6
oleh PT.UB, yaitu atas jasa penyelenggaraan kegiatan atau event organizer , jasa kebersihan atau cleaning service , dan jasa catering atau tata boga
1.3 Sistematika Penulisan
Berikut penjabaran mengenai masing-masing bab: Bab I
Pendahuluan Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II
Kajian Pustaka Pada bab ini membahas mengenai beberapa teori yang menunjang akan
digunakan untuk memperjelas pembahasan yang akan dilakukan mengenai Tata Cara Pemotongan,Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 2326 atas
Jasa Penyelenggara Kegiatan Event Organizer, Jasa Kebersihan atau Cleaning Service, dan Jasa Catering atau Tata Boga yang dipotong oleh
Wajib Pajak PT.UB. Bab III
Metode Penelitian Pada bab ini disajikan mengenai lokasi penelitian dilakukan, objek yang
diteliti dalam penelitian ini, jenis dan sumber data yang digunakan, metode pengumpulan data yang digunakan, metode pengumpulan data
yang digunakan dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.
7
Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian
Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum hasil penelitian dan pembahasan lebih jelas mengenai penelitian yang dilakukan.
Bab V Simpulan dan Saran
Pada bab ini disajikan kesimpulan dari hasil penelitian dan menyajikan saran-saran dari hasil penelitian sebagai bahan pertimbangan yang bisa
berguna bagi perusahaan di masa yang akan datang serta orang-orang yang terkait di dalamnya
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak
Menurut Mardiasmo 2013:1, pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tiada
mendapat jasa timbal kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pajak memiliki unsur-unsur
yaitu: 1
Iuran dari rakyat kepada Negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang
bukan barang 2
Berdasarkan Undang-Undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya 3
Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat di tunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah 4
Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran- pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
9
Sedangkan menurut Rochmat Soemitro 2006:1 pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan
tidak mendapatkan jasa timbal kontrapresetasi yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Berdasarkan pengertian pajak yang telah dijelaskan oleh beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib kepada Negara yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan yang berlaku dan tidak mendapatkan timbal balik atau kontra prestasi secara langsung.
2.1.2 Fungsi Pajak
Pada umumnya,undang-undang pajak didesain untuk mendorong dan meningkatkan bentuk kerjasama, dimana dalam suatu pajak terdapat beberapa
fungsi pajak dengan cara pengklasifisikan. Menurut Mardiasmo, 2009:1 Fungsi pajak dapat di klasifikasikan menjadi , yaitu :
1 Fungsi penerimaan Budgetair
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Sebagai contoh adalah dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
10
2 Fungsi Mengatur Regulerent
Pajak yang berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melakanakan kebijaksanaan dalam bidang social dan ekonomi. Sebagai contohnya adalah
pajak yang tinggi dikenakan atas barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsuntif.
2.2 Pajak Penghasilan
2.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan PPh adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek Pajak orang pribadi, badan, Bentuk Usaha Tetap BUT atas penghasilan yang
diterima atau yang diperolehnya dalam tahun pajak. Undang-Undang no.7 tahun
1984 tentang Pajak Penghasilan PPh berlaku sejak 1 januari 1984. Undang- Undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali dirubah
dengan Undang-Undang No.36 Tahun 2008. Undang-Undang Pajak Penghasilan PPh dalam Mardiasmo 2011 mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap
subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau
memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang PPh disebut wajib pajak. Wajib Pajak kenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
selama satu tahun pajak dan atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai dan
berakhirnya dalam tahun pajak Mardiasmo,2011
11
2.2.2 Subjek Pajak Penghasilan
Subjek Pajak Penghasilan diatur pada Pasal 2 Ayat 1 undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu:
1 Orang Pribadi yang dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia
ataupun di luar Indonesia 2
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, atau ahli waris.
3 Badan adalah sekumpulan orang danatau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, Badan
Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 4
Bentuk usaha tetap BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia dan
badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesiauntuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
12
Sedangkan pada pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan, subjek Pajak dikelompokkan menjadi dua 2 kelompok, yaitu:
1 Subjek Pajak Dalam Negeri terdiri atas:
Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau Orang Pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 seratus delapan puluh
tiga hari dalam jangka waktu 12 dua belas bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai
niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,warisan yang belum terbagi sebagai
satu kesatuan, menggantikan yang berhak. 2
Subjek Pajak Luar Negeri terdiri atas: a.
