Integritas Pilar‐Pilar Pembangunan dalam suatu Negara

68 keluar dari kekuasaan negara merangkul kekuatan‐kekuatan yang ada pada rakyat, seper? sektor swasta, dan masyarakat madani. Pelebaran kekuasaan negara jenis ini juga dipacu oleh berkembangnya doktrin New Public Management NPM di era tahun 80‐an, yang esensinya mendorong pelibatan swasta dan juga masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan Robert B. Denhardt, 2008: 113. Fenomena priva?sasi, outsourcing dan sejenisnya adalah produk doktrin NPM ini. Dengan demikian kekuasaan negara tertentu ?dak lagi menjadi dominasi elemen negara melainkan telah dapat melibatkan elemen non‐pemerintah untuk mengelolanya. Jeremy Pope 2003: 68 misalnya, mengiden?fikasi adanya empat elemen‐elemen di luar negara yaitu media, pelaku internasional, masyarakat sipil dan sektor swasa. Meskipun reformasi administrasi telah berupaya melebarkan kekuasaan negara selebar‐lebarnya guna mengontrol kekuasaan negara itu sendiri, ?dak ada jaminan bahwa perilaku ?dak berintegritas penyelenggara negara itu hilang. Pada awalnya elemen‐elemen kekuasaan tersebut mungkin akan berkembang dengan baik. Namun sejalan dengan berjalannya waktu, kecendrungan untuk berperilaku berkuasa, sewenang‐wenang dan menyalahgunakan kekuasaan akan muncul, sebagaimana yang telah dikhawa?rkan oleh Plato jauh tahun yang lalu. Untuk menstabilkannya, sistem penyelenggaraan negara perlu direformasi lagi. Begitulah seterusnya sehingga reformasi administrasi negara itu merupakan a neverending process, sebuah proses yang ?dak pernah berakhir.

2. Integritas Pilar‐Pilar Pembangunan dalam suatu Negara

Berapa jumlah pilar kekuasaan negara dan apa saja pilar‐pilar itu dalam suatu negara? Seorang CIO perlu memahami dan mampu menjawab pertanyaan ini secara komprehensif, karena berkaitan dengan pilar‐ pilar dalam Sistem Integritas Nasional. Tentu saja jumlah dan jenis pilar‐pilar kekuasaan negara ditentukan oleh cara se?ap negara dalam mereformasi kekuasaan negaranya, baik secara horizontal maupun. Sesuai konteks dan kebutuhannya, masing‐masing negara memiliki per?mbangan sendiri dalam mereformasi kekuasaannya. Akibatnya, lembaga‐lembaga negara dan organisasi publik lainnya yang dimiliki oleh suatu negara ?daklah seragam. Ke?dakseragaman ini akan memengaruhi kuan?tas pilar‐pilar pembangunan dalam suatu negara, yang kemudian memengaruhi jumlah pilar dan sistem integritas nasional yang dimilikinya. Di samping itu, di luar ranah negara, para pakar di bidang administrasi publik juga belum memiliki pandangan yang sama tentang bagaimana mengelompokkan aktor atau pelaku pembangunan. Pengelompokkan yang bersifat sederhana misalnya, hanya menggabungkan seluruh pelaku pembangunan diluar negara menjadi satu dan disebutnya masyarakat Riant Nugroho, 2003: 15‐16. Menurutnya, dalam masyarakat terdapat pelaku bisnis private dan masyarakat civil society, sehingga perusahaan formal seper? CV, UD, Koperasi dan organisasi masyarakat, kelompok penekan, kesenian, semuanya termasuk dalam ranah masyarakat. 