TATA CARA PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 23 ATAS JASA AKUNTANSI, PEMBUKUAN DAN ATESTASI, JASA HUKUM DAN JASA INTERNET (STUDY KASUS PADA PT. IND PERIODE DESEMBER 2015).

(1)

i

TATA CARA PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 23 ATAS JASA AKUNTANSI, PEMBUKUAN DAN ATESTASI,

JASA HUKUM DAN JASA INTERNET

(STUDI KASUS PADA PT. IND PERIODE DESEMBER 2015)

Oleh :

I GUSTI AYU INDRAYUNI DEWI NIM : 1306043031

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERPAJAKAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR


(2)

ii

TATA CARA PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 23 ATAS JASA AKUNTANSI, PEMBUKUAN DAN ATESTASI,

JASA HUKUM DAN JASA INTERNET

(STUDI KASUS PADA PT. IND PERIODE DESEMBER 2015)

Oleh :

I GUSTI AYU INDRAYUNI DEWI NIM : 1306043031

Tugas Akhir Studi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan studi pada Program Studi Diploma III Perpajakan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Denpasar


(3)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Akhir Studi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal : ………

Tim Penguji : Tanda Tangan

1. Ketua : I Ketut Jati, SE.,M.Si.,Ak ………

2. Sekretaris : Dr. I Gde Ary Wirajaya, SE.,M.Si.,Ak ………

Mengetahui,

Ketua Program Pembimbing

(Drs. Komang Ardana, MM) (I Ketut Jati, SE.,M.Si.,Ak.) NIP. 1956102 198403 1 003 NIP.19710618 200312 1 004


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena dengan segala rahmat dan karunianya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir Studi tepat waktu dengan judul

Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23 Atas Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi, Jasa Hukum Dan Jasa Internet Pada Studi Kasus PT. IND Periode Desember 2015

Dalam penyusunan laporan ini saya sebagai penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini banyak kesalahan dan banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

2. Ibu Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., MS., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

3. Bapak Drs. Komang Ardana, MM. selaku Ketua Program Diploma III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

4. Bapak I Ketut Jati, SE.,M.Si.,Ak selaku Dosen Pembimbing Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang telah meluangkan waktu untuk bersedia memberikan bimbingan dan pengarahan sampai Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) telah selesai dibuat


(5)

v

5. Bapak Dr. I Gde Ary Wirajaya, SE.,M.Si.,Ak selaku Pembimbing Akademik (PA) selama penulis menjalankan perkuliahan pada Program Studi Diploma III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

6. Seluruh Dosen yang telah membimbing dan mengajar penulis selama mengikuti perkuliahan pada Program Studi Diploma III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

7. Seluruh staf Program Diploma III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana yang telah banyak membantu dan melayani penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

8. Bapak Agus Ardika selaku Pimpinan LMATS Konsulting serta seluruh staf-staf manajemen di kantor Pancoran dan di kantor Kenyeri yang selama ini telah menerima dan memberikan data-data penting kepada penulis untuk menyelesaikan proses Tugas Akhir Studi (TAS)

9. Kepada Kedua Orang Tua, Bapak I Gusti Made Karmawinata dan Ibu I Gusti Ayu Dewi Hariantini dan saudara penulis I Gusti Ngurah Putra Krisnayana serta seluruh keluarga yang selalu memberikan supportnya dan perhatiannya kepada penulis dalam menyelesaikan proses Tugas Akhir Studi (TAS)

10.I Komang Nopriana Sanjaya selaku teman dekat penulis yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir Studi (TAS)

11.A.A Ayu Megawati, Ni Kadek Citra Prima Brahmanti, Ni Ketut Tika Priyandini, Ni Made Rima Larashati Pradnyawedari, dan Ni Komang Ayu Ariati yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir Studi (TAS)


(6)

vi

12.Rekan-rekan mahasiswa Diploma III Perpajakan angkatan 2013 yang selalu memberi support dalam membuat Tugas Akhir Studi (TAS) dan berbagi informasi dan pengalaman selama perkuliahan berlangsung hingga terselesaikannya Tugas Akhir Studi (TAS)

13.Serta semua pihak yang terlibat dalam pembuatan dan penyusunan Tugas Akhir Studi (TAS)

Penulis menyadari bahwa dalam membuat dan menyusun Tugas Akhir Studi (TAS) ini, masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan yang saat ini belum dapat disempurnakan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang ikut melengkapi laporan penulis agar dapat lebih disempurnakan kembali.

