Pelaksanaan Pemotongan dan Pelaporan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Tetap Pada PT Wicaksana Overseas International, tbk

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

PELAKSANAAN PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN PEGAWAI TETAP PADA

PT WICAKSANA OVERSEAS INTERNATIONAL,Tbk.

OLEH:

NAMA : LIA MAISARI NST

NIM : 052600055

Untuk memenuhi salah satu syarat Menyelesaikan studi pada program diploma III

Administrasi Perpajakan

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ADMINISTRASI PERPAJAKAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN PKLM INI DISETUJUI UNTUK

DILAKSANAKAN

OLEH:

NAMA : LIA MAISARI NASUTION

NIM : 052600055

Prog. Studi : Diploma III Administrasi Perpajakan

Ketua Prodip III Adm. Perpajakan

Drs. M.H.Thamrin Nst,M.Si NIP. 131 930 631

Dosen Pembimbing

Kusno Kuntoaji

Supervisor Lapangan

Anton Tandela

Dekan

Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A. NIP. 131 757 010


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “Pelaksanaan Pemotongan dan Pelaporan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Tetap Pada PT Wicaksana Overseas International, tbk”, guna melengkapi tugas-tugas sebagai salah satu persyaratan akademis untuk menyelesaikan program studi D-3 Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan ini, penulis menyadari sepenuhnnya bahwa isi dari tulisan ini masih jauh dari sempurna.

Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan dan pengalaman baik dalam memperoleh, mengumpulkan dan mengolah data. Meskipun demikian penulis berusaha semaksimal mungkin agar tulisan ini dapat tersusun dengan baik dan selesai sebagaimana mestinya. Dalam penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dorongan dari pihak keluarga, pihak-pihak tertentu serta rekan-rekan sekalian. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Teristimewa buat kedua orang tua penulis tercinta yaitu ayahanda Rusli Nasution dan ibunda Hj. Maimunah Simatupang yang telah mendidik, membiayai serta memberikan dukungan, sehinggga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Juga buat adik-adikku tersayang Siti Rezeki dan Yuli Ferawati serta seluruh keluarga penulis yang lain. Selain itu juga penulis juga mengucapkan terima kasih


(4)

pada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung antara lain:

1. Bapak Kusno Kuntoaji, selaku Dosen Pembimbing

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si. selaku Ketua Jurusan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik.

4. Bapak Anton Tandela, selaku pembimbing lapangan yang telah banyak meluangkan waktu dan kesempatan untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam pelaksanaan PKLM.

5. Buat orang istimewa di hati penulis yang selalu ada dalam setiap tahap penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, Hendri Satriawan.

6. Buat sahabatku Nia, Riska, mala dan juga seluruh anak kost 46, yang selalu memberikan penulis dukungan dan doa moga kita makin akrab selalu.

7. Buat teman-temanku fuji, suci, tia, melda dan desi.

Kiranya Allah SWT dapat membalas budi baik yang telah Saudara-Saudara berikan. Akhirnya penulis mengharapkan semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua yang membaca dan yang membutuhkannya.

Medan, Mei 2008 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 1

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 3

C. Ruang lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 5

D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 5

E. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 7

F. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKLM) 8

BAB II GAMBARAN UMUM PT WICAKSANA OVERSEAS INTERNATIONAL, Tbk. ... 10

A. Sejarah Singkat 10

B. Struktur Organisasi 12

C. Uraian Tugas Pokok 14


(6)

BAB III GAMBARAN TENTANG PAJAK ... 21

A. Pengertian Pajak dan Pajak Penghasilan 21

B. Ketentuan Menurut Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan 23

C. Objek dan Subjek Pajak 24

D. Wajib Pajak dan Bukan Wajib Pajak PPh Pasal 21 ... E. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak PPh Pasal 21 ... 31

29 F. Pemotong dan Kewajiban Pemotong PPh Pasal 21 ... 32

G. Cara dan Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 ... 35

H. Pendaftaran dan Penyampaian (Pelaporan) SPT Tahunan PPh Pasal 21 ... 50

BAB III ANALISA DAN EVALUASI ... 56

A. Analisa 56

B. Evaluasi 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran 62


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Gaji PT Wicaksana Overseas International, Tbk. Lampiran 2. Surat Permohonan Riset


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Perpajakan merupakan disiplin ilmu yang dinamis, yang ketentuannya dapat berubah sesuai situasi, kondisi mengikuti perkembangan sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Jurusan Administrasi Perpajakan melakukan kegiatan berupa Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) untuk meningkatkan kualitas pendidikan agar mahasiswa mempunyai kemampuan dalam mengikuti perubahan-perubahan tersebut.

Selain migas, sektor perpajakan memegang peranan penting sebagai sumber penerimaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak dengan mengadakan kebijakan-kebijakan baru seperti ekstensifikasi dan intensifikasi. Dan dituntut kesadaran dari seluruh lapisan masyarakat untuk membayar dan melaporkan pajak terutangnya sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.

Pajak merupakan kontribusi wajib yang diberlakukan pada setiap Wajib Pajak (WP) atas objek pajak yang dimilikinya. Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dipungut pada objek pajak atas penghasilannya. Pajak Penghasilan pasal 21 (PPh Pasal 21) merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lainnya dengan nama apapun sehubungan


(9)

dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) orang pribadi dalam negeri yang perhitungan dan pemotongannya dilakukan oleh pihak pemotong kerja.

Pajak Penghasilan akan selalu dikenakan terhadap orang pribadi atau badan usaha yang memperoleh penghasilan di Indonesia. Pajak yang berlaku bagi pegawai adalah Pajak Penghasilan pasal 21. Pegawai tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur dan terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung. Undang-Undang yang dipakai untuk mengatur besarnya tarif pajak, tata cara pembayaran dan pelaporan pajak adalah Undang-Undang No.17 Tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan bagi Undang-Undang terdahulu yaitu Undang-Undang No.10 Tahun 1994. Undang-Undang Pajak Penghasilan telah menetapkan sistem pemungutan Pajak Penghasilan secara Self Assesment, dimana wajib pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhutang.

Dengan sistem ini pemerintah berharap agar pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan dapat berjalan lebih mudah dan lancar. Dengan diadakanya Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini penulis, ingin mengetahui peran serta perusahaan khususnya pihak pemotong dalam memotong dan melaporkan Pajak Penghasilan atas


(10)

gaji pegawai tetap yang dipungut atau dipotong dalam hal ini adalah PT Wicaksana Overseas International,tbk..

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri tentang “Pelaksanaan Pemotongan dan Pelaporan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Tetap pada PT Wicaksana Overseas International, tbk. di Tanjung Morawa”.

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Dengan diadakanya Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) pada PT Wicaksana Overseas International,tbk. yang menjadi salah satu syarat untuk menamatkan studi pada program Diploma III Administrasi Perpajakan memiliki tujuan dan manfaat sebagai berikut:

1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Adapun tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan mandiri (PKLM) ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemotongan dan pelaporan PPh pasal 21 atas gaji pegawai tetap pada PT Wicaksana Overseas International,tbk.

b. Untuk mengetahui apakah perusahaan atau instansi yang bersangkutan telah melakukan penghitungan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


(11)

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Manfaat praktik kerja lapangan mandiri (PKLM) ini adalah: a. Bagi Mahasiswa

1. Untuk membandingkan antara teori dan materi yang dipelajari pada masa kuliah dengan praktik nyata yang terjadi didalam perusahaan, khususnya tata cara pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap.

2. Untuk memperkenalkan mahasiswa pada lingkungan kerja yang sesungguhnya.

3. Sebagai sarana untuk mempererat hubungan yang positif antara PT Wicaksana Overseas International,tbk. dengan lembaga pendidikan khususnya Universitas Sumatera Utara.

b. Bagi PT Wicaksana Overseas International,tbk.:

1. Sebagai sumbangan informasi yang dapat dipakai sebagai bahan evaluasi untuk membantu menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan Pajak Penghasilan pasal 21.

