b Bahasa
Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi 4 parameter, yaitu kelancaran, pemahaman, pengulangan dan naming.
1 Kelancaran
Kelancaran merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Suatu metode yang
dapat membantu menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau berbicara secara spontan.
2 Pemahaman
Pemahaman merujuk pada kemampuan untuk memahami suatu perkataan atau perintah, dibuktikan dengan mampunya seseorang
untuk melakukan perintah tersebut. 3
Pengulangan Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau
kalimat yang diucapkan seseorang. 4
Naming Naming merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu
objek beserta bagian-bagiannya.
c Atensi
Atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon stimulus spesifik dengan mengabaikan stimulus yang lain di luar
lingkungannya. 1
Mengingat segera
Aspek ini merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengingat sejumlah kecil informasi selama 30 detik dan mampu untuk
mengeluarkannya kembali. 2
Konsentrasi Aspek ini merujuk pada sejauh mana kemampuan seseorang untuk
memusatkan perhatiannnya pada satu hal. Fungsi ini dapat dinilai dengan meminta orang tersebut untuk mengurangkan 7 secara berturut-
turut dimulai dari angka 100 atau dengan memintanya mengeja kata secara terbalik.
d Memori
Memori verbal, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi yang diperolehnya.
1 Memori baru
Kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi yang diperolehnya pada beberapa menit atau hari yang lalu.
2 Memori lama
Kemampuan untuk mengingat informasi yang diperolehnya pada beberapa minggu atau bertahun-tahun lalu.
3 Memori visual
Kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi berupa gambar.
e Fungsi konstruksi, mengacu pada kemampuan seseorang untuk
membangun dengan sempurna. Fungsi ini dapat dinilai dengan meminta orang tersebut untuk menyalin gambar, memanipulasi balok atau
membangun kembali suatu bangunan balok yang telah dirusak sebelumnya.
f Kalkulasi, yaitu kemampuan seseorang untuk menghitung angka.
g Penalaran, yaitu kemampuan seseorang untuk membedakan baik buruknya
suatu hal, serta berpikir abstrak Goldman, 2000.
4. Teori Mempertahankan Fungsi Kognitif
Peningkatan jumlah lansia harus diimbangi kesiapan keluarga dan tenaga kesehatan dalam memandirikan dan meminimalisir bantuan ADL Activity
Daily Living makan, minum, mandi, berpakaian, dan menaruh barang pada lansia, karena pada lansia terjadi berbagai penurunan atau perubahan antara
lain perubahan fisiologis yang menyangkut masalah sistem muskuloskeletal, syaraf, kardiovaskuler, respirasi, indera, dan integumen, hal ini yang
menghambat keaktifan dan keefektifan lansia dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara mandiri. Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia
berapa penampilan seseorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda-beda, baik dalam hal pencapaian
puncak maupun penurunannya Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2008. Perawat atau keluarga sangat berperan penting dalam membantu lansia
yang mengalami penurunan pada aspek kognitif, yaitu dengan menumbuhkan
dan membina hubungan saling percaya, saling bersosialisasi, dan selalu mengadakan
kegiatan yang
bersifat kelompok,
selain itu
untuk mempertahankan fungsi kognitif pada lansia upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan cara menggunakan otak secara terus menerus dan di istirahatkan dengan tidur, kegiatan seperti membaca, mendengarkan berita dan
cerita melalui media sebaiknya di jadikan sebuah kebiasaan hal ini bertujuan agar otak tidak beristirahat secara terus menerus Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2008. Mengisi teka teki silang TTS juga merupakan salah satu cara menjaga
daya ingat yang bisa di lakukan para lansia, Brain Gym senam otak juga diduga mampu mempertahankankan bahkan meningkatkan kemampuan fungsi
kognitif lansia, gerakan-gerakan dalam brain gym digunakan oleh para murid di Educational Kinesiology Foundation, California, USA 2006, untuk
meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan menggunakan keseluruhan otak. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan melakukan brain gym.
