di Yogyakarta.
109
Meskipun, ormas-ormas atau gangster sisa Orde Baru seperti FAKI, PP, dan FKPPI masih berperan menjadi aktor, namun
sebagian besar pembubaran kegiatan lain dilakukan oleh ormas yang mengusung nama Islam
110
, misalnya seminar LGBTI di Fakultas Psikologi Sanata Dharma
111
dan Lady Fast di Bantul. Sayangnya, kecenderungan fasis dari ormas tersebut tidak kunjung diikuti dengan ketegasan aparat
maupun otoritas di Yogyakarta. Bahkan, selain FUI dan FJI, pembubaran Lady Fast yang dilakukan pada 2 April 2016 justru melibatkan polisi. Di
titik inilah kemudian mulai dipertanyakan hubungan antara ormas atau gangster dengan aparat, yang dalam sejarah di Yogyakarta dikenal
sebagai preman atau gali.
B. Preman di Yogyakarta
Di Yogyakarta, orang-orang yang dikenal preman bergerak dari milisi menuju parlemen.
112
Sebagian dari mereka memiliki kedekatan dengan tentara, bahkan dijadikan sebagai agen sipil tentara.
113
Posisi para preman ini, sebagaimana dideskripsikan oleh Ulil Amri, tampak
mendua. Selain terlibat dalam dunia hitam bisnis keamanan, orang-orang
109
Sementara itu, pembubaran acara nonton bareng sebagaimana terjadi di Aliansi Jurnalis Independen AJI diikuti dengan pemasangan spanduk anti-komunis.
110
Nama ormas ini cukup beragam, ada misalnya GPK, Forum Umat Islam FUI, dan Front Jihad Indonesia FJI. Sebagai catatan, petinggi GPK Muhammad Fuad adalah sekaligus
petinggi di FUI.
111
Seminar ini direncanakan pada tanggal 27 September 2014, namun pada tanggal 16 September 2014, FUI meminta pembatalan acara termaksud.
112
Lihat dalam Kadir, 2011, Op.Cit.
113
Lihat dalam
Ulil Amri,
Biografi Preman-Preman
Yogyakarta 1
dalam http:etnohistori.orgbiografi-preman-preman-jogjakarta-1-mas-joko-pemberani-badran-
yang-terkenal.html
yang disebut preman juga menjadi penyumbang dalam kegiatan sosial, misalnya pembangunan tempat ibadah.
114
Hal tersebut menunjukkan bahwa sosok-sosok preman di Yogyakarta cenderung memiliki
kemiripan dengan bandit sosial atau jagoan pada masa kolonial.
115
Pada masa Orde Baru, preman di Yogyakarta direkrut oleh partai politik. Perekrutan ini dilakukan untuk mempertahankan kedudukan dan
kekuasaan partai dan diorganisir ke dalam gangster. Di Yogyakarta sendiri, ada dua nama gangster yang namanya melegenda, yakni QZRUH
Q-ta Zuka Ribut Untuk Hiburan yang berdiri tahun 1970-an dan Joxzin Joxo Zinthing yang berdiri pada 1982.
116
Sementara QZRUH didirikan oleh RM Imam Kintoko, keponakan Letkol M. Hasbi yang memimpin
Petrus, Joxzin didirikan oleh Maman Sulaiman, seorang desertir marinir yang juga menjadi Komandan PASKAM pasukan Keamanan PPP. Pasca
1998, setelah pada tahun 1980-an menjadi underbouw Golkar, massa QZRUH banyak tergabung dengan partai PDIP, terkhusus dalam Banteng
Muda Indonesia BMI. Pun dengan Kotikam yang kemudian ditengarai menjadi pasukan keamanan KPH H. Anglingkusumo yang di dalamnya
tergabung Deki.
114
Dituliskan kemudian bahwa Mas Joko membangun karir dengan kuliah dan belajar bahasa Inggris, di samping juga memperdalam keahlian agamanya.
115
Lihat juga tulisan Ulil Amri yang lain dalam http:etnohistori.orgbiografi-preman- preman-jogjakarta-2-mas-kris-preman-terban-berbasis-judi.html
116
Bagian ini bisa dilihat dalam Monica Adelina Dian, Dilematis, Pemberantasan Premanisme
di Yogyakarta ,
Agustus diunduh
dari interseksi.orgarchiveblogfilespremanisme.php pada tanggal 12 Juli 2016. Lihat juga
dalam enry Saputro, Yogyakarta Antipreman , April diunduh dari
http:budisansblog.blogspot.co.id201304yogyakarta-antipreman.html pada tanggal 12 Juli 2016.
Setelah reformasi, gangster sekolah kemudian muncul seakan- akan mereproduksi model QZRUH dan Joxzin. Bukan berarti QZRUH dan
Joxzin kemudian bubar, namun justru gentho sekolah biasanya mengikuti gangster-gangster besar seperti QZRUH, Joxzin, Ghemax, atau Phuxon.
Menjadi anggota gangster sekolah membuka kesempatan besar untuk menjadi anggota gangster lebih besar yang terhubung dengan partai
politik. Namun, gangster sekolah ini tidak bertahan lama. Saat ini tawuran, istilah yang biasa digunakan untuk menggambarkan
perkelahian antar sekolah, tidak marak sebagaimana sepuluh tahun yang lalu.
Preman yang menjadi legenda di Yogyakarta adalah Agus Joko Lukito, yang dikenal dengan nama Gun Jack. Ia adalah seorang yang
terdaftar dalam GPK dari PPP. Namanya melambung, setelah Gun Jack membunuh seorang putra perwira. Meskipun ia melarikan diri, namun
akhirnya ia berhasil dibujuk kembali ke Yogyakarta untuk kemudian mendapatkan bekking dari tentara dan dipersenjatai. Hal ini kemudian
menegaskan posisinya sebagai preman kawakan. Setelah Gun Jack meninggal pada tahun 2011, kehidupan preman di Yogyakarta makin
tidak terkontrol. Seorang teman Gun Jack, Rudy Tri Purnama yang juga adalah komandan GPK mengatakan bahwa konflik jalanan menjadi kerap
muncul sepeninggal Gun Jack.
117
117
Lihat dalam Pito Agustin Rusdiana, Generasi Penerus Preman Yogya , diunduh dari https:m.tempo.coreadnews20130420058474731generasi-penerus-preman-yogya
pada 22 Juli 2016.
Kematian Gun Jack memungkinkan untuk mencuatnya nama- nama yang tenggelam semasa kekuasaan Gun Jack. Misalnya Santo dan
Harno yang menguasai daerah Godean, Sotong di daerah Jogokaryan, Marcelinus Bhigu di sekitar Lempuyangan, dan nama lama seperti Yono
di pasar Terban. Masing-masing dari mereka menguasai tanah, lahan parkir, perhotelan, dan keamanan area hiburan malam. Selain itu, jual
beli mobil yang kemudian dikenal dengan istilah leasing juga makin marak, sebab beberapa dari mereka juga bekerja sebagai penagih utang
dan bekerjasama dengan pihak bank. Keterhubungan dengan bidang politik praktis dan dunia usaha menunjukkan bahwa gangster bisa
menjadi pasukan pribadi maupun militia.
118
Selain itu, kelompok preman di Yogyakarta, juga masih menggunakan pola Orde Baru. Setiap kelompok preman memiliki
kedekatan dengan aparat pemerintahan, secara khusus polisi atau militer. Penguasaan lahan di daerah Sleman oleh Harun, yang dikenal sebagai
tokoh Kotikam. Harun berkoordinasi dengan TNI maupun Polisi untuk menguasai hiburan malam seperti Boshe VVIP Club,
Hugo s Cafe, Embassy Platinum Jogja, Montana Cafe, dan salon ++ di Babarsari. Model kelompok
Harun ini berbeda dengan Paksi Katon yang sama-sama sering terlibat kekerasan namun Paksi Katon secara jelas memiliki kedekatan dengan
118
Stein K ristiansen, Violent Youth Groups in ndonesia: The Cases of Yogyakarta and Nusa
Tenggara Barat , dalam Sojourn: Journal of Social Issues in Southeast Asia, Vol. 18, No. 1 April 2003, hal. 114.
pemerintahan sementara kelompok gangster seperti Harun, Sotong, atau Harno jarang muncul untuk bekerja atas nama pemerintah.
Komposisi gangster di Yogyakarta juga mengalami pendefinisian dengan lebih jelas, yakni berdasarkan agama atau etnis. Stein Kristiansen
menunjukkan bagaimana identitas keagamaan menjadi penting dalam membuat label dalam kelompok masyarakat.
119
Tumbuhnya gangster bernafaskan agama ini bukan berarti meningkatnya permintaan untuk
menegakkan hukum berdasar agama, melainkan lebih pada bagaimana agama dijadikan sebagai alat kekuasaan. Gangster berdasarkan etnis
kemudian juga muncul dengan tokoh-tokoh seperti Marcelinus Bhigu, Hendrik Angel Sahetapi, atau dari Pattimura Muda.
120
Pada tahun 2013 lalu sempat muncul perbincangan mengenai kelompok gangster NTT yang merangkak naik lewat jasa keamanan.
Seorang yang tidak mau disebut namanya mengatakan bahwa kelompok NTT, juga kelompok dari luar Yogyakarta lainnya, tidak pernah
menguasai keamanan atau jalanan Yogyakarta. Kemanan dan jalanan tetap dikuasai oleh preman-preman tua, sementara kelompok NTT hanya
diberi tugas preman-preman tua itu untuk menjaga keamanan cafe. Keamanan cafe yang dijaga oleh kelompok NTT berada di sekitar
Condong Catur, jalan Solo yang masuk dalam Kabupaten Sleman, dan
119
Ibid. , hal
. Kristiansen menuliskan: Religion is obviously an important identity marker for the young in Indonesia today, and probably more so for those marginalized from the
national process of economic development and modernization.
120
Kelompok Pattimura Muda sempat mendirikan posko di pertigaan Citrouli, Babarsari. Namun pada bulan Juli 2016, poosko tersebut berganti wajah menjadi warung kopi.
Babarsari. Tumbuhnya usaha di Babarsari dan terpusatnya jumlah orang asal NTT di Babarsari membuat kelompok NTT ini terlibat dalam jasa
keamanan, meskipun mereka tidak menguasai, hanya ikut gento-gento tua sebagai keamanan kafe. Sementara itu kawasan yang selama ini
menjadi pundi-pundi bagi gali di Yogyakarta masih tetap dikuasai oleh preman asal Yogyakarta. Tempat ini merentang dari kota Yogyakarta dan
DIY bagian Selatan sampai ke Jalan Bantul dan Bantul Kota, tak terkecuali juga Sleman Kota.
121
Guna mempertahankan kekuasaan, tidak jarang kekerasan digunakan. Penggunaan kekerasan ini kemudian dilekatkan dengan
kriminalitas, karena istilah seperti pembacokan, penusukan, atau pembunuhan menjadi sangat akrab dengan kekerasan. Dengan demikian,
selain tidak terpisahkan dari otoritas pemerintahan, keberadaan preman juga, sebagaimana disebut di awal, sangat lekat dengan kriminalitas.
Masalahnya sebutan preman, sebagai sebuah tanda tanpa marka dan bisa dilekatkan ke siapa saja, yang jamak disebut kriminal ini juga
mengandung unsur kekuasaan yang berkepentingan. Oleh karenanya, bagian
selanjutnya diperbincangkan
mengenai kriminalitas,
di Yogyakarta.
121
Lihat dal am Kelompok NTT Bukan Penguasa Dunia Malam Jogja , diunduh dari
http:www.jpnn.comread20130325164327Kelompok-NTT-Bukan-Penguasa-Dunia- Malam-Jogja pada 2 Agustus 2016.
C. Kriminalitas di Yogyakarta