2. Sebagai sarana untuk menjalin hubungan kerjasama dengan Universitas.


(12)

c. Bagi Prodip III Administrasi Perpajakan:

1. Sebagai sarana evaluasi sampai sejauh mana kurikulum pendidikan yang dijalankan secara praktis dalam perusahaan.

2. Sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan pajak Penghasilan pasal 21.

3. Sebagai media untuk menjalin hubungan kerja dengan perusahaan yang dijadikan sebagai tempat PKLM.

C. Ruang lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Ruang Lingkup yang dibuat dalam penyusunan laporan PKLM ini agar dalam proses penulisan dan pembahasan tidak melebar dan dapat difokuskan pada suatu pokok bahasan, maka penulis berusaha membuat suatu ruang lingkup yang meliputi Pemotongan dan pelaporan PPh pasal 21 atas gaji pegawai tetap berdasarkan data yang diperoleh dari PT Wicaksana Overseas International,tbk.

D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Dalam melakukan penelitian penulis melakukan metode-metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), adapun metode yang digunakan antara lain:


(13)

1. Tahap persiapan

Pada tahap ini penulis akan melakukan berbagai persiapan dimulai dari penentuan tempat PKLM, mencari bahan untuk membuat proposal, hingga pada konsultasi dengan pihak dosen.

2. Studi Literature

Merupakan landasan teori yang mendukung laporan ini yang menyangkut materi yang akan dibahas yang berasal dari buku-buku, Undang-Undang, dan bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan laporan PKLM.

3. Observasi Lapangan

Pengamatan yang dilakukan sesuai dengan data-data yang ada pada perusahaan yang bersangkutan mengenai objek studi khususnya Pemotongan dan pelaporan PPh pasal 21 atas gaji pegawai tetap.

4. Pengumpulan data

Penulis melakukan pengumpulan data mengenai pelaksanaan pemotongan dan pelaporan PPh pasal 21 melalui:

- Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari obyek yang diteliti dan merupakan data yang bisa diolah dan belum diolah pihak lain.

- Data sekunder yaitu data yang diperoleh tidak langsung merupakan data yang telah diolah.


(14)

5. Analisis Data dan Evaluasi

Setelah data yang diperlukan terkumpul secara lengkap maka penulis melakukan analisis, serta kemudian melakukan evaluasi terhadap data-data tersebut untuk dicari pemecahan masalahnya.

E. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Adapun cara pengumpulan sumber-sumber data adalah sebagai berikut: 1. Wawancara

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada pimpinan perusahaan dan pegawai yang dapat memberikan masukan data primer dan informasi yang berhubungan dengan tatacara pemotongan dan pelaporan PPh pasal 21 atas gaji pegawai tetap.

2. Observasi

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan penulis dengan mengadakan pengamatan langsung atas kegiatan yang dilakukan di tempat PKLM sehubungan dengan objek studi yang akan dispesialisasikan oleh penulis. 3. Dokumentasi

Yaitu pengumpulan daftar-daftar dokumentasi yang diperlukan dalam instansi yang bersangkutan untuk menambah objektivitas yang berkaitan dengan yang dibutuhkan, guna melengkapi laporan PKLM yang menjadi salah satu syarat menyelesaikan studi PRODIP-III Administrasi Perpajakan.


(15)

F. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKLM)

Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan laporan akhir adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai latar belakang yang menjadi dasar pemikiran dalam penyusunan laporan, Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja lapangan Mandiri (PKLM), Ruang lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), serta Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM

Dalam bab ini penulis menguraikan secara singkat mengenai sejarah singkat kantor PT Wicaksana Overseas International,tbk., Struktur organisasi, Uraian Tugas Pokok Fungsi, serta Gambaran mengenai pegawai perusahaan.

BAB III GAMBARAN TENTANG PAJAK

Dalam bab ini penulis menguraikan secara sistematis dan terperinci mengenai ketentuan-ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, Objek dan Subjek Pajak, Cara penghitungan, dan Pendaftaran.

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI

Pada bab ini membahas tentang Analisa dan Evaluasi data yang diperoleh mengenai pemotongan dan pelaporan PPh pasal 21 atas gaji pegawai tetap.


(16)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini akan disimpulkan beberapa pernyataan mengenai hal-hal yang telah dikemukakan dan saran-saran yang mungkin dapat diambil tindakan konkret unutk mengatasi masalah yang ada dan dapat meningkatkan kepatuhan pemenuhan kewajiban dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.


(17)

BAB II

GAMBARAN UMUM

PT WICAKSANA OVERSEAS INTERNATIONAL, Tbk.

A. Sejarah Singkat

Perusahaan memulai usaha distribusi dengan mendirikan PT Djangkar Djati di Medan, Sumatera Utara pada tahun 1964 untuk mengimpor barang-barang konsumsi dan mengekspor barang–barang komoditi ke Singapura. Pada tahun yang sama, perusahaan dipercaya sebagai distributor rokok. Pada tahun 1973, usaha tersebut diperluas untuk mendistribusikan rokok impor. Sejak tahun 1973, usaha distribusi juga diperluas kebeberapa jenis produk antara lain: permen dan makanan ringan, minuman, susu bubuk, mie instan, agar-agar dan korek api gas. Sejalan dengan penambahan jenis produk, perusahaan juga memperluas wilayah distribusinya ke kota-kota besar di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Pada tahun itu juga usaha distribusi dialih namakan ke PT Wicaksana Overseas Import yang pada tahun 1992 berganti nama menjadi PT Wicaksana Overseas International.

PT WICAKSANA O.I telah berkembang dari tahun ke tahun. Pada triwulan III tahun 1994, perusahaan melakukan penawaran umum saham sejumlah 20.000.000 saham dengan nilai nominal Rp. 1000,- per saham kepada masyarakat dengan harga Rp. 3.250 per saham. Sampai dengan Desember 1995, dana hasil penawaran umum saham tersebut telah habis digunakan sesuai dengan rencana perusahaan pada saat


(18)

menjadi perusahaan publik tersebut. Pada saat ini, seluruh saham perusahaan dicatatkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Perusahaan telah melakukan pemecahan nilai nominal saham dari Rp. 1000 menjadi Rp. 500 yang tercatat sejak tanggal 9 September 1996. Sebagai catatan, rekor harga saham tertinggi mencapai Rp. 7.100 pada triwulan pertama 1996 dan terendah Rp. 2.150 pada triwulan keempat 1996 Pada tahun 1997, perusahaan mengkapitalisasi sebagian agio saham ke modal saham dimana setiap pemegang 50 saham lama mendapatkan 34 saham baru. Sebagai catatan, rekor harga saham tertinggi mencapai Rp. 525 pada triwulan pertama 1998 dan terendah Rp.175 pada triwulan ke empat 1998. Sejalan dengan perkembangan usahanya, perusahaan terus memperbaiki diri dengan cita-cita untuk menjadi perusahaan distribusi independen terbesar di Indonesia. Untuk meraih harapan itu, manajemen mencurahkan seluruh waktu dan tenaganya untuk mencapai hasil yang maksimal. Berbagai usaha telah dilakukan, termasuk memperluas wilayah distribusi, mencari principal-prinsipal baru serta melatih Sumber Daya Manusianya.

Perusahaan yang didukung oleh sekitar 3.000 karyawan, dimana 70% merupakan ujung tombak operasional, kini sudah mendistribusikan 7 kelompok produk, yakni: rokok, makanan, minuman, makanan ringan, perawatan diri, perawatan rumah tangga dan perawatan kesehatan. Untuk mendistribusikan produk-produk itu, perusahaan memiliki 65 lokasi jaringan distribusi yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia. Dengan jaringan distribusi yang luas, PT WICAKSANA O.I berhasil meraih kepercayaan untuk mendistribusikan produk dari 19 prinsipal,


(19)

termasuk 10 perusahaan multinasional. Dengan prestasi itu, perusahaan tercatat sebagai perusahaan distribusi independen terkemuka di Indonesia.

B. Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan wadah bagi sekelompok orang yang bekerja sama dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Struktur organisasi menyediakan pengadaan personil yang memegang jabatan tertentu dimana masing-masing diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab sesuai jabatannya. Hubungan ini dituangkan dalam struktur organisasi dimana merupakan gambaran sistematis tentang hubungan kerja dari orang-orang yang mengerakkan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Struktur organisasi akan dapat memberikan gambaran tentang pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan antar bagian berdasarkan susunan tingkat hierarki. Struktur organisasi diharapkan dapat menetapkan system hubungan dalam organisasi yang menghasilkan tercapainya komunikasi, koordinasi, dan integrasi secara efisien dan efektif dari setiap kegiatan organisasi tersebut. Dan membina keharmonisan agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan penuh tanggung jawab, sehingga rencana kerja dapat dilaksanakan dengan baik dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan hasil yang maksimal.

