan kearah terwujudnya pelaksanaan kegiatan instruksional berkualitas, efektif, dan efisien dalam memfasilitasi proses belajar dan meningkatkan kinerja peserta didik.

Dari beberapa pengertian diatas, maka desain instruksional adalah proses pembelajaran yang dapat dilakukan siswa untuk mempelajari suatu materi pembelajaran yang didalamnya mencakup rumusan tujuan yang harus dicapai atau hasil belajar yang diharapkan, rumusan strategi yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan termasuk metode, teknik dan media yang dapat dimanfaatkan serta teknik evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan ketercapaian tujuan.

2.2.2 Kriteria Desain Pembelajaran

Menurut Sanjaya (2009)desain pembelajaran yang baik harus memiliki beberapa kriteria diantaranya:

a. Berorientasi pada siswa Dalam sistem pembelajaran siswa merupakan komponen kunci dan harus dijadikan orientasi dalam mengembangkan perencanaan dan mengembangkan desain pembelajaran. Desain pembelajaran dirancang untuk mempermudah siswa belajar. Beberapa hal yang perlu dipahami tentang siswa diantaranya:

1) Kemampuan dasar

Dalam menentukan tujuan pembelajaran yang harus dicapai disesuaikan dengan kemampuan yang telah atau harus dimiliki terlebih dahulu oleh setiap siswa. Sehingga, desain pembelajaran dirancang sesuai dengan potensi dan kompetensi yang telah dimiliki oleh siswa. Dengan kata lain desain pembelajaran tidak dirancang semata-mata oleh kemauan dan kehendak guru.

2) Gaya belajar

DePorter dalam Sanjaya (2009: 68) membagi gaya belajar siswa ke dalam tiga tipe, yakni tipe auditif, tipe visual, dan tipe kinestetis. Sebagai contoh, siswa yang bertipe auditif akan dapat menangkap informasi lebih banyak melalui pendengaran, dengan demikian desain pembelajaran dirancang agar siswa lebih banyak mendengar melalui berbagai media yang dapat didengar seperti radio atau tape recorder.

b. Berpijak pada pendekatan sistem Sistem adalah suatu kesatuan komponen yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan. Pendekatan sistem dalam desain pembelajaran merupakan pendekatan ideal yang dapat digunakan dalam mendesain pembelajaran karena melalui pendekatan sistem dari awal sudah diantisipasi berbagai kendala yang mungkin dapat menghambat pencapaian tujuan.

c. Teruji secara empiris Sebelum digunakan, sebuah desain pembelajaran harus teruji dahulu efektivitas dan efisiensinya secara empiris. Melalui pengujian secara empiris dapat dilihat berbagai kelemahan dan berbagai kendala yang mungkin muncul sehingga jauh sebelumnya dapat diatasi.

2.2.3 Langkah-langkah Mendesain Pembelajaran

Berikut ini merupakan model desain instruksional menurut Atwi Suparman (2014:131),

2.2.3.1 Tahap pertama

Tahap pertama dalam model MPI adalah tahap mengidentifikasi yang terdiri dari tiga langkah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis tujuan instrusional umum

Tujuan dari kegiatan pertama tersebut, yaitu mengidentifikasi adanya kesenjangan antara kinerja pegawai saat ini dan kinerja yang diharapkan. Bila kesenjangan itu penting dan serius karena berpengaruh besar terhadap kinerja organisasi tempatnya kerja, maka dikateorikan sebagai masalah.

Di antara berbagai masalah yang teridentifikasi, dipisahkan menjadi dua kelompok menurut factor penyebabnya. Masalah yang disebabkan rendahnya pengetahuan, ketrampilan dan sikap perilaku dan masalah yang factor penyebabnya diluar itu, misalnya kekurangan sarana prasarana, dana, sistem dan prosedur kerja dalam manajemen, dan lain-lain.

Ada tiga kelompok orang yang dapat dijadikan sumber informasi dalam mengidentifiksi kebutuhan instruksional, yaitu:

a. Peserta didik

b. Masyarakat, termasuk orang tua dan pihal lan yang akan menggunakan lulusan, seperti pengelola pendidikan tingkat selanjutnya dan pemerintah

c. Pendidik, termasuk pengejar dan pengelola program pendidikan yang tentu mempunyai pengalaman dan referensi yang cukup tentang c. Pendidik, termasuk pengejar dan pengelola program pendidikan yang tentu mempunyai pengalaman dan referensi yang cukup tentang

Harles dalam Suparman (2014: 135) melukiskan ketiga pihak tersebut dalam bentuk segitiga sebagai berikut.

Peserta Didik/Lulusan

Pendidik/ Penyelenggara

Masyarakat yang akan

Pengguna lulusan

dilayani

Masuk

Gambar 2.3 Tiga Kelompok Orang Sebagai Sumber Informasi Dalam Mengidentifikasi Kebutuhan Instruksional Sumber: Suparan (2014) Berikut ini adalah langkah-langkah mengidentifikasi kebutuhan instruksional:

a. Menentukan kesenjangan penampilan peserta didik disebabkan kekurangan pendidikan dan pelatihan pada masa lalu

b. Mengidentifikasi bentuk kegiatan instruksional yang paling tepat

c. Menentukan populasi sasaran yang dapat mengikuti kegiatan instruksional tersebut untuk mengetahui jumlah peserta didik yang potensial karena menghadapi masalah yang sama.

