BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bagian-bagian yang sebelumnya dan permasalahan yang telah dirumuskan, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Status hak waris anak luar kawin dalam KHI yaitu bahwa anak tersebut hanya berhak mewaris dari ibunya dan keluarga ibunya demikian juga sebaliknya.
Sedangkan, terhadap ayah biologisnya anak tersebut sama sekali tidak ada hubungan hukum sehingga tidak menimbulkan hubungan saling mewarisi.
Sebagaimana tertuang dalam Pasal 43 UU No. 1 Tahun 1974, yang berbunyi : “1 Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. 2 Kedudukan anak tersebut ayat 1 di atas selanjutnya akan diatur
dalam Peraturan Pemerintah.” Mengenai besarnya bagian warisan adalah mengacu terhadap ketentuan waris
yang terdapat dalam hukum Islam. 2. Status hak waris anak luar kawin yang terdapat dalam BW baru timbul setelah
adanya pengakuan dari laki-laki atau perempuan yang membenihkannya, sedangkan dengan keluarga ayah dan ibu yang mengakuinya baru timbul setelah
adanya pengesahan. Namun, pengakuan yang dilakukan sepanjang perkawinan tidaklah menimbulkan hak waris terhadap anak tersebut sepanjang ia memiliki
Universitas Sumatera Utara
keturunan yang sah dari perkawinannya tersebut. Sedangkan, mengenai besarnya bagiannya adalah telah ditentukan porsinya sesuai dengan siapa ia bersama-sama
mewaris, yaitu sebagaimana diatur pada Pasal 863 BW. 3. Perbandingan waris anak luar kawin antara KHI dan BW yaitu, pada dasarnya
pengertian anak luar kawin yang bisa mewaris dari kedua laki-laki dan perempuan yang membenihkannya antara KHI dan BW adalah sama, yaitu dilahirkan dari
dua orang yang masing-masing tidak terikat pernikahan, begitu juga yang dianut BW yaitu anak luar kawin diluar anak zina salah satu terikat perkawinan
maupun kawin sumbang. Dalam KHI, anak luar kawin hanya memiliki hubungan saling waris mewarisi dengan ibunya dan keluarga ibunya. Sedangkan dalam BW,
baru dengan adanya pengakuan maka anak tersebut dapat mewaris dari kedua orang tua yang mengakuinya itu. Namun, terdapat perbedaan prinsipil antara
keduanya, didalam KHI dan hukum Islam, sang anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, sedangkan dalam BW,
anak tersebut bisa saja tidak mempunyai hubungan dengan keduanya, karena anak tersebut baru mempunyai hubungan hukum setelah diakui baik oleh laki-laki
ataupun perempuan yang membenihkannya. Dalam KHI besarnya bagian waris anak tersebut adalah mengacu kepada ketentuan Al-Qur’an dan Hadist yang
dijabarkan dalam KHI pada bagian Hukum Waris, sedangkan dalam BW mengenai porsi anak luar kawin mengacu kepada Pasal 863 BW yang tidak sama
Universitas Sumatera Utara
bagiannya dengan anak sah, dan porsi-porsi yang berbeda jika ia mewaris bersama ahli waris dari golongan lain.
B. Saran