Uraian tugas pokok dan susunan organisasi PT Wicaksana Overseas International,tbk. terdiri dari:


(20)

1. Branch Manager 2. Logistic Departement

3. Branch Finance Controller terdiri dari: a. General Ledger (GL) staff

b. Chasier

c. Account Receivables (AR) Controller d. Collector

e. Order Entry

4. Sales Supervisor Coordinator terdiri dari: a. Area Sales Supervisor

b. Salesman c. Driver d. Helper

5. General Administration terdiri dari: - Sales Administration

6. Personalia General Affair Executive (PGAE) terdiri dari: a. Internal service

b. Mekanik c. Driver Office d. Security e. Office Boy


(21)

7. Electronic Data Procesing (EDP) Supervisor.

C. Uraian Tugas Pokok

Adapun uraian tugas pokok adalah sebagai berikut: 1. Branch Manager

Branch Manager mempunyai tugas, wewenang dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Mengimplementasikan Visi dan Misi perusahaan di cabang yang dipimpin b. Memastikan setiap departemen/bagian yang bekerja sebagaimana seharusnya,

sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan.

c. Menyusun strategi untuk pencapaian target yang diberikan oleh perusahaan. 2. Logistic Departement

Tugas pokok Logistic Departement adalah menggunakan jasa dari pihak lain sebagai logistic provider yaitu PT Wiralogitama dimana seluruh karyawan dari PT Wiralogitama sehingga PPh Pasal 21 juga dihitung oleh PT Wiralogitama. 3. Branch Finance Controller

Branch Finance Controller mempunyai tugas pokok sebagai berikut:

a. Mencatat dan melakukan monitoring atas segala kegiatn akuntansi dan keuangan di cabang yang menjadi wilayah kerjanya.

b. Membuat laporan keuangan setiap bulannya untuk wilayah kerjanya. c. Menganalisa dan bertanggung jawab atas seluruh pengeluaran biaya. d. Melakukan perhitungan dan pelaporan pajak.


(22)

Adapun tugas dari masing-masing bagian adalah: a. General Ledger

Tugas pokok General Ledger adalah melakukan pemeriksaan dan entri data yang menyangkut penerimaan/pengeluaran kas dan bank.

b. Chasier

Tugas pokok Chasier adalah Menerima, membayar dan menyetorkan uang ke bank dan mencatat setiap transaksi kas dan bank pada Laporan kas Bank Harian (LKBH).

c. Account Receivables (AR) Controller

Tugas pokok Account Receivables (AR) Controller adalah mencatat setiap penambahan dan pengurangan Account Receivables (Piutang dagang) dan memastikan kebenaran dari piutang dagang tersebut.

d. Collector

Tugas pokok Collector adalah melakukan penagihan kepada pelanggan. e. Order Entry

Tugas pokok Order Entry adalah melakukan proses entri data secara elektronik untuk transaksi yang menyangkut penjualan, penerimaan dan pengeluaran barang dagangan.

4. Sales Supervisor Coordinator


(23)

a. Mengkoordinir Area Sales Supervisor di wilayah kerjanya

b. Memonitoring pencapaian target penjualan masing-masing Area Sales Supervisor dan Salesmen

c. Melakukan Training ke Sales Force untuk mencapai objektif yang diharapkan oleh perusahaan, terutama target penjualan.

Adapun tugas pokok masing-masing bagian ini adalah: a. Area Sales Supervisor

Tugas pokok Area Sales Supervisor adalah Mengkoordinir Salesman di wilayah kerjanya.

b. Salesman

Tugas pokok Salesman adalah menjual produk/barang dagangan perusahaan tersebut kepada customer (pelanggan).

c. Driver

Tugas pokok Driver adalah Menyupir dan menjaga barang dagangan/kebenaran barang dagangan yang tersedia didalam kendaraan tersebut dan pengiriman kepada pelanggan yang dibantu oleh helper.

d. Helper

Tugas pokok helper adalah membantu driver mengantar barang dagangan kepada pelanggan.


(24)

Tugas pokok General Administration adalah melakukan pekerjaan administrasi dalam hal surat menyurat kedalam keperluan Branch Manager.

Adapun tugas pokok dari bagian ini adalah: - Sales Administration

Tugas pokok Sales Administration adalah mencatat hal-hal administrasi yang berhubungan dengan transaksi penjualan dan surat menyurat dengan relasi bisnis.

6. Personal General Affair Executive (PGAE)

Adapun tugas pokok dari Personal General Affair Executive (PGAE) adalah hal-hal yang menyangkut kepegawaian dan Hubungan masyarakat (HUMAS).

Adapun Tugas pokok masing-masing bagian: a. Internal Service

Tugas pokok Internal Service adalah melukan perawatan terhadap mesin-mesin dipabrik.

b. Mekanik

Tugas pokok mekanik adalah memperbaiki mesin-mesin pabrik yang rusak ataupun mobil-mobil perusahaan yang rusak.

c. Driver Office

Tugas pokok Driver Office adalah melakukan antar jemput karyawan di perusahaan tersebut.


(25)

Tugas pokok Security adalah Menjaga keamanan perusahaan termasuk juga menjaga barang dagangan yang disimpan didalam pabrik dan gudang.

e. Office Boy

Tugas pokok Office Boy adalah menjaga kebersihan perusahaan, menyediakan minuman untuk semua karyawan perusahaan.

7. Electronic Data Procesing (EDP) Supervisor

Tugas pokok dari EDP Suvervisor adalah sebagai coordinator dari Order Entry dan hal-hal yang berhubungan dengan Informasi Teknologi.

D. Gambaran Pegawai atau Karyawan Perusahaan

Gambaran Pegawai atau karyawan pada PT Wicaksana Overseas International, Tbk. yang terdiri dari 97 orang staff pegawai, antara lain:

1. Branch Manager

2. Logistic Departement terdiri dari PT Wiralogitama 3. Branch Finance Controller terdiri dari 1 orang staff

a. General Ledger (GL) Staff terdiri dari 2 orang staff b. Chasier terdiri dari 3 orang staff

c. Account Receivable (AR) Controller terdiri dari 5 orang staff d. Collector terdiri dari 4 orang staff

e. Order Entry terdiri dari 4 orang staff


(26)

a. Area Sales Supervisor terdiri dari 4 orang staff

b. Salesman terdiri dari 11 Salesman Canvass dan 7 Salesman Taking Order c. Driver terdiri dari 11 orang Driver Canvass

d. Helper terdiri dari 11 orang Helper Canvass 5. General Administration terdiri dari 1 orang staff - Sales Administration terdiri dari 3 orang staff

6. Personal General Affair Executive (PGAE) terdiri dari 1 orang staff a. Internal Service terdiri dari 1 orang staff

b. Mekanik terdiri dari 2 orang staff c. Driver Office terdiri dari 2 orang staff d. Security terdiri dari 9 orang staff e. Office Boy terdiri dari 10 orang staff

7. Electronic Data Procesing (EDP) Supervisor terdiri dari 1 orang staff.

Dalam melaksanakan tugasnya setiap pimpinan departemen wajib menerapkan prinsip koordinasi dan bertanggung jawab memimpin, mengkoordinasikan bawahannya dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya. Setiap pimpinan suatu departemen mengikuti dan mematuhi petunjuk-petunjuk dan bertanggung jawab kepada atasan langsung dan menyampaikan laporan tepat waktunya.


(27)

PT WICAKSANA OVERSEAS INTERNATIONAL,Tbk. BRANCH MANAGER Logistic Departement Branch Finance Controller Sales Supervisor Coordinator General Administration Personal General Area Entri Data proses General Ledger Chasier AR Controller Collector Order Entry Sales Administration Driver Office Boy Security Driver Office Mekanik Internal Service Area Sales Supervisor Salesman Helper


(28)

BAB III

GAMBARAN TENTANG PAJAK

A. Pengertian Pajak dan Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak

Defenisi pajak menurut pendapat para ahli:

a. Menurut Prof. Dr. Soemitro S.H. dalam buku Perpajakan (2004:1) menyatakan: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.

b. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani dalam buku Manajemen perpajakan (2003:10) menyatakan:

Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.


(29)

c. Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herscel M.,& Brock Horace R dalam buku manajemen Perpajakan menyatakan:

Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

2. Pengertian Pajak Penghasilan

Menurut pasal 4 ayat (1) UU PPh Nomor 17 Tahun 2000:

Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang besangkutan, dengan nama dan bentuk apapun.

