UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.5 Persentasi Sildenafil Larut Pertablet 100 mg
Menit t C Q
C Q C Q C Q
C Q C Q
5 74,545
72,727 75,227
17,273 17,5
12,955 10
75 77,273
77,045 82,645
81,136 77,955
15 78,182
78,182 81,364
89,09 92,273
94,318 30
80 78,864
81,818 99,54
98,182 95,409
Q Rata- rata =89,074
4.2 PEMBAHASAN
Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan panjang gelombang maksimum dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet-
visible dan didapatkan hasilnya bahwa sildenafil sitrat mempunyai serapan maksimum pada 292 nm. Pemilihan panjang gelombang ini dilakukan untuk
meningkatkan selektivitas dan sensitifitas analisis dari sampel yang digunakan.
Langkah selanjutnya adalah penentuan komposisi fase gerak dan laju alir. Pada pemilihan fase gerak, digunakan menggunakan kolom Acclaim
C18 dengan kecepatan alir 0,1 mLmenit, panjang gelombang 292 nm, dan volum penyuntikan 20
l komposisi fase gerak semula terdiri dari buffer phosfat pH 3
– acetonitril 50:50 bedasarkan pada penelitian N. Kannappan at all., 2010.
Pada komposisi fase gerak ini tidak ditemukan puncak kromatogram. Kemudian dilakukan modifikasi dengan mengganti fase gerak dengan
metanol dan air dengan komposisi metanol - air 30:70 berdasarkan pada komposisi fase gerak ini juga tidak terlihat puncak pada kromatogram
BPOM RI. Dan komposisi ketiga fase geraknya metanol:air 95:5 dengan kecepatan alir
0,8 mLmenit, dan volum penyuntikan 50 l. Dengan fase gerak ini, didapatkan waktu retensi sekitar 3,24 menit.
Validasi metode penetapan kadar sildenafil sitrat dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa metode tersebut akurat dan dapat
digunakan sebagai metode penetapan kadar. Validasi metode yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
digunakan adalah validasi sebagian dengan mempertimbangkan bahwa metode yang di lakukan pada penelitian ini merupakan modifikasi dari
metode yang telah dilakukan sebelumnya. Parameter validasi yang dilakukan meliputi diantaranya linieritas, limit deteksi dan limit kuantitasi,
akurasi, presisi dan perolehan kembali. Linieritas merupakan kemampuan metode analisi yang memberikan
respon yang secara langsung proposional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Dari percobaan dibuat larutan standar Sildenafil dengan rentang
konsentrasi 10, 20, 30, 40,50 µgmL, dan didapat hasil persamaan garis linier y = - 0,9307 + 1,1773x, dan koefisisen krelasi r 0,9999.
Kemudian dilakukan penetapan batas deteksi dan batas kuantitasi dari standar. Batas deteksi merupakan jumlah kecil analit dalam sampel yang
dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih
dapat memenuhi kriteria akurat dan seksama. Hasil dari uji batas deteksi ini adalah 0,237 µgmL dan batas kuantitasi sebesar 0,789 µgmL.
Uji akurasi dilakukan untuk mengetahui kedekatan hasil penetapan yang di peroleh dengan hasil sebenarnya. Uji akurasi dilakukan dengan
mengukur tiga konsentrasi yaitu 20 µgmL, 30 µgmL, dan 40 µgmL, dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan untuk masing
– masing konsentrasi. Dengan nilai perolehan kembali masimg masing konsentrasi sebesar
91,986 pada konsentrasi 20 µgmL, 100,203 pada konsentrasi 30 µgmL, dan 100,853 pada konsentrasi 40 µgmL.
