Aceh Tamiang Shopping Center (Iconic Dalam Arsitektur)

(1)

ACEH TAMIANG SHOPPING CENTER

(ICONIC DALAM ARSITEKTUR)

LAPORAN PERANCANGAN TKA - 490 - STUDIO TUGAS AKHIR SEMESTER B TAHUN AJARAN 2008/2009

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Oleh :

WIWIEK WIDYASTUTY SR 0 4 0 4 0 6 0 3 7

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009


(2)

ACEH TAMIANG SHOPPING CENTER (ICONIC DALAM ARSITEKTUR)

O l e h

WIWIEK WIDYASTUTY SR 04 0406 037

Medan, Juni 2009 Disetujui oleh,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Ir. M. Nawawiy Loebis, M.phil, Ph.D. Hilma Tamiami F, ST, Msc ( NIP: 130 288 509 )

(Ketua Departemen Arsitektur FT- USU)

Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, MT


(3)

SURAT HASIL PENILAIAN PROYEK AKHIR ( SHP2A )

Nama : Wiwiek Widyastuty SR

NIM : 040406037

Judul Proyek Akhir : Aceh Tamiang Shopping Center Tema Proyek Akhir : Iconic dalam Arsitektur

Rekapitulasi Nilai :

Nilai akhir A B+ B C+ C D E

Dengan ini mahasiswa bersangkutan dinyatakan :

No Status Waktu

Pengumpulan Laporan

Paraf Pembimbing

I

Paraf Pembimbing

II

Koordinator TKA-490

1 LULUS

LANGSUNG

2 LULUS

MELENGKAPI

3 PERBAIKAN

TANPA SIDANG

4 PERBAIKAN

DENGAN SIDANG

5 TIDAK LULUS

Medan, Juni 2009

Ketua Departemen Arsitektur FT – USU Koordinator TKA-490 Studio Tugas Akhir

Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, MT Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, MT (NIP: 132 206 820) (NIP: 132 206 820)


(4)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR

i

DAFTAR ISI

iii DAFTAR GAMBAR

viii DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR SKEMA

xi

BAB I PENDAHULUAN

II.1. Latar Belakang 1

II.2. Tujuan dan Manfaat

II.3. Perumusan Masalah 5

II.4. Lingkup/Batasan 5

II.5. Metode Pendekatan 6

II.6. Kerangka Berfikir 7

II.7. Sistematika Laporan 8

BAB II DESKRIPSI PROYEK

9

II.1. Tinjauan Umum

9

II.1.1. Tinjauan Terhadap Kabupaten Aceh Tamiang

9

II.1.2. Pemilihan Lokasi

14

II.1.2.1. Data Umum Proyek

14

II.1.2.2. Kriteria Pemilihan Lokasi


(5)

II.2. Tinjauan Khusus 14

II.2.1. Terminologi Judul 25

II.2.1.1. Pengertian Shopping Center 25

II.2.2. Klasifikasi Pusat Perbelanjaan 26

II.2.3. Prinsip Shopping Mall 37

II.2.4. Unsur Shopping Mall 38

II.2.5. Sistem Pelayanan

II.2.6. Aktifitas Dalam Shopping Mall 39

II.2.7. Fungsi Shopping Mall 39

II.3. Studi Banding Proyek Sejenis 40

BAB III ELABORASI TEMA

III.1. Semiotika Dalam Arsitektur 50

III.1.1. Pengertian Semiotika 50

III.1.2. Klasifikasi Tanda Dalam Semiotika 52

III.1.3. Aplikasi Semiotika dalam Arsitektur 54

III.2. Interpretasi Tema 55

III.3. Studi Banding Tema Sejenis 56

BAB IV ANALISA 58

IV.1. Analisa Kondisi Tapak 58

IV.1.1. Analisa Lokasi 58

IV.1.2. Kondisi Eksisting Lahan 59

IV.1.3. Tata Guna Lahan 60

IV.1.4. Batas Site 63

IV.1.5. Sarana dan Prasarana 64

IV.1.6. Eksisting Bangunan Sekitar Site 65

IV.2. Analisa Potensi dan Kondisi Site 66

IV.2.1. Analisa Pencapaian 66

IV.2.2. Analisa Sirkulasi 67


(6)

IV.2.2.1. Sirkulasi Kendaraan 67

IV.2.2.2. Sirkulasi Pejalan Kaki 68

IV.2.2.3. Entrance 69

IV.2.3. Analisa View 71

IV.2.3.1. View Ke Luar 71

IV.2.3.2. View Ke Dalam 72

IV.2.4. Analisa Vegetasi dan Matahari 73

IV.2.5. Analisa Kebisingan 74

IV.3. Analisa Bangunan 76

IV.3.1. Analisa Bentuk 76

IV.3.2. Orientasi dan View 77

IV.3.3. Sirkulasi dan Penzoningan 77

IV.3.3.1. Sirkulasi 77

IV.3.3.2. Penzoningan

IV.4. Analisa Fungsional 79

IV.4.1. Analisa Kegiatan

IV.4.2. Analisa Struktur Organisasi Pengelola 80

IV.4.3. Analisa Kebutuhan Ruang 80

IV.4.4. Analisa Perilaku 83

IV.4.5. Program Ruang 84

IV.4.5.1. Fasilitas Perbelanjaan 85

IV.4.5.2. Fasilitas Rekreasi (hiburan) 88

IV.4.5.3. Fasilitas Administrasi 91

IV.4.5.4. Fasilitas Pengunjung 93

IV.6. Analisa Kriteria Perencanaan dan Perancangan Mall 97

IV.7. Analisa Perkiraan Jumlah Pengunjung 98

IV.8. Analisa Teknologi 99

IV.8.1. Struktur dan Konstruksi 99

IV.8.2. Utilitas 102

IV.8.3. Sistem Pencahayaan 102

IV.8.4. Sistem Pengkondisian Udara 102

IV.8.5. Sistem Keamanan 104


(7)

IV.8.7. Sistem Komunikasi 106

IV.8.8. Sistem Sanitasi dan Pemipaan 107

IV.8.9. Pengangkutan Vertikal 108

BAB V KONSEP 109

V.1. Konsep Perancangan Tapak 109

V.1.1.Penzoningan Tapak 109

V.1.2. Vegetasi 110

V.1.3. Parkir Ruang Luar 110

V.1.4. Sirkulasi 111

V.2. Konsep Bangunan 111

V.2.1. Massa Bangunan 111

V.3. Konsep Perancangan Utilitas Bangunan 111

V.3.1. Konsep Sistem Air Bersih 111

V.3.2. Konsep Sistem Pengelolaan Air Limbah 112

V.3.3. Konsep Air Hujan dan Drainase 113

V.3.4. Konsep Penanggulangan Kebakaran 114

V.3.5. Konsep Pengkondisian Udara 114

V.3.5.1. Pengkondisian Udara Alami 114

V.3.5.2. Pengkondisian Udara Buatan 114

V.3.6. Konsep Sistem Pencahayaan 115

V.3.7. Konsep Sistem Penataan Suara 116

V.3.8. Konsep Sistem Keamanan 116

V.3.9. Konsep Sistem Transportasi Vertikal 116

V.3.10. Konsep Sistem Perlawanan Kebakaran 117

V.3.11. Konsep Elektrikal 118

LAMPIRAN GAMBAR & FOTO MAKET DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gbr 2.1. Peta Indonesia 13