Subjek Pajak Orang Pribadi, yaitu orang yang tidak bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan. b.
Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
c. Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
bukan dari menjalankan usaha atau menjalankan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
13
3 Subjek Pajak Badan, yaitu badan yang tidak berkedudukan di
Indonesia, yang dimaksud tersebut yaitu: a.
Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
b. Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
bukan dari menjalankan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
Yang bukan termasuk Subjek Pajak yaitu: 1
Kantor Perwakilan Negara Asing 2
Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain
dari Negara
asing, dan
orang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat:
a. Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak
menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia
b. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan
timbal balik
14
3 Organisasi Internasional, dengan syarat yaitu:
a. Indonesia menjdi anggota organisasi tersebut
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan
dari Indonesia
selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya
berasal dari iuran para anggota 4
Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat: a.
Bukan warga Negara Indonesia b.
Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia
2.2.3 Objek Pajak Penghasilan
Yang menjadi objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang termasuk didalamnya yaitu:
1 penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang.
15
2 hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3 laba usaha;
4 Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1
Keuntungan karena
pengalihan harta
kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2
Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya;
3
Keuntungan karena
likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi
dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4
Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga seadarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan; dan
16
5
Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan,
atau permodalan dalam perusahaan pertambangan
6
Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
7
Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
8
Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
9
Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
10
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
11
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
12
Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
13
Keuntungan selisih kurs mata uang asing
14
Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
15
Premi asuransi
16
Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas;
17
17
Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
18
Penghasilan dari usaha berbasis syariah
19
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tat cara
perpajakan;dan
20
Surplus Bank Indonesia
2.2.4 Dasar Hukum Pajak Penghasilan
Sebelum tahun 1984, pelaksanaan Pajak Penghasilan di Indonesia menggunakan undang-undang pajak warisan colonial. Ordonansi Pajak Perseroan 1925, dan
ordonansi Pajak Pendapatan 1994. Selanjutnya pada tahun 1983 dilakukan reformasi dibidang perpajakan yang menghasilkan Undang-Undang perpajakan,
salah satunya adalah undang-undang no 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang mulai pada 1 januari 1984. Undang-Undang tersebut telah beberapa kali
diubah dengan Undang-Undang: a.
Nomor 7 tahun 1991 tentang perubahan atas Undang-Undang No.7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
b. Nomor 10 tahun 1994 tentang perubahan kedua atas Undang-
Undang nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak penghasilan c.
Nomor 17 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas Undang- Undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak penghasilan
18
d. Nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang-
undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan
2.3 PPh Pajak Penghasilan Pasal 23
Mardiasmo 2013:255 menyebutkan bahwa Pajak Penghasilan pasal 23 adalah pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa,penyelenggaraan
kegiatan, selain yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya. Adapun objek pajak penghasilan 23 yaitu:
1 Dividen, dengan nama dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
2 Bunga termasuk premium,diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang
19
3 Royalty
4 Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah
dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21
5 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta, kecuali sewa tanah danatau bangunan; dan 6
Imbalan sehubungan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa konsultan dan jasa selain jasa yang telah
dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
Tarif yang dikenakan terhadap Pajak Penghasilan Pasal 23 sesuai dengan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan dan PMK No.141PMK.032015 yaitu: 1
Sebesar 15 lima belas persen dari jumlah bruto atas: a.
Dividen b.
Bunga termasuk premium,diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
c. Royalty
d. Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang
telah dipotong
Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21
20
2 Sebesar 2 dua persen dari jumlah bruto tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai, atas: a.
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah danatau
bangunan b.
Imbalan sehubungan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa konsultan dan jasa selain jasa yang telah
dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Dalam hal penerima imbalan sehubungan dengan jasa sebagaimana dimaksud diatas tidak memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak, besarnya tariff pemotongan adalah lebih tinggi 100 seratus persen daripada tarif
sebagaimana dimaksud di atas.
2.3.1 Dasar Hukum Pajak Penghasilan pasal 23
Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 23 a.
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 23
b. PMK No 244PMK 032008 tentang jenis jasa lain yang tercantum
dalam Pasal 23 ayat 1 huruf c UU PPh
21
c. PMK No.251PMK.032008 tentang Pajak Penghasilan atas Jasa
Keuangan yang dilakukan oleh Badan Usaha yang berfungsi sebagai Penyalur Pinjaman danatau Pembiayaan yang tidak
dilakukan pemotong PPh Pasal 23 d.
