BAB IV PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian A.1 Pasar Modal
Pasar modal adalah pasar yang memperjualbelikan instrument keuangan jangka panjang baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang
dibentuk oleh pemerintah, public authorities maupun perusahaan swasta,artinya pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan
perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrument keuangan jangka panjang seperti obligasi, saham dan lainnya.
Selain itu pasar modal memiliki peran dan manfaat diantaranya : 1. Pasar modal merupakan wahana pengalokasian dana secara efisien.
Artinya investor dapat melakukan investasi pada perusahaan melalui pembelian efek-efek baru yang ditawarkandiperdagangkan pasar modal, dan
sebaliknya perusahaan dapat memperoleh dana yang dibutuhkan dengan menawarkan instrument keuangan melalui pasar modal tersebut.
2. Pasar modal sebagai alternative investasi. Yaitu pasar modal memudahkan alternatif investasi untuk memperoleh
keuntungan dengan risiko tertentu. 3. Memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan
berprospek baik.
68
Hal ini dikarenakan penyebaran kepemilikan secara luas tidak hanya dimiliki oleh sejumlah orang tertentu saja akan mendorong perkembambangan
perusahaan menjadi transparan. 4. Pelaksanaan manejemen perusahaan secara profesional dan transfaran
5. Peningkatan aktivitas ekonomi nasional. Dengan keberadaan pasar modal perusahaan akan lebih mudah
memperoleh dana sehingga akan mendorong perekonomian nasional menjadi lebih maju, terciptanya kesempatan kerja yang luas dan meningkatkan pendapatan
pajak bagi pemerintah.
A.2 Organisasi Yang Terkait di Pasar Modal.
1. Badan Pengawas Pasar Modal BAPEPAM. BAPEPAM melakukan kewenangan untuk melakukan pembinaan,
pengaturan, pengawasan pasar modal, di Indonesia dan keberadaan BAPEPAM dibawah Menteri Keuangan sekaligus bertanggung jawab kepadanya
2.Perusahaan Emiten. Memperoleh dana di pasar modal dengan melaksanakan penawaran umum
atau investasi langsung. 3.Self Regulatory Organization SRO.
SRO adalah organisasi yang mewakili kewenangan untuk membuat peraturan yang berhubungan dengan aktivitas usahanya. SRO terdiri dari :
69
Burasa Efek. Adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan system dan
sarana mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek antara mereka.
Lembaga Kliring dan Penjaminan LKP. Adalah pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminana
trqansaksi bursa agar terlaksana secara teratur, wajar, dan efisien. Setiap trnasaksi akan melewati lembaga ini untuk diselesaikan transaksinya,
apakah seorang pemodal akan bertambah jumlah saham yang dimilikinya karena menjual saham yang dimilikinya dan menerima pembayaran.
Lembaga yang telah memperoleh izin usaha sebagai LKP oleh BAPEPAM adalah PT.KPEI PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia.
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaiana LPP. Adalah pihak yang menyelenggarakan kegiatan custodian sentral
penyimpanan efek bagi Bank custodian, perusahaan efek dan lainnya. Lembaga yang telah memperoleh izin usaha sebagai LPP oleh
BAPEPAM adalah PT. KSEI PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia. 4. Perusahaan Efek.
Perusahaan efek adalah yang mempunyai aktivitas sebagai perantara pedagang efek yaitu bahwa perusahaan efek melakukan jual beli
saham atas kepentingan pihak lain, atau dirinya sendiri, sebagai penjamin emisi efek yaitu menjamin agar penerbitan emisi sekuritas yang dilakukan
oleh suatu perusahaan dapat terjual smua, dan sebagai manajer iivestasi 70
yaitu mengelola dana nasabah untuk diinvestasikan keberbagai sekuritas atau gabungan dari ketiga tersebut.
5. Penasehat Investasi Penasihat investasi yaitu pihak yang member nasihat kepada pihak
lain mengenai penjualan dan pembelian efek.
A.3 Sejarah Pasar Modal di Indonesia
Kegiatan jual beli saham dan obligasi sebenarnya telah dimulai pada abad XIX. Pada tanggal 14 Desember 1912, Amserdamse Effectenbueurs mendirikan
cabang bursa di Batavia. Bursa ini merupakan bursa tertua keempat di Asia, setelah Bombay, Hongkong dan Tokyo. Bursa yang dinamakan Vereniging voor
de Effectenhandel, memperjualbelikan saham dan obligasi perusahaanperkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan pemerintah
propinsi dan kotapraja, sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan
Belanda lainnya Rusdin, Pasar Modal, Bandung; Alfabeta, 2006, hal 4. Minat masyarakat terhadap pasar modal mendorong didirikannya bursa di
kota Surabaya 11 Juni 1925 dan Semarang 1 Agustus 1925. Perkembangan pasar modal pada saat itu, terlihat dari nilai efek yang mencapai NIF 1,4 milyar,
pun demikian perkembangan pasar modal ini mengalami penyurutan akibat Perang Dunia II.
Akibatnya, pemerintah Hindia Belanda mengambil kebijakan untuk memusatkan perdagangan efeknya di Batavia dan menutup bursa efek di
71
Semarang dan Surabaya. Pada tanggal 17 Mei 1940, secara keseluruhan kegiatan perdagangan efek ditutup. Di masa kemerdekaan, pada tahun 1950, pemerintah
mengeluarkan obligasi Republik Indonesia, yang menandakan mulai aktifnya Pasar Modal Indonesia.
Pada tanggal 31 Juni 1952, Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali. Penyelenggaraan tersebut kemudian diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan
Uang dan Efek-efeknya PPUE. Namun pada tahun 1958, terjadi kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa, akibat konfrontasi pemerintah dengan
Belanda. Pemerintah di masa Orde Baru, berusaha untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang Rupiah.
Pemerintah melakukan persiapan khusus untuk membentuk pasar modal. Pada tahun 1976, pemerintah membentuk Bapepam Badan Pembina Pasar
Modal dan PT Danareksa. Hal tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah untuk membentuk Pasar Uang dan Pasar Modal. Pada tanggal 10 Agustus 1977,
berdasarkan Keppres RI No 52 1976, pasar modal diaktifkan kembali. Perkembangan pasar modal selama tahun 1977–1987, mengalami kelesuan. Pada
tahun 1987-1988, pemerintah menerbitkan paket-paket deregulasi. Paket deregulasi ini adalah: Paket Desember 1987 Pakdes 87, Paket Desember 1988
Pakto 88, dan Paket Desember 1988 Pakdes 88. Penerbitan paket deregulasi ini menandai liberalisasi ekonomi Indonesia. Dampak dari adanya ketiga kebijakan
tersebut, pasar modal Indonesia menjadi aktif hingga sekarang.
72
Pakdes 1987 .
Pakdes 1987 merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam, seperti
biaya pendaftaran emisi efek. Selain itu dibuka pula kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49 dari total emisi. Pakdes 87 juga
menghapus batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang belum memenuhi syarat untuk
memasuki bursa efek.
Pakto 88
Pakto 88 ditujukan pada sektor perbankkan, namun mempunyai dampak terhadap perkembangan pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3 L Legal,
Lending, Limit, dan pengenaan pajak atas bunga deposito. Pengenaan pajak ini berdampak positif terhadap perkembangan pasar modal. Sebab dengan keluarnya
kebijaksanaan ini berarti pemerintah memberi perlakuan yang sama antara sektor perbankan dan sektor pasar modal.
Pakdes 88
Pakdes 88 pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar modal dengan membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa.
73
A.4 Perkembangan Pasar Modal
Minggu keempat Februari 2006, Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta BEJ cenderung menurun. Indeks ditutup pada level 1.216,140 atau
turun 27,335 poin 2,19 dibandingkan akhir minggu sebelumnya yang mencapai level 1.243,475. Pada perdagangan saham hari pertama, indeks
mengalami peningkatan sebesar 3,939 poin 0,32 ke posisi 1.247,414. Peningkatan indeks ini antara lain didorong oleh adanya aksi beli para pemodal
atas saham PT Semen Gresik. Hal ini juga dipengaruhi oleh adanya sentimen positif pasar atas pernyataan dari Bank Indonesia bahwa pertumbuhan ekonomi
akan tumbuh secara cepat dalam semester pertama tahun 2006 ini, dan pertumbuhan PDB tahun 2006 diperkirakan akan mencapai antara 5 dan 5,7.
Pada perdagangan saham hari berikutnya indeks melemah 11,325 poin 0,91 ke level 1.236,089. Para pemodal cenderung melakukan aksi jual atas
saham-saham unggulan seperti saham PT. Astra Int, PT Bank BRI dan PT. Bank Mandiri berkenaan dengan kekhawatiran akan kembali naiknya tingkat suku
bunga perbankan. Kondisi tersebut tidak terlepas dari rencana pemerintah yang akan menaikkan tariff dasar listrik yang akan berdampak pada naiknya tingkat
inflasi. Aksi jual juga terjadi pada saham PT. Indosat dan PT. Telkom berkenaan dengan adanya laporan dari Morgan Stanley yang memberikan rekomendasi
industri telekomunikasi di Indonesia dari “attractive” menjadi “cautious” seiring dengan semakin ketatnya persaingan di industri telekomunikasi.
Penurunan indeks terus berlanjut pada pertengahan minggu, dimana indeks ditutup pada posisi 1.231,250 atau turun 4,839 poin 0,39. Para pemodal
74
cenderung melakukan aksi jual atas saham-saham perbankan seiring dengan adanya pernyataan dari US Federal Reserve yang mengindikasikan akan
melanjutkan menaikkan tingkat suku bunga. Tingginya tingkat suku bunga di Amerika Serikat akan mendorong Bank Indonesia menaikkan tingkat suku bunga
sebagai upaya mencegah penurunan nilai tukar rupiah. Kondisi tersebut masih berlanjut pada perdagangan saham hari Kamis, dimana indeks mengalami
penurunan sebesar 7,086 poin 0,58 menjadi 1.224,164. Pada akhir pekan indeks turun 8, 024 poin ke level 1.215,140 yang dipicu
oleh aksi jual saham PNG yang dinilai harga sahamnya naik terlalu cepat, disamping adanya kekhawatiran investor terhadap laporan keuangan emiten tahun
2005 yang diprediksi belum menunjukan perbaikan, terutama emiten perbankan. Nilai rata-rata perdagangan saham perhari di BEJ pada minggu ini Rp.
1.045,99 miliar, turun 23,64 dibandingkan minggu sebelumnya Rp. 1.369,78 miliar. Sementara itu, proporsi perdagangan lebih didominasi oleh pemodal
domestik yang mencapai 73, 60 dibandingkan dengan pemodal asing 26,40 dari total perdagangan saham. Pemodal asing lebih banyak melakukan penjualan,
terlihat dari total posisi jual yang lebih besar daripada posisi belinya sehingga terjadi aliran dana keluar sekitar Rp. 311.812 miliar. Sumber:Bapepam.
75
B. Deskriptif Analisis