Konsep Hak Asasi Manusia

BAB III PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM DAN PERLINDUNGAN

TERHADAP HAK ASASI TAHANAN DAN NARAPIDANAN DI RUTAN KLAS I MEDAN

A. Konsep Hak Asasi Manusia

Suatu negara hukum, baik yang diperkembangkan oleh negara-negara continental atau negara-negara Anglo Saxon, memiliki sebagai “basic requirement” pengakuan, jaminan hak-hak dasar manusia yang dijunjung tinggi. 65 Dengan demikian, di dalam negara hukum yang pokok adalah ada pembatasan kekuasaan oleh hukum sedemikian sehingga hak-hak dasar rakyat terbebas dari tindakan sewenang- wenang dari penguasa. 66 Di dalam negara kekuasaan penguasa tidak didasarkan pada kekuasaan semata-mata, tetapi kekuasaannya dibatasi atau didasarkan pada hukum dan disebut negara hukum rechtsstaat. Konsepsi demikian di negara-negara Anglo Saxon tertutama di Inggris di sebut ”the rule of law”. 67 Beberapa ahli hukum mencoba merumuskan unsur-unsur negara hukum. Friedrich Julius Stahl menyatakan bahwa suatu negara hukum ditandai oleh empat unsur pokok yaitu: 1. Pengakuan perlindungan HAM 2. Negara didasarkan pada teoritis trias politica 65 Mien Rukmini, Perlindungan HAM melalui Asas Praduga Tak Bersalah san Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum dan Sistem Peradilan Pidana Indonesia, PT. Alumni Bandung, 2003, hlm, 35 66 Joeniarto, Negara Hukum, Gajah Mada, Yogyakarta, hlm. 8 67 Ibid Universitas Sumatera Utara 3. Pemerintah didasarkan pada undang-undang wetmetig bestuur. 4. Ada peradilan administrasi negara yang bertugas menangani kasus perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah onrechmatige overheidsdaad 68 Scheltema menyatakan unsur-unsur Rechsstaat adalah: 1. Kepastian hukum 2. Persamaan 3. Demokrasi Artinya pemerintah yang melayani kepentingan umum. 69 Selanjutnya Philipus M. Hadjon mengemukanan ciri-ciri Rechsstaat adalah : 1. Adanya UUD atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat 2. Adanya pembagian kekuasaan negara 3. Diakui dan dilindungi hak-hak kebebasan rakyat 70 Atas dasar ciri-ciri Rechsstaat di atas, menunjukkan dengan jelas bahwa ide sentral Rechsstaat adalah pengakuan dan perlindungan terhadap HAM yang bertumpu atas prinsip kebebasan dan persamaan. Ungkapan diatas jika dikaitkan dengan pandangan pakar hukum Anglo Saxon tampaknya sangat sejalan, sebagaimana A.V. Dicey mengetengahkan arti dari the rule of law yaitu: Pertama, supremasi hukum untuk menentang pengaruh daru arbitrary power dan meniadakan kesewenang-wenangan yang luas dari pemerintah. Kedua, kesamaan di hadapan hukum atau pendudukan yang sama dari semua golongan kepada ordinary law of the land 68 Friedrich Julius Sthal, terpetik dalam Muh. Tahir Ashary, Negara Hukum, Bulan Bintang Jakarta, 1992, hlm. 66 69 Scheltema, De Rechtsstaat, terpetik dalam Muh. Tahir Ashary, hlm. 70 70 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hlm. 76 Universitas Sumatera Utara Ketiga, prinsip-prinsip hukum privat melalui tindakan peradilan dan parlemen 71 Berdasarkan uraian diatas, ternyata bahwa meskipun terdapat perbedaan latar belakang mengenai konsep the rule of law dengan konsep Rechsstaat, pada dasarnya kedua konsep itu berkenaan dengan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Dalam kaitan ini, Sri Soemantri juga mengemukakan adanya empat unsur terpenting negara hukum, yaitu : 1. Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajiban harus berdasarkan atas hukum atau peraturan perundang-undangan. 2. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia warga negara 3. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan 72 Konsep negara hukum ternyata sangatlah erat kaitannya antara negara hukum dengan masalah HAM, sehingga dapat dikatakan bahwa negara hukum adalah sebagai wadah, dan HAM sebagai isi. Menurut penulis adalah sangat penting dan relevan pula apabila penerapan atau implementasi HAM dijunjung tinggi di dalam pelaksanaan peradilan pidana, dan kemudian merupakan permasalahan yang harus dikaji berdasarkan konsep HAM. Permasalahan HAM merupakan isu yang bersifat nasional dan internasional yang telah diperbincangkan serta memerlukan perhatian yang serius, karena menyangkut masalah hak kehidupan manusia secara menyeluruh. HAM menurut pendapat Muladi, secara universal diartikan sebagai those rights which are inherent in our nature and without which we cannot we has human 71 A. V. Dicey, Introduction to the study of Law the Constitution, Ninth Edition, Macmillan and Co Limited, St. Martin’s Street, London, 1952, hlm. 202, lihat juga Sunaryati Hartono, Apakah The Rule of Law itu? Alumni, Bandung, 1996 72 Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung,1992, hlm. 29 Universitas Sumatera Utara being, oleh masyarakat di dunia perumusan dan pengakuannya telah diperjuangkan dalam kurun waktu yang sangat panjang. Bahkan, sampai saat ini pun hal tersebut masih berlangsung, dengan berbagai dimensi permasalahan yang muncul karena berbagai spectrum penafsiran yang terkait di dalamnya. 73 Apabila berbicara tentang HAM, ketika itu pula akan dimasuki suatu bidang yang teramat luas dan ketidak jelasan batas-batas yang terkandung di dalamnya. Masalah HAM telah diperdebatkan sejak manusia hadir di dunia yang berkelanjutan pada zamannya Socrates, Plato, Aristoteles dan Cicero sampai kurun waktu Sun Yat Sen, Ghandi dan Soekarno. Namun, hasilnya tidak pernah tuntas, melainkan senantiasa timbul dan timbul lagi permasalahan baru. 74 Istilah hak asasi manusia merupakan alih bahasa dari “human right” inggris, “droit de Monde” Perancis dan “menselijkerechen” Belanda. Disamping itu, dikenal pula istilah seperti “grondrechten”. 75 Dalam beberapa kepustakaan dijumpai istilah “hak dan kewajiban dasar manusia” 76 atau “hak-hak dasar manusia”. Bahkan, ada juga yang membedakan “hak asasi manusia sebagai status naturalis dan hak asasi manusia setelah bernegara status civitis. 77 73 Muladi, Hukum dan Hak Asasi Manusia, terpetik Bagir Manan Ed, Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia, Negara Hukum, Kumpulan Esai Guna Menghormati Prof.DR.R.Sri Soemantri M.,SH.,hlm.114 Apapun nama yang diberikan, pada dasarnya substansinya tetap. HAM adalah sejumlah hak yang seakan-akan berakar 74 Mulya Lubis, Hak-Hak Manusia di Indonesia Beberapa Catatan, terpetik lewat Majalah Hukum dan Keadilan Edisi 10, November-Desember 1997. 75 Padmo Wahjono, Indonesia Negara Bedasar Asas Hukum, Ghalia Indonesia, 1983, hlm. 28 76 Kuntjoro Purbopranoto, Hak-Hak Dasar Manusia dan Pancasila Negara Republik Indonesia, PN Pradnya Paramita dh JB Wolters, hlm. 28 77 Padmo Wahjono, Op.Cit., hlm.34. Universitas Sumatera Utara dalam setiap oknum pribadi manusia justru karena kemanusiaannya, yang tidak dapat dicabut oleh siapapun juga, karena bila dicabut hilang juga kemanusiaannya. 78 Dengan perkataan lain, HAM ialah hal yang memungkinkan manusia untuk tanpa diganggu-ganggu menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara sebagai warga dari suatu kehidupan bersama. 79 Hak-hak itu bisa berupa hak ekonomi, sosial dan budaya, dan juga bisa berupa hak sipil dan politik. 80 Latar belakang falsafah pengaturan Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum APKDH dan Asas Praduga Tidak Bersalah APTB, dinyatakan bahwa manusia diciptakan oleh sang Pencipta dilengkapi dengan hak-haknya. Oleh karena itu, hak-hak tersebut melekat kepada jati diri manusia sebagai hak yang sangat mendasar atau asasi. Hak-hak itu adalah, sebagaimana dikenal sekarang, hak dasar atau hak asasi manusia. 81 Hak asasi yang sangat fundamental ialah bahwa manusia dilahirkan merdeka dan memiliki hak-hak yang sama. 82 Manifestasi dari hak-hak yang sama itu ialah APKDH equlity before the law atau EBL dan APTB presumption of innocence atau POI. 78 G.J,Wolhoff, Pengantar Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Timun Mas NV, 1955, hlm.124. 79 Membangun Hardiowirogo, Hak-Hak Manusia, Yayasan Idayu, 1981, hlm.7. 80 Ibid. 81 Bandingkan dengan Rumusan HAM dalam Pemikiran tentang Hak Asasi Manusia Sudut Pandang Bangsa Indonesia, WANHAMKAMNAS, Makalah, Jakarta, Maret 1993. 82 Perhatikan Universal Declaration of Human Rights 1984, Pasal 1. Universitas Sumatera Utara

B. Perkembangan Asas Praduga Tidak Bersalah APIB dan Asas