Sedangkan Pajak Penghasilan adalah pajak langsung yang dipungut pemerintah pusat (Pajak Negara) dan merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang berasal dari penghasilan rakyat yang pemungutanya telah diatur dengan Undang-Undang, sehingga dapat memberikan kepastian hukum sesuai dengan kehidupan dalam negara yang berdasarkan hukum.


(30)

B. Ketentuan Menurut Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Dasar Hukum Pemungutan Pajak Penghasilan:

a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 untuk ketiga kalinya diubah pada Tahun 2000 dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.

b. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan , Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-15/PJ/2006.

c. Peraturan Menteri keuangan Nomor 138/PMK.03/2005 tentang Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak telah ditetapkan penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang penghitungan Penghasilan kena Pajak dan Pelunasan pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan.

e. Keputusan Menteri keuangan Nomor 541/KMK.04/2000 tanggal 22 desember 2000 tentang Penentuan tanggal jatuh tempo, Pembayaran dan Penyetoran pajak, tempat Pembayaran Pajak, Tata Cara Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan pajak, serta Tata Cara Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak.


(31)

C. Objek dan Subjek Pajak 1. Objek Pajak

Objek Pajak dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung Pajak. Yang menjadi Objek PPh adalah Penghasilan. Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, salah satu jenis PPh adalah PPh Pasal 21. a. Penghasilan Yang Dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21:

1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, hadiah, premi asuransi yang dibayar oleh pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun.

2) Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali dalam setahun.


(32)

3) Upah harian, upah mingguan, upah satuan dan upah borongan.

4) Uang tebusan pensiunan, uang Tabungan hari Tua atau Tunjangan hari Tua (THT), uang pesangon, dan pembayaran lain sejenis.

5) Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak dalam negeri, terdiri dari:

a) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris.

b) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, sutradara, crew film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.

c) Olahragawan.

d) Penasihat, pengajar dan pelatih, penceramah dan penyuluh dan moderator.

e) Pengarang, peneliti dan penerjemah.

f) Pemberi jasa dalam bidang teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, dan pemasaran.


(33)

h) Pengawas, pengelola proyek, anggota, dan pemberi jasa kepada suatu kepanitian, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala bidang kegiatan.

i) Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan. j) Peserta perlombaan.

k) Petugas penjaja barang dagangan. l) Petugas dinas luar asuransi.

m) Peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan.

n) Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.

6) Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang diterima oleh Pejabat Negara dan PNS.

7) Uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda dan duda dan atau anak-anaknya.

8) Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak.


(34)

b. Penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 21:

1) Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.

2) Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak.

3) Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disyahkan Menteri keuangan serta iuran Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari tua kepada badan penyelenggara jamsostek yang dibayar oleh perusahaan.

4) Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama dan bentuk apapun yang diberikan oleh pemerintah.

5) Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja.

6) Pembayaran THT-Taspen dan THT-Asabri dari PT Taspen dan PT Asabri kepada para pensiunan yang berhak menerimanya.

7) Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

2. Subjek Pajak

Subjek pajak dapat diartikan sebagai orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak yang berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. Pengertian


(35)

subjek pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap, sebagai berikut:

a) Orang Pribadi

Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.

b) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak Warisan yang belum terbagi dimaksud merupakan Subjek Pajak pengganti yang menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.

c) Badan

Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan satu kesatuan baik yang melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik, atau Organisasi sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan Badan lainnya.

d) Bentuk Usaha Tetap

Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.


(36)

D. Wajib Pajak dan Bukan Wajib Pajak PPh Pasal 21 1. Wajib Pajak PPh Pasal 21

Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:

a. Pegawai adalah setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

b. Pegawai Tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur dan terus-menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung.

c. Pegawai dengan status Wajib Pajak Luar Negeri, adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang menerima atau memperoleh gaji, honorarium dan/atau imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan.

d. Pegawai lepas adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja. e. Penerima Pensiun, adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima


(37)

termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua.

f. Penerima Honorarium adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan yang dilakukanya. g. Penerima Upah adalah orang pribadi yang menerima upah harian atau, upah

mingguan, upah borongan, atau upah satuan.

2. Yang Tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21

Yang tidak termasuk penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah: a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari Negara

asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat:

1). Bukan Warga Negara Indonesia,

2). Tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di Indonesia,

3). Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

b. Pejabat perwakilan Organisasi Internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 611/KMK.04/1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 314/KMK.04/1998 sepanjang:


(38)

a) Bukan warga Negara Indonesia

b) Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

E. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak PPh Pasal 21 1. Hak Wajib Pajak

a. Wajib Pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada pemotong pajak jumlah PPh pasal 21 yang telah dipotong tersebut dapat dikreditkan dari Pajak Penghasilan yang terutang pada tahun yang bersangkutan, kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final.

b. Wajib Pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak jika PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemotong pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

c. Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan banding dengan alasan yang jelas kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

2. Kewajiban Wajib Pajak

a. Wajib Pajak wajib menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwin atau pada permulaan menjadi Subjek Pajak dalam negeri.


(39)

b. Wajib Pajak wajib menyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak dalam hal ada perubahan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwin.

c. Wajib Pajak wajib memasukkan SPT Tahunan jika memiliki penghasilan lebih dari satu pemberi kerja.

F. Pemotong dan Kewajiban Pemotong PPh Pasal 21 1. Pemotong Pajak PPh Pasal 21

Berikut ini termasuk pemotong pajak PPh pasal 21 adalah:

a) Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi atau badan, termasuk bentuk usaha tetap, baik merupakan induk maupun cabang, perwakilan atau unit, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai, pemberi kerja yang dimaksud termasuk juga badan atau organisasi internasional yang tidak dikecualikan sebagai Pemotong pajak berdasarkan Keputusan Menteri keuangan.

b) Bendaharawan Pemerintah yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan. Termasuk bendaharawan pemerintah adalah bendaharawan pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi atau lembaga


(40)

pemerintah, lembaga-lembaga Negara lainnya, dan kedutaaan Besar Republik Indonesia di luar negeri.

c) Dana pensiun, PT Taspen, PT Jamsostek, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja lainnya, serta badan-badan lain yang membayar uang pensiun, Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT).

d) Perusahaan, badan, dan Bentuk Usaha Tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan status Wajib Pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan atas nama persekutuanya.

e) Perusahaan, badan, dan Bentuk Usaha Tetap yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak Luar Negeri.

f) Yayasan (termasuk yayasan yang bergerak di bidang kesejahteraan, rumah sakit, pendidikan, kesenian, olahraga, kebudayaan), lembaga, kepanitian, asosiasi, perkumpulan, dan organisasi, dalam bentuk apapun dalam segala kegiatan sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama dan bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.

g) Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap, yang membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan.


(41)

h) Penyelenggara kegiatan (termasuk badan pemerintah, organisasi termasuk organisasi internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainya yang menyelengarakan kegiatan) yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

2. Kewajiban Pemotong

a). Setiap Pemotong Pajak wajib mendaftarkan sebagai Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan pajak setempat.

b). Wajib untuk memotong PPh Pasal 21 setiap bulannya.

c). Wajib mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakan.

d). Wajib menyetorkan ke Kas Negara melalui Bank Persepsi, atau kantor Pos dan Giro.

e). Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan takwin berikutnya. f). Wajib memberitahukan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling

lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

g). Wajib memberikan tanda bukti pemotongan.

h). Wajib mengisi dan menandatangani Surat Pemberitahuan Tahunan.

i). SPT Tahunan harus disampaikan paling lambat 31 Maret tahun pajak berikutnya.


(42)

j). SPT harus dilampiri dengan lampiran-lampiran yang telah ditentukan dan lampiran lainnya yang diperlukan.

G. Cara dan Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 1. Cara Penghitungan

a. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan teratur:

1). Untuk menentukan besarnya penghasilan neto pegawai tetap, penghasilan bruto dikurangi dengan:

a). Biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 1.296.000,00 setahun atau Rp. 108.000,00 sebulan.

b). Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendirianya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang disamakan dengan dana pensiun yang pendirianya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

2). Besarnya Penghasilan neto bagi penerima pensiun ditentukan berdasarkan penghasilan bruto yang berupa uang pensiun dikurangi dengan biaya pensiun, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto berupa uang


(43)

pensiun dengan jumlah maksimum yang diperkenankan sejumlah Rp. 432.000,00 (empat ratus tiga puluh dua ribu rupiah) setahun atau Rp. 36.000,00 (tiga puluh enam ribu rupiah) sebulan.

3). Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, penghasilan netonya dikurangi dengan Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP) yang sebenarnya.

a). Dalam hal karyawati kawin, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri, dan dalam hal tidak kawin pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) selain untuk dirinya sendiri ditambah dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya. b). Bagi karyawati yang menunjukkan keterangan dari pemerintah daerah

setempat (serendah-rendahnya kecamatan) bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar Rp. 1.200.000,00 setahun atau Rp. 100.000,00 sebulan dan ditambah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) unutk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang, masing-masing sebesar Rp. 1.200.000,00 setahun atau Rp. 100.000,00 sebulan.

c). Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun takwin. Adapun pegawai yang baru datang, dan menetap di Indonesia


(44)

dalam bagian tahun takwin, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tersebut berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwin yang bersangkutan.

4). Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal 17 UU PPh, yaitu sebesar penghasilan neto setahun dikurangi PTKP.

b. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Jasa Produksi, Bonus, dan Tunjangan Hari Raya:

Apabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi, Tunjangan Hari Raya, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dengan cara sebagai berikut:

1). Dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi dan sebagainya.

2). Dihitung PPh pasal 21 atas Penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa tantiem, jasa produksi dan sebagainya.

3). Selisih antara PPh Pasal 21 menurut perhitungan (a) dan (b) adalah PPh pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem , jasa produksi, Tunjangan Hari Raya, dan sebagainya.


(45)

c. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dari Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang berlaku nilai tahun 2006 adalah:

a. Rp. 13.200.000,00 (tiga belas juta dua ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi

b. Rp. 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.

c. Rp.13.200.000,00 (tiga belas juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.

d. Rp. 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap anggota keluarga.

d. Tarif Pajak

Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang berlaku sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak penghasilan sebagai berikut:


(46)

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp. 25.000.000,00 5% (lima persen) Di atas Rp. 25.000.000,00 s.d Rp.50.000.000,00 10% (sepuluh persen) Di atas 50.000.000,00 s.d Rp.100.000.000,00 15% (lima belas persen) Di atas 100.000.000,00 s.d Rp. 200.000.000,00 25% (dua puluh lima persen) Di atas Rp.200.000.000,00 35% (tiga puluh lima persen)

2. Contoh Perhitungan PPh Pasal 21

1) A (Warga Negara Indonesia) adalah seorang pegawai tetap pada PT Wicaksana OI, A memperoleh gaji pokok sebesar Rp. 9.558.600,00 setahun, tunjangan sebesar Rp. 8.443.103,00 setahun, premi asuransi dibayar perusahaan sebesar 7,24% untuk pegawai yang belum menikah dan 10,24% untuk pegawai yang sudah menikah dari gaji pokok, iuran pensiun yang telah disyahkan oleh Menteri Keuangan sebesar 2% dari gaji pokok dan THR sebesar Rp. 799.050,00. A sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak (status K/2).

Cara menghitung PPh Pasal 21 atas THR adalah: PPh Pasal 21 atas Gaji dan THR adalah:

Gaji pokok setahun Rp. 9.588.600

Tunjangan setahun Rp. 8.433.103


(47)

Jumlah penghasilan bruto setahun Rp.19.013.576

THR Rp. 799.050

1) Biaya Jabatan = 5% x Rp.19.812.626,00 = Rp. 990.631

+

Penghasilan Bruto Rp.19.812.626

Pengurangan:

2) Iuran Pensiun = Rp. 191.772

Jumlah pengurangan

+

Rp. 1.182.403 _

Penghasilan neto setahun Rp.18.630.223

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/2): Wajib Pajak Rp. 13.200.000 Kawin Rp. 1.200.000 Tanggungan (2) Rp. 2.400.000 +

Jumlah PTKP Rp.16.800.000 _

Penghasilan Kena Pajak Rp. 1.830.223

PPh Pasal 21 ats Gaji dan THR terutang setahun:

5% x Rp. 1.830.000 = Rp. 91.500

PPh Pasal 21 atas Gaji adalah:

Gaji Pokok setahun Rp. 9.588.600

Tunjangan setahun Rp. 8.443.103

Premi Asuransi dibayar perusahaan setahun Rp. 981.873 +


(48)

Pengurangan:

1. Biaya Jabatan= 5% x Rp. 19.013.576 = Rp. 950.679 2. Iuran Pensiun = Rp. 191.722 Jumlah pengurangan

+

Rp. 1.142.401 _

Penghasilan neto setahun Rp.17.871.175

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/2): Wajib Pajak Rp. 13.200.000 Kawin Rp. 1.200.000 Tanggungan (2) Rp. 2.400.000 +

Jumlah PTKP Rp. 16.800.000

2) B (Warga Negara Indonesia) adalah seorang karyawati yang bekerja pada PT Wicaksana OI, B memperoleh gaji pokok sebesar Rp. 12.128.200 setahun, tunjangan sebesar Rp. 4.527.374 setahun, premi asuransi dibayar perusahaan sebesar 7,24% untuk pegawai yang belum menikah dan 10,24% untuk pegawai yang sudah menikah dari gaji pokok, iuran pensiun yang telah disyahkan oleh

_

Penghasilan Kena Pajak Rp. 1.071.175

PPh Pasal 21 terutang setahun:

5% x Rp. 1.071.000= Rp. 53.500

PPh Pasal 21 atas Tunjangan Hari Raya (THR):


(49)

Menteri Keuangan sebesar 2% dari gaji pokok dan THR sebesar Rp. 1.016.775. B sudah menikah tetapi belum mempunyai anak (status TK/-), suaminya bekerja pada perusahaan lain.

Cara menghitung PPh Pasal 21 atas THR adalah: PPh Pasal 21 atas Gaji dan THR adalah:

Gaji pokok setahun Rp.12.128.200

Tunjangan setahun Rp. 4.527.374

Premi asuransi dibayar perusahaan setahun Rp. 878.082 + Jumlah penghasilan bruto setahun Rp.17.533.656

THR Rp. 1.016.775

1. Biaya Jabatan = 5% x Rp.18.550.431 = Rp. 927.521

+

Penghasilan Bruto setahun Rp.18.550.431

Pengurangan:

2. Iuran Pensiun = Rp. 242.564

Jumlah

+

Rp. 1.170.085 _

Penghasilan neto setahun Rp.17.380.346

Penghasilan Tidak Kena Pajak (TK/-): Wajib Pajak Rp. 13.200.000

Jumlah PTKP Rp.13.200.000 _


(50)

PPh Pasal 21 terutang setahun:

5% x Rp. 4.180.000 = Rp. 209.000

PPh Pasal 21 atas Gaji adalah:

Gaji Pokok setahun Rp.12.728.200

Tunjangan setahun Rp. 4.527.374

Premi Asuransi dibayar perusahaan setahun Rp. 878.082

1. Biaya Jabatan= 5% x Rp. 17.533.658 = Rp. 876.683

+

Jumlah Penghasilan Bruto Rp.17.533.656

Pengurangan:

2. Iuran Pensiun = Rp. 242.564

Jumlah pengurangan

+

Rp. 1.119.247 _

Penghasilan neto setahun Rp.16.414.409

Penghasilan Tidak Kena Pajak (TK/-): Wajib Pajak Rp. 13.200.000

Jumlah PTKP Rp.13.200.000 _

Penghasilan Kena Pajak Rp. 3.214.409

PPh Pasal 21 terutang setahun:

5% x Rp. 3.214.000= Rp. 160.700

PPh Pasal 21 atas Tunjangan Hari Raya (THR):


(51)

3) C (Warga Negara Indonesia) adalah seorang pegawai tetap yang bekerja pada PT Wicaksana OI dengan memperoleh gaji pokok sebesar Rp. 9.588.600 setahun, tunjangan sebesar Rp. 7.412.202 setahun, premi asuransi dibayar perusahaan sebesar 7,24% untuk pegawai yang belum menikah dan 10,24% untuk pegawai yang sudah menikah dari gaji pokok, iuran pensiun yang telah disyahkan oleh Menteri Keuangan sebesar 2% dari gaji pokok dan THR sebesar Rp. 799.050. C sudah menikah dan mempunyai 1 anak (status K/1).