69 Spesifiknya kegiatan pelaku pembangunan dalam ranah swasta dan ranah masyarakat sipil menuntut adanya pengelompokkan tersendiri. Dalam konsepsi Good Governance atau kepemerintahan yang baik, kedua ranah tersebut dipisahkan secara jelas LAN, 2008, sehingga secara keseluruhan terdapat ?ga ranah yaitu negara, swasta dan masyarakat, seper? pada gambar berikug: Gambar 2: Pilar‐Pilar Pembangunan dalam Suatu Negara Dalam konteks globalisasi, pengelompokkan ranah pelaku pembangunan pada suatu negara tentu semakin lebih kompleks. Perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi semakin menghilangkan batas‐batas negara. Organisasi internasional dapat saja berada pada suatu negara dan melakukan pembangunan. Organisasi internasional dapat berada pada ranah masyarakat seper? LSM internasional, pada swasta seper? perusahanan internasional. Bahkan Badan Usaha Milik Negara lain dapat saja menjadi pelaku pembangunan pada suatu negara lain Riant Nugroho, 2003: 23 Berikut ini akan diuraikan fungsi masing‐masing ranah dalam sistem bernegara guna pencapaian tujuan bernegara. a. Negara Untuk mencapai tujuan bernegara, suatu negara paling ?dak menjalankan enam fungsi sebagai suatu sistem, yaitu fungsi kons?tu?f, legisla?f, ekseku?f, audi?f, yudika?f dan moneter, dengan uraian fungsi masing‐masing sebagai berikut. Dengan menggunakan menggunakan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia LAN, 2008, masing‐masing fungsi di atas diuraikan sebagai berikut: 70 a. Fungsi Kons?tu?f Dalam fungsi ini, negara membentuk badan tersendiri dan memberi kekuasaan penuh kepada badan ini untuk mengawal kons?tusi suatu negara. Tugas utama badan ini adalah mengubah dan menetapkan kons?tusi. Perubahan dan penetapan dan kons?tusi tentu ?dak mudah. Dibutuhkan penyelenggara negara yang berintegritas dalam menjalankan fungsi ini dengan baik agar kualitas ins?tusi sangat op?mal. Di Indonesia, fungsi ini dijalankan oleh Majelis Permusyaratan Rakyat MPR. Jika penyelenggara negara yang bekerja pada badan ini ?dak berintegritas, maka kualitas kons?tusi atau Undang‐Undang Dasar yang dihasilkan tentulah memiliki paling ?dak dua kelemahan. Pertama, kelemahan pada substansi kons?tusi itu sendiri. Konten substansi kons?tusi ?dak komprehensif dan sistema?s. Kedua, penegakan kons?tusi yang ?dak tegas. Tentu saja kedua kelemahan ini dapat mewujud dalam berbagai bentuk mulai dari pasal‐pasal pada Undang‐Undang Dasar yang ?dak komprehensif, mul?tafsir, ?dak sistema?s sampai pada pembiaran pelanggaran kons?tusi. b. Fungsi Legisla?f Untuk menjalankan fungsi ini, negara membentuk sutau badan tersendiri. Badan ini berfungsi menyusun kebijakan publik dalam bentuk peraturan perundangan yang mengatur halayak hidup orang banyak. Produk badan ini adalah suatu bangunan sistem terhadap pengelolaan sektor dan atau daerah tertentu. Di Indonesia, fungsi ini dijalankan oleh Dewan Perwakilan Rakyat DPR dan Presiden, termasuk Dewan Perwakilan Daerah DPD jika terkait dengan kebijakan pemerintah daerah. Untuk menjalankan fungsi legisla?f dengan baik, tentu dibutuhkan legislator‐legislator yang berintegritas. Menghasilkan suatu kebijakan publik yang berkualitas, tentulah harus melalui serangkaian tantangan. Banyaknya pihak‐pihak yang berkepen?ngan yang dalam banyak kasus bersedia melakukan apa saja untuk dipenuhi kepen?ngannya, merupakan tantangan utama bagi legislator dalam menjalankan fungsi ini. Perilaku opportunis?s dari semua stakeholder suatu kebijakan publik mutlak harus dikalahkannya, karena hanya dengan begitu kepen?ngan bersama dapat dijunjung?nggi sehingga semua kebutuhan stakeholder dapat dipenuhi secara proporsional. Di samping itu, penguasaan substansi terhadap suatu kebijakan publik memang harus dimiliki oleh legislator