Denpasar, Mei 2016


(7)

vii

Judul : Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi, Jasa Hukum dan Jasa Internet Pada Studi Kasus PT. IND Periode Desember 2015

Nama : I Gusti Ayu Indrayuni Dewi NIM : 1306043031

ABSTRAK

Undang-undang tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang no 36 tahun 2008. Sesuai dengan pasal 23 Undang-undang no 36 tahun 2008, pemotong PPh Pasal 23 dilakukan jika telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh peraturan yang terkait. Diantara peraturan tersebut, pemberi penghasilan memenuhi syarat sebagai pemotong pajak dan penerima penghasilan tersebut memenuhi syarat sebagai pihak yang dipotong PPh Pasal 23. Transaksi tersebut berupa bagian dari objek pajak PPh Pasal 23. Diantaranya untuk dividen, royalti, bunga, hadiah dan sebagaimana diatur dalam undang-undang pajak penghasilan pasal 23 dan PMK No. 141/PMK.03/2015 tentang Perubahan Jenis Jasa Lainnya akan dikenakan tarif sebesar 15% (lima belas persen). Dan untuk sewa kecuali tanah dan/atau bangunan, dan jenis-jenis jasa selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 akan dikenakan tarif sebesar 2% (dua persen).

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui cara perhitungan, penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23 atas transaksi untuk jasa-jasa lainnya seperti pada kasus PT. IND yaitu Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum dan Jasa Internet.

.


(8)

viii DAFTAR ISI

JUDUL ……….. i

LEMBAR PENGESAHAN ………. ii

KATA PENGANTAR ………..… iii

ABSTRAK ……… vi

DAFTAR ISI ………. vii

DAFTAR GAMBAR ..………. x

DAFTAR LAMPIRAN………. xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.2.1 Tujuan Penelitian ………. 4

1.2.2 Kegunaan Penelitian ……… 4

1.3 Sistematik Penyajian ……… 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak ……….. 6

2.1.2 Macam-macam Pajak ……….. 7

2.1.3 Fungsi Pajak ……… 8

2.1.4 Tata Cara Pemungutan Pajak ………... 9

2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak ……… 10

2.2 Pajak Penghasilan 2.2.1 Dasar Hukum Pajak Penghasilan ………. 12

2.2.2 Pajak Penghasilan Pasal 23………... 13

2.2.3 Dasar Hukum PPh Pasal 23 ………. 13

2.3 Pemotongan dan Penyetoran Pajak 2.3.1 Pemotong PPh Pasal 23 ………... 14


(9)

ix

2.3.2 Pihak yang dipotong PPh Pasal 23 ……….. 15

2.3.3 Tarif dan Objek PPh Pasal 23 ……….. 16

2.3.4 Pengecualian Objek PPh Pasal 23 ………... 16

2.4 Tata cara Penyetoran PPh Pasal 23 ……….… 17

2.5 Tata cara Pelaporan PPh Pasal 23 ………... 19

2.6 PPh Pasal 23 atas Jasa Lain-lain 2.6.1 Pengertian Jasa Lain-lain ……… 20

2.6.2 Objek, Tarif dan DPP atas Jasa Lain-lain ……… 20

2.6.3 Pengecualian ……… 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ………. 28

3.2 Objek Penelitian ……….. 28

3.3 Identifikasi Variabel ……… 28

3.4 Definisi Operasional Variabel ………. 28

3.5 Jenis dan Sumber Data 3.5.1 Jenis Data ……… 29

3.5.2 Sumber Data ……… 30

3.6 Metode Pengumpulan Data ………. 30

3.7 Teknik Analisis Data ………... 32

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Daerah/Deskripsi Hasil Penelitian 4.1.1 Sejarah Berdirinya Kantor PT. IND ……… 33

4.1.2 Struktur Organisasi dan Uraian Kantor PT. IND ……… 33

4.1.3 Deskripsi Bidang/Tugas Kantor PT. IND ………... 34

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian 4.2.1 Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum dan Jasa Internet Pada PT. IND ………. 35


(10)

x

4.2.1.1Perhitungan PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum

dan Jasa Internet PT. IND ….………. 35 4.2.1.2Penyetoran PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntansi,

Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum

dan Jasa Internet PT. IND …….………. 37 4.2.1.3Pelaporan PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntansi,

Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum

dan Jasa Internet PT. IND ……….………. 38 4.2.2 Perbandingan Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan

Pelaporan PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum dan Jasa Internet Oleh PT. IND dengan Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum dan Jasa Internet sesuai Undang-undang PPh Pasal 23/PMK No.

141/PMK.03/2015 ………. 39

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ………. 42

5.2 Saran ………... 43

DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Halaman


(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Bukti Pembayaran PPh Pasal 23/26 masa Desember 2015 2. Bukti Pelaporan PPh Pasal 23/26 masa Desember 2015 3. SPT Masa PPh Pasal 23/26 masa Desember 2015

4. Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26 masa Desember 2015 5. Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26 masa Desember 2015


(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Dari masa ke masa sistem pemungutan pajak di Indonesia selalu berubah-ubah. Sejarah sistem pemungutan pajak di Indonesia yang awalnya bersifat sukarela berubah menjadi bersifat wajib. Hal ini dikarenakan kontribusi masyarakat akan pajak sangat kurang. Maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang tentang Perpajakan yang berisi bahwa pembayaran pajak bersifat memaksa. Secara falsafah Undang-undang perpajakan, membayar pajak tidak hanya merupakan kewajiban masyarakan tetapi merupakan hak dari setiap masyarakat untuk ikut berpartisipasi dan berkontribusi dalam peran membangun Negara Indonesia secara Nasional.

Pajak yang dibayarkan Wajib Pajak tanpa adanya imbalan langsung akan masuk ke Kas Negara dan akan digunakan untuk membiayai keperluan Negara dalam pembangunan Negara. Dengan demikian bila Wajib Pajak ikut taat membayar pajak maka pembangunan Negara akan meningkat. Wajib Pajak tidak hanya untuk Orang Pribadi namun juga ada Wajib Pajak Badan. Wajib Pajak Badan merupakan subjek pajak dalam negeri dimana wajib pajak tersebut menyumbangkan sebagian dari sektor pajak. Maka wajib pajak ada wajib pajak Orang Pribadi maupun Badan.


(14)

2

Disamping Wajib Pajak yang menjadi masalah dalam pembenahan pembangunan di Indonesia, masalah lain yaitu adanya perubahan sistem perhitungan, penyetoran dan pelaporan perpajakan. Sistem tersebut diantaranya Official Assesment System berubah ke Self Assesment System. Self Assesment System ini memberi kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri. Pemerintah mengharapkan agar Wajib Pajak bisa mentaati peraturan yang telah dibuat.

Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestaasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011:1). Salah satu jenis pajak adalah Pajak Penghasilan (PPh). Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan Subjek Pajak Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang merupakan objek pajak penghasilan adalah penghasilan. Menurut Undang-undang PPh Pasal 4, Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia, yang dapat dipakai sebagai konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama maupun dalam bentuk apapun.

Salah satu dari Pajak Penghasilan adalah Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23). Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri (orang pribadi maupun badan), dan bentuk usaha tetap (BUT) yang berasal dari modal,


(15)

3

penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong PPh Pasal 21 (Mardiasmo, 2011:255).

Wajib Pajak harus paham dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak juga harus mengetahui Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23 agar dalam melaksanakan kewajibannya tidak ada kesalahan apapun. Perusahaan yang dijadikan tempat dalam penelitian ini adalah PT. IND (salah satu klien dari Fa. LMATS Consulting).

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Tata Cara Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum dan Jasa Internet Pada PT. IND?”


(16)

4 1.2Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.2.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Tata Cara perhitungan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum dan Jasa Internet pada PT. IND (salah satu klien dari Fa. LMATS Consulting).

1.2.2 Kegunaan Penelitian 1) Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan tentang pajak dan juga mengaplikasikannya yang diperoleh dalam perkuliahan terutama PPh Pasal 23 atas Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum dan Jasa Internet.

2) Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan referensi untuk pihak-pihak yang membutuhkan dan berkaitan dengan dunia perpajakan salah satunya perhitungan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Jasa Akuntansi, Pembukuan dan Atestasi Laporan, Jasa Hukum dan Jasa Internet.


(17)

5 1.3Sistematika Penulisan

Agar lebih mudah dalam pembahasan materi yang ada dalam Tugas Akhir Studi ini, maka sistematika penulisan laporan ini dapat disajikan sebagai berikut : Bab I Pendahuluan

Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, tujuan, kegiatan penelitian dan sistematika penulisan

Bab II Kajian Pustaka

Pada bab ini menguraikan tentang landasan teori yang mendukung pembahasan penelitian. Dalam hal ini, pembahasan yang dijabarkan meliputi teori mengenai perpajakan terutama PPh Pasal 23/26

Bab III Metode Penelitian

Pada bab ini menguraikan tentang lokasi penelitian, obyek penelitian, identifikasi variable, definisi operasional variable, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, teknik analisis data

Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian

Pada bab ini menguraikan tentang gambaran umum/deskripsi hasil penelitian serta pembahasan hasil penelitian

Bab V Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini merupakan bab akhir dari laporan Tugas Akhir Studi yang berisi kesimpulan dan saran berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dan dapat bermanfaat bagi banyak pihak


(18)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Pajak

Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib pajak orang pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara demi tujuan membangun Negara yang makmur dan sejahtera. Menurut Mardiasmo (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedangkan menurut Rochmat Soemitro (2006:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.