Gbr 2.2. Peta Sumatera 13

Gbr 2.3. Peta Wilayah Pengembangan Pembangunan Kota 17

Gbr 2.4. Alternatif Lokasi I 21

Gbr 2.5. Alternatif Lokasi II 22

Gbr 2.6. Alternatif Lokasi III 23

Gbr 2.7. Open Mall 31

Gbr 2.8. enclosed Mall 31

Gbr 2.9. Composite Mall 31

Gbr 2.10. L Shape 32

Gbr 2.11. Triangle shaped 33

Gbr 2.12. strip shaped 33

Gbr 2.13. Dumb bell shaped 33

Gbr 2.14. U shaped 34

Gbr 2.15. Cluster shaped 34

Gbr 2.16. Double dumbbell shaped 34

Gbr 2.17. T shaped 35

Gbr 2.18. Strip center with curb parking 35

Gbr 2.19. Strip center with off-street parking 35

Gbr 2.20. Double-strip center with off-street parking 36

Gbr 2.21. Mall center with only one magnet 36

Gbr 2.22. Mall center with magnet centrally placed 36

Gbr 2.23. Cluster-type center 37

Gbr 2.24. Introverted center 37

Gbr 2.25. Entrance Blok M Plaza 41

Gbr 2.26. Interior Blok M Plaza 42

Gbr 2.27. Interior The Plaza Semanggi Jakarta 43

Gbr 2.28. Interior The Plaza Semanggi Jakarta 44

Gbr 2.29. Eksterior The Plaza Semanggi 45

Gbr 2.30. Eksterior Mal Ciputra Jakarta 46

Gbr 2.31. Interior Mal Ciputra Jakarta 48


(9)

Gbr 3.1. Eksterior Clyde Auditorium 56

Gbr 3.2. Sketsa Clyde Auditorium 56

Gbr 3.3. Sydney Opera House 57

Gbr 3.4. Sydney Opera House main entrance 57

Gbr 4.1. Peta Kabupaten Aceh Tamiang 58

Gbr 4.2. Peta propinsi NAD 58

Gbr 4.3. Peta Sumatera 58

Gbr 4.4. Lokasi Site 58

Gbr 4.5. Peta Kawasan Site dalam Radius 500 m 60

Gbr 4.6. massa bangunan potensial sekitar site 61

Gbr 4.7. Peta peruntukan lahan berdasarkan fungsinya 62

Gbr 4.8. Fasilitas Pendukung Sekitar Site 64

Gbr 4.9. analisa bangunan eksisting sekitar site 65

Gbr 4.10. Foto Bangunan eksisting sekitar site 65

Gbr 4.11. analisa pencapaian ke site 66

Gbr 4.12. analisa sirkulasi sekitar site 67

Gbr 4.13. analisa sirkulasi pejalan kaki 68

Gbr 4.14. penempatan entrance berdasarkan analisa pencapaian 69

Gbr 4.15. analisa view ke luar site 71

Gbr 4.16. analisa view ke dalam site 72

Gbr 4.17. analisa matahari 73

Gbr 4.18. analisa kebisingan 74

Gbr 5.1. Zoning Tapak 109

Gbr 5.2. Vegetasi 110

Gbr 5.3. Sirkulasi Kendaraan 110

Gbr 5.4. Konsep Massa Bangunan 111


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Jumlah Realisasi Anggaran Keuangan Kabupaten Aceh Tamiang 2007 2 Tabel 1.2 Jumlah Sarana Perekonomian di Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2007 Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Aceh Tamiang Menurut Kecamatan Tahun 2007 4 Tabel 2.1 Rencana Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) Kabupaten Aceh

Tamiang Tahun 2007-2027 16

Tabel 2.2 Rencana Hirarki/Orde Kota Kecamatan di Kabupaten Aceh Tamiang

Tahun 2007-2027 18

Tabel 2.3 Alternatif Pemilihan Lokasi Proyek 19

Tabel 2.4 Penilaian Alternatif Lokasi 24

Tabel 3.1 Trikotomi Menurut Pierce 54

Tabel 4.1 Perbandingan bentuk dasar bangunan 77

Tabel 4.2 Sirkulasi horizontal dan vertikal pada bangunan 78

Tabel 4.3 Kebutuhan Ruang 80

Tabel 4.4 Program Ruang Umum 85

Tabel 4.5 Program Ruang Supermarket 85

Tabel 4.6 Program Ruang Departement Store 86

Tabel 4.7 Program Ruang Retail/Pertokoan 86

Tabel 4.8 Program Ruang Toko Buku 87

Tabel 4.9 Program Ruang Kid’s Land 88

Tabel 4.10 Program Ruang Food Court 89

Tabel 4.11 Program Ruang Restauran 89

Tabel 4.12 Program Ruang Cafe 90

Tabel 4.13 Program Ruang Time Zone 90

Tabel 4.14 Program Ruang Cinema Complex 91

Tabel 4.15 Program Ruang Fasilitas Administrasi 91

Tabel 4.16 Program Ruang Utilitas 93

Tabel 4.17 Program Ruang Fasilitas Keamanan 93

Tabel 4.18 Program Ruang Fasilitas Ibadah Shalat 94

Tabel 4.19 Program Ruang MEE 95


(11)

DAFTAR SKEMA

Halaman


(12)

Skema 4.1 Struktur Organisasi Pengelola 80

Skema 4.2 Perilaku pengunjung 83

Skema 4.3 Perilaku Karyawan 84

Skema 4.4 Perilaku Pengelola 84

Skema 5.1 Sistem Air Bersih 112

Skema 5.2 Sistem Pengelolaan Air Limbah 113

Skema 5.3 Water System 115

Skema 5.4 Sistem Perlawanan Kebakaran 117


(13)

Daftar Pustaka

Neufert, Ernest. Data Arsitek. Jilid 2. Jakarta: Erlangga, 2002.

Wadarminta, W.J.S. Poer, (1999), Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Jakarta.