Presisi adalah ukuran yang menunjukan derajat kesesuain antara hasil uji individual. Presisi diperiksa dengan menghitung RSD Relative Standard
Deviation pada tiga konsentrasi yaitu 20 µgmL, 30 µgmL, dan 40 µgmL, dilakukaun sebanyak 3 kali pengulangan untuk masing
– masing konsentrasi rendah 20 µgmL sebesar 1,035 pada konsentrasi 30 µgmL diperoleh
RSD Relative Standard Deviation sebesar 1,690 dan pada konsentrasi 40µgmL konsentrasi yang didapat adalah 1,020. Pengukuran yang
dilakukan didapatkan hasil RSD Relative Standard Deviation ± 2 hasil tersebut telah memenuhi syarat untuk uji presisi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada sampel obat dilihat dari panjang gelombang menggunakan spektrofotometer Ultraviolet Visibel, diketahui panjang gelombang
maks “pil biru” yang berasal dari toko A maupun toko B sama dengan standard
yaitu 292 nm. Kemudian berdasarkan penelitian analisis sildenafil sitrat menggunakan KCKT, diperoleh luas area, bentuk peak dan waktu retensi
sampel sama dengan standard sildenafil dari BPOM. Sehingga dapat disimpulkan bahwa “Pil Biru” yang diambil sebagai sampel benar- benar
menggandung Sildenafil sitrat. Dari hasil analisis kuantitatif menggunakan HPLC diperoleh kadar sildenafil
“Pil Biru” dari toko A1 93,204 mg toko A2 adalah 96,342 mg dan
kadar Sildenafil “Pil Biru” dari toko B1 adalah 80,567 mg dan pada toko B2 adalah 82,080 mg.
Untuk uji disolusi ini dilakukan dengan menggukan metode tipe 1, namun sebelumnya uji ini dilakukan, terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi
sehingga diperoleh nilai regresi linier y = 0,0005 + 0,0219x. Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan temperatur dan kecepatan putar
pengadukan yang selalu dipertahankan pada kondisi konstan, yaitu 37 ± 0,5 °C, medium yang digunakan adalah HCl 0,01 N sebanyak 900 ml. Sampel
diambil sebanyak 3 ml pada menit ke 5, 10, 15, 30, pada pengambilan sampel cairan medium diganti dengan medium yang baru pada suhu dan
volume yang sama. Untuk waktu yang digunkan hanya sampai menit ke 30 karena
diperkirakan pada menit tersebut zat aktif sudah melarut semua. Sampel sildenafil sitrat yang terkandung dalam “Pil Biru” sebenarnya tidak terdaftar
dalam Farmakope Indonesia. Tetapi secara umum Farmakope Indonesia menggunakan Q tidak kurang dari 80 FI IV, 1995 untuk tablet yang
mengandung zart aktif 100 mg. Q adalah jumlah obat yang terlarut pada waktu tertentu yang dinyatakan sebagai persentase dari kandungan yang
tertera pada e tiket. Sampel “Pil Biru” memiliki nilai Q rata-rata dari hasil
uji disolusi yaitu 89,074 , maka dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel “Pil Biru” telah memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia
FI 1V, 1995 dengan Q tidak kurang dari 80.
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Dari penentuan panjang gelombang maksimum menggunakan
spektrofotometer ultraviolet-visibel diketahui bahwa panjang gelombang maksimunya adalah 292 nm.
2. Dari hasil analisis kuantitatif mengunakan KCKT diketahui bahwa
zat aktif yang terkandung dalam “Pil Biru” adalah sildenafil sitrat dengan kadar zat aktif sebesar 93,204 mg dari toko A1, toko A2
adalah λ6,342 mg dan kadar Sildenafil “Pil Biru” dari toko B1 adalah 80,567 mg dan pada toko B2 adalah 82,080 mg.
3. Dsri hasil uji disolusi yang dilakukan di dapatkan rata-rata nilai Q
sebesar uji disolusi yaitu 89,074 , maka dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel “Pil Biru” telah memenuhi persyaratan
Farmakope Indonesia FI IV, 1995 dengan Q tidak kurang dari 80.
5.2 SARAN
Perlu dilakukan analisis kandungan dan kadar zat aktif dari obat lain yang dijual secara bebas di pinggir jalan untuk mengetahui kebenaran
kandungannya.