(19)

7 2.1.2 Macam – macam Pajak

Terdapat bermacam-macam jenis pajak yang berlaku di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Menurut Waluyo (2011:12), pajak yang berlaku di Indonesia adalah pajak menurut golongan atau pembebanan, sifat, dan pemungut atau pengelolanya. Pajak-pajak tersebut yaitu :

1) Menurut Golongan atau Pembebanan

Pajak menurut golongan atau pembebanan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

(1) Pajak Langsung adalah pajak yang pembebanannnya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak Penghasilan

(2) Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai 2) Menurut Sifat

Pajak menurut sifat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

(1) Pajak Subyektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya yang selanjutnya dicari syarat obyektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan.

(2) Pajak Obyektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.


(20)

8

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

3) Menurut Pemungut atau Pengelolanya

Pajak menurut pemungut atau pengelolanya dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

(1) Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Materai.

(2) Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh : Pajak Reklame, Pajak Hiburan, Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkotaan dan pedesaan.

2.1.3 Fungsi Pajak

Menurut Waluyo (2011:6), fungsi pajak dibagi menjadi 2 (dua) yaitu : 1) Fungsi Penerimaan (Budgeter)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang di peruntukkan bagi

pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contoh :

penerimaan dalam negeri bersumber dari APBN 2) Fungsi Mengatur (Regulerent)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh : pajak yang


(21)

9

tinggi dikenakan terhadap minuman keras dengan tujuan untuk mengurangi konsumsi minuman keras. Pajak yang tinggi juga dikenakan atas barang-barang mewah dengan tujuan untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.

2.1.4 Tata Cara Pemungutan Pajak

Tata cara pemungutan pajak ada 3 (tiga) yaitu : 1) Stelsel Nyata/Riil

Stelsel Nyata/Riil adalah pengenaan pajak didasarkan pada objek penghasilan nyata sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak yaitu setelah penghasilan sesungguhnya diketahui. Stelsel Nyata/Riil ini mempunyai kelebihan yaitu bagi Wajib Pajak maupun fiskus (pemerintah) tidak akan merasa dirugikan apabila terjadi perubahan terhadap objek pajak tersebut karena semua perubahan itu akan diperttimbangkan kembali dalam penentuan jumlah pajak sedangkan kekurangannya yaitu Pajak yang masuk dalam kas Negara akan terlambat sebab uang pajak yang akan masuk ke kas Negara baru akan masuk setelah tahun pajak itu berakhir

2) Stelsel Anggapan

Stelsel Anggapan adalah pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Kelebihan dari Stelsel Anggapan yaitu Uang Pajak akan langsung masuk ke Kas Negara dan kekurangannya yaitu Bagi Wajib Pajak akan merasa rugi apabila ternyata wajib pajak selama masa atau tahun pajak berjalan terjadi


(22)

10

penurunan penghasilan dari wajib pajak dan sebaliknya juga akan merugikan Negara apabila selama masa atau tahun pajak berjalan terjadi kenaikan penghasilan dari wajib pajak

3) Stelsel Campuran

Stelsel Campuran adalah kombinasi antara stelsel Nyata/Riil dengan stelsel Anggapan. Kelebihannya yaitu pada awal masa atau tahun pajak, uang hasil pajak sudah dapat masuk dalam kas Negara sehingga kas tersebut dapat digunakan. Bagi pemerintah dan wajib pajak tidak ada yang dirugikan apabila terjadi perubahan pada besarnya penghasilan. Karena bila terjadi perubahan maka pajak didasarkan pada stelsel fictie masih dapat dikoreksi dan kelemahannya yaitu pekerjaan, biaya dan tenaga menjadi tidak efisien karena adanya ketetapan yang dilakukan 2 (dua) kali selama masa atau tahun pajak yang bersangkutan.

2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak

Menurut (Mardiasmo, 2011:7), sistem pemungutan pajak ada 3 (tiga) sistem yaitu :

1) Official Assessment System

Sistem tersebut adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang wajib pajak. Sistem ini sudah tidak berlaku lagi setelah reformasi perpajakan pada tahun 1984. Adapun ciri-ciri sistem ini yaitu :


(23)

11

(1) Pajak Terutang dihitung oleh pemerintah/petugas pajak (2) Wajib Pajak bersifat Pasif

(3) Hutang pajak timbul setelah petugas pajak menghitung pajak yang terhutang dengan cara diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak

2) Self Assessment System

Sistem tersebut adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terhutang. Adapun ciri-ciri sistem ini yaitu :

(1) Wajib Pajak berhak untuk menentukan besarnya pajak terutang (2) Wajib Pajak bersifat Aktif. Mulai dari menghitung, menyetor dan

melapor pajak terhutang Wajib Pajak itu sendiri

(3) Pemerintah/petugas pajak tidak dapat ikut campur dalam mengetahui pajak terutang Wajib Pajak tersebut dan hanya bisa mengawasi

3) With Holding System

Sistem tersebut adalah sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan pada pihak ketiga untuk menentukan besarnya pajak terutang. Adapun ciri-ciri sistem ini adalah wewenang menentukan besarnya pajak terutang ada pada pihak ketiga. Pihak selain Fiskus dan Wajib Pajak.