Neufert, Ernst dan Sunarto Tjahjadi, (1997). Data Arsitek, Jilid 1 Edisi 33, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Mangunwijaya, Y.B. Wastu Citra. Jakarta, Gramedia, 1988.

Bappeda Tamiang Tampung Aspirasi Warga. 10 Mei 2007 Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia 5 September 2008.

Cilandak Town Square. 5 Mei 2008.Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. 14 Januari 2009.

<www.Cilandak_Town_Square.htm>

Sudirman Plaza. 27 Maret 2008. Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. 14 Januari 2009.

<www.Sudirman_Plaza. htm>

Istanto,Yuli,(2008), Indonesian Shopping Centre Design Concept Lifestyle, Jakarta. PT. Griya Asri Prima, 2006.

Broadbent, Geoffrey. Sign, Symbols, and Architecture. New York, Jhon Willey & Sons, 1980.

Zoest, Aart van. Semiotika, Pemakainya, Isinya dan Apa yang Dikerjakan

Dengannya (terjemahan). Bandung, Unpad, 1978.

Haines, Meyer Richert. Retailing Principles & Practices 4 th edition. McGraw-Hill

Book Company, 1962.

Hines, Mary Alice. Shopping Center Development and Investment 2nd edition. John

Wiley & Son, Inc. 1988


(14)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Berbelanja ataupun membeli kebutuhan sehari-hari merupakan bagian dari kegiatan sehari-hari masyarakat kita. Kebutuhan tersebut dapat diperoleh dari warung, toko, pasar tradisional ataupun di pusat perbelanjaan yang ada. Seluruh kegiatan ini sudah merupakan kebiasaan masyarakat kita.

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka munculah permasalahan baru di masyarakat, yaitu masyarakat menginginkan adanya suatu pusat perbelanjaan yang mampu menampung dan melayani penyediaan akan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Perilaku masyarakat yang semakin maju dan berkembang ini, menimbulkan keinginan masyarakat akan suatu fasilitas tempat perbelanjaan yang lengkap, baik, aman dan nyaman.

Shopping center yang kita masuki dewasa ini merupakan akhir perjalanan historis sebuah aktifitas yang awalnya merupakan terobosan dalam distribusi produk industri. Sebelum revolusi industri, produk keperluan sehari-hari dibuat secara manual sesuai dengan keperluan masyarakat setempat. Sejak dimulainya revolusi industri, produk keperluan sehari-hari tersedia dalam jumlah yang jauh lebih banyak dengan harga yang lebih murah karena dibuat secara mekanis dan massal. Produk tersebut tidak lagi tertampung ditempat-tempat penjualan biasa sehingga memerlukan lokasi dan wadah baru1

Konsep perencanaan pusat perbelanjaan ini kemudian dikembangkan lagi fungsinya, dimana kegiatan pada pusat perbelanjaan ini tidak hanya sekedar untuk berbelanja, akan tetapi juga bisa untuk tempat rekreasi, hiburan, bermain, dan melakukan kegiatan lainnya. Konsep ini mengalami perkembangan pesat dan banyak dipakai oleh berbagai pusat perbelanjaan baik di dalam, maupun di luar negeri, dan konsep ini biasanya disebut konsep Mall and Leisure, yakni konsep sarana belanja dan rekreasi.

.

1

Ir.Budi Sukada GRAD.HONS.DIP.(A.A),IAI, “Indonesia Shopping Center Design Concept Lifestyle”, Penerbit Indonesia Printer, 2008 , Hal.13


(15)

Dari rangkaian latar belakang ini, maka munculah berbagai jenis pusat perbelanjaan antara lain Shopping Center, Departement Store, Shopping Mall dan lain sebagainya.

Kabupaten Aceh Tamiang dengan ibu kotanya Karang Baru merupakan salah satu kabupaten yang terletak di wilayah administrative Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Berdasarkan Undang-Undang No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, Kabupaten Aceh Tamiang mendapatkan persetujuan tentang peningkatan statusnya menjadi salah satu Kabupaten daerah otonom di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kabupaten Aceh Tamiang sekarang terpisah dari Kabupaten Aceh Timur karena dianggap sudah mampu menjalan roda perekonomiannya sendiri.

Tabel 1.1

Jumlah Realisasi Anggaran Keuangan Kabupaten Aceh Tamiang 2007

No. Jenis Penerimaan Anggaran

(1) (2) (3)

I. II.

III.

IV.

Sisa Lebih Anggaran Tahun Lalu Pendapatan Asli Daerah

2.1. Pajak Daerah 2.2. Retribusi Daerah

2.3. Pengelolaan Kekayaan Daerah 2.4. Penerimaan Sah Lainnya Bagian Dana Perimbangan 3.1. Bagi Hasil Pajak 3.2. Bagi Hasil Bukan Pajak 3.3. Dana Alokasi Umum 3.4. Dana Alokasi Khusus Penerimaan Lainnya Yang Sah 4.1.

Hibah

4.2. Dana Darurat

4.3. Dana Bagi Hasil Pajak dari Propinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya

4.4. Bantuan Kauangan dari Propinsi atau Pemerintah Derah

236.239.907.556 15.220.314.101 246.564.455 3.512.250.516 0 11.461.499.130 304.976.095.872 44.874.994.862 34.966.171.018 213.427.999.992 11.706.930.000 70.974.643.895 50.000.000 55.000.000.000 2.795.147.531 748.279.342 12.381.217.022


(16)

Lainnya

4.5. Dana Pendidikan dari Propinsi

Sumber : Badan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Aceh Tamiang 2008

Kabupaten Aceh Tamiang memiliki luas wilayah 1.939,72 km2 (193.972 Ha) yang terdiri dari 12 kecamatan, 212 desa, dan 1 kelurahan. Kabupaten ini berada paling dekat dengan perbatasan antara Propinsi Sumatera Utara dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kabupaten ini berada di jalur timur hanya berjarak lebih kurang 250 km dari Kota barang di kawasan ini relatif lebih murah daripada daerah Aceh lainnya2

Tabel 1.2

. Daerah ini memiliki batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur dan Aceh Tenggara, dan sebelah timur berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara.

