Konsepsi Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Jelaslah bahwa perkawinan merupakan lembaga suci dan berkuatan hukum. Dengan adanya perkawinan akan memberikan kejelasan status dan kedudukan anak yang dilahirkan. Jadi asal usul kelahiran seseorang tentunya sangat menentukan kehidupannya kelak, seperti halnya dengan status apakah dia terlahir sebagai anak sah atau anak diluar kawin. Dari perbedaan satus tersebut maka akan membedakan hak dan kedudukan anak sah dan anak luar kawin.

2. Konsepsi

Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang, diatur oleh hukum waris. Dalam hukum perdata pengertian hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati sebagai akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga. 48 48 A. Pitlo, Hukum Waris menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda, terjemahan M. Isa Arief, Intermasa, Jakarta, 1979, hal. 1. Universitas Sumatera Utara R. Santoso Pudjosubroto, mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan hukum waris adalah : “Hukum yang mengatur apakah dan bagaimanakah hak-hak dan kewajiban- kewajiban tentang harta benda seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.” 49 Dengan demikian maka mewaris, berarti menggantikan tempat seseorang yang meninggal si pewaris dalam hubungan-hubungan hukum harta kekayaannya. Hubungan-hubungan hukum yang lain, misalnya hubungan dalam hukum keluarga, kecuali beberapa hal yang disebut dalam pasal-pasal 257, 258, dan 270 KUH Perdata. Sebaliknya, ada pula beberapa hubungan hukum dalam hukum harta kekayaan yang tidak termasuk disini. Jadi, ada pula beberapa hubungan hukum dalam hukum harta kekayaan yang tidak menjadi warisan, yaitu : 1. Hak-hak yang bersifat pribadi, seperti : a. Hak pakai dan mendiami. b. Vruchtgenot Orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua berhak menikmati hasil atas harta kekayaan si anak dari orang tua. c. Hak-hak penuh sebagai buruh berdasarkan perjanjian kerja, tidak diwaris oleh ahli waris. 2. Tidak termasuk hoogstpersoonlijke rechten Hak-hak yang sangat pribadi, dan juga tidak termasuk warisan adalah : hak vruchtgebruik suatu hak kebendaan 49 R. Santoso Pudjosubroto, Masalah Hukum Sehari-hari, Hien Hoo Sing, Yogyakarta 1964, hal. 8. Universitas Sumatera Utara untuk menarik penghasilan dari suatu benda orang lain, seolah-olah benda itu kepunyaannya sendiri, dengan kewajiban menjaga supaya benda tersebut tetap dalam keadaannya semula. 50 Selanjutnya, Klassen-Eggens menunjuk bahwa ada pula hak dan kewajiban yang hanya berpindah secara terbatas, misalnya perijinan mengangkut barang, bahwa berakhirnya hak dan kewajiban karena kematian seseorang tidak menghalang- halangi mengurangi kewajiban memberikan perhitungan dan tanggung gugat yang berpindah kepada ahli waris, misalnya dalam hal eksekusi atau pemberian kuasa. 51 3. Pembayaran asuransi jiwa. Pada umumnya pembayaran asuransi jiwa tidak termasuk warisan. Pensiun yang diberikan kepada si janda berdasarkan perjanjian kerja, lebih banyak dipandang sebagai hak yang sewajarnya jatuh pada si janda, sehingga hak itu dipandang diperoleh berdasarkan suatu natuurlijke verbintenissen 52 suatu perikatan yang berada di tengah-tengah antara moral atau kepatutan dan suatu perikatan hukum atau perikatan hukum tidak sempurna, hutang dianggap ada, tetapi hak untuk menuntut pembayaran 50 R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Penerbit Intermasa, Jakarta, 1985, hal. 76. 