yang menjalankan fungsi ini. c. Fungsi Ekseku?f Kebijakan publik yang dihasilkan oleh lembaga legisla?f harus cepat diimplementasikan agar masyarakat dapat cepat menerima pelayanan publik yang prima dari pemerintahnya sehingga mereka dapat membangun kesejahteraannya dengan mudah. Di Indonesia, fungsi ini dijalankan oleh pemerintah dengan Presiden sebagai Kepala Pemerintah. Dalam menjalankan fungsi, lembaga ekseku?f perlu didukung oleh 71 Pegawai Negeri sipil, militer, polisi, pegawai BUMN, BUMD yang berintegritas, karena kebijakan publik yang sudah baik ?dak selalu berar? implementasinya baik juga. Fungsi ekseku?f ini sangat luas dan beragam sehingga anggaran negara banyak teralokasikan untuk penyelenggaraan fungsi ini. Pendidikan, kesehatan, pertanian, perdagangan, keamanan, keter?ban dan seterusnya merupakan sektor yang menjadi obyek pelaksanaan fungsi ini. Singkatnya, fungsi ini melayani rakyat sejak dari lahir, bersekolah, sakit, mencari pekerjaan, nikah, melahirkan, pensiun sampai meninggal dunia. Terkadang struktur lembaga pemerintahan yang telah dibentuk untuk menjalankan sektor tertentu dianggap ?dak cukup atau ?dak fair, maka negara membentuk lembaga non struktural, seper? komisi‐ komsisi, untuk melengkapinya. Untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat, suatu negara juga terkadang mereformasi fungsi ini secara ver?kal dengan membentuk pemerintah pusat, pemerintah daerah. Dalam pemerintah daerah, reformasi ver?kal pun terus berlanjut, membentuk pemerintah provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan dan seterusnya. Di samping itu, reformasi juga dilakukan agar fungsi pelayanan publik yang sifat dasarnya membelanjakan anggaran negara spending terpisah dari fungsi mencari profit atau keuntungan earning. Dalam melakukan ini, pemerintah di ?ngkat pusat membentuk Badan Usaha Miliki Negara BUMN, sedangkan di ?ngkat pemerintah daerah, dibentuk Badan Usaha Milik Daerah BUMD. Jika ?dak berintegritas, pelaksanaan fungsi ekseku?f ini ?dak berjalan op?mal. Bentuk‐bentuk pelanggaran integritas dalam pelaksanaan fungsi ini dapat berupa pungutan liar, korupsi, kolusi, suap sampai pada pelaksanaan tugas yang ?dak profesional. Pelanggaran ini dapat terjadi mulai dari kegiatan dan program tersebut direncanakan, diorganisir, dilaksanakan, dimonitor hingga evaluasi dan pelaporannya. d. Fungsi Audi?f Dalam menjalankan fungsi negara, negara mengalokasikan anggaran kepada masing‐masing badan yang menjalankan fungsi tersebut. Untuk menilai ketepatan penggunaannya, negara membentuk suatu badan untuk menjalankan fungsi audi?f. Di samping anggaran, pengelolaan dan substansi program dan kegiatan juga menjadi obyek dari pelaksanaan fungsi audi?f ini. Hasil pelaksanaan fungsi ini disampaikan kepada badan legisla?f dan yudika?f untuk melakukan ?ndaklanjut seperlunya. Di Indonesia, pelaksanaan fungsi ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Untuk menjalankan fungsi ini secara efek?f, diperlukan auditor‐auditor yang berintegritas, yaitu yang dapat memahami pengelolaan, substansi, dan pembiayaan suatu program dan kegiatan. Bahkan lebih dari itu, para auditor ini juga dituntut untuk mendalami mo?f atau mo?vasi yang berada dibalik pelaksanaan suatu program dan kegiatan. Apakah program dan kegiatan ini merupakan kebutuhan 72 masyarakat atau keinginan oknum‐oknum tertentu. Lebih dari itu, para auditor ini juga ?dak