2. Melakukan analisis instruksional

Melakukan analisis instruksional, yaitu kegiatan menjabarkan atau memecahkan kompetensi umum Melakukan analisis instruksional, yaitu kegiatan menjabarkan atau memecahkan kompetensi umum

1. Menuliskan prilaku umum yang ditulis dalam TPU untuk mata pelajaran yang sedang dikembangkan.

2. Menuliskan setiap subkompetensi yang merupakan bagian dari kompetensi. Jumlah subkompetensi untuk setiap kompetensi umum berkisar antara 5-10 buah, bila sangat dibutuhkan dapat ditambah.

3. Menyusun subkompetensi kedalam daftar urutan yang logis dari kompetensi umum. Subkompetensi yang terdekat hubungannya dengan kompetensi umum diteruskan mundur sampai prilaku yang sangat jauh dari prilaku umum.

4. Menambahkan subkompetensi atau kalau perlu dikurangi.

5. Setiap subkompetensi ditulis dalam lembar kartu/ kertas ukuran 3×5 cm.

6. Kemudian kartu disusun dengan menempatkannya dalam

prosedural, atau dikelompokkan menurut kedudukan masing-masing terhadap kartu lain.

struktur

hirarkis,

7. Bila perlu ditambah dengan subkompetensi lain atau dikurangi sesuai kedudukan masing-masing.

8. Letak subkompetensi digambarkan dalam bentuk kotak-kotak di atas kertas lebar sesuai dengan letak kartu yang telah disusun. Hubungkan kotak-kotak yang telah digambar dengan garis-garis vertikal dan 8. Letak subkompetensi digambarkan dalam bentuk kotak-kotak di atas kertas lebar sesuai dengan letak kartu yang telah disusun. Hubungkan kotak-kotak yang telah digambar dengan garis-garis vertikal dan

9. Meneliti kemungkinan hubungan kompetensi umum yang satu dengan yang lain atau subkompetensi yang berada di bawah kompetensi umum yang berbeda.

10. Memberi nomer urut pada setiap subkompetensi dimulai dari yang terjauh hingga yang terdekat dari kompetensi umum. Penomeran ini menunjukkan subkompetensi yang terstruktur herarkis harus dilakukan dari bawah ke atas. Sedangkan pemberian nomer urut subkompetensi yang terstruktur prosedural dapat berlainan dari urutannya dari yang lebih sederhana ke yang lebih kompleks. Pemberian nomer urut subkompetensi yang terstruktur pengelompokan dilakukan dengan cara yang sama dengan struktur prosedural.

11. Mengkonsultasikan bagan yang telah dibuat dengan teman sejawat untuk mendapatkan masukan antara lain tentang:

a. Lengkap tidaknya subkompetensi sebagai penjabarandari setiap kompetensi umum.

b. Logis tidaknya urutan subkompetensi menuju kompetensi umum.

c. Struktur hubungan subkompetensi tersebut. (Hierarkis, prosedural, pengelompokan atau kombinasi).

3. Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik

Mengidentifikasi perilaku awal siswa/peserta didik adalah bertujuan untuk menentukan garis batas antara perilaku yang tidak perlu diajarkan dan perilaku yang harus diajarkan kepada peserta didik. Perilaku yang

akan diajarkan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk tujuan instruksional khusus atau TIK. Perilaku awal merupakan salah satu variabel dari pengajaran. Variabel ini didefenisikan sebagai aspek-aspek atau kualitas perseorangan peserta didik. Aspek ini bisa berupa bakat, minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berfikir yang telah dimiliki peserta didik. Suparman (2014) menyatakan dua hal tentang perilaku peserta didik: Pertama, populasi sasaran atau peserta didik kegiatan instruksional dan kedua adalah berhubungan dengan kompetensi, kemampuan atau pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang telah dikuasai peserta didik sehingga mereka dapat mengikuti pembelajaran. Untuk melakukan kegiatan identifikasi perilaku awal peserta didik, maka kita harus mengetahui sumber yang dapat memberikan informasi kepada pendesain instruksional yang antara lain adalah:

1. Siswa, mahasiswa dan yang lainnya

2. Orang yang mengetahui kondisi seperti guru dan atasannya.

3. Pengelola program pendidikan yang biasa mengajarkan mata pelajaran.

Berawal dari informasi-informasi tersebut, maka tingkat kemampuan populasi sasaran dalam perilaku- perilaku khusus yang diperoleh dari analisis instruksional

diidentifikasi agar pengembangan instruksional dapat menentukan mana perilaku khusus yang sudah dikuasai peserta didik untuk diajarkan. Dengan demikian pengembangan instruksional dapat pula menentukan titik berangkat yang sesuai bagi peserta didik. Perumusan populasi ini biasanya diterapkan oleh lembaga pendidikan yang

itu

perlu perlu

1. Latar belakang pendidikan dan pengalaman sebelumnya mengandung kompetensi yang telah dikuasainya.

2. Motivasi belajar yang mengandung pengertian dorongan dan semngat serta ingin tahu yang dimiliki untuk mempelajari bahan pembelajaran tersebut, akan memudahkannya dalam proses pembelajaran.

3. Aksesnya terhadap sumber belajar yang relevan dengan materi yang sedang dipelajari.

4. Kebiasaan belajar melalui pembelajaran tatap muka atau mandiri. Bila terbiasa belajar mandiri, maka dapat diharapkan peserta didik akan menggunakan waktu belajar yang lebih panjang.