(24)

12 2.2 Pajak Penghasilan

Undang-undang tentang Pajak Penghasilan telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008. Dalam buku Mardiasmo (2011), Pajak Penghasilan mengatur tentang pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam tahun pajak. Apabila subjek pajak dikenai pajak maka subjek pajak tersebut menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek Pajak inilah yang disebut Wajib Pajak. Menurut Mardiasmo (2011), Wajib Pajak dikenai Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

2.2.1 Dasar Hukum Pajak Penghasilan

Dasar hukum Pajak Penghasilan dimulai pada tahun 1984. Pemerintah telah mereformasi undang-undang dibidang perpajakan sehingga menghasilkan beberapa undang-undang perpajakan. Undang-undang tersebut telah mengalami perubahan sebanyak 4 (empat) kali. Undang-undang tersebut yaitu :

1) undang Nomor 7 tahun 1991 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

2) Undang-undang Nomor 10 tahun 1994 tentang perubahan kedua atas Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan


(25)

13

3) Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 tentang peeubahan ketiga atas Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

4) hingga Undang-undang yang terakhir dibuat yaittu Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

2.2.2 Pajak Penghasilan Pasal 23

Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

2.2.3 Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 23 Dasar Hukum Pajak Pengasilan Pasal 23 yaitu :

1) Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 23

2) PMK No.244/PMK.03/2008 tentang jenis jasa lain yang tercantum dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c UU PPh

3) PMK No.251/PMK.03/2008 tentang Pajak Penghasilan atas Jasa Keuangan yang dilakukan oleh Badan Usaha yang berfungsi sebagai Penyalur Pinjaman dan/atau Pembiayaan yang tidak dilakukan Pemotong PPh Pasal 23


(26)

14

4) SE-53/PJ/2009 tentang penjelasan PPh Pasal 23

5) SE-35/PJ/2010 tentang Pengertian Jasa Teknik dan Jasa Manajemen 6) Dan dasar hukum PPh Pasal 23 yang terbaru adalah PMK No.

141/PMK.03/2015 tentang Perubahan Jenis Jasa Lainnya 2.3 Pemotongan dan Penyetoran Pajak

2.3.1 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23

Menurut (Mardiasmo, 2011:255) tentang Pajak Penghasilan Pasal 23, pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah

1) Badan Pemerintah

Pemotong PPh Pasal 23 oleh instansi pemerintah biasanya dilakukan oleh bendaharawan pemerintah

2) Subjek Pajak Badan Dalam Negeri

Subjek Pajak Badan yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia

3) Penyelenggara Kegiatan

Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu yang melakukan suatu event atau kegiatan

4) Bentuk Usaha Tetap

Menurut pasal 2 ayat (5) Undang-undang Pajak Penghasilan yaitu, bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam


(27)

15

jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, bengkel dan lain-lain.

5) Perwakilan Perusahaaan Luar Negeri Lainnya

Perwakilan Perusahaaan Luar Negeri Lainnya selain BUT yang ada di Indonesia juga merupakan pemotong PPh Pasal 23 seperti

Representative Office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing.

6) Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam Negeri yang telah mendapat penunjukkan dari Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak PPh Pasal 23, meliputi :

(1) Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, Pengacara, dan Konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas.

(2) Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.

2.3.2 Pihak yang Dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23

Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan, penerimaan penghasilan yang dapat dipotong PPh Pasal 23 adalah Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Dengan demikian, pihak yang dipotong PPh Pasal 23 bisa Wajib Pajak Badan Dalam Negeri.


(28)

16

Jika penerimaan penghasilan adalah Wajib Pajak Luar Negeri kecuali BUT, maka PPh Pasal 23 tidak bisa dikenakan.

2.3.3 Tarif dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23

Tarif dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 23 menurut Undang-undang no 36 tahun 2008 pasal 23 dan PMK No. 141/PMK.03/2015 yaitu :

1) 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas :

(1) Dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi yang dikenakan pajak final, royalti dan bunga.

(2) Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. 2) 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas :

(1) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.

(2) Imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.

(3) Imbalan jasa lainnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Jasa- jasa Lainnya.

Untuk Wajib Pajak yang tidak mempunyai NPWP akan dipotong 100% (seratus persen) lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.

2.3.4 Pengecualian Objek Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23

Penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah :


(29)

17

2) Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi

3) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri , Koperasi, BUMN/BUMD, dan penyertaan modal badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :

(1) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan

(2) Bagi perseroan terbatas (PT), BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima) persen dari jumlah modal yang disetor.

4) Dividen yang diterima oleh orang pribadi

5) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang saham unit penyertaan kontrak investasi kolektif.