melakukan korupsi dan ?dak dapat disuap. e. Fungsi Yudika?f Interaksi antar warga dan antar lembaga dalam kehidupan bermasyarakat kerapkali memunculkan perselisihan‐perselisihan. Perselisihan dapat terjadi antara individu dalam masyarakat, antara perusahaan, antara organisasi masyarakat, antara individu dengan lembaga pemerintah, perusahaan, dan organisasi masyarakat, antara lembaga pemerintah. Untuk memutuskan perselisihan tersebut secara adil, negara membentuk lembaga negara yang untuk menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman atau yudika?f. Di Indonesia, fungsi yudika?f ini dijalankan oleh dua lembaga negara yaitu Mahkamah Agung dengan badan peradilan dibawahnya dan Mahkamah Kons?tusi, yang khusus untuk menguji undang‐undang terhadap Undang‐Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai, dan memutus perselisihan pemilu. Untuk menjalankan fungsi ini secara efek?f, diperlukan hakim‐hakim yang berintegritas. Kuatnya keinginan pihak‐pihak yang bersengketa untuk menang dan bersedia menempuh semua cara, menuntut dibutuhkannya hakim‐hakim yang berintegritas kuat untuk menjalankan fungsi yudika?f ini. Sungguh ?dak mudah menjalankan fungsi yudika?f ini. Praktek suap‐menyuap hakim, mafia peradilan, dan jual beli perkara adalah fenomena yang mengitari kebanyakan proses peradilan. Tidak jarang hakim yang dikenal berintegritas akhirnya ‘jatuh’, karena ?dak konsisten mempertahankan integritasnya ke?ka bertemu dengan godaan‐godaan tadi. f. Fungsi Moneter Se?ap negara memiliki mata uang sendiri yang dipergunakan sebagai nilai tukar dalam se?ap transaksi. Se?ap warga negara sangat berkepen?ngan dengan kestabilan nilai tukar ini, karena secara langsung dapat mempengaruhi ?ngkat kesejahteraannya. Seseorang tentu ?dak mau jumlah nilai tukar uang ditabungannya terus menerus merosot karena nilai tukar mata uangnya terus mengalami devaluasi. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar uang ini, negara menjalankan fungsi moneter. Selain tugas ini, fungsi moneter dalam suatu negara juga bertanggungjawab dalam mengawasi lembaga‐lembaga keuangan seper? bank dalam menjalankan bisnisnya. Di Indonesia, fungsi ini dijalankan oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral. Untuk menjalankan fungsi ini dengan baik, dibutuhkan penyelenggara moneter dalam hal ini pegawai bank sentral yang berintegritas. Krisis moneter yang terjadi di berbagai negara pada dasarnya terjadi karena fungsi moneter ?dak dijalankan secara berintegritas, seper? pengawasan Bank yang lemah, pencetakan uang yang ?dak terkontrol. 73 b. Masyarakat Sipil Sebagai akibat dari reformasi administrasi negara secara horizontal, dalam masyarakat terbentuk lembaga yang selain bekerja membantu pemerintah dalam melakukan pembangunan, juga ?dak sedikit di antara mereka berperan untuk mengontrol kegiatan‐kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Masyarakat mendirikan lembaga ini ?dak dengan maksud mencari profit melainkan bergerak untuk tujuan tujuan poli?k dan sosial. Partai poli?k, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat adalah bentuk‐bentuk organisasi ini. Dalam bekerja, ?dak sedikit di antara mereka juga menggunakan anggaran negara. Dalam prakteknya, lembaga‐lembaga tadi ?dak hanya lembaga‐lembaga yang bersifat lokal, melainkan juga ada yang bersifat internasional. Globalisasi yang terus berkembang dan yang terus dipicu