5. Domisili tempat tinggal yang diukur dengan jarak tempuh ke pusat kegiatan belajar atau lembaga penyelenggara pendidikan.

6. Aksesnya terhadap saluran komunikasi dan media pembelajaran untuk digunakan dalam pembelajaran seperti telepon, computer, buku, atau media tercetak.

7. Kebiasaan dan disiplin dalam mengatur waktu belajar secara teratur akan lebih mudah mempercepat penyelesaian tugas-tugas.

8. Kebiasaan belajar secara sistematik akan sangat kondusif untuk menguasai bahan pembelajaran lebih cepat dan lebih baik.

9. Kebiasaan belajar sambil berfikir untuk menerapkan hasilnya dalam kehidupan atau pekerjaannya merupakan hal yang sangat baik untuk memelihara motivasi belajar sepanjang proses pembelajaran.

2.2.3.2 Tahap kedua Tahap kedua adalah tahap mengembangkan yang terdiri dari empat langkah sebagai berikut:

1. Menulis tujuan instruksional khusus Tujuan Instruksional Khusus (TIK) terjemahan dari specific instructional objective. Literature asing menyebutkan pula sebagai objective atau enabling objective untuk membedakannya dari general instructional objective, goal, atau terminal objective, yang berarti tujuan instructional umum (TIU) atau tujuan instruktional akhir. TIK dirumuskan dalam bentuk kata kerja yang dapat dilihat oleh mata (observable). TIK merupakan satu-satunya dasar untuk menyusun kisi-kisi tes, karena itu TIK harus mengandung unsur-unsur yang dapat memberikan petunjuk kepada penyusun tes agar dapat mengembangkan tes yang benar-benar dapat mengukur perilaku yang terdapat di dalamnya.

Unsur-unsur dalam TIK dikenal dengan ABCD yang berasal dari kata sebagai berikut: A = Audience, B

= Behavior, C = Condition, dan D = Degree. Audience adalah siswa yang akan belajar, behavior adalah perilaku spesifik yang akan dimunculkan oleh siswa setelah selesai proses belajarnya dalam pelajaran tersebut, condition adalah kondisi atau batasan yang dikenakan kepada siswa atau alat yang digunakan siswa pada saat di tes (bukan pada saat belajar), dan degree adalah tingkat keberhasilah siswa dalam mencapai perilaku tersebut.

2. Menyusun alat penilaian hasil belajar Tes acuan patokan dimaksudkan untuk mengukur tingkat penguasaan setiap siswa terhadap perilaku yang tercantum dalam TIK. Adapun langkah-langkah dalam menyusun tes acuan patokan adalah sebagai berikut: a) menentukan tujuan tes; b) membuat table spesifikasi untuk setiap tes yaitu daftar perilaku, bobot perilaku, persentase jenis tes, dan jumlah butir tes; c) menulis butir tes; d) merakit tes; e) menulis petunjuk; f) menulis kunci jawaban; g) mengujicobakan tes; h) menganalisis hasil ujicoba; i) merevisi tes.

3. Menyusun strategi instruksional

Strategi instruksional dalam menyampaikan materi atau isi pelajaran harus secara sistematis, sehingga kemampuan yang diharapkan dapat dikuasi oleh siswa secara efektif dan efisien. Dalam strategi instruksional terkadung empat pengertian sebagai berikut: a) urutan kegiatan instruksional, yaitu urutan kegiatan guru dalam menyampaikan isi pelajaran kepada siswa; b) metode

yaitu cara guru mengorganisasikan materi pelajaran dan siswa agar terjadi proses belajar secara efektif dan efisien; c) media instruksional, yaitu peralatan dan bajan

instruksional, instruksional,

4. Mengembangkan bahan instruksional Pemilihan format media dalam pembelajaran virtual kadang-kadang tidak sesuai dalam pratek, walaupun secara teori telah dilakukan dengan benar. Untuk itu diperlukan kompromi untuk mendapatkan produk pembelajaran yang sesuai dengan lingkungan belajar.

Tahapan yang akan dicapai dalam mengembangkan bahan instruksional adalah sebagai berikut: a) menjelaskan faktor yang mungkin menyebabkan perbaikan dalam pemilihan media dan sistem penyampaian

dengan kegiatan instruksional; b) menjelaskan dan menyebutkan paket dalam komponen instruksional; c) menjelaskan peran desainer dalam pengembangan materi dan penyampaian kegiatan instruksional; d) menjelaskan prosedur untuk mengembangkan bahan instruksional yang sesuai dengan strategi instruksional; e) membuat bahan instruksional berdasarkan strategi instruksional.

agar

sesuai

2.2.3.3 Tahap ketiga Mengevaluasi dan merevisi yang terdiri dari satu langkah yaitu menyusun desain dan melaksanakan evaluasi formatif yang termasuk di dalamnya kegiatan merevisi bahan instruksional.

Evaluasi formatif bertujuan untuk menentukan apa yang harus ditingkatkan atau direvisi agar produk lebih efektif dan lebih efisien. Selain itu, evaluasi formatif sebagai proses mnyediakan dan menggunakan informasi untuk dijadikan dasar Evaluasi formatif bertujuan untuk menentukan apa yang harus ditingkatkan atau direvisi agar produk lebih efektif dan lebih efisien. Selain itu, evaluasi formatif sebagai proses mnyediakan dan menggunakan informasi untuk dijadikan dasar

Dalam bentuk bagan, keempat langkah evaluasi formatif dan revisi itu dapat digambarkan sebagai berikut.