6) SHU / Koperasi yang dibayarkan oleh Koperasi kepada anggotanya 7) Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa

keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.

2.4 Tata Cara Penyetoran PPh Pasal 23

Berdasarkan UU KUP Nomor 28 tahun 2007 dan PMK Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak, PPh Pasal 23 dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10


(30)

18

(sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23, akan diberikan bukti pemotongan PPh Pasal 23. Atas pemotongan yang telah dilakukan dalam suatu masa pajak, Wajib Pajak sebagai pemotong pajak wajib melakukan pelaporan pemotongan PPh Pasal 23 yang telah dilakukannya. Pembayaran dan Penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak (SSP). Umumnya penyetoran PPh Pasal 23 atas Jasa Lain-lain menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) namun menurut Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-26/PJ/2014 tentang E-billing maka mulai tahun 2016, penyetoran pajak bisa menggunakan E-billing. E-billing yaitu sistem pembayaran pajak secara elektronik. Billing tersebut harus diisi data dari tanggal dan bulan sesuai dengan masa pajak dan jumlah yang harus disetor. Setelah mengisi data dengan benar dan lengkap maka Wajib Pajak akan menerima kode billing pajak yang disebut bukti E-billing. Bukti E-billing

tersebut harus disetorkan kepada Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai tempat pembayaran pajak. Apabila Wajib Pajak terlambat menyetor atau tidak membayar pajak maka sanksi yang dikenakan dapat berupa sanksi administrasi, tetapi juga dapat berupa sanksi pidana apabila Wajib Pajak terlambat atau tidak menyetor SPT. Menurut pasal 9 ayat 2 huruf a UU KUP, bila pembayaran atau penyetoran pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran yaitu tanggal 10 (sepuluh), maka akan dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang


(31)

19

dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.

Sementara sanksi pidana akan dikenakan kepada Wajib Pajak yang tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut atau dipotong sehingga dapat menimbulkan kerugian Negara maka dikenakan sanksi pidana paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan juga denda paling sedikit 2 (dua) kali dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar sesuai pasal 39 ayat 1 huruf i UU KUP.

2.5 Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 23

Pemotong PPh Pasal 23 wajib memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 23 kepada orang pribadi atau badan yang dipotong setiap melakukan pemotongan atau pemungutan. Bagi penerima penghasilan, bukti potong PPh Pasal 23 adalah bukti pelunasan PPh terutang dalam tahun tersebut dan akan dikreditkan dalam SPT Tahunan. Apabila masa pajak telah berakhir, pemotongan PPh Pasal 23 Wajib Pajak harus melaporkan pemotongan yang telah dilakukan dalam masa pajak tersebut. Sarana Pelaporan ini mengunakan SPT Masa PPh Pasal 23/26. Dan menyampaikannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak tersebut terdaftar. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23/26 harus disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak Berakhir. 2.6 PPh Pasal 23 atas Jasa Lainnya

PPh Pasal 23 atas Jasa Lainnya merupakan objek dari Pajak Penghasilan Pasal 23. Dalam hal ini, akan dibahas mengenai pengertian jasa, macam-macam jasa lainnya, objek, tarif dan DPP (Dasar Pengenaan Pajak) dari PPh Pasal 23.


(32)

20 2.6.1 Pengertian Jasa Lainnya

Jasa Lainnya merupakan imbalan atas jasa lainnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

2.6.2 Objek, Tarif dan DPP PPh Pasal 23 atas Jasa Lainnya 1) Objek PPh Pasal 23 atas jasa lainnya yaitu :

Menurut peraturan terbaru PMK No. 141/PMK.03/2015 tentang Perubahan Jenis Jasa Lainnya, Jasa-jasa lainnya yaitu

(1) Jasa Penilai (Apprisal); (2) Jasa Aktuaris;

(3) Jasa Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan; (4) Jasa Hukum;

(5) Jasa Arsitektur;

(6) Jasa Perencanaan Kota dan Arsitektur Landscape; (7) Jasa Perancang (Design);

(8) Jasa Pengeboran (Drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap (BUT);

(9) Jasa Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas (migas);

(10) Jasa Penambangan dan jasa penunjang selain di bidang

usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);


(33)

21

(11) Jasa Penunjangan di bidang penerbangan dan Bandar

udara;

(12) Jasa Penebangan Hutan;

(13) Jasa Pengolahan Limbah;

(14) Jasa Penyedia Tenaga Kerja dan/atau tenaga ahli

(outsourcing service);

(15) Jasa Perantara dan/atau keagenan;

(16) Jasa di bidang perdagangan suraat-surat berharga,

kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);

(17) Jasa Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang

dilakukan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI);

(18) Jasa Pengisian Suara (Dubbing) dan/atau sulih suara;

(19) Jasa Mixing Film;

