Hubungan Laju Asupan dengan Hubungan Durasi Pajanan dengan

5.3. Hubungan Laju Asupan dengan

Parkinson Like Syndrome Penelitian memberikan hasil rata-rata laju asupan konsumsi air sumur di lokasi penelitian sebesar 2,5 liter per hari. Jika ditinjau dari anjuran kesehatan yang menyarankan konsumsi air minum sebanyak 2 liter per hari, terdapat 55 orang 52,9 yang mengkonsumsi air melebihi 2 literhari. Tingginya laju asupan tersebut kemungkinan disebabkan oleh letak desa Amplas yang relatif tidak terlalu jauh dari daerah pantai sehingga mempunyai cuaca yang cukup panas, dan akan menyebabkan konsumsi air minum yang cenderung lebih tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara laju asupan dengan timbulnya Parkinson Like Syndrome. Hal ini disebabkan karena laju asupan yang tinggi akan menyebabkan konsentrasi mangan yang terserap oleh tubuh juga akan semakin tinggi, sehingga efek yang ditimbulkan dari paparan mangan tersebut berupa Parkinson Like Syndrome akan lebih cepat terjadi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukirno 2009 yang menunjukkan adanya hubungan antara laju asupan dengan terjadinya efek gangguan kesehatan pada studi analisis risiko kesehatan lingkungan pajanan debu akibat transportasi di terminal Giwangan, Yogyakarta. Salah satu kelemahan dari penelitian ini adalah tidak diperhitungkannya sumber-sumber asupan mangan yang lain selain dari konsumsi air minum. Pajanan mangan yang didapatkan dari sumber-sumber lain seperti dari makanan dan minuman yang mengandung konsentrasi mangan yang tinggi, inhalasi dari udara, maupun Universitas Sumatera Utara paparan melalui absorbsi lewat kulit tidak diperhitungkan, sehingga terdapat bias dari jumlah asupan mangan yang sebenarnya oleh tubuh.

5.4. Hubungan Durasi Pajanan dengan

Parkinson Like Syndrome Data penelitian menunjukkan tidak terdapatnya hubungan antara durasi pajanan dengan Parkinson Like Syndrome. Dengan nilai p-value 0,141 0,050 berarti responden yang mengkonsumsi air sumur melebihi 19 tahun tidaklah mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami Parkinson Like Syndrome dibanding responden yang mengkonsumsi air sumur tidak melebihi 19 tahun. Sebenarnya hal tersebut bertentangan dengan teori yang dijabarkan dalam rumus penentuan intake I dan besar risiko RQ pada analisis risiko Kolluru, 1996. Dalam rumus tersebut, durasi pajanan berbanding lurus dengan intake I, dimana semakin lama durasi pajanan keterpaparan mangan, maka semakin besarlah harga intake I. Intake I setelah dibagi dengan nilai RfD akan memberikan hasil besar risiko RQ yang semakin besar pula. Namun perlu dicatat, hal tersebut berlaku jika nilai-nilai lain pada rumus tersebut harganya konstan. Jika nilai lain tidak konstan, maka bisa terdapat perbedaan dari hubungan antara variabel-variabel dalam rumus tersebut. Sehubungan dengan penelitian ini, hal tersebut juga dapat dijelaskan karena faktor bahwa dari 61orang responden yang mengkonsumsi air sumur lebih dari 19 tahun, kebanyakan 32 orang = 52,5 mengkonsumsi air sumur dengan konsentrasi mangan tidak melewati nilai ambang batas yang dipersyaratkan 0,4 mgL sehingga distribusi responden yang Universitas Sumatera Utara mengalami Parkinson Like Syndrome lebih terpusat pada responden dengan durasi pajanan tidak melebihi 19 tahun. Namun hasil penelitian tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashar 2007 yang juga menunjukkan tidak terdapatnya hubungan antara durasi pajanan dengan efek kesehatan yang timbul akibat pajanan mangan pada masyarakat di sekitar TPA Sampah Rawakucing, Tangerang.

5.5. Hubungan Berat Badan Responden dengan