51 R. Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Waris Kodifikasi, Airlangga University Press, Surabaya, 2000, hal. 3. 52 R. Subekti, Op Cit, hal.126. Universitas Sumatera Utara tidak ada, dimana baru jadi sempurna bila ia membayar hutang itu, sehingga jadi perikatan biasa. 53 Dalam hukum Islam, istilah ilmu waris dikenal dengan ilmu faraidh. Adapun yang dimaksud dengan faraidh adalah masalah pembagian harta warisan. Kata faraidh adalah bentuk jamak dari al-faridhah yang bermakna al-mafrudhah atau sesuatu yang diwajibkan. Artinya, pembagian yang telah ditentukan kadarnya. 54 Menurut bahasa, lafal faridhah diambil dari kata al-fardh atau kewajiban yang memiliki makna etimologis dan terminologis. Secara etimologis, kata al-fardh memiliki beberapa arti, diantaranya sebagai berikut : 55 1. al-qath yang berarti ketetapan atau kepastian. Misalnya dalam ungkapan ﺖﻌﻂﻗ ﻱ ﺃ ﻞ ﺎﻤﻠ ﺍ ﻥﻣ ﺍ ﺫﻜ ﻦ ﻼﻓﻠ ﺖﻀ ﺮﻔ aku telah menetapkan dengan pasti bagian harta untuk si fulan. Dalam firman Allah SWT Q.S. an-Nisa ayat 7 : “…Sebagai suatu bagian yang telah ditetapkan.” 2. at-taqdir yang berarti suatu ketentuan, seperti firman Allah SWT Q.S. Al-Baqarah ayat 237 : “…Karena itu, bayarlah separuh dari jumlah yang telah kau tentukan itu…” 3. al-inzal yang berarti menurunkan, seperti firman Allah SWT Q.S. al-Qashash ayat 85 : “Sesungguhnya, Yang mewajibkan atasmu melaksanakan hukum-hukum Al- Qur’an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali….” 4. at-tabyin yang berarti penjelasan, , seperti firman Allah SWT Q.S. at-Tahrim ayat 2 : “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu….” 5. al-ihlal yang berarti menghalalkan, , seperti firman Allah SWT Q.S. al-Ahzab ayat 38 : “Tidak ada suatu keberatan pun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya.” 53 R. Soetojo Prawirohamidjojo, Loc Cit. 54 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Op Cit, hal. 11. 55 Ibid. Universitas Sumatera Utara 6. al-‘Atha yang berarti pemberian, seperti dalam pepatah bangsa Arab yang berbunyi ﺀ ﺎﻃﻋ ﻱ ﺃ ﺎﻀ ﺮﻔ ﻻ ﻮ ﺎﻀ,ﺮﻓ ﻪﻨﻤ ﺖﺒﺻ ﺃ ﻻaku tidak mendapatkan pemberian ataupun pinjaman darinya. Kata fardh dalam ungkapan tersebut berarti pemberian. Keenam arti diatas dapat digunakan seluruhnya karena ilmu faraidh meliputi beberapa bagian kepemilikan, yang telah ditentukan secara tetap dan pasti. Disamping itu, penjelasan Allah SWT tentang setiap ahli waris yang menerima bagiannya masing-masing, semuanya merujuk pada sebutan atau penamaan ilmu faraidh. Secara terminologis, ilmu faraidh memiliki beberapa definisi, yakni sebagai berikut : 56 1. Penetapan kadar warisan bagi ahli waris berdasarkan ketentuan syara’ yang tidak bertambah, kecuali dengan radd mengembalikan sisa lebih kepada para penerima warisan dan tidak berkurang, kecuali dengan ‘aul pembagian harta waris, dimana jumlah bagian para ahli waris lebih besar daripada asal masalahnya, sehingga harus dinaikkan menjadi sebesar jumlah bagian-bagian itu. 2. Pengetahuan tentang pembagian warisan dan tata cara menghitung yang terkait dengan pembagian harta waris dan pengetahuan tentang bagian yang wajib dari harta peninggalan untuk setiap pemilik hak waris. 3. Disebut juga dengan fiqh al-mawarits fikih tentang warisan dan tata cara menghitung harta waris yang ditinggalkan. 4. Kaidah-kaidah fikih dan cara menghitung untuk mengetahui bagian dari setiap ahli waris dari harta peninggalan. 