Jumlah Sarana Perekonomian di Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2007

No. Nama Kecamatan

Pasar

Pertokoan Warung/Kedai Dengan

Bangunan

Tanpa Bangunan

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Tamiang Hulu 2 2 1 43

2. Bandar Pusaka 2 4 - 31

3. Kejuruan Muda 2 7 1 83

4. Tenggulun 2 9 - 26

5. Rantau 1 2 2 119

6. Kota Kuala Simpang 5 - 5 91

7. Seuruway 2 7 1 119

8. Bendahara 3 1 2 96

9. Banda Mulia 2 2 - 56

10. Karang Baru 1 - 2 133

11. Sekerak - 1 - 26

2


(17)

12. Manyak Payed 4 1 1 236

Jumlah 26 36 15 1.059

Sumber : BPS Kabupaten Aceh Tamiang, Pendataan Potensi Desa 2007

Sebagai wilayah yang sudah dapat menjalankan perekonomiannya sendiri dan tingkat pertumbuhan penduduknya yang semakin lama semakin bertambah,maka akan semakin bertambah pula tingkat kebutuhan sehari-hari penduduknya. Oleh karena itu, penduduk di Kabupaten Aceh Tamiang membutuhkan adanya sebuah tempat perbelanjaan yang lengkap, nyaman, dan aman yang selama ini masih belum ada di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang. Sehingga penduduk di Aceh Tamiang tidak perlu lagi jauh-jauh sampai ke luar kota untuk mencari barang yang dibutuhkan dan untuk berekreasi.

Tabel 1.3

Jumlah Penduduk Aceh Tamiang Menurut Kecamatan Tahun 2007

No. Nama Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Tamiang Hulu 9.193 9.288 18.481 98

2. Bandar Pusaka 5.973 5.724 11.697 104

3. Kejuruan Muda 16.871 15.948 32.819 105

4. Tenggulun 8.853 8.773 17.626 100

5. Rantau 16.396 16.553 32.949 99

6. Kota Kuala Simpang 9.115 9.015 18.130 101

7. Seuruway 12.330 12.416 24.746 99

8. Bendahara 9.919 9.841 19.760 100

9. Banda Mulia 5.297 5.498 10.795 96

10 Karang Baru 17.674 17.916 35.590 98

11. Sekerak 3.113 3.138 6.251 99

12. Manyak Payed 14.745 14.546 29.291 101

Aceh Tamiang 12.479 128.656 358.135 101

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tamiang 2007


(18)

I.2. Tujuan Dan Manfaat

Adapun tujuan dari perancangan ini yaitu :

- Sebagai pusat perbelanjaan yang menyediakan fasilitas kebutuhan masyarakat dan hiburan yang pada saat ini belum ada di kabupaten Aceh Tamiang.

- Menciptakan pusat perbelanjaan dengan konsep yang berbeda dan menarik dengan pengolahan ruang dalam dan ruang luar yang optimal serta menciptakan suasana menarik (interesting), hidup (lively), dan menggembirakan (exciting athmosphere).

Sedangkan manfaat dari perancangan ini yaitu menyediakan fasilitas perbelanjaan yang lengkap, aman dan nyaman bagi para pengunjung.

I.3. Perumusan Masalah

Beberapa perumusan masalah yang timbul yaitu :

- Merencanakan kedua fungsi yang berbeda pada satu massa bangunan yaitu tempat perbelanjaan dan rekreasi (hiburan), dimana kedua fungsi tersebut masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda.

- Merencanakan jalan/tujuan yang mudah dicapai (easy accessibility).

- Perancangan fisik bangunan secara arsitektural yang dapat memberi kenyamanan kepada pengunjung shopping center dari berbagai kalangan umur, status sosial dan status ekonomi.

I.4. Lingkup/Batasan

Lingkup kajian dalam studi kasus adalah perencanaan Shopping Center. Dari segi perancangan akan dibatasi secara fungsi dan arsitektural.

1. Fungsi

Batasan fungsi adalah kegiatan yang akan dilangsungkan dalam bangunan shopping center yaitu kegiatan berbelanja, kegiatan rekreasi atau hiburan dan kegiatan pengelola bangunan.

2. Arsitektural

Batasan arsitektural yaitu batasan nilai-nilai arsitektur yang akan dibahas nantinya dalam perancangan Shopping Center ini antara lain :

a. Bentuk dan Ruang, Bagaimana bentuk dan ruang dalam arsitektur jika ditinjau dari :


(19)

Gubahan Massa, yang diantaranya adalah sbb :

Massa Tunggal (Shopping Center), dan beberapa massa tunggal lain (sebagai fasilitas penunjang dan fasilitas pendukung).

b. Karakteristik Lahan, Karakteristik lahan yang diperuntukan untuk Shopping Center.

c. Lokasi, yang berhubungan dengan lokasi antara lain : GSB, KDB, KLB.

I.5. Metode Pendekatan

Untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang akan dihadapi dalam proses perencanaan dan perancangan Shopping Center dilakukan berbagai pendekatan desain:

- Mencari studi banding dalam memperoleh data-data dan gambaran sebuah Shopping Center.

- Studi berbagai sumber pustaka yang berkaitan dengan standar-standar arsitektur dalam perencanaan sebuah Shopping Center dan tema iconic dalam arsitektur.


(20)

I.6. Kerangka Berfikir

Sumber : Hasil Olah Data Primer

Umpan Balik Perumusan Masalah

- Mendesain/ menerapkan bangunan yang menarik sehingga pusat perbelanjaan ini nantinya benar-benar dapat menarik dan memuaskan para pengunjung.

- Merencanakan kedua fungsi yang berbeda pada satu massa bangunan yaitu tempat perbelanjaan dan rekreasi (hiburan), dimana kedua fungsi tersebut masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda.

- Merencanakan jalan/tujuan yang mudah dicapai (easy accessibility).

- Perancangan fisik bangunan secara arsitektural yang dapat memberi kenyamanan kepada pengunjung ‘shopping center’

Judul Perancangan: Aceh Tamiang Shopping Center

Tema Perancangan: Iconic dalam Arsitektur

Tujuan dan Manfaat

- Menyediakan fasilitas kebutuhan masyarakat yang pada saat ini belum ada di kabupaten Aceh Tamiang akan tetapi juga bisa sebagai tempat mencari hiburan dan kegiatan lainnya.

- Menciptakan pusat perbelanjaan dengan konsep yang berbeda dan menarik dengan pengolahan ruang dalam dan ruang luar yang optimal serta menciptakan suasana menarik (interesting), hidup (lively), dan menggembirakan (exciting athmosphere).

Desain perancangan

akhir Konsep perancangan

Analisa Tapak (analisa fisik)

View, sirkulasi, orientasi, dll

Analisa Fungsional (analisa non fisik)

Pengguna, alur kegiatan, dll

Programming

Program Ruang dalam dan ruang luar

Hubungan antar Ruang

Data Perencanaan:

− Data Tapak

− Studi Literatur

− Studi Banding

− Survei Lapangan

Latar Belakang


(21)

I.7. Sistematika Laporan

Pada sistematika laporan ini, terdiri dari enam bab, yaitu bab pendahuluan,deskripsi proyek, elaborasi tema, analisa, konsep perancangan, dan hasil perancangan.

BAB I PENDAHULUAN berisikan tentang kajian latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat, telaah pustaka, kerangka teoritis, metodologi perancangan dan sistematika pelaporan.