Cara menghitung PPh Pasal 21 atas THR adalah: PPh Pasal 21 atas Gaji dan THR adalah:

Gaji pokok setahun Rp. 9.588.600

Tunjangan setahun Rp. 7.412.202

Premi asuransi dibayar perusahaan setahun Rp. 981.873 +

Jumlah penghasilan bruto Rp.17.982.675

THR Rp. 799.050

1. Biaya Jabatan = 5% x Rp.18.781.725 = Rp. 939.086

+

Penghasilan Bruto setahun Rp.18.781.725

Pengurangan:

2. Iuran Pensiun = Rp. 191.772

Jumlah pengurangan

+

Rp. 1.130.858


(52)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/1): Wajib Pajak Rp. 13.200.000 Kawin Rp. 1.200.000

Tanggungan (1) Rp. 1.200.000 +

Jumlah PTKP Rp.15.600.000 _

Penghasilan Kena Pajak Rp. 2.050.867

PPh Pasal 21 terutang setahun:

5% x Rp. 2.050.000 = Rp. 102.500

PPh Pasal 21 atas Gaji adalah:

Gaji Pokok setahun Rp. 9.588.600

Tunjangan setahun Rp. 7.412.202

Premi Asuransi dibayar perusahaan setahun Rp. 981.873

1. Biaya Jabatan= 5% x Rp. 17.982.675 = Rp. 899.134

+ Jumlah Penghasilan Bruto setahun Rp.17.982.675 Pengurangan:

2. Iuran Pensiun = Rp. 191.772

Jumlah pengurangan

+

Rp. 1.090.906 _

Penghasilan neto setahun Rp.16.891.769

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/1): Wajib Pajak Rp. 13.200.000 Kawin Rp. 1.200.000


(53)

Tanggungan (1) Rp. 1.200.000 +

Jumlah PTKP Rp.15.600.000

4) D (Warga Negara Indonesia) adalah pegawai tetap pada PT Wicaksana OI, D memperoleh gaji pokok sebesar Rp. 19.137.400 setahun, tunjangan sebesar Rp. 8.792.386 setahun, premi asuransi dibayar perusahaan sebesar 7,24% untuk pegawai yang belum menikah dan 10,24% untuk pegawai yang sudah menikah dari gaji pokok, iuran pensiun yang telah disyahkan oleh Menteri Keuangan sebesar 2% dari gaji pokok dan THR sebesar Rp. 1.600.875. D sudah menikah dan mempunyai 3 orang anak (status k/3).

+

Penghasilan Kena Pajak Rp. 1.291.769

PPh Pasal 21 terutang setahun:

5% x Rp. 1.291.000= Rp. 64.550

PPh Pasal 21 atas Tunjangan Hari Raya (THR):

Rp. 102.500 – Rp. 64.550= Rp. 37.993

Cara menghitung PPh Pasal 21 atas THR adalah: PPh Pasal 21 atas Gaji dan THR adalah:

Gaji pokok setahun Rp.19.137.400

Tunjangan setahun Rp. 8.792.386


(54)

Jumlah penghasilan bruto setahun Rp.29.889.455

THR Rp. 1.600.875

1. Biaya Jabatan = 5% x Rp.31.490.330 = Rp. 1.574.517

+

Penghasilan Bruto setahun Rp.31.490.330

Pengurangan:

2. Iuran Pensiun = Rp. 262.872

Jumlah Pengurangan

+

Rp. 1.837.389 _

Penghasilan neto setahun Rp.29.652.941

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3): Wajib Pajak Rp. 13.200.000 Kawin Rp. 1.200.000

Tanggungan (3) Rp. 3.600.000 +

Jumlah PTKP Rp.18.000.000 _

Penghasilan Kena Pajak Rp.11.652.941

PPh Pasal 21 terutang setahun:

5% x Rp. 11.652.000 = Rp. 582.600

PPh Pasal 21 atas Gaji adalah:

Gaji Pokok setahun Rp.19.137.400

Tunjangan setahun Rp. 8.792.386

Premi Asuransi dibayar perusahaan setahun Rp. 1.959.669 + Jumlah Penghasilan Bruto setahun Rp.29.889.455


(55)

Pengurangan:

1. Biaya Jabatan= 5% x Rp. 29.889.455 = Rp.1.494.473 2. Iuran Pensiun = Rp. 262.872 Jumlah pengurangan

+

Rp. 1.757.345 _

Penghasilan neto setahun Rp.28.132.110

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3): Wajib Pajak Rp. 13.200.000 Kawin Rp. 1.200.000 Tanggungan (3) Rp. 3.600.000 +

Jumlah PTKP Rp.18.000.000

5) E (Warga Negara Indonesia) adalah pegawai tetap pada PT Wicaksana OI, dari bulan januari sampai april, memperoleh gaji pokok sebesar Rp. 3.196.200 selama empat bulan, tunjangan sebesar Rp. 1.039.070 selama empat bulan, premi asuransi dibayar perusahaan sebesar 7,24% untuk pegawai yang belum menikah dan 10,24% untuk pegawai yang sudah menikah dari gaji pokok, iuran pensiun _

Penghasilan Kena Pajak Rp.10.132.110

PPh Pasal 21 terutang setahun:

5% x Rp. 10.132.000= Rp. 506.600

PPh Pasal 21 atas Tunjangan Hari Raya (THR):


(56)

yang telah disyahkan oleh Menteri Keuangan sebesar 2% dari gaji pokok. E sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak (status k/2).

PPh Pasal 21 atas Gaji adalah:

Gaji Pokok 4 bulan Rp. 3.196.200

Tunjangan 4 bulan Rp. 1.039.070

Premi Asuransi 4 bulan Rp. 327.290

1. Biaya Jabatan= 5% x Rp. 4.562.560 = Rp. 228.128

+ Jumlah Penghasilan Bruto 4 bulan Rp. 4.562.560 Pengurangan:

2. Iuran Pensiun = Rp. 63.924 Jumlah pengurangan

+

Rp. 292.052 _

Penghasilan neto 4 bulan Rp. 4.270.508

Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/2): Wajib Pajak Rp. 13.200.000 Kawin Rp. 1.200.000 Tanggungan (2) Rp. 2.400.000 +

Jumlah PTKP Rp.16.800.000 _

Penghasilan Kena Pajak Rp.-

PPh Pasal 21 terutang setahun:


(57)

Karena E bekerja selama empat bulan sehingga penghasilannya dikali dengan empat dan disetahunkan untuk mencari PPh pasal 21 dan ternyata Penghasilan Netonya lebih kecil daripada jumlah PTKPnya sehingga tidak dikenakan PPh pasal 21.

H. Pendaftaran dan Penyampaian (Pelaporan) SPT Tahunan PPh Pasal 21 1. Pendaftaran

Semua Wajib Pajak berdasarkan system self assessment wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus mendapatkan NPWP.

Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP):

a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang dalam suatu Tahun Pajak memperoleh penghasilan yang melebihi batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) harus mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak/Kantor Penyuluhan Pajak yang wilayah kerjanya, meliputi tempat tinggal/tempat kedudukan Wajib Pajak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) selambat-lambatnya pada akhir tahun pajak yang bersangkutan dan harus menyampaikan Surat Pemberitahuan. Semua Wajib Pajak Badan wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

b. Wajib Pajak yang akan mendaftarkan diri wajib mengisi formulir pendaftaran Wajib Pajak.


(58)

c. Pengisian dan penandatanganan dapat dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak atau salah seorang pengurus badan atau oleh orang lain yang diberi kuasa khusus. d. Penyerahan Formulir pendaftaran yang telah diisi dan ditandatanganin

dilengkapi dengan:

1) Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi formulir pendaftran dilengkapi: a) Fotokopi KTP/SIM/PASPOR

b) Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha (SITU) bagi yang memilikinya. c) Surat Kuasa bagi yang dikuasakan kepada pihak lain.

2) Bagi Wajib Pajak badan formulir pendaftaran dilengkapi: a) Fotokopi akte pendirian/akte perubahan.

b) Fotokopi SITU/Surat keterangan domosili. c) Fotokopi tanda bukti diri sebagai pengurus.

d) Fotokopi adanya BUT misalnya Surat Izin yang dikeluarkan Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

e) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pusat bagi yang berstatus cabang/bukti pendaftaran kantor pusatnya.

f) Surat kuasa bagi dikuasakan pada pihak lain.

3) Bagi Bendaharawan sebagai pemungut atau pemotong formulir pendaftaran dilengkapi:

a). Fotokopi surat penunjukan sebagai Bendaharawan. b). Fotokopi tanda bukti diri/KTP.


