Kehidupan Sosial-Budaya GAMBARAN UMUM TENTANG KERAJAAN SERDANG

 Datok Maha Menteri wilayahnya di Araskabu  Datok Paduka Raja wilayahnya di Batangkuwis keturunan Kejeruan Lumu  Sri Maharaja wilayahnya di Ramunia. Pembentukan Lembaga Orang Besar Berempat di Serdang ini, disebabkan Raja Urung Sunggal kembali ke Deli, sementara Raja Urung Senembah dan Raja Urung Tg. Merawa tetap menjadi raja di wilayah taklukan Serdang. Selain para pejabat istana di atas, Sultan juga dibantu oleh Syahbandar perdagangan dan Temenggong Kepala polisi dan keamanan. Sultan Serdang menjalankan hukum kepada rakyat berdasarkan Hukum Syariah Islam dan Hukum Adat seperti kata pepatah, “Adat bersendikan Hukum Syara, Hukum Syara’ bersendikan Kitabullah”. Sultan Ainan Johan Almashah memperkokoh Lembaga Empat Orang Besar di atas berdasarkan fenomena alam dan hewan yang melambangkan kekuatan, seperti 4 penjuru mata angin barat, timur, selatan, utara, kokohnya 4 kaki binatang dan azas Tungku Sejarangan 4 batu penyangga untuk masak makanan. Lembaga itu juga melambangkan sendi kekeluargaan pada masyarakat Melayu Sumatera Timur yaitu: suami, isteri, anak beru menantu dan Puang mertua. Demikianlah, pembentukan lembaga di atas didasarkan pada akar budaya masyarakat Serdang sendiri. Selanjutnya, lembaga inilah yang berperan dalam upacara perkawinan maupun perhelatan besar.

F. Kehidupan Sosial-Budaya

Penulisan sejarah yang terlalu berorientasi politik, dengan titik fokus raja, keluarganya dan para pembesar istana menyebabkan sisi kehidupan sosial masyarakat awam jadi terlupakan. Oleh karena itu, bukanlah pekerjaan yang mudah untuk mendapatkan data mengenai kehidupan sosial-budaya pada suatu kerajaan secara lengkap. Berikut ini, sedikit gambaran mengenai kehidupan sosial budaya di Kerajaan Serdang pada periode pemerintahan Sultan Thaf Sinar Basarshah. Di masa pemerintahannya, Serdang menjadi aman tenteram dan makmur karena perdagangan yang ramai. Ketika utusan Kerajaan Inggeris dari Penang, Johan Anderson, mengunjungi Serdang tahun 1823 M, ia mencatat: Perdagangan antara Serdang dengan Pulau Pinang sangat ramai terutama lada dan hasil hutan. Sultan Thaf Sinar Basarshah juga bergelar Sultan Besar memerintah dengan lemah lembut, suka memajukan ilmu pengetahuan dan mempunyai sendiri kapal dagang pribadi. Industri rakyat dimajukan dan banyak pedagang dari pantai barat Sumatera orang Alas yang melintasi pegunungan Bukit Barisan menjaual dagangannya ke luar negeri melalui Serdang. Baginda sangat toleran dan suka bermusyawarah dengan negeri-negeri yang tunduk kepada Serdang, termasuk orang-orang Batak dari Pedalaman. Cukai di Serdang cukup moderat. Semua hal di atas bisa terjadi karena Sultan berpegang teguh pada pepatah adat Melayu. Di antara pepatah dan adat tersebut adalah: secukap menjadi segantang, yang keras dibuat ladang, yang becek dilepaskan itik, air yang dalam diperlihara ikan; genggam bara, biar sampai menjadi arang sabar menderita mencapai kejayaan; cencaru makan petang, bagai lebah menghimpun madu meskipun lambat tetapi kerja keras maka pembangunan terlaksana; hati Gajah sama dilapah, hati kuman sama dicecah melaksanakan kerja pembangunan dengan berhasil baik bersama-sama. Dalam perkembangannya, karena Sultan Thaf Sinar Basarshah ini amat berpegang teguh pada adat Melayu disertai sikap lemah lembut dan sopan, akhirnya banyak rakyat Batak di pedalaman yang masuk Melayu Islam. Atas dasar jasa-jasanya, maka, ketika Sultan Thaf Sinar Basarshah mangkat pada tahun 1850 M, para Orang Besar dan rakyat Serdang memberikan penghormatan untuknya dengan gelar Marhom Besar.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN