pada PT HM Sampoerna HMSP telah terjadi perputaran total aktiva yang lebih tinggi daripada perusahaan rokok lainnya. Sedangkan rata-rata Total Assets Turn
Over yang paling rendah terjadi pada PT BAT Indonesia BATI yaitu sebesar
0,59. Hal ini menunjukkan bahwa pada PT BAT Indonesia BATI telah terjadi perputaran total aktiva yang lebih rendah daripada perusahaan rokok lainnya.
4.2 Analisis dan Pengujian Hipotesis
4.2.1 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui apakah model regresi yang diperoleh dapat menghasilkan estimator yang BLUE Best Linear Unbiased
Estimator. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini meliputi uji normalitas,
multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.
1. Normalitas Data
Syarat data yang layak untuk diuji adalah data tersebut harus terdistribusi normal. Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi,
variabel dependen, variabel independen, ataupun keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah berdistribusi normal atau
mendekati normal. Salah satu cara untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau
tidak adalah dengan melihat gambar grafik normal P-Plot. Jika gambar distribusi titik-titik data terletak kurang lebih dalam suatu garis lurus berarti menunjukkan
model regresi telah memenuhi asumsi normalitas.
Hasil pengujian normalitas data dengan menggunakan SPSS for Windows versi 17 dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 4.2 : Grafik normal P-Plot
Dari hasil pengujian di atas dapat diketahui bahwa model regresi yang digunakan mendekati nomal. Suatu variabel dapat dikatakan normal jika gambar
distribusi titik-titik data terletak kurang lebih dalam suatu garis lurus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi ini berdistribusi normal.
2. Multikolinieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen. Model regresi
yang baik seharusnya tidak mengandung multikolinearitas. Untuk mendeteksi ada
tidaknya multikolinearitas di dalam model adalah melihat nilai tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor VIF. Pedoman dari suatu persamaan regresi
yang bebas dari gejala multikolinearitas adalah jika masing-masing variabel independen mempunyai nilai VIF kurang dari atau sama dengan 10
Hasil pengujian multikolinieritas dengan menggunakan SPSS for Windows versi 17 dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 4.8 : Uji Multikolinieritas
Coefficients
a
Collinearity Statistics Model
Tolerance VIF
Constant ITO
.350 2.859
ACP .527
1.896 WCTO
.196 5.101
FATO .196
5.102 1
TATO .118
8.440 a. Dependent Variable: LABA
Berdasarkan tabel 4.8 di atas diketahui bahwa nilai VIF Variance Inflation Factor
dari variabel independen kurang dari 10 berarti tidak terjadi gejala multikolinieritas dalam model regresi ini.
3. Heteroskedastisitas
Uji heteroskedasitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dan residual dari pengamatan ke
pengamatan lain. Model yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari
pola gambar scatterplot model tersebut. Model regresi linier berganda terbebas dari asumsi klasik heteroskedastisitas dan layak digunakan dala penelitian, jika
output scatterplot menunjukkan penyebarab titik-titik data yang tidak berpola jelas.
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows versi 17 didapat hasil berupa scatterplot yang terdapat pada
gambar di bawah ini :
Gambar 4.3 : Scatterplot Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan gambar scatterplot tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa titik-titik data tidak membentuk pola tertentu dan tersebar. Dengan demikian maka
semua variabel yang digunakan dalam penelitian bebas dari pengujian asumsi klasik heteroskedastisitas.
4. Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t-1. Jika terjadi
korelasi, maka ada terjadi masalah pada autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini
timbul karena residual kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
autokorelasi. Cara mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson. Jika nilai Durbin Watson hitung mendekati atau di
sekitar angka 2, maka model tersebut terbebas dari asumsi klasik autokorelasi. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan tehadap uji autokorelasi
didapatkan nilai Durbin Watson Statistik yang terdapat dalam tabel :
Tabel 4.9 : Nilai Durbin Watson Statistik
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .595
a
.353 .268
.82769 2.288
a. Predictors: Constant, TATO, ACP, ITO, WCTO, FATO b. Dependent Variable: LABA
Tabel 4.10 : Tabel Durbin Watson
Dw Kesimpulan Kurang dari 0,525
0,525 – 1,703 1,703 – 2,297
2,297 – 3,475 3,475
Ada autokorelasi Tanpa kesimpulan
Tidak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan
Ada autokorelasi
Berdasarkan Nilai Durbin Watson statistik dalam penelitian ini sebesar 2,288 dan berdasarkan nilai tabel Durbin Watson diatas maka dapat disimpulkan
bahwa variabel yang digunakan dalam penelitian ini terbebas dari pengujian asumsi klasik yaitu autokorelasi sehingga tidak perlu dikeluarkan dari model
regresi.
4.2.2 Analisis Regresi Linier Berganda