(59)

Persyaratan diatas semuanya diserahkan kepada seksi Tata Usaha Perpajakan di KPP atau Seksi Informasi dan Tata Usaha Perpajakan di KPP atau di Sub Seksi Informasi dan Tata Usaha Perpajakan di KPP.

e. Dalam jangka 1 s/d 3 hari setelah diterimanya formulir pendaftran dan dokumen pendukungnya kepada Wajib pajak diberikan bukti pendaftaran dengan cara mengirimnya ke alamat Wajib Pajak yang bersangkutan, yang berisikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

f. Dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tanggal penerimaan formulir pendaftaran Kantor Pelayanan Pajak (KPP) memberikan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kepada Wajib Pajak yang bersangkutan.

2. Penyampaian (Pelaporan) SPT Tahunan PPh Pasal 21.

SPT Tahunan PPh Pasal 21 adalah surat yang digunakan oleh pemotong untuk melaporkan pemotongan, perhitungan, dan penyetoran pajak atas penghasilan orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.

Untuk mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, Pemotong Pajak harus mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Pajak (PPh) Pasal 21 diambil sendiri oleh Pemotong Pajak di tempat-tempat sebagai berikut:


(60)

a. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) b. Kantor Penyuluhan Pajak

c. Tempat lain yang ditentukan oleh Dirjen Pajak.

Cara penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Pasal 21, batas waktu, perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT, pembetulan SPT dan sanksi tidak menyampaikan SPT:

1. Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Pasal 21 dapat dilakukan dengan cara:

a. Disampaikan langsung ke Kantor pelayanan Pajak/ Kantor Penyuluhan Pajak dan atas penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut Pemotong Pajak menerima tanda bukti penerimaan.

b. Disampaikan melalui Kantor Pos dan Giro secara tercatat dan tanda bukti serta tanggal penerimaan dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan.

2. Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.

Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. untuk suatu tahun takwin yang telah diisi secara benar, lengkap, jelas dan ditandatanganin harus disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh Pasal 21 harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25


(61)

Maret setelah Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak berakhir, sebelum SPT tersebut disampaikan.

3. Perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan.

Pemotong pajak yang tidak dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan tepat pada waktunya dapat mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT tersebut paling lama enam bulan. Permohonan diajukan secara tertulis menggunakan Formulir 1721-Y ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong pajak terdaftar dengan syarat sebagai berikut:

a. Permohonan diajukan sebelum batas waktu penyampaian SPT tersebut berakhir dengan menyampaikan alasan-alasannya.

b. Menyampaikan perhitungan sementara PPh Pasal 21 yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan.

c. Melampirkan bukti pelunasan atau kekurangan penyetoran yang terutang. 4. Pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT)

Dalam jangka waktu dua tahun sesudah berakhirnya tahun takwin, sepanjang belum dilakukan tindakan pemeriksaan, SPT dapat dibetulkan sendiri oleh Pemotong Pajak menggunakan formulir 1721 dengan mencantumkan kata PEMBETULAN pada bagian induk SPT dan disetiap lampiran yang perlu dibetulkan dan disajikan ke KPP tempat pemotong pajak tesebut terdaftar.


(62)

5. Sanksi SPT

Apabila SPT Tahunan PPh Pasal 21 tidak disampaikan sesuai dengan batas waktu, maka:

a. Diterbitkan surat teguran

b. Dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 1.000.000,00 untuk SPT Tahunan dan denda sebesar Rp. 100.000,00 untuk SPT Masa.


(63)

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI

A. Analisa

Setelah gambaran pelaksanaan pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21 oleh PT Wicaksana OI dilakukan, baik dari pengambilan data secara langsung dan dengan perhitungan penulis, maka ada beberapa kerangka masalah yang harus dibahas secara detail terhadap karyawan perusahaan tersebut.

1. Terhadap pegawai tetap yang memperoleh penghasilan tidak teratur, yaitu berupa Tunjangan Hari Raya (THR). Maka perhitungan dan pemotongan PPh pasal 21 terhadap karyawan tersebut yaitu dengan cara sebagai berikut:

a. Dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah dengan penghasilan tidak teratur berupa Tunjangan Hari Raya (THR) dan sebagainya.

b. Dihitung PPh pasal 21 atas Penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa Tunjangan Hari Raya (THR) dan sebagainya.

c. Selisih antara PPh Pasal 21 menurut perhitungan (a) dan (b) adalah PPh pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa Tunjangan Hari Raya, dan sebagainya.


(64)

Hal ini dapat dilihat dan disesuaikan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.15/PJ/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi. Dan tarif yang digunakan adalah Tarif Pasal 17 Undang-Undang No. 17 Tahun 2000.

2. Terhadap pegawai tetap yang memperoleh Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Premi Jaminan Kematian (JK), dan Premi Jaminan Pemeliharaan Kecelakaan (JPK), maka dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebut digabung dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh perusahaan kepada karyawan dan tarif yang digunakan adalah Tarif Pasal 17 Undang-Undang No. 17 Tahun 2000.

Hal ini dapat dilihat dan disesuaikan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.15/PJ/2006 yaitu untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja, premi Jaminan Kematian (JK), dan premi Jaminan Pemeliharaan Kecelakaan (JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai. Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.


(65)

3. Terhadap karyawati yang statusnya sudah menikah, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri. Tetapi dalam hal suaminya tidak mempunyai penghasilan apapun maka karyawati tersebut harus menunjukkan keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan. Terhadap karyawati tersebut diberikan tambahan PTKP sejumlah Rp. 1.200.000,00 setahun atau Rp. 100.000,00 sebulan. Dan tarif yang digunakan adalah Tarif pasal 17 Undang-Undang No. 17 Tahun 2000.

Hal ini dapat dilihat dan disesuaikan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep/15/PJ/2006 dalam Pasal 8 ayat 4 dan 5 (pengurangan yang dibolehkan), bunyinya adalah sebagai berikut:

Pasal 8 ayat 4: Dalam hal karyawati kawin , PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri, dan dalam hal tidak kawin pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri ditambah dengan PTKP keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

Pasal 8 ayat 5: Bagi karyawati yang menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat (serendah-rendahnya kecamatan) bahwa suaminya tidak memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP sejumlah Rp. 1.200.000,00 setahun atau Rp. 100.000,00 sebulan dan ditambah PTKP untuk keluarga sepenuhnya.


(66)

4. Terhadap pegawai tetap dan kewajiban pajak subjektifnya baru dimulai pada pertengahan tahun takwin atau berakhir pada pertengahan tahun, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh baik yang bersifat teratur meupun tidak teratur. Dan tarif yang digunakan adalah Tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh No. 17 Tahun 2000.

Hal ini dapat dilihat dari Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP/15/PJ/2006 yaitu Terhadap pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya baru dimulai pada pertengahan tahun takwin atau berakhir pada pertengahan tahun, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur.

B. Evaluasi

1. PT Wicaksana OI telah mengambil kebijakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan teratur dan Penghasilan tidak teratur, berupa: Tunjangan Hari Raya (THR) yang diperoleh pegawai tersebut selain penghasilan bersih yang diterima.

2. PT Wicaksana OI telah mengambil kebijakan dalam menghitung PPh Pasal 21 terhadap pegawai yang memperoleh premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), premi Jaminan Kematian (JK), dan premi Jaminan Pemeliharaan Kerja (JPK) yang dibayar oleh perusahaan, dan PT Wicaksana OI telah mengambil kebijakan


(67)

sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu dengan menggabungkan premi dan penghasilan bruto yang diperoleh pegawai tersebut.

3. PT Wicaksana OI telah mengambil kebijakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap karyawati kawin hanya dikenakan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) hanya untuk dirinya sendiri, dan dalam hal tidak kawin. Dan bagi karyawati yang menunjukkan keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat (serendah-rendahnya Kecamatan) bahwa suaminya tidak memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP sejumlah Rp. 1.200.000,00 setahun atau Rp. 100.000,00 sebulan.

4. PT Wicaksana OI telah mengambil kebijakan bagi pegawai yang bekerja pada awal tahun takwin dan berhenti pada pertengahan tahun takwin, besarnya PTKP dihitung berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwin. PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur.