Evaluasi satu-

Evaluasi satu-

satu dengan para

Revisi 1

satu dengan 3

Revisi 2

ahli

peserta didik

Evaluasi dengan

Prototipa/model

kelompok kecil 8- pembelajaran

bahan

Uji coba

Revisi 4

lapangan dengan

Revisi 3

30 peserta didik

20 peserta didik

Gambar 2.4 Tahapan evaluasi formatif

Sumber: Atwi Suparman (2014)

2.3 Kebutuhan Belajar siswa

2.3.1 Kecenderungan Perilaku Anak Sekolah Dasar

Dalam menentukan isi atau materi pelajaran tematik yang diberikan kepada siswa harus di sesuaikan dengan kebutuhan belajar siswa usia sekolah dasar. Tujuannya adalah agar tingkat keluasan dan kedalamannya diharapkan dapat terjadi perubahan perilaku siswa menuju kedewasaan, baik fisik, mental atau intelektual, moral, maupun sosisal.

Menurut Piaget dalam Prastowo (2013: 175) perkembangan kognitif terdiri dari fase sensorimotor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal.

Anak pada usia sekolah dasar (7-11 tahun) berada pada tahapan operasional-konkret. Kecenderungan perilakunya antara lain: Anak pada usia sekolah dasar (7-11 tahun) berada pada tahapan operasional-konkret. Kecenderungan perilakunya antara lain:

b. Anak mulai berpikir secara operasional.

c. Anak mampu menggunakan cara berpikir operasional untuk menglasifikasikan benda-benda.

d. Anak dapat memahami konsep substansi, seperti panjang, lebar, luas, tinggi, rendah, ringan, dan berat. Mereka sedang membangun sebuah diri batin yang subjektif dan sebuah dunia luar yang objektif

2.3.2 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Dalam tahap perkembangannya, terdapat tiga karakteristik yang menonjol saat anak sekolah dasar belajar, yaitu konkret, integrative, dan hierarkis, seperti yang dijelaskan dalam gambar berikut.

Karakteristik Belajar SD/MI

Gambar 2.5 Karakteristik Belajar Anak Usia Sekolah Dasar

(7-12 tahun) Sumber: Prastowo (2013)

Oleh Rusman (2010), dijelaskan secara lebih detail menjadi berikut ini.

a. Konkret maksudnya proses belajar yang konkret ditekankan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk pencapaian proses dan hasil pembelajaran yang berkualitas bagi anak usia SD/MI. Penggunaan lingkungan akan a. Konkret maksudnya proses belajar yang konkret ditekankan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk pencapaian proses dan hasil pembelajaran yang berkualitas bagi anak usia SD/MI. Penggunaan lingkungan akan

b. Integrated maksudnya memandang sesuatu yang dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu.

c. Hierarkis maksudnya berkembang secara bertahap mulai dari hal- hal sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks.

Menurut Ayuningsih, karakteristik perkembangan siswa pada kelas satu, dua, dan tiga sekolah dasar biasanya mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Selain itu, mereka telah dapat menunjukkan keakuannya tentang jenis kelamin, mulai berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri. Dari sisi emosi, anak pada usia 6-8 tahun telah mampu mengekspresikan reaksi terhadap orang lain. Untuk perkembangan kecerdasannya mereka mampu melakukan seriasi, mengelompokkan objek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat, serta berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.

2.3.3 Strategi Pengajaran Untuk Anak Sekolah Dasar

Menurut Piaget ada beberapa hal yang dapat diterapkan untuk pendidikan anak SD.

a. Pergunakan Pendekatan Konstruktivisme Dalam hal ini, Piaget menekankan bahwa anak-anak akan belajar lebih baik jika mereka aktif dan mencari solusi sendiri.

b. Berikan Fasilitas Mereka Untuk Belajar Guru harus merancang situasi sehingga meningkatkan pemikiran dan penemuan siswa. Guru mendengar, mengamati, dan mengajukan pertanyaan kepada siswa agar mereka mendapat pemahaman yang baik.

c. Pergunakan Penilaian Terus-menerus Makna yang disusun oleh siswa tidak dapat diukur dengan tes standar penilaian matematis dan bahasa. Pertemuan individual dimana siswa mendiskusikan strategi pemikiran mereka, digunakan sebagai alat untuk mengevaluasikan kemajuan mereka.

d. Tingkatkan Kompetensi Intelektual Siswa Pembelajaran harus berjalan secara alamiah. Anak tidak boleh didesak dan ditekan untuk berprestasi terlalu banyak di awal perkembangan sebelum mereka siap.

e. Jadikan Ruang Kelas Menjadi Ruang Eksplorasi dan Penemuan Untuk menciptakan makna pada diri siswa, harus terjadi semacam mencocokkan bayangan yang dilihat siswa dengan memori jangka panjangnya.

2.4 Model Pembelajaran Kooperatif

2.4.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Roger dalam Huda (2011), pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota- anggota yang lain.

Jhonson dan Jhonson menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif berarti bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Slavin pembelajaran kooperatif adalah metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran.

Dari beberapa pengertian dari para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk kelompok- Dari beberapa pengertian dari para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk kelompok-

Sadker dan Sadker (1997) dalam Huda (2011: 66) menjabarkan beberapa manfaat pembelajaran kooperatif. Menurut mereka, selain meningkatkan keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat-manfaat besar lain seperti berikut ini:

1. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi; hal ini khususnya bagi siswa-siswa SD untuk mata pelajaran matematika.