(20) Jasa pembuatan sarana promosi film, iklan, poster,

photo,slide, klise, banner, pamphlet, baliho, dan folder;

(21) Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;

(22) Jasa pembuatan dan/atau pengelolaan website;


(34)

22

(24) Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran

data, informasi, dan/atau program;

(25) Jasa Instalansi / pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi, dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

(26) Jasa perawatan / perbaikan / pemeliharaan mesin,

peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi, dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

(27) Jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi

darat, laut dan udara;

(28) Jasa Maklon;

(29) Jasa Penyelidikan dan Keamanan;

(30) Jasa Penyelenggaraan Kegiatan atau event organizer;

(31) Jasa Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media

massa, media luar negeri atau media lainnya untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;

(32) Jasa Pembasmian Hama;

(33) Jasa Kebersihan atau cleaning service;


(35)

23

(35) Jasa pemeliharaan kolam;

(36) Jasa Katering atau tata boga;

(37) Jasa freight forwarding;

(38) Jasa logistik;

(39) Jasa pengurusan dokumen;

(40) Jasa pengepakan;

(41) Jasa loading dan unloading;

(42) Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang

dilakukan oleh lembaga atau insitusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;

(43) Jasa pengelolaan parker;

(44) Jasa penyondiran tanah;

(45) Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan;

(46) Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit;

(47) Jasa pemeliharaan tanaman;

(48) Jasa pemanenan;

(49) Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan,

perikanan, peternakan dan/atau kehutanan;

(50) Jasa Dekorasi;

(51) Jasa pencetakan/penerbitan;

(52) Jasa penerjemahan;

(53) Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-undang Pajak Penghasilan;


(36)

24

(54) Jasa pelayanan kepelabuhanan;

(55) Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;

(56) Jasa pengelolaan penitipan anak;

(57) Jasa pelatihan dan/atau kursus;

(58) Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;

(59) Jasa sertifikasi;

(60) Jasa survey;

(61) Jasa tester;

(62) Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang

pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Sehubungan dengan pengenaan PPh Pasal 4 ayat 2 (Final) terhadap semua jenis jasa konstruksi berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat 2 UU PPh dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 dan perubahan terbatu yaitu pp no 79 tahun 2015, maka imbalan jasa konstruksi tidak lagi menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23.

2) Tarif dan DPP PPh Pasal 23 atas jasa lainnya yaitu sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) maka akan dipotong 100% (seratus persen) lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23 menjadi sebesar 4% (empat persen). Sedangkan


(37)

25

yang menjadi DPP adalah jumlah bruto atas jasa lainnya. Jumlah bruto yang dimaksud sebagai dasar pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran kepada penyedia jasa, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Untuk jumlah

bruto Jasa Katering atau Tata Boga sesuai PMK No.

141/PMK.03/2015 yaitu seluruh jumlah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT) kepada Wajib Pajak Dalam Negeri. Sedangkan untuk jumlah bruto selain Jasa Katering atau Tata Boga yaitu seluruh jumlah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT) kepada Wajib Pajak Dalam Negeri, tidak termasuk :

(1) Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak sebagai penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa

(2) Pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian barang atau material yang terkait dengan jasa yang diberikan


(38)

26

(3) Pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui penyedia jasa, terkait jasa yang diberikan oleh penyedia jasa dan/atau

(4) Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan penggantian (reimburst) atas biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam rangka pemberian jasa bersangutan

Pembayaran tersebut tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 jika dapat dibuktikan dengan :

a. Kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan

b. Faktur pembelian atas pengadaan/pembelian barang atau material

c. Faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis dan

d. Faktur tagihan dan/atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga

Apabila tidak dapat dibuktikan maka jumlah bruto adalah sebesar keseluruhan pembayaran kepada penyedia jasa dan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2.6.3 Pengecualian Pasal 23 atas Jasa Lainnya Pengecualian Pasal 23 atas Jasa Lainnya yaitu


(39)

27

2) Imbalan sehubungan dengan jasa lain tersebut dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat FINAL


(1)

(24) Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;

(25) Jasa Instalansi / pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi, dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

(26) Jasa perawatan / perbaikan / pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi, dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

(27) Jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat, laut dan udara;

(28) Jasa Maklon;

(29) Jasa Penyelidikan dan Keamanan;

(30) Jasa Penyelenggaraan Kegiatan atau event organizer; (31) Jasa Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media

massa, media luar negeri atau media lainnya untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;

(32) Jasa Pembasmian Hama;

(33) Jasa Kebersihan atau cleaning service; (34) Jasa sedot septic tank;


(2)

(35) Jasa pemeliharaan kolam; (36) Jasa Katering atau tata boga; (37) Jasa freight forwarding; (38) Jasa logistik;

(39) Jasa pengurusan dokumen; (40) Jasa pengepakan;