BAB II DESKRIPSI PROYEK berisikan tentang terminologi judul, lokasi, deskripsi kondisi eksisting lokasi dan tinjauan fungsi.

BAB III ELABORASI TEMA berisikan tentang pengertian tema, interpretasi tema, keterkaitan tema dengan judul dan studi banding arsitektur yang mempunyai tema sejenis.

BAB IV ANALISA berisikan tentang analisa kondisi tapak, analisa lingkungan, analisa bangunan, analisis fungsional, analisis teknologi, analisis dan penerapan tema.

BAB V KONSEP perancangan berisikan tentang konsep perancangan tapak, pencapaian dan entrance, zoning tata guna lahan, massa dan bentuk bangunan, open space dan taman, area parkir, perangkat lunak, dan konsep penerapan tema.

BAB VI DESAIN AKHIR ( Hasil Perancangan ) berisikan tentang gambar rancangan dan maket.


(22)

BAB II

DESKRIPSI PROYEK

II.1. Tinjauan Umum

II.1.1. Tinjauan Terhadap Kabupaten Aceh Tamiang

a. Sejarah Kabupaten Aceh Tamiang

Tamiang pada awalnya merupakan satu kerajaan yang pernah mencapai puncak kejayaan dibawah pimpinan seorang Raja Muda Setia yang memerintah selama tahun 1330 - 1366 M. Pada masa kerajaan tersebut wilayah Tamiang dibatasi oleh daerah-daerah :

- Sungai Raya / Selat Malaka di bagian Utara

- Besitang di bagian Selatan

- Selat Malaka di bagianTimur

- Gunung Segama ( gunung Bendahara / Wilhelmina Gebergte ) di bagian Barat.

Pada masa kesultanan Aceh, kerajaan Tamiang telah mendapat Cap Sukureung dan hak Tumpang Gantung ( Zainuddin, 1961, 136 - 137 ) dari Sultan Aceh Darussalam, atas wilayah Negeri Karang dan negeri Kejuruan Muda. Sementara negeri Sulthan Muda Seruway, negeri Sungai Iyu, negeri Kaloy dan negeri Telaga Meuku merupakan wilayah-wilayah yang belum mendapat cap Sikureung dan dijadikan sebagai wilayah protector bagi wilayah yang telah mendapat cap Sikureung.

Pada tahun 1908 terjadi perubahan Staatblad No.112 tahun 1878, yakni Wilayah Tamiang dimasukkan ke dalam Geuverment Aceh en Onderhoorigheden yang artinya wilayah tersebut berada dibawah status hokum Onderafdelling.

Dalam Afdeling Oostkust Van Atjeh ( Aceh Timur ) terdapat beberapa wilayah Landschaps dimana berdasarkan Korte Verklaring diakui sebagai Zelfbestuurder dengan status hukum Onderafdelling Tamiang termasuk wilayah-wilayah :

Landschap Karang

Landschap Seruway / Sultan Muda Landschap Kejuruan Muda

Landschap Bendahara Landschap Sungai Iyu, dan


(23)

• Gouvermentagebied Vierkantepaal Kualasimpang.

" TAMIANG " adalah sebuah nama yang berdasarkan legenda dan data sejarah

berasal dari : " Te - Miyang " yang berarti tidak kena gatal atau kebal gatal dari miang bambu. Hal tersebut berhubungan dengan cerita sejarah tentang Raja Tamiang yang bernama Pucook Sulooh, ketika masih bayi ditemui dalam rumpun bambu Betong ( istilah Tamiang " bulooh " ) dan Raja ketika itu bernama Tamiang Pehok lalu mengambil bayi tersebut. Setelah dewasa dinobatkan menjadi Raja Tamiang dengan gelar " Pucook Sulooh Raja Te - Miyang ", yang artinya "seorang raja yang ditemukan di rumpun rebong, tetapi tidak kena gaatal atau kebal gatal".

Data - data Kerajaan Tamiang :

1. Prasasti Sriwijaya yang diterjemahkan oleh Prof. Nilkanta Sastri dalam " The Great Tamralingga ( capable of ) Strong Action in dangerous Battle "( Moh. Said 1961:36 ).

2. Data kuno Tiongkok ( dalam buku " Wee Pei Shih " ) ditata kembali oleh I.V.Mills, 1937, halaman 24 tercatat negeri Kan Pei Chiang ( Tamiang ) yang berjarak 5 Km ( 35 Mil Laut) dari Diamond Point ( Posri ).

3. Kerajaan Islam Tamiang dalam The Rushinuddin's Geographical Notices ( 1310 M ).

4. Tercatat sebagai " Tumihang " dalam syair 13 buku Nagara Kartagama (M.Yamin,1946 :51 ).

5. Benda-benda peninggalan budaya yang terdapat pada situs Tamiang ( Penemuan T.Yakob, Meer muhr dan Penulis Sartono dkk ).

Berkaitan dengan data diatas serta hasil penelitian terhadap penemuan fosil sejarah, maka nama Tamiang dipakai menjadi usulan bagi pemekaran status wilayah Pembantu Bupati Aceh Timur Wilayah-III meliputi wilayah bekas Kewedanaan Tamiang.

Tuntutan pemekaran daerah di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebenarnya telah dicetuskan dan diperjuangkan sejak tahun 1957 awal masa Propinsi Aceh ke-II, termasuk eks Kewedanaan Tamiang diusulkan menjadi Kabupaten Daerah Otonom.


(24)

Berikutnya usulan tersebut mendapat dorongan semangat yang lebih kuat lagi sehubungan dengan keluarnya ketetapan MPRS hasil sidang umum ke-IV tahun 1966 tentang pemberian otonomi yang seluas-luasnya.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah - Gotong Royong (DPRD-GR) Propinsi Daerah Istimewa Aceh dalam usul memorendumnya tentang Pelaksanaan Otonomi Riel dan luas dengan Nomor B-7/DPRD-GR/66, terhadap Pemekaran Daerah yang dianggap sudah matang untuk dikembangkan secara lengkap adalah sebagai berikut :

a. Bekas Kewedanaan Alas dan Gayo Lues menjadi Kabupaten Aceh Tenggara dengan ibukotanya Kutacane;

b. Bekas daerah Kewedanaan Bireun, menjadi Kabupaten Djeumpa dengan ibukota Bireun;

c. Tujuh kecamatan dari bekas kewedanaan Blang Pidie menjadi Kabupaten Aceh Barat Daya dengan ibukota Blang Pidie;

d. Bekas Daerah "Kewedanaan Tamiang" menjadi Kabupaten Aceh Tamiang dengan ibukotanya Kualasimpang;

e. Bekas daerah Kewedanaan Singkil menjadi Kabupaten Singkil dengan ibukotanya Singkil;

f. Bekas daerah Kewedanaan Simeulue menjadi Kabupaten Simeulue dengan ibukotanya Sinabang;

g. Kotif Langsa menjadi Kotamadya Langsa.