2. Siswa yang berprestasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap dan harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar.

3. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli pada teman-temannya, dan diantara mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif (interpedensi positif) untuk proses belajar mereka nanti.

4. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda.

2.4.2 Metode Pembelajaran Kooperatif Model Team Games Tournament (TGT)

menggunakan model pembelajaranTeam Games Tournament (TGT) karena disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Menurut Piaget anak SD kelas rendah masih suka bermain dan suka bergembira disebabkan karena mereka berada pada tahap peralihan dari TK yang penuh dengan permainan. Model pembelajaranTeam Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktifitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status,

Dalam

penelitian

ini

penulis penulis

TGT menggunakan turnamen perbaikan akademik, dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara kinerja akademiknya. Pada model ini siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan point untuk skor tim mereka (Trianto: 2011: 83).

A. Langkah-langkah Pembelajaran TGT Secara runtut implementasinya, TGT terdiri dari 4 komponen utama, antara lain: (1) Presentasi guru; (2) Kelompok Belajar; (3) Turnamen; dan (4) Pengenalan Kelompok.

a) Guru menyiapkan:

1. Kartu soal

2. Lembar Kerja Siswa

3. Alat/Bahan

b) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 3-5 orang).

c) Guru mengarahkan aturan permainannya

B. Aturan (Skenario) Permainan Dalam satu permainan terdiri dari: kelompok pembaca, kelompok penanatang I, kelompok penantang II, dan setrusnya sejumlah kelompok yang ada. Kelompok pembaca, bertugas: (1) Ambil kartu bernomor dan cari pertanyaan pada lembar permainan; (2) baca pertanyaan keras-keras; dan (3) beri jawaban. Kelompok B. Aturan (Skenario) Permainan Dalam satu permainan terdiri dari: kelompok pembaca, kelompok penanatang I, kelompok penantang II, dan setrusnya sejumlah kelompok yang ada. Kelompok pembaca, bertugas: (1) Ambil kartu bernomor dan cari pertanyaan pada lembar permainan; (2) baca pertanyaan keras-keras; dan (3) beri jawaban. Kelompok

C. Sistem Perhitungan Poin Turnamen Skor siswa dibandingkan dengan rerata skor yang lalu mereka sendiri, dan poin diberika berdasarkan pada seberapa jauh siswa menyamai atau melampaui prestasi yang laluinya sendiri. Poin tiap anggota tim ini dijumlah untuk mendapatkan skor tim dan tim yang mencapai kriteria tertentu dapat diberi sertifikat atau ganjaran (award) yang lain (Trianto: 2011: 85-86).

2.5 Hasil Belajar

Menurut Syaiful dan Aswan (2006) setiap proses belajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai ditingkat mana prestasi (hasil) belajar yang dicapai.

Sedangkan menurut Dimyati dan Mujiono (2006) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak mengajar. Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar, dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja (Suprijono. 2011).

Pengertian hasil belajar menurut Uno (2008) adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap dalam diri seseorang sebagai akibat dari interaksi seseorang dengan lingkungannya.

Arikunto (2006) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dan merupakan penilaian yang dicapai oleh siswa untuk mengetahui sejauh mana materi pelajaran diterima oleh siswa.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai perubahan kemampuan yang dimiliki seseorang baik kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotor, kemampuan- kemampuan yang dimiliki oleh siswa melalui suatu proses berupa informasi yang diperoleh dari pembelajaran dari guru terhadap siswa. Perubahan kemampuan-kemampuan belajar ke arah yang lebih baik (perubahan progresif). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik.

Tes digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa dalam hasil belajarnya. Tes pilihan ganda, tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan merupakan teknik tes yang biasa digunakan oleh guru. Observasi atau pengamatan, jurnal, angket, portofolio dan wawancara merupakan teknik non tes. Untuk mengetahui hasil belajar siswa guru melihatnya dapat dalam bentuk nilai yang diperoleh oleh siswa.

2.6 Desain Pembelajaran Tematik Terpadu Berbasis Kebutuhan Belajar

Siswa

Desain pembelajaran tematik terpadu berbasis kebutuhan belajar siswa adalah perencanaan pelaksanaan kegiatan pembelajaran terpadu yang didasarkan pada tema-tema tertentu yang disusun sesuai dengan tahap perkembangan siswa sekolah dasar yaitu konkret, integrated dan hierarkis agar sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.

Berikut ini adalah langkah-langkah dalam mendesain pembelajaran tematik terpadu berbasis kebutuhan belajar siswa yang diadaptasi dari teori yang dikembangkan oleh Atwi Suparman (2014:131).

a. Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik Dalam tahap ini, dilakukan observasi dengan siswa kelas 3 SD dan guru kelas yang bertujuan untuk menentukan tema pembelajaran yang perlu diajarkan dan tidak perlu diajarkan kepada peserta didik, kemudian dilakukan pengembangan subtema yang dikembangkan. Pada tahap mengembangkan subtema dihasilkan produk berupa jaringan subtema.

b. Melakukan analisis instruksional Dalam tahap ini langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan analisis instruksional dalam pembelajaran tematik terpadu agar sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, yaitu:

(1) Melakukan analisis SKL, KI, KD dan membuat indikator (2) Membuat hubungan pemetaan antara KD dan indikator dengan

tema (3) Membuat jaring KD Pada tahap analisis instruksional dihasilkan tabel analisis SKL, KI, KD dan membuat Indikator yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, tabel keterhubungan KD dan indikator, dan jaring KD dan indikator.

c. Menyusun strategi instruksional Dalam strategi instruksional dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Menyusun silabus (2) Menyusun RPP (3) Menyusun penggalan buku siswa Pada tahap ini dihasilkan silabus, RPP dan penggalan buku siswa.

d. Menyusun alat penilaian hasil belajar Dalam tahap ini, penulis menggunakan teknik tes dan non tes untuk mengukur tingkat penguasaan setiap siswa.