(41) Jasa loading dan unloading;

(42) Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau insitusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;

(43) Jasa pengelolaan parker; (44) Jasa penyondiran tanah;

(45) Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan; (46) Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit; (47) Jasa pemeliharaan tanaman;

(48) Jasa pemanenan;

(49) Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau kehutanan;

(50) Jasa Dekorasi;

(51) Jasa pencetakan/penerbitan; (52) Jasa penerjemahan;

(53) Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-undang Pajak Penghasilan;


(3)

(54) Jasa pelayanan kepelabuhanan; (55) Jasa pengangkutan melalui jalur pipa; (56) Jasa pengelolaan penitipan anak; (57) Jasa pelatihan dan/atau kursus;

(58) Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM; (59) Jasa sertifikasi;

(60) Jasa survey; (61) Jasa tester;

(62) Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Sehubungan dengan pengenaan PPh Pasal 4 ayat 2 (Final) terhadap semua jenis jasa konstruksi berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat 2 UU PPh dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 dan perubahan terbatu yaitu pp no 79 tahun 2015, maka imbalan jasa konstruksi tidak lagi menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23.

2) Tarif dan DPP PPh Pasal 23 atas jasa lainnya yaitu sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) maka akan dipotong 100% (seratus persen) lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23 menjadi sebesar 4% (empat persen). Sedangkan


(4)

yang menjadi DPP adalah jumlah bruto atas jasa lainnya. Jumlah bruto yang dimaksud sebagai dasar pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran kepada penyedia jasa, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Untuk jumlah bruto Jasa Katering atau Tata Boga sesuai PMK No. 141/PMK.03/2015 yaitu seluruh jumlah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT) kepada Wajib Pajak Dalam Negeri. Sedangkan untuk jumlah bruto selain Jasa Katering atau Tata Boga yaitu seluruh jumlah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT) kepada Wajib Pajak Dalam Negeri, tidak termasuk :

(1) Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak sebagai penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa

(2) Pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian barang atau material yang terkait dengan jasa yang diberikan


(5)

(3) Pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui penyedia jasa, terkait jasa yang diberikan oleh penyedia jasa dan/atau

(4) Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan penggantian (reimburst) atas biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam rangka pemberian jasa bersangutan

Pembayaran tersebut tidak termasuk dalam jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 jika dapat dibuktikan dengan :

a. Kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan

b. Faktur pembelian atas pengadaan/pembelian barang atau material

c. Faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis dan

d. Faktur tagihan dan/atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga

Apabila tidak dapat dibuktikan maka jumlah bruto adalah sebesar keseluruhan pembayaran kepada penyedia jasa dan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2.6.3 Pengecualian Pasal 23 atas Jasa Lainnya Pengecualian Pasal 23 atas Jasa Lainnya yaitu


(6)

2) Imbalan sehubungan dengan jasa lain tersebut dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat FINAL


Dokumen yang terkait

Tata Cara Pemungutan, Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pph Pasal 22 Dan Pph Pasal 23 Pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara

2 95 49

Pelaksanaan Pemotongan dan Pelaporan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Tetap Pada PT Wicaksana Overseas International, tbk

1 41 71

ELAKSANAAN PEMUNGUTAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23 ATAS JASA PERBAIKAN BANTALAN KAYU REL KERETA API PADA PT. KERETA API (PERSERO) DAOP IX JEMBER

0 4 13

Tinjauan Atas Perhitungan, Pemotongan, Dan Penyetoran PPh Pasal 23 Atas Jasa Pemasangan/Instalasi Listrik Pada PT. PLN (Persero) UPJ Ujung Berung Bandung

0 6 1

Tinjauan Prosedur Perhitungan Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Jasa Instalasi/Pemasangan Peralatan Pada PT. INTI (persero) Bandung

0 19 1

TATA CARA PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA BIRO PERJALANAN WISATA DAN/JASA AGEN PERJALAANAN WISATA PADA PT.W.

2 8 29

TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 23/26 ATAS JASA PENYELENGGARA KEGIATAN/EVENT ORGANIZER, JASA KEBERSIHAN ATAU CLEANING SERVICE, DAN JASA CETRING ATAU TATA BOGA YANG DIPOTONG OLEH WAJIB PAJAK PT.UB.

0 7 48

TATA CARA PERHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPH PASAL 21 PEGAWAI TIDAK TETAP PADA PT.XYZ.

1 5 32

TATA CARA PENGHITUNGAN PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 4 AYAT 2.

4 20 26

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan pemungutan pajak penghasilan pasal 23 menurut PT. PLN (PERSERO) JASA MANAJEMEN KONSTRUKSI area Semarang - SISTEM PEMUNGUTAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 23 ATAS PENYERAHAN JASA PADA PT PLN (PERSERO) JASA MANAJEMEN

0 0 9