Gerakan-gerakan ringan dengan permainan melalui olah tangan dan kaki dapat memberikan rangsangan atau stimulus pada otak. Gerakan yang menghasilkan
stimulus itulah yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan, persepsi, belajar, memori, pemecahan masalah dan
kreativitas, selain itu kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan spiritual sebaiknya digiatkan agar dapat memberi ketenangan pada lansia Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2008.
C. Kognitif Pada Lansia
Perubahan kognitif yang terjadi pada lansia, meliputi berkurangnya kemampuan meningkatkan fungsi intelektual, berkurangnya efisiensi tranmisi
saraf di otak menyebabkan proses informasi melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi, berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi
baru dan mengambil informasi dari memori, serta kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang
baru saja terjadi Setiati, 2006. Penurunan menyeluruh pada fungsi sistem saraf pusat dipercaya sebagai
kontributor utama perubahan dalam kemampuan kognitif dan efisiensi dalam pemrosesan informasi Papalia, Olds Feldman, 2008. Penurunan terkait
penuaan ditunjukkan dalam kecepatan, memori jangka pendek, memori kerja dan memori jangka panjang. Perubahan ini telah dihubungkan dengan perubahan pada
struktur dan fungsi otak. Raz dan Rodrigue menyebutkan garis besar dari berbagai perubahan post mortem pada otak lanjut usia, meliputi volume dan berat otak yang
berkurang, pembesaran ventrikel dan pelebaran sulkus, hilangnya sel-sel saraf di neokorteks, hipokampus dan serebelum, penciutan saraf dan dismorfologi,
pengurangan densitas sinaps, kerusakan mitokondria dan penurunan kemampuan perbaikan DNA Myers, 2008. Raz dan Rodrigue juga menambahkan terjadinya
hiperintensitas substansia alba, yang bukan hanya di lobus frontalis, tapi juga dapat menyebar hingga daerah posterior, akibat perfusi serebral yang berkurang
Myers, 2008 Buruknya lobus frontalis seiring dengan penuaan telah memunculkan hipotesis lobus frontalis, dengan asumsi penurunan fungsi kognitif
lansia adalah sama dibandingkan dengan pasien dengan lesi lobus frontalis. Kedua
populasi tersebut memperlihatkan gangguan pada memori kerja, atensi dan fungsi eksekutif Myers, 2008.
1. Karakteristik Demografi Penurunan Kognitif pada Lansia
a. Hipertensi
Salah satu faktor penyakit penting yang mempengaruhi penurunan kognitif lansia adalah hipertensi. Peningkatan tekanan darah kronis dapat
meningkatkan efek penuaan pada struktur otak, meliputi reduksi substansia putih dan abu-abu di lobus prefrontal, penurunan hipokampus,
meningkatkan hiperintensitas substansia putih di lobus frontalis. Angina pektoris, infark miokardium, penyakit jantung koroner dan penyakit
vaskular lainnya juga dikaitkan dengan memburuknya fungsi kognitif Briton Marmot, 2003 dalam Myers,2008
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90
mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Smeltzer,2001
Penelitian lain tentang fungsi kognitif terhadap 378 penderita hipertensi dan membandingkan dengan 366 subjek normotensi dan
dihubungkan dengan hiperinsulinemia. Hasilnya menunjukkan bahwa fungsi kognitif penderita hipertensi lebih terganggu pada hampir semua
item fungsi kognitif yang diperiksa, walaupun hanya 5 dari 19 item perbedaannya tetapi hal ini signifikan secara statistik Kuusisto, 1993.
Suatu penelitian menyimpulkan bahwa subjek dengan tekanan sistolik 180 mmHg dibandingkan 141-180 mmHg, ternyata pada tekanan
sistolik 180 mmHg memiliki resiko relatif 1,5 mengalami penyakit Alzheimer 95, CI = 1,0-2,3 dan p = 0,07 dan terjadinya demensia
dengan resiko relatif 1,6 95, CI = 1,1-2,2. Tekanan sistolik 140 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg tidak memperlihatkan hubungan
dengan terjadinya demensia. Hubungan dengan demensia ini lebih jelas terlihat pada penderita yang tidak menggunakan obat anti hipertensi Qiu,
2004. b.