5. Disebut juga dengan ilmu yang digunakan untuk mengetahui ahli waris yang dapat mewarisi serta mengetahui kadar bagian setiap ahli waris. 57 Sedangkan status hak waris anak dapat dikatakan sebagai ketentuan mengenai kedudukan hukum ahli waris terhadap harta warisan dan besarnya bagiannya. 56 Ibid, hal.12. 57 At-Tadrir, Asy-Syarh al-Kabir, juz IV, Mesir, t.t., hal. 406, dalam Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Op Cit, hal. 12. Universitas Sumatera Utara Dalam Pasal 42 UU No. 1 Tahun 1974, dinyatakan : “Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah.” Dan dalam Pasal 250 KUH Perdata disebutkan pengertian anak sah, yaitu : “Tiap-tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan memperoleh si suami sebagai bapaknya.” Jadi, anak yang dilahirkan dalam suatu ikatan perkawinan yang sah mempunyai status sebagai anak kandung dengan hak-hak keperdataan melekat padanya serta berhak untuk memakai nama dibelakang namanya untuk menunjukkan keturunan dan asal-usulnya. Sedangkan pengertian anak luar kawin adalah : “Anak yang dilahirkan seorang perempuan, sedangkan perempuan itu tidak berada dalam ikatan perkawinan yang sah dengan pria yang menyetubuhinya.” 58 Dalam hukum perdata, anak yang lahir diluar perkawinan dinamakan natuurlijk kind. Ia dapat diakui atau tidak diakui oleh ayah atau ibunya. Menurut sistem yang dianut KUH Perdata, baru dengan adanya pengakuan lahir suatu pertalian kekeluargaan dengan akibat-akibatnya, terutama hak waris antara anak dengan orang 58 Abdul Manan, Aneka Masalah hukum Perdata Islam di Indonesia, Penerbit Kencana, Jakarta, 2006, hal. 80. Universitas Sumatera Utara tua yang mengakuinya. Dan hubungan kekeluargaan antara anak dan keluarga orang tua yang mengakuinya baru terjadi dengan adanya pengesahan. 59 Dalam Pasal 43 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan : “Anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.” Dalam hukum Islam melakukan hubungan seksual antara pria dan wanita tanpa ikatan yang sah disebut zina. Ada dua macam istilah bagi zina, yaitu zina muhson, yaitu zina yang dilakukan oleh orang yang telah atau pernah nikah, hukumannya dirajam sampai mati, dan zina ghairu muhson adalah zina yang dilakukan oleh orang yang belum pernah menikah, berstatus jejakaperawan, dan hukumannya adalah dicambuk seratus kali, dan anak yang dilahirkan disebut anak zina atau anak luar kawin. 60 Disamping hal tersebut diatas, hukum Islam juga menetapkan anak luar kawin, yaitu : 1. Anak mula’nah, yaitu anak yang dilahirkan dari seorang wanita yang di-li’an suaminya. Kedudukan anak mula’nah ini hukumnya sama saja dengan anak zina, ia tidak mengikuti nasab suami ibunya yang me-li’an, tetapi mengikuti nasab ibu yang melahirkannya, ketentuan ini berlaku juga terhadap hukum kewarisan, perkawinan, dan lain-lain. 59 R. Subekti, Op Cit, hal. 50. 60 Abdul Manan, Op Cit, hal. 82. Universitas Sumatera Utara 2. Anak syubhat, kedudukannya tidak ada hubungan nasab dengan laki-laki yang menggauli ibunya, kecuali kalau laki-laki itu mengakuinya. 61 Pengertian perbandingan adalah : “Menguji benda-benda untuk melihat bagaimana persamaannya dan bagaimana perbedaannya.” 62 Pengertian Kompilasi Hukum Islam KHI adalah : “Suatu dokumen yustisia atau buku Kompilasi Hukum Islam sebagai pedoman bagi hakim di lingkungan Badan Peradilan Agama sebagai hukum terapan dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya.” 63

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi dan tipe penelitian