Usulan tersebut diatas sebahagian besar sudah menjadi kenyataan dari 7 wilayah usulan, saat ini yang sudah mendapat realisasi sebanyak 4 wilayah dan Tamiang termasuk yang belum mendapatkannya.

Bertitik tolak dari hal-hal tersebut diatas dan sesuai dengan tuntutan dan kehendak masyarakat di Wilayah Tamiang, maka selaras dengan perkembangan zaman diera reformasi, demokrasi wajar kiranya bila masyarakat setempat mengajukan pemekaran dan peningkatan statusnya.

Sebagai tindak lanjut dari cita - cita masyarakat Tamiang tersebut yang cukup lama proses secara historis, maka pada era reformasi sesuai dengan undang - undang No. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah, pintu cita - cita tersebut terbuka kembali serta mendapat dukungan dan usul dari :


(25)

Bupati Aceh Timur, dengan surat No. 2557 / 138 / tanggal 23 Maret 2000, tentang usul peningkatan status Pembantu Bupati Wilayah III Kualasimpang menjadi Kabupaten Aceh Tamiang kepada DPRD Kabupaten Aceh Timur.

2. DPRD Kabupaten Aceh Timur dengan surat No. 1086 / 100 - A / 2000, tanggal 9 Mei 2000, tentang persetujuan peningkatan status Kabupaten Aceh Tamiang. 3. Surat Bupati Aceh Timur, No. 12032 / 138 tanggal 4 Mei 2003 kepada Gebernur

Daerah Istimewa Aceh tentang peningkatan status Kabupaten Aceh Tamiang. 4. Surat Gubernur Daerah Istimewa Aceh No. 138 / 9801 tanggal 8 Juni 2000 kepada

DPRD Propinsi Daerah Istimewa Aceh tentang peningkatan status Kabupaten Aceh Tamiang.

5. Surat DPRD Daerah Istimewa Aceh No. 1378 / 8333 tanggal 20 Juli 2000 tentang persetujuan peningkatan status Kabupaten Aceh Tamiang.

6. Surat Gubernur Daerah Istimewa Aceh No. 135 / 1764 tanggal 29 Januari 2001 kepada Menteri Dalam dan Otonomi Daerah Republik Indonesia Cq. Dirjen PUMD tentang usul peningkatan status Pembantu Bupati dan Kota Adminstrasi menjadi Daerah Otonom.

Kerja keras yang cukup panjang itupun akhirnya membuahkan hasil. Pada tanggal 2 Juli 2002, Tamiang resmi mejadi Kabupaten berdasarkan UU No. 4 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Tamiang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.


(26)

b. Letak dan Kondisi Geografis Kabupaten Aceh Tamiang

Kabupaten Aceh Tamiang terletak di 03° 53 - 04° 32' LU sampai 97° 44'- 98° 18' BT, dengan batas administratif adalah sebagai berikut :

Gbr 2.1. Peta Indonesia

Sumber : www.Peta_Indonesia.com

Gbr 2.2. Peta Sumatera,gambar menunjukkan posisi NAD terhadap propinsi lainnya yang ada di Sumatera. Sumber : www.Peta_Sumatera.com


(27)

• Sebelah Utara dengan Selat Malaka dan Kota Langsa

• Sebelah Selatan dengan Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara • Sebelah Timur dengan Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara • Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Gayo Lues

Kabupaten Aceh Tamiang terdiri dari 12 Kecamatan, 27 Pemukiman, 1 kelurahan, 212 Desa, dan 701 Dusun yang secara keseluruhan mempunyai luas 1.956,72 km2 atau 195.672 Hektar.

II.1.2. Pemilihan Lokasi II.1.2.1. Data Umum Proyek

1. Fungsi Bangunan : AcehTamiang Shopping Center 2. Tema : Iconic dalam Arsitektur

3. Status Proyek : Fiktif 4. Pemilik Proyek : Swasta 5. Sumber Dana : Swasta

6. Lokasi : Jl. Mayjen Sutoyo, Kecamatan Kuala Simpang 7. Luas Lahan : ± 1.5 Ha

8. KDB : 60 %

9. KLB : ± 16 m (1- 4 Lantai)

10.Luas lantai dasar maksimum : KDB x Luas Lantai Bangunan 60% x 15.000 = 9000 m2

11.Luas bangunan maksimum : KLB x Luas Lantai Dasar 4 x 9000 m2 = 36.000 m2

II.1.2.2. Kriteria Pemilihan Lokasi

Berdasarkan strategi pengembangan struktur tata ruang kota, Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang dibagi menjadi beberapa Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) dimana tiap-tiap WPP mempunyai pusat sebagai sentral pertumbuhan berdasarkan potensi dan kendala yang dimilikinya serta peningkatan akses ke pusat-pusat WPP dan antar pusat-pusat WPP.

Setiap pusat-pusat pengembangan akan memberi dampak terhadap pusat-pusat pengembangan yang lain sehingga terjalin suatu keterkaitan untuk saling memenuhi kebutuhan tiap pusat WPP melalui Sumber Daya Alam yang dimilikinya.


(28)

Berdasarkan analisis struktur tata ruang Kabupaten Aceh Tamiang yang memperhatikan beberapa faktor seperti : kependudukan, ekonomi, fisik, serta sarana dan prasarana, maka struktur tata ruang Kabupaten Aceh Tamiang dibagi menjadi 3 (tiga) Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) yaitu WPP-A, WPP-B, dan WPP-C.

Pertimbangan di dalam menentukan struktur ruang adalah :

1. Mengingat masih ada daerah terpencil yang memiliki aksesibilitas sangat rendah sehingga mengakibatkan terisolirnya daerah tersebut yang mengakibatkan pertumbuhannya lambat.

2. Pada setiap WPP terdapat satu pusat pengembangan dengan jenjang II (kedua) kecuali WPP-A dengan pusat jenjang I (satu) direcanakan menjadi ibu kota Kabupaten Aceh Tamiang khusus Kota Kuala Simpang termasuk kota orde I dalam sektor perdagangan dengan cakupan wilayah Kabupaten.