Faktor usia Suatu penelitian yang mengukur kognitif pada lansia menunjukkan
skor di bawah cut off skrining adalah sebesar 16 pada kelompok umur 65-69, 21 pada 70-74, 30 pada 75-79, dan 44 pada 80+. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antara usia dan penurunan fungsi kognitif Scanlan, 2007.
c. Status Pendidikan
Kelompok dengan pendidikan rendah tidak pernah lebih baik dibandingkan kelompok dengan pendidikan lebih tinggi Scanlan, 2007.
d. Jenis Kelamin
Wanita lebih beresiko mengalami penurunan kognitif. Hal ini disebabkan adanya peranan level hormon seks endogen dalam perubahan
fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah ditemukan dalam area otak yang berperan dalam fungsi belajar dan memori, seperti hipokampus.
Rendahnya level estradiol dalam tubuh telah dikaitkan dengan penurunan
fungsi kognitif umum dan memori verbal. Estradiol diperkirakan bersifat neuroprotektif dan dapat membatasi kerusakan akibat stress oksidatif serta
terlihat sebagai protektor sel saraf dari toksisitas amiloid pada pasien Alzheimer Myers, 2008.
e. Perilaku Merokok
Penelitian menunjukkan bahwa merokok pada usia pertengahan berhubungan dengan kejadian gangguan fungsi kognitif pada usia lanjut,
sedangkan status masih merokok dihubungkan dengan peningkatan insiden demensia. Penelitian lainnya juga menunjukan adanya pengaruh
merokok terhadap penurunan fungsi kognitif pada perokok lama 20 tahun.
f. Aktivitas Olah Raga
Pada suatu penelitian ditemukan bahwa ada hubungan antara aktivitas olahraga dengan kemampuan kognitif pada subjek pria dan
wanita berusia 55-91 tahun. Orang-orang yang giat berolahraga memiliki kemampuan penalaran, ingatan, dan waktu reaksi lebih baik daripada
mereka yang kurang atau tidak pernah olahraga Clarkson Hartley, 1989.
Penelitian lain menyetujui bahwa olahraga merupakan faktor penting dalam meningkatkan fungsi-fungsi kognitif pada lansia. Hal yang
harus diperhatikan dalam aktivitas olahraga pada lansia adalah pemilihan jenis olahraga yang akan dijalani, harus sesuai dengan usia dan kondisi
fisik lansia Stones Kozman, 1989.
D. MMSE Mini Mental Status Examination
1. Tujuan
MMSE awalnya dirancang sebagai media pemeriksaan status mental singkat serta terstandardisasi yang memungkinkan untuk membedakan antara
gangguan organik dan fungsional pada pasien psikiatri. Sejalan dengan banyaknya penggunaan tes ini selama bertahun-tahun, kegunaan utama
MMSE berubah menjadi suatu media untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif yang berkaitan dengan kelainan
neurodegeneratif, misalnya penyakit Alzheimer Lezak, 2004.
2. Gambaran
MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30 poin yang dikelompokkan menjadi tujuh kategori : orientasi terhadap tempat negara,
provinsi, kota, gedung, dan lantai, orientasi terhadap waktu tahun, musim, bulan, hari, dan tanggal, registrasi mengulang dengan cepat 3 kata, atensi
dan konsentrasi secara berurutan mengurangi 7, dimulai dari angka 100, atau mengeja kata WAHYU secara terbalik, mengingat kembali mengingat
kembali 3 kata yang telah diulang sebelumnya, bahasa memberi nama 2 benda, mengulang kalimat, membaca dengan keras dan memahami suatu
kalimat, menulis kalimat, dan mengikuti perintah 3 langkah, dan kontruksi visual menyalin gambar Potter, 2006.
Skor MMSE diberikan berdasarkan jumlah item yang benar, skor yang makin rendah mengindikasikan performance yang buruk dan gangguan
kognitif yang makin parah. Skor total berkisar antara 0-30 performance