SE-53PJ2009 tentang penjelasan PPh Pasal 23 e.
SE-35PJ2010 tentang Pengertian Jasa teknik, Jasa Manajemen f.
Dan dasar hukum PPh Pasal 23 yang terbaru adalah PMK No.141PMK.032015 tentang Perubahan Jenis Jasa Lainnya
2.3.2 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23
Berdasarkan ketentuan Pasal 23 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
nomor 36 tahun 2008 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 Pemotong PPh Pasal 23 adalah pihak-pihak yang membayarkan
penghasilan, yang terdiri atas: 1
Badan pemerintah Tidak ada penjelasan dalam,Undang-undang Pajak Penghasilan
tentang arti badan pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa dengan Badan pemerintah adalah
pemerintah Negara republic Indonesia dan pemerintah Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi dibawahnya.
Dalam prakteknya, pemotong PPh pasal 23 oleh instansi pemerintah dilakukan oleh bendahara pemerintah.
2 Subjek Pajak badan dalam negeri
22
Subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Istilah didirikaan mengandung
arti bahwa badan tersebut didirikan ketentuan hokum di Indonesia. Sementara itu istilah bertempat kedudukan menunjukkan bahwa
badan tersebut memiliki efektif manajemen di Indonesia di mana pengambilan keputusan-keputusan penting tentang badan tersebut
dilakukan di Indonesia di mana pengambilan keputusan-keputusan penting tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia
Pengertian badan sendiri berdasarkan pasal 2 ayat 1 huruf b undang-undang pajak Penghasilan 1984 adalah sekumpulan orang
danatau modal yang merupakan kesatuanbaik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan
dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
social politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
3 Penyelenggara Kegiatan
Penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau kepanitiaan yang melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh
penyelenggara kegiatan adalah orang pribadi atau badan yang
23
menorganisir suatu acara seperti pertunjukkan, perlombaan, seminar, dan lain-lain.
4 Bentuk Usaha Tetap BUT
BUT adalah bagian dari subjek pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di Indonesia sehingga menerima atau memperoleh
penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Walaupun termasuk Wajib Pajak luar negeri, penentuan hak dan kewajiban BUT
disamakan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Wajib Pajak dalam negeri.
Pengertian BUT bisa kita temukan dalam Pasal 2 ayat 5 Undang- Undang Pajak Penghasilan, yaitu bentuk usaha yang dipergunakan
oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 seratus
delapan puluh tiga hari dalam jangka waktu 12 dua belas bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat di kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen,
cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, bengkel dan lain-lain.
5 Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia juga merupakan pemotong PPh pasal 23. Contohnya
adalah Representative office RO dari perusahaan-peruPerwakilan
24
perusahaan luar negeri lainnya selain BUT yang ada di Indonesia juga merupakan pemotong PPh pasal 23. Contohnya adalah
Representative office RO dari perusahaan-perusahaan asing.
2.3.3 Pihak yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23
Berdasarkan Pasal 23 ayat 1 Undang-undang pajak Penghasilan, penerimaan penghasilan yang dapat dipotong PPh Pasal 23 adalah
Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap. Dengan demikian, pihak yang dipotong PPh Pasal 23 bisa Wajib Undang-undang pajak
Penghasilan, penerimaan penghasilan yang dapat dipotong PPh Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap. Dengan
demikian, pihak yang dipotong PPh Pasal 23 bisa Wajib Pajak badan dalam negeri ini berarti bahwa jika penerima penghasilan adalah Wajib
Pajak badan dalam negeri ini berarti bahwa jika penerima penghasilan adalah Wajib Pajak luar negeri, kecuali BUT, maka PPh Pasal 23 tidak
bisa dikenakan. Yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap yang menerima
atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak
Penghasilan 21.
25
2.3.4 Tata Cara Penyetoran PPh Pasal 23
Berdasarkan UU KUP Nomor 28 tahun 2007 dan PMK Nomor 242PMK.032014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak,
PPh Pasal 23 dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 sepuluh bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23, akan diberikan bukti pemotongan PPh Pasal 23. Atas pemotongan yang telah dilakukan dalam
suatu masa pajak, Wajib Pajak sebagai pemotong pajak wajib melakukan pelaporan pemotongan PPh Pasal 23 yang telah dilakukannya.