3. Penentuan wilayah Pengaruh berdasarkan jarak terbobot minimum dari pusat-pusat WPP.

Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Aceh Tamiang direncanakan ada tiga Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) yaitu : WPP- A Kecamatan Karang Baru, Manyak Payed, Kota Kuala Simpang, Sekerak, dan Kecamatan Rantau. WPP-B Kecamatan Seruway, Bendahara, dan Kecamatan Banda Mulia. WPP- C Kecamatan Tamiang Hulu, Tenggulun, dan Kecamatan Bandar Pusaka. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 2.1

Rencana Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2007-2027


(29)

W P P

KECAMATAN PUSAT PENGEMBANGAN

PERUNTUKAN WILAYAH

PROGRAM KEGIATAN PEMBANGUNAN A Karang Baru

Manyak Payed Kota Kuala Simpang Sekerak Rantau Kejuaruan Muda Karang Baru Perkantoran Perdagangan Industri pertambangan Permukiman

Kantor dinas, Pusat perbelanjaan, Jalan baru, jaringan air minum, sarana pendidikan dan permukiman.

B Seruway Bendahara Banda Mulia Bendahara Perkantoran Perdagangan Rekreasi Permukiman

Jalan baru, jaringan air minum, sarana pendidikan.

C Tamiang Hulu Tenggulun Bandar Pusaka

Tamiang Hulu Perkantoran Perdagangan Rekreasi Permukiman

Jalan baru, jaringan air minum, sarana pendidikan.

Sumber : Hasil Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Aceh Tamiang 2007-2027

Jangkauan pusat pelayanan merupakan kemampuan tiap-tiap fungsi pusat pelayanan untuk melayani daerah hinterlandnya. Semakin tinggi hierarki pusat pelayanan maka semakin luas jangkauannya begitu pula sebaliknya.

Berdasarkan penilaian terhadap pusat-pusat pelayanan maka dapat ditentukan jangkauan pusat pelayanan sebagai berikut :

- Pusat pelayanan hirarki I dengan jangkauan pelayanan seluruh wilayah Kabupaten Aceh Tamiang selain melayani beberapa Kecamatan disekitarnya.

- Pusat pelayanan hirarki II dengan jangkauan pelayanan meliputi wilayah pengembangan yang menjadi daerah hinterlandnya.

- Pusat pelayanan dengan hirarki III dengan jangkauan pelayanan wilayah Kecamatan atau desa/kelurahan yang menjadi hinterlandnya.

WPP A

Merupakan Kawasan Perkantoran

Perdagangan


(30)

Tabel 2.2

Rencana Hirarki/Orde Kota Kecamatan di Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2007-2027

No. Kecamatan Ibu Kota Kecamatan Hirarki/Orde

1. Karang Baru Karang Baru I

2. Manyak Payed Tualang Cut III

3. Kota Kuala Simpang Kuala Simpang I


(31)

5. Rantau Alur Cucur III

6. Seruway Seruway II

7. Bendahara Sungai Iyu III

8. Banda Mulia Telaga Meku III

9. Kejuruan Muda Sungai Liput III

10. Tenggulun Simpang Kiri III

11. Tamiang Hulu Pulau Tiga II

12. Bandar Pusaka Babo III

Sumber : Hasil Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Aceh Tamiang 2007-2027

Dari hasil analisis, dapat dijabarkan fungsi masing-masing pusat pelayanan. Tiap-tiap pusat pelayanan memiliki fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan hirarki tiap pusat-pusat pelayanan. Semakin tinggi hirarki pusat-pusat pelayanan maka semakin kompleks fungsi sebagai pusat pelayanan, dan semakin rendah hirarki pusat pelayanan maka semakin kecil fungsi sebagai pusat pelayanan.

Sistem pusat pelayanan yang terdapat di Kabupaten Aceh Tamiang ditentukan berdasarkan kelengkapan dan kualitas fasilitas pelayanan serta aksesibilitas yang , tinggi yang dimiliki wilayah tersebut, meliputi :

1. Kota Karang Baru (Kec. Karang Baru), Kota Kuala Simpang (Kec. Kuala Simpang), Pulau Tiga (Kec. Tamiang Hulu), dan Kota Seruway (Kec. Seruway) merupakan pusat-pusat perkotaan yang memilki skala pelayanan yang lebih luas dari skala kecamatan.

2. Kecamatan Manyak Payed, Sekerak, Rantau, Bendahara, Banda Mulia, Kejuruan Muda, Tenggulun, dan Kecamatan Bandar Pusaka merupakan pusat-pusat yang memiliki skala pelayanan kecamatan dan memiliki fungsi sebagai pelayanan Kecamatan dan pusat pemukiman.

Pusat-pusat pelayanan yang terdapat di Kabupaten Aceh Tamiang terdiri dari :

a. Pusat pelayanan Karang Baru dan Kota Kuala Simpang, merupakan kota hirarki I dengan fungsi :

pusat pelayanan wilayah pengembangan I sekaligus sebagai pusat pemerintahan Kabupaten.

- Pusat perekonomian, jasa, perdagangan bagi Wilayah Pengembangan dan Wilayah Kabupaten terdapat di Kota Kuala Simpang.


(32)

- Pusat pendidikan dengan skala pelayanan Kabupaten.

- Pusat Kesehatan, dari puskesmas pembantu sampai dengan tingkat pelayanan tertinggi dalam bentuk Rumah Sakit Umum.

b. Pusat pelayanan Seruway dan Tamiang Hulu, merupakan kota jenjang ke dua dengan fungsi :

- Pusat pelayanan Wilayah Pengembangan sekaligus sebagai pusat pemerintahan Kecamatan.

- Pusat perekonomian, jasa, perdagangan bagi Wilayah Pengembangan. - Pusat Pendidikan menengah dan kesehatan.

a. Pusat pelayanan jenjang ketiga (Kecamatan Manyak Payed, Sekerak, Tenggulun,

Rantau, Bendahara, Banda Mulia, Kejuaruan Muda dan Kecamatan Bandar Pusaka) memiliki fungsi sebagai pusat pemerintahan Kecamatan, Pendidikan Menengah, Kesehatan, Perekonomian dan perdagangan dan pemukiman.

Dalam memilih lokasi terdapat beberapa kriteria, mengingat fungsi bangunan yang dirancang merupakan bangunan komersil yang bersifat publik dan berskala kota. Berikut tabel pemilihan lokasi:

Tabel 2.3

Alternatif Pemilihan Lokasi Proyek

No. Kriteria Lokasi

1. Tinjauan terhadap

struktur kota

Berada di kawasan kota yang juga merupakan daerah kawasan komersil. Selain itu berada dekat dengan jalan besar sebagai penghubung transportasi.

2. Pencapaian Akses pencapaian harus terdapat angkutan umum dan pribadi dari setiap badan jalan dan pengaturan jalan masih dapat dikontrol dengan baik. Namun kendaraan pribadi merupakan fokus utama pencapaian, sehubungan dengan sasaran aktifitas dari berbagai kantor lainnya.