oleh semakin mudahnya melakukan kerjasama internasional baik antar lembaga maupun individu, menjadikan lembaga‐lembaga swadaya internasional mudah masuk dalam suatu negara. Agar program‐program pemerintahan dan pembangunan dalam suatu negara berjalan secara sinergis dan produk?f, maka anggota atau pengurus partai poli?k, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat harus dijalankan oleh individu yang berintegritas. Dalam suatu negara yang ?ngkat pluralisme sangat ?nggi, kepen?ngan‐kepen?ngan suatu partai, kelompok masyarakat, dan atau kepen?ngan lembaga swadaya masyarakat tertentu dapat diusung secara berlebihan oleh anggotanya, sehingga jika diakomodir oleh negara dapat mengorbankan kepen?ngan nasional atau masyarakat lainnya. Bentuk pelanggaran integritas melipu? pemberian suap kepada penyelenggara negara untuk mendapat fasilitas atau anggaran untuk kepen?ngan partai atau organisasinya, kolusi dengan penyelenggara negara untuk melawan kepen?ngan umum. Tuntutan integritas ini ?dak hanya ditujukan bagi anggota partai poli?k karena kader‐kadernya akan masuk dalam mengelola kekuasaan negara, tetapi juga bagi organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat. Tuntutan integritas yang kuat tentu juga dibutuhkan oleh anggota lembaga swadaya masyarakat yang bersifat internasional. Tidak sedikit kepen?ngan lembaga swadaya internasional yang berseberangan dengan kepen?ngan nasional suatu negara. c. Private Sektor Perusahaan‐perusahan swasta baik yang dikelola secara formal maupun informal pada dasarnya juga pelaku pembangunan dalam suatu negara. Bahkan ?dak sedikit di antara mereka yang bergerak karena ditopang oleh anggaran yang bersumber dari negara. Perusahaan‐perusahaan besar yang bergerak di bidang infrastruktur misalnya, pada umumnya membantu pemerintah melakukan pembangunan infrastruktur seper? jalan, jembatan, rumah sakit, dan lain‐lain yang dibiayai oleh negara. Di samping itu, di 74 sektor swasta, juga terdapat pengusaha informal yang berbasis industri rumah. Karena jumlah mereka cukup signifikan, maka secara akumula?f kontribusinya pajaknya terhadap negara juga cukup signifikan. Selain perusahaan yang bersifat nasional, negara juga mengundang perusahaan‐perusahaan internasional atau investor‐investor asing untuk menanamkan modalnya. Kedatangan mereka dibutuhkan untuk meningkatkan kegiatan perekonomian di suatu negara, meningkatkan penerimaan pajak, dan tentu saja membuka lapangan pekerjaan. Di samping itu, juga terdapat perusahaan internasional yang datang bukan karena di undang, melainkan karena inisia?f sendiri sebab melihat peluang pasar atau berbisnis yang besar pada suatu negara. Pelaku‐pelaku usaha baik disektor formal maupun informal, nasional maupun ingternasional, semuanya dituntut untuk berintegritas. Kuatnya keinginan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak‐ banyaknya dengan usaha yang seminimal mungkin, menjadikan mereka rentan untuk ?dak berintegritas. Sejumlah fakta telah menunjukkan bahwa di dalam sektor swasta ini, terdapat sejumlah pengusaha yang ?dak berintegritas. Menyuap penyelenggara negara, melakukan pengrusakan lingkugan karena ?ndakan ekploitasi alam, melarikan uang negara, bersekongkol dengan pejabat publik untuk melakukan mark up, mengemplang pajak, dan sebagainya merupakan contoh‐contoh perilaku ?dak berintegritas mereka.

3. Sistem Integritas Nasional Suatu Negara