2.7 Tema 1, Subtema 4 “Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan” Kelas 3 SD

Berikut ini adalah penjelasan mengenai Standar Kompetensi Lulusan, Kompetensi Inti Kelas 3, dan pemetaan Kompetensi Dasar.

2.7.1 Standar Kompetensi Lulusan Kelas 3

1. Sikap

a) Menerima, menjalankan, menghargai, dan mengamalkan.

b) Pribadi yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan peradabannya.

2. Ketrampilan

a) Mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, mencipta.

b) Pribadi yang berkemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret.

3. Pengetahuan

a) Mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi.

b) Pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan berwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban.

2.7.2 Kompetensi Inti Kelas 3

1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya.

2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru dan tetangga.

3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan

4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.

2.7.3 Pemetaan Kompetensi Dasar Subtema 4 Pertumbuhan Dan Perkembangan Tumbuhan

1. PPKn

1.1 Menerima arti gambar pada lambang negara “Garuda Pancasila”

2.1 Bersikap positif terhadap arti gambar pada lambang negara “Garuda Pancasila”

3.1 Memahami arti gambar pada lambang negara “Garuda Pancasila”

4.1 Menceritakan arti gambar pada lambang negara “Garuda Pancasila”

1.4 Menerima dengan tulus makna bersatu dalam keberagaman di lingkungan sekitar

2.4 Bersikap sesuai makna bersatu dalam keberagaman di lingkungan sekitar

3.4 Mengemukakan makna bersatu dalam keberagaman di lingkungan sekitar

4.4 Berperilaku sesuai dengan makna bersatu dalam keberagaman di lingkungan sekitar

2. Matematika

3.3 Menyatakan suatu bilangan sebagai jumlah, selisih, hasil kali, atau hasil bagi dua bilangan cacah

4.3 Menyajikan suatu bilangan sebagai jumlah, selisih, hasil kali, atau hasil bagi dua bilangan cacah

3. Bahasa Indonesia

3.4 Mencermati dalam teks tentang konsep ciri-ciri, kebutuhan (makanan dan tempat hidup), pertumbuhan, dan perkembangan makhluk hidup yang ada di lingkungan setempat yang disajikan dalam bentuk lisan, tulis, dan visual

4.4 Menyajikan laporan tentang konsep ciri-ciri, kebutuhan (makanan dan tempat hidup), pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup yang ada di lingkungan setempat secara tertulis menggunakan kosakata baku dan kalimat efektif

4. PJOK

3.1 Menerapkan prosedur gerak kombinasi gerak dasar lokomotor sesuai dengan konsep tubuh, ruang, usaha, dan keterhubungan dalam berbagai bentuk permainan sederhana dan atau tradisional

4.1 Mempraktikkan gerak kombinasi gerak dasar lokomotor sesuai dengan konsep tubuh, ruang, usaha dan keterhubungan dalam berbagai bentuk permainan sederhana dan atau tradisional

3.9 Memahami perlunya memilih makanan bergizi dan jajanan sehat untuk menjaga kesehatan tubuh

4.9 Menceritakan arti penting memilih makanan bergizi dan jajanan sehat untuk menjaga kesehatan tubuh

5. SBdp

3.1 Mengetahui unsur-unsur rupa dalam karya dekoratif

4.1 Membuat karya dekoratif

3.2 Mengetahui bentuk dan variasi pola irama dalam lagu

4.2 Menampilkan bentuk dan variasi irama melalui lagu

3.3 Mengetahui dinamika gerak tari

4.3 Meragakan dinamika gerak tari

3.4 Mengetahui teknik potong, lipat dan sambung

4.4 Membuat karya dengan teknik potong, lipat dan sambung

2.8 Penelitian Relevan

1. Pada penelitian Isniatun Munawaroh (2014) dengan judul “Pengembangan

Tematik untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis siswa SD Kelas Rendah”. Hasil validasi menunjukanmodel cukup valid dengan tingkat presentase 95%, dilihat dari kenaikan skor nilai pre-test terhadap skor nilai post-test. Hasil tersebut menyatakan bahwa model pembelajaran tematik telah valid dan layak digunakan dalam pembelajaran.

Model

Pembelajaran

2. Fatchurrohman (2015) dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Integratif Eksternal dan Internal di Madrasah Ibtidaiyah. Hasil menunjukan guru nyaman dan cocok terhadap model yang dikembangkan dan hasil evaluasi yang baik. Sehingga hasil tersebut menyatakan bahwa model pembelajaran tematik layak digunakan dalam pembelajaran.

3. Sa’dun Akbar, I Wayan Sutama, Pujianto (2010) dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Untuk Kelas 1 dan Kelas 2 Sekolah Dasar ”. Hasil pengembangan model pembelajaran tematik tema “Keluarga” yang diujicobakan dalam skala luas ini adalah valid/layak digunakan dengan revisi kecil. Validitas dan kelayakan tersebut ditunjukkan dengan hasil analisis gabungan dengan pencapaian nilai 80,03% dari skor maksimal yang diharapkan.

4. Tia Sekar Arum (2016) dengan judul “Pengembangan Modul Pembelajaran Tematik Integratif Subtema Hubungan Makhluk Hidup Dalam Ekosistem Pendekatan Santifik Untuk Kelas 5 SD”.

Keefektifan modul dianalisis menggunakan uji Paired-Samples T Test sedangkan kevalidan modul dianalisis menggunakan uji pakar. Hasil dari penelitian berupa modul pembelajaran tematik integratif dengan pendekatan saintifik subtema Hubungan Makhluk Hidup Dalam Ekosistem untuk kelas 5 SD. Modul terbukti valid berdasarkan uji pakar yang dilakukan. Penilaian validator aspek materi diperoleh rata- rata 3,96 dengan persentase 79,17%. Validator aspek media mendapat rata-rata 4 dengan persentase 80%. Modul terbukti efektif berdasarkan Keefektifan modul dianalisis menggunakan uji Paired-Samples T Test sedangkan kevalidan modul dianalisis menggunakan uji pakar. Hasil dari penelitian berupa modul pembelajaran tematik integratif dengan pendekatan saintifik subtema Hubungan Makhluk Hidup Dalam Ekosistem untuk kelas 5 SD. Modul terbukti valid berdasarkan uji pakar yang dilakukan. Penilaian validator aspek materi diperoleh rata- rata 3,96 dengan persentase 79,17%. Validator aspek media mendapat rata-rata 4 dengan persentase 80%. Modul terbukti efektif berdasarkan

5. Asep Herry Hermawan (2015) dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran Tematik di Kelas Awal Sekolah Dasar”. Hasil

menunjukan guru memberikan respon positif. Hasil juga menyatakan bahwa model layak digunakan dalam pembelajaran.

6. Jamaluddin (2015) dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Terpadu Kontekstual bagi Anak Usia Dini di Taman Kanak- Kanak Kelompok B”. Hasil menunjukan tingkat keefektifan mencapai presentase ≥90% dan guru memberikan respon yang positif. Hasil tersebut menyatakan bahwa model pembelajaran tematiklayak digunakan dalam pembelajaran.

7. Sukini (2012) dengan judul “Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar Kelas Rendah Dan Pelaksanaannya”. Hasil dari penelitian tersebut

adalah pemberian pelatihan pembelajaran tematik pada para guru SD yang mengajar di kelas rendah. Hal ini penting dilakukan agar guru benar-benar paham akan seluk-beluk pembelajaran tematik, dapat menerapkan pembelajaran tematik itu dalam kegiatan pembelajaran sehingga mampu menghasilkan pengalaman belajar yang holistik, efektif, dan bermakna bagi siswa SD kelas rendah.

8. Penelitian Pidtajeng (2009) dengan judul “Peningkatan Kerja Ilmiah Siswa Kelas II SD Dengan Pengembangan Pembelajaran Tematik”. Penenelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa pengembangan pembelajaran tematik dapat meningkatkan kemampuan kerja ilmiah siswa dari peringkat kurang menjadi baik. Peningkatan kemampuan kerja ilmiah sangat mungkin dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

9. Penelitian Agustiningsih (2015) dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Berbasis Pada Pendekatan Scientific Mengacu

Pada Kurikulum 2013 Untuk Kelas Tinggi Sekolah Dasar”. Penelitian ini menunjukkan kualitas perangkat pembelajaran dengan model pembelajaran tematik berbasis pada pendekatan scientific untuk kelas tinggi Sekolah Dasar yang dikembangkan adalah memiliki kualitas baik dan telah memenuhi kelayakan sebagai perangkat pembelajaran dalam rangka mendukung penerapan kurikulum 2013. Penerapan Perangka Pembelajaran pendekatan scientific IPA ini juga efektif menunjang kegiatan belajar mengajar IPA pada pokok bahasan sistem pernapasan pada manusia.

10. Penelitian Anita Eka Sari, H.M Asrori, Dede Suratman (2014) dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Melalui Media Adobe Flash di Kelas III SD Islam Al Azhar 21 Pontianak”. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa perilaku belajar yang ditunjukkan oleh

peserta didik dalam pembelajaran tematik sudah baik, dimana peserta didik menunjukkan sikap semangat, aktif, antusias, kemandirian dalam be;ajar, percaya diri, mampu bekerjasama dan bertanggung jawab dalam seluruh kegiatan pembelajaran. Di samping itu, perolehan belajar peserta didik yang ditunjukkan oleh peserta didik dalam pembelajaran tematik sudah sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan peserta didik menggunakan kemampuan pengetahuaanya berupa fakta, konsep, prinsip, dan prosedur dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar yang ada.

2.9 Kerangka Pikir

Kurikulum 2013 dirancang untuk memberikan pengalaman seluas- luasnya bagi siswa dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahan, berketrampilan, dan bertindak. Rancangan desain pemelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, menarik dan inofatif adalah hal yang sangat penting agar proses pembelajaran tidak membosankan, menarik minat belajar siswa, serta mencapai tujuan kurikulum 2013.

Pembelajaran tematik integratif sudah diterapkan di beberapa SD dan diudukung oleh pemerintah dengan diterbitkannya buku pegangan siswa dan buku pegangan guru untuk pembelajaran tematik terpadu pada setiap tema di semua kelas. Namun, dalam prakteknya penerapan pembelajaran tematik terpadu masih belum mengutamakan kebutuhan belajar siswa. Guru hanya melaksanakan apa yang sudah tertulis dibuku terbitan pemerintah.