(33)

3. Area pelayanan Daerah komersil dan ruang terbuka adalah lingkungan sekitar yang dapat saling mendukung dengan bangunan yang akan direncanakan. Diharapkan dengan adanya lingkungan ini dapat memperkuat posisi Shopping Center.

4. Ukuran Lahan Ukuran lahan harus mencukupi kebutuhan ruang secara fungsional beserta fasilitas-fasilitas yang direncanakan. ( min. 1 Ha).

5. Kemudahan Entrance

Entrance menuju dan keluar tapak harus mudah

diakses oleh para pengunjung Shopping Center.

6. Kontur Tapak Kontur tapak sebaiknya relatif datar untuk memudahkan akses pencapaian dan pergerakan aktivitas yang berlangsung dalam Shopping Center.

7. Kebisingan Keadaan bebas dari kebisingan dan getaran yang berlebihan merupakan hal yang bersifat mutlak. Untuk itu perencanaan bangunan harus mempertimbangkan eksistensi bangunan di sekitarnya yang tidak akan mempengaruhi baik di masa sekarang maupun masa yang akan datang.

II.1.2. Alternatif Pemilihan Lokasi Alternatif I

Lokasi ini terletak di Jl. Ir. H. Juanda Kecamatan Karang Baru. Luas lahan ±26.394 m2 (2,6 Ha). Tapak merupakan lahan kosong dengan kontur tapak relatif datar.


(34)

Gbr 2.4. Alternatif Lokasi I

Alternatif II

Lokasi ini terletak di Jl. Mayjen Sutoyo Kecamatan Kuala Simpang. Luas lahan ±15.000 m2 . Kondisi eksisting Tapak merupakan lahan kosong dengan kontur tapak relatif datar.


(35)

Gbr 2.5. Alternatif Lokasi II

Alternatif III

Lokasi ini terletak di Jl. Cut Nyak Dhien Kecamatan Kuala Simpang. Luas lahan ±14.931 m2 (1.4 Ha). Tapak merupakan lahan kosong dengan kontur tapak relatif datar.


(36)

Gbr 2.6. Alternatif Lokasi III Tabel 2.4

Penilaian Alternatif Lokasi

No Kriteria Lokasi Lokasi I Lokasi II Lokasi II

1. Tata guna lahan Bisnis, perkantoran, jasa, pemukiman

3

Bisnis, pemukiman, perkantoran

3

Bisnis, perkantoran, pemukiman

3

2. Luas lahan 12.240 m2

3

26.394 m2 3

14.931 m2 3 3. Aksesibilitas Kendaraan pribadi,

kendaraan umum, sirkulasi pejalan kaki

3

Kendaraan pribadi, kendaraan umum, siirkulasi pejalan kaki

3

Kendaraan pribadi, kendaraan umum


(37)

4. Citra Lingkungan Positif untuk jasa, perdagangan, dan perkantoran

3

Positif untuk jasa, perdagangan, dan perkantoran

3

Positif untuk jasa, perdagangan, dan perkantoran

2 5. Strategis Sangat strategis

3

Sangat strategis 3

Cukup strategis 2 6. Kemacetan Sirkulasi relatif

lancer 3 Sirkulasi relatif lancer 3 Sirkulasi relatif lancer 3 7. Fasilitas pelayanan Pusat pertokoan,

perkantoran, bank 3 Pusat pertokoan, kantor pemerintahan 2 Pusat pertokoan, kantor pemerintahan 2 8. Tingkat ketenangan Kebisingan berasal dari suara kendaraan bermotor yang cukup ramai

2

Kebisingan berasal dari suara kendaraan bermotor yang cukup ramai

2

Kebisingan berasal dari suara kendaraan bermotor yang cukup ramai

2 9. Potensi lahan Sangat cocok

dijadikan tempat bisnis 3 Sangat cocok dijadikan tempat bisnis 3 Cocok dijadikan tempat bisnis 2 9. Potensi lahan Sangat cocok

dijadikan tempat bisnis 3 Sangat cocok dijadikan tempat bisnis 3 Cocok dijadikan tempat bisnis 2

Total Nilai 26 25 21

NB : Nilai 3 Sangat baik, Nilai 2 Cukup baik, Nilai 1 Kurang Baik

II.2. Tinjauan Khusus II.2.1. Terminologi Judul

Secara teoritis tinjauan khusus proyek akan menjelaskan mengenai shopping center berdasarkan pengertian, pola, klasifikasi, dan karakteristik dari fungsi-fungsi tersebut.


(38)

II.2.1.1. Pengertian Shopping Center

Judul dari proyek tugas akhir ini adalah Aceh Tamiang Shopping Center di Kota Kuala Simpang. Dari judul ini, dapat diartikan sebagai berikut:

- Aceh Tamiang adalah nama salah satu Kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam.

- Shopping berasal dari bahasa Inggris yaitu Shop yang artinya toko/retail, dengan penambahan (ing) sehingga artinya menjadi berbelanja atau membeli sesuatu yang dibutuhkan/diinginkan. Sedangkan dalam Bahasa Indonesia belanja berarti uang yang dikeluarkan untuk keperluan sesuatu3

- Center barasal dari bahasa latin yang berarti Centrum atau bahasa Yunani yang berarti Ketron. Dalam bahasa inggris Center berarti pusat atau bagian ditengah, terpusat atau tertuju. Sedangkan dalam bahasa Indonesia pusat berarti tempat yang letaknya di tengah, titik yang di tengah-tengah benar, pusat dan pokok pangkal atau yang menjadi tumpuan

.

4

Jadi pengertian Aceh Tamiang Shopping Center yaitu sebuah pusat perbelanjaan dalam satu bangunan yang berada di Kabupaten Aceh Tamiang.

Pengertian shopping center lainnya yaitu:

Menurut Gruen, Victor (1966)

Shopping Center adalah suatu tempat yang dipergunakan sebagai wadah bagi para pedagang yang diatur oleh suatu manajemen terencana yang memberikan servis bagi kebutuhan ekonomi dan sosial masyarakat, sebagai fasilitas kota untuk memberikan kenyamanan berbelanja.

Menurut De Chiara, Joseph and Callender, John Hancock (1973,577)

Shopping Center adalah sebuah kompleks yang didalamnya terdapat toko-toko eceran yang disatukan dengan fasilitas -fasilitas yang direncanakan untuk memberikan kenyaman berbelanja yang maksimum dan keleluasaan maksimum bagi barang dagangan.

Menurut Pemerintah DKI (1971)

.

Shopping Center berfungsi sebagai tempat untuk berbelanja, berkumpul dan rekreasi yang ketiganya ini akan berjalan seiringan dan saling mempengaruhi, oleh karena itu

3

Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke 3, 2005, Hal 125 4


(39)

disebut sebagai suatu lembaga dalam masyarakat yang berