E. Dinamika Adversity Intelligence dan Kesejahteraan Psikologis
Di dalam adversity intelligence terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi daya juang seseorang. Aspek yang pertama adalah control.
Apabila individu memiliki control yang tinggi, maka individu tersebut akan dapat mengendalikan kesulitan-kesulitan yang dialaminya. Kemampuan
individu dalam mengendalikan kesulitan akan membuat individu merasa lebih optimis. Sikap tersebut membuat individu mampu melihat peluang dalam
mencari penyelesaian terhadap masalah yang dihadapinya. Keadaan tersebut akan membuat kesejahteraan psikologis tinggi. Sebaliknya apabila control
yang dimiliki individu rendah, maka individu tersebut akan merasa tidak berdaya dan menganggap kesulitan-kesulitan yang ada berada diluar dari
kendalinya. Perasaan tersebut membuat individu menjadi pesimis, mudah menyerah, dan putus asa. Ketika individu pesimis, mudah menyerah, dan
putus asa maka ia akan pasrah pada situasi sulit yang ada. Hal ini pada akhirnya akan membuat kesejahteraan psikologis individu rendah Stoltz,
2000. Aspek yang kedua adalah origin dan ownership. Apabila individu
memiliki origin dan ownership yang tinggi, maka individu akan dapat menempatkan masalah tidak hanya pada diri sendiri. Individu juga mampu
melihat faktor dari luar sebagai asal usul masalah dan bersedia menanggung akibat atas situasi sulit yang dihadapi secara objektif. Kemampuan individu
untuk melihat adanya faktor dari luar sebagi asal usul masalah membuat individu tidak selalu menyalahkan dirinya sendiri ketika suatu masalah
menimpanya. Individu tetap akan merasa menyesal, akan tetapi penyesalan yang dialaminya adalah penyesalan yang sewajarnya. Rasa penyesalan yang
sewajarnya membuat individu mau belajar dari kesalahan yang ada. Kemauan belajar dari kesalahan yang ada membuat kesejahteraan psikologis individu
tinggi. Sebaliknya apabila origin dan ownership yang dimiliki individu rendah, maka individu akan menganggap kesulitan sebagai sesuatu yang
merupakan kesalahan dari dirinya sendiri. Akibatnya individu akan menyalahkan dirinya sendiri. Sikap individu yang selalu menyalahkan diri
sendiri membuat individu minder, tidak percaya diri dan ragu-ragu. Sikap individu yang minder, tidak percaya diri, dan ragu-ragu akan membuat
kesejahteraan psikologis dari individu tersebut rendah Stoltz, 2000. Aspek yang ketiga adalah reach. Apabila individu memiliki reach yang
tinggi, maka individu akan dapat merespon kesulitan sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas. Kemampuan individu untuk merespon kesulitan sebagai
sesuatu yang terbatas akan membuat individu lebih berdaya dan dapat menentukan sikap. Hal ini membuat kesukaran dan tantangan yang dihadapi
individu lebih mudah ditangani. Kemampuan menangani kesukaran dan tantangan membuat kesejahteraan psikologis individu akan tinggi. Apabila
reach yang dimiliki individu rendah, maka individu akan merespon kesulitan
sebagai sesuatu yang mempengaruhi hal-hal lain dalam kehidupannya. Akibatnya individu kurang dapat menentukan sikap dan tidak berdaya untuk
mengambil suatu tindakan. Ketidak mampuan individu menentukan sikap dan tindakan membuat kesejahteraan psikologis individu rendah Stoltz, 2000.
Aspek yang keempat adalah endurance. Individu yang memiliki endurance
tinggi akan menganggap kesulitan sebagai sesuatu yang sementara dan kecil kemungkinannya terjadi lagi. Keyakinan individu bahwa masalah
yang ada hanya sementara membuat individu memiliki semangat, rasa optimis, dan keyakinan untuk melalui situasi tersebut. Keadaan tersebut
membuat individu cepat bertindak dan bangkit dari keterpurukan. Kemampuan
individu untuk
bangkit dari
keterpurukan membuat
kesejahteraan psikologis individu tinggi. Sementara itu, individu yang memiliki endurance yang rendah akan memandang kesulitan sebagai
peristiwa yang berlangsung lama. Keadaan tersebut membuat individu merasa tidak berdaya, putus asa, dan kehilangan harapan. Rasa tidak berdaya dan
putus asa membuat individu kurang mampu untuk bertindak melawan kesulitan dan pada akhirnya terpuruk pada keadaan. Individu yang terpuruk
pada keadaan akan memiliki kesejahteraan psikologis yang rendah Stoltz, 2000.
Kita dapat lihat dinamika antara adversity intelligence dan kesejahteraan psikologis dalam bagan berikut:
13
Bagan Hubungan Adversity Intelligence dan Kesejahteraan Psikologis
Kesejahteraan Psikologis
tinggi Tidak selalu menyalah-
kan diri sendiri, menye- sal sewajarnya.
Optimis Dapat meengendalikan kesulitan-
kesulitan yang di alami. Menempatkan masalah tidak hanya
pada diri sendiri, namun juga melihat faktor dari luar sebagai asal usul
masalah dan bersedia menanggung akibat
atas situasi sulit yang dihadapi secara
objektif. Lebih berdaya dan dapat
menentukan sikap. Merespon kesulitan sebagai sesuatu
yang spesifik dan terbatas. AI
Tinggi Menganggap
kesulitan sebagai
sesuatu yang sementara, dan kecil kemungkinannya terjadi lagi
.
Memiliki semangat, op- timis, keyakinan dapat
melaluinya.
AI pada
pensiunan
Pesimis, mudah
me- nyerah, putus asa
Tidak berdaya. Merasa bahwa kesulitan- kesulitan yang terjadi
berada di luar kendali.
Menyalahkan diri sen- diri.
Menganggap kesulitan
sebagai sesuatu yang merupakan kesalahan
diri sendiri
.
AI Rendah
Kesejahteraan Psikologis
rendah Kurang dapat menen-
tukan sikap. Merespon kesulitan sebagai sesuatu
yang mempengaruhi hal-hal lain dalam kehidupan.
Tidak berdaya, putus asa, dan hilangnya ha-
rapan. Memandang
kesulitan sebagai
peristiwa yang berlangsung lama Kesukaran,
dan tantangan lebih mu
dah ditangani. Cepat
bertindak, bangkit dari keter-
purukan.
Pasrah pada situasi yang ada
Minder, tidak per-
caya diri dan ragu- ragu.
Tidak berdaya un- tuk mengambil tin-
dakan.
Kurang bertindak melawan kesulitan,
terpuruk pada ke- adaan.
Mampu melihat
peluang Belajar dari kesala-
han yang ada.
Kesejahteraan Psikologis
pada Pensiunan
F. Hipotesis