(68)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. PT Wicaksana OI telah melakukan kewajiban perpajakannya dalam melaksanakan Pemotongan dan Pelaporan PPh Pasal 21 tahun 2007 terhadap pegawai tetap di PT Wicaksana tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam perhitungan tersebut tidak dapat selisih antara perhitungan yang dilakukan oleh pihak PT Wicaksana OI dengan perhitungan yang dilakukan oleh penulis.

2. PT Wicaksana OI diberi kepercayaan dalam melakukan perhitungan dan membayar sendiri pajak yang terutang (self assesment) dimana fiskus hanya melakukan pengawasan dan meneliti apakah perhitungan dan hal-hal yang telah dilaporkan oleh pihak PT Wicaksana OI tersebut benar adanya.

3. Yang menjadi objek/dasar atas pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap pada PT Wicaksana OI adalah penghasilan dari karyawan itu sendiri, premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), premi Jaminan Kematian (JK), dan premi Jaminan Pemeliharaan Kerja (JPK) yang dibayar oleh perusahaan, dan Tunjangan lainnya seperti Tunjangan Hari Raya (THR) sedangkan pengecualian dari pemotongan PPh Pasal 21 adalah Pembayaran asuransi, penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan, iuran pensiun,


(69)

kenikmatan berupa pajak, penghasilan yang dibayar kepada Pegawai Negeri Sipil dan TNI/POLRI berupa honorarium dan imbalan, zakat dari badan atau lembaga amil zakat.

4. Kesalahan-kesalahan yang biasa dilakukan oleh beberapa perusahaan terhadap karyawati yang berstatus kawin, sering kali selalu berulang, karena sering terjadi ketidakpahaman dalam menempatkan posisi peraturan yang sudah diberlakukan, tetapi dalam hal ini PT Wicaksana OI telah melakukan perhitungan yang benar bagi karyawati yang berstatus kawin, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

B. Saran

1. Pihak PT Wicaksana OI, agar terus mengikuti dan memperhatikan perkembangan ketentuan yang berlaku, mengingat peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia sering mengalami perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi mengikuti perkembangan sosial dan ekonomi. Sehingga setiap perhitungan yang dilakukan itu sesuai dengan perubahan yang telah dilakukan oleh pemerintah. Dengan demikian tidak akan ada lagi kesalahan-kesalahan perhitungan hanya dikarenakan adanya perubahan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(70)

2. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara bagi pelaksanaan pembangunan nasional, untuk itu diharapkan agar PT Wicaksana OI tetap melakukan kewajibannnya untuk melaksanakan pemotongan, penyetoran sebelum jatuh tempo dan pelaporan PPh pasal 21 atas pegawai tetap dengan benar dan teliti sehingga tidak merugikan perusahaan tersebut dan pemerintah.


(71)

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo.2003. Pengantar Perpajakan. Yogyakarta:ANDI YOGYAKARTA

Sihaloho, Cyrus. 2001. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Zain,Mohammad. 2003. Manajemen Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.

Direktorat Jenderal Pajak, Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Kep.15/PJ/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 138 Tahun 2000 tentang Perhitungan PKP dan Pelunasan PPh dalam tahun berjalan.

Republik Indonesia, Keputusan Mentri Keuangan No. 541/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Penentuan tanggal jatuh tempo, Pembayaran dan Penyetoran pajak, tempat Pembayaran Pajak, Tata Cara Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan pajak, serta Tata Cara Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 138/PMK/03/2005 tentang penyesuaian besarnya PTKP telah ditetapkan penyesuaian besarnya PTKP.


(1)

4. Terhadap pegawai tetap dan kewajiban pajak subjektifnya baru dimulai pada pertengahan tahun takwin atau berakhir pada pertengahan tahun, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh baik yang bersifat teratur meupun tidak teratur. Dan tarif yang digunakan adalah Tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh No. 17 Tahun 2000.

Hal ini dapat dilihat dari Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP/15/PJ/2006 yaitu Terhadap pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya baru dimulai pada pertengahan tahun takwin atau berakhir pada pertengahan tahun, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur.

B. Evaluasi

1. PT Wicaksana OI telah mengambil kebijakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan teratur dan Penghasilan tidak teratur, berupa: Tunjangan Hari Raya (THR) yang diperoleh pegawai tersebut selain penghasilan bersih yang diterima.

2. PT Wicaksana OI telah mengambil kebijakan dalam menghitung PPh Pasal 21 terhadap pegawai yang memperoleh premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), premi Jaminan Kematian (JK), dan premi Jaminan Pemeliharaan Kerja (JPK)


(2)

sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu dengan menggabungkan premi dan penghasilan bruto yang diperoleh pegawai tersebut.

3. PT Wicaksana OI telah mengambil kebijakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap karyawati kawin hanya dikenakan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) hanya untuk dirinya sendiri, dan dalam hal tidak kawin. Dan bagi karyawati yang menunjukkan keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat (serendah-rendahnya Kecamatan) bahwa suaminya tidak memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP sejumlah Rp. 1.200.000,00 setahun atau Rp. 100.000,00 sebulan.

4. PT Wicaksana OI telah mengambil kebijakan bagi pegawai yang bekerja pada awal tahun takwin dan berhenti pada pertengahan tahun takwin, besarnya PTKP dihitung berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwin. PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. PT Wicaksana OI telah melakukan kewajiban perpajakannya dalam melaksanakan Pemotongan dan Pelaporan PPh Pasal 21 tahun 2007 terhadap pegawai tetap di PT Wicaksana tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam perhitungan tersebut tidak dapat selisih antara perhitungan yang dilakukan oleh pihak PT Wicaksana OI dengan perhitungan yang dilakukan oleh penulis.

2. PT Wicaksana OI diberi kepercayaan dalam melakukan perhitungan dan membayar sendiri pajak yang terutang (self assesment) dimana fiskus hanya melakukan pengawasan dan meneliti apakah perhitungan dan hal-hal yang telah dilaporkan oleh pihak PT Wicaksana OI tersebut benar adanya.

3. Yang menjadi objek/dasar atas pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap pada PT Wicaksana OI adalah penghasilan dari karyawan itu sendiri, premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), premi Jaminan Kematian (JK), dan premi Jaminan Pemeliharaan Kerja (JPK) yang dibayar oleh perusahaan, dan Tunjangan lainnya seperti Tunjangan Hari Raya (THR)


(4)

kenikmatan berupa pajak, penghasilan yang dibayar kepada Pegawai Negeri Sipil dan TNI/POLRI berupa honorarium dan imbalan, zakat dari badan atau lembaga amil zakat.

4. Kesalahan-kesalahan yang biasa dilakukan oleh beberapa perusahaan terhadap karyawati yang berstatus kawin, sering kali selalu berulang, karena sering terjadi ketidakpahaman dalam menempatkan posisi peraturan yang sudah diberlakukan, tetapi dalam hal ini PT Wicaksana OI telah melakukan perhitungan yang benar bagi karyawati yang berstatus kawin, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

B. Saran

1. Pihak PT Wicaksana OI, agar terus mengikuti dan memperhatikan perkembangan ketentuan yang berlaku, mengingat peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia sering mengalami perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi mengikuti perkembangan sosial dan ekonomi. Sehingga setiap perhitungan yang dilakukan itu sesuai dengan perubahan yang telah dilakukan oleh pemerintah. Dengan demikian tidak akan ada lagi kesalahan-kesalahan perhitungan hanya dikarenakan adanya perubahan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(5)

2. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara bagi pelaksanaan pembangunan nasional, untuk itu diharapkan agar PT Wicaksana OI tetap melakukan kewajibannnya untuk melaksanakan pemotongan, penyetoran sebelum jatuh tempo dan pelaporan PPh pasal 21 atas pegawai tetap dengan benar dan teliti sehingga tidak merugikan perusahaan tersebut dan pemerintah.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo.2003. Pengantar Perpajakan. Yogyakarta:ANDI YOGYAKARTA

Sihaloho, Cyrus. 2001. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Zain,Mohammad. 2003. Manajemen Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.

Direktorat Jenderal Pajak, Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Kep.15/PJ/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 138 Tahun 2000 tentang Perhitungan PKP dan Pelunasan PPh dalam tahun berjalan.

Republik Indonesia, Keputusan Mentri Keuangan No. 541/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Penentuan tanggal jatuh tempo, Pembayaran dan Penyetoran pajak, tempat Pembayaran Pajak, Tata Cara Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan pajak, serta Tata Cara Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 138/PMK/03/2005 tentang penyesuaian besarnya PTKP telah ditetapkan penyesuaian besarnya PTKP.