Pemahaman pada diri siswa mempunyai makna bahwa guru mengenal betul kelebihan dan kelemahan pada setiap jenjang usia pada siswa. Sehingga guru diharapkan dapat memberi layanan pendidikan yang tepat dan bermanfaat bagi masing-masing siswa. Salah satu upaya yang bisa mendukung implementasi dari pembelajaran tematik pada kurikulum 2013 adalah dengan mengembang desain pembelajaran tematik terpadu agar sesuai dengan kebutuhan belajar siswa kelas 3 sekolah dasar. Berdasarkan perkembangan kognitif menurut Piaget, siswa pada sekolah dasar kelas rendah berada pada tahap operasi konkret: 7-11 tahun, siswa tersebut masih memerlukan benda konkret. Oleh karena itu, dalam pembelajaranperlu diawali dengan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa.

Dengan demikian, memungkinkan apabila pendidik yang mengembangkan desain pembelajaran yang inofativ sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar siswa. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan desain pembelajaran yang valid dan efektif. Dengan begitu, siswa akan leluasa belajarnya, menemukan konsep pelajaran sekaligus menerapkan dan memperdalam konsep sehingga dapat membantu siswa memahami materi dari setiap tema yang diberikan. Akhirnya, aktivitas, respon dan hasil belajar siswa diharapkan dapat efektif.

Kerangka berpikir dalam penelitian pengembangan ini secara ringkas ditunjukkan seperti gambar di bawah ini.

Kurikulum 2013 di sekolah dasar menerapakan pembelajaran tematik integratif

masalah:

Desain pembelajaran kurang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa

Mengembangkan desain pembelajaran tematik integratif berbasis kebutuhan

belajar siswa kelas 3 sekolah dasar

Menghasilkan produk desain pembelajaran tematik integratif berbasis kebutuhan belajar siswa kelas 3 sekolah dasar

Gambar 2.6 Diagram Alir Kerangka Pikir

2.10 Model Hipotetik

Dalam mencapai tujuan tertentu maka harus melewati suatu prosedur atau langkah-langkah tertentu. Langkah-langkah Desain pembelajaran Tematik Terpadu berbasis kebutuhan belajar siswa yang pertama adalah memilih tema. Pada tahap pertama dilakukan identifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memilih tema kemudian dilakukan pengembangan subtema yang dikembangkan. Pada tahap mengembangkan subtema dihasilkan produk berupa jaringan subtema. Langkah kedua melakukan analisis instruksional sehingga dihasilkan tabel analisis SKL, KI, KD dan membuat Indikator yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, tabel keterhubungan KD dan indikator, dan jaring KD dan indikator. Langkah ketiga menyusun strategi instruksional menghasilkan silabus, RPP dan penggalan buku siswa, pada langkah penyusunan RPP terdapat tahap untuk mengembangkan materi, sehingga perlu dilakukan pengembangan materi. Materi yang dikembangkan disusun dalam penggalan Buku Siswa sehingga perlu melakukan penyusunan Buku siswa. Langkah keempat menyusun alat penilaian hasil belajar.

Tujuan Model Desain Pembelajaran Tematik Terpadu berbasis Kebutuhan belajar siswa adalah sebagai pedoman bagi guru dalam merancang dan mengembangkan pembelajaran Tematik Terpadu berbasis kebutuhan belajar siswa yang digunakan guru untuk melaksanakan pembelajaran sehingga berdampak pada kompetensi Hasil Belajar.

Berdasarkan diskripsi di atas model desain pembelajaran tematik terpadu berbasis kebutuhan belajar siswa diwujudkan dalam gambar 2.7 berikut.

Mengidentifikasi

perilaku dan

Memilih Tema

karakteristik awal

Mengembangkan sub- peserta didik

sub tema

Kebutuhan

Belajar Siswa

Melakukan analisis

Tabel analisis SKL,

SKL, KI, KD dan

KI, KD dan membuat indikator membuat indikator

Melakukan analisis

Membuat hubungan

Tabel keterhubungan

instruksional

pemetaan antara KD dan

KD dan indikator

indikator dengan tema

dengan tema

Membuat jaringan KD

Jaringan KD dan indikator

Menyusun silabus

Silabus

Menyusun RPP

RPP

Menyusun strategi instruksional

Menyusun Buku Siswa

Menyusun Buku Siswa

Pedoman bagi guru dalam merancang dan mengembangkan pembelajaran Tematik Terpadu berbasis

kebutuhan belajar siswa.

Kompetensi Hasil Belajar

Menyusun alat penilaian hasil belajar

Gambar 2.7 Model Desain Pembelajaran Tematik Terpadu

Berbasis Kebutuhan Belajar Siswa

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Pada Kelas 5

0 0 39

BAB II KAJIAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga

0 0 23

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Sekolah Dasar

0 0 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan Penbelajaran - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Sekolah Dasar

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Sekolah Dasar

0 0 12

42 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Pra Siklus

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Sekolah Dasar

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Sekolah Dasar

0 0 70

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN KONVENSIONAL DENGAN JARIMATIKA PADA MATERI PERKALIAN SISWA KELAS II DI SD GUGUS MUWARDI KECAMATAN TINGKIR KOTA SALATIGA SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 20162017 TUGAS AKHIR - Institutional Rep

1 1 18