Pembayaran dan Penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan
dengan Surat Setoran Pajak SSP. Umumnya penyetoran PPh Pasal 23 atas Jasa Lain-lain menggunakan SSP Surat Setoran Pajak namun
menurut Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-26PJ2014 tentang E-billing maka mulai tahun 2016, penyetoran pajak bisa menggunakan E-billing. E-
billing yaitu sistem pembayaran pajak secara elektronik. Billing tersebut harus diisi data dari tanggal dan bulan sesuai dengan masa pajak dan
jumlah yang harus disetor. Setelah mengisi data dengan benar dan lengkap maka Wajib Pajak akan menerima kode billing pajak yang disebut bukti
E-billing. Bukti E-billing tersebut harus disetorkan kepada Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai tempat pembayaran
pajak. Apabila Wajib Pajak terlambat menyetor atau tidak membayar pajak maka sanksi yang dikenakan dapat berupa sanksi administrasi, tetapi
26
juga dapat berupa sanksi pidana apabila Wajib Pajak terlambat atau tidak menyetor SPT. Menurut pasal 9 ayat 2 huruf a UU KUP, bila pembayaran
atau penyetoran pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran yaitu tanggal 10 sepuluh, maka akan dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2 dua persen per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal
pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. Sementara sanksi pidana akan dikenakan kepada Wajib Pajak yang tidak
menyetorkan pajak yang telah dipungut atau dipotong sehingga dapat menimbulkan kerugian Negara maka dikenakan sanksi pidana paling
singkat 6 enam bulan dan paling lama 6 enam tahun dan juga denda paling sedikit 2 dua kali dan paling banyak 4 empat kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang bayar sesuai pasal 39 ayat 1 huruf i UU KUP.
2.3.5 Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 23
Pemotong PPh Pasal 23 wajib memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 23 kepada orang pribadi atau badan yang dipotong setiap melakukan
pemotongan atau pemungutan. Bagi penerima penghasilan, bukti pemotongan PPh Pasal 23 ini adalah bukti pelunasan PPh terutang dalam
tahun tersebut yang nantinya akan dikreditkan dalam SPT Tahunannya. Apabila masa pajak telah berakhir, pemotongan PPh Pasal 23 wajib
melaporkan pemotongan yang telah dilakukan dalam masa pajak tersebut. Pelaporan ini dilakukan dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal
27
2326 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak Pemotong PPh Pasal 23 terdaftar. Surat pemberitahuan SPT Masa PPh Pasal 2326 harus
disampaikan paling lama 20 dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir.
2.4 Surat Pemberitahuan
Mardiasmo 2013:31 menjelaskan bahwa Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan danatau pembayaran
pajak, objek pajak danatau bukan objek pajak, danatau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Surat
pemberitahuan SPT memiliki fungsi sebagai sarana untuk melaporkan dan mempretanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang
dan untuk melaporkan terutang: 1
Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri danatau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 satu tahun pajak
atau bagian tahun pajak. 2
Penghasilan yang merupakan objek pajak danataau bukan objek pajak 3
Harta dan kewajiban danatau 4
Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 satu Masa Pajak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan 5
Bagi pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melapor dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah
28
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang
a. Pengkreditan Pajak Masukkan terhadap Pajak Keluaran,
b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
Pengusaha Kena Pajak danatau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bagi pemotong dan pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. Jenis SPT secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu :
1 Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu
Masa Pajak 2
Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak
Surat Pemberitahuan SPT meliputi: 1
SPT Tahunan Pajak Penghasilan 2
SPT Masa yang terdiri dari a.
SPT Masa Pajak Penghasilan b.
SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dan c.
SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai
29
SPT dapat berbentuk: 1
Formulir kertas hardcopy atau 2
e-SPT Batas waktu penyampain SPT, Batas waktu penyampain Surat
Pemberitahuan adalah: 1
untuk Surat Pemberitahuan Masa,paling lama 20 dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak. Khusus untuk Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
2 Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
orang pribadi, paling lama 3 tiga bulan setelah akhir tahun pajak atau 3
Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib pajak badan, paling lama 4 empat bulan setelah akhir Tahun Pajak
Sanksi terlambat atau tidak menyampaikan SPT, apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:
1 Rp 500.000,00 lima ratus ribu rupiah untuk Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai 2
Rp 100.000,00 seratus ribu rupiah untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya
30
3 Rp 1.000.000,00 satu juta rupiah untuk Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan 4
Rp 100.00,00 seratus ribu rupiah untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
2.5 PPh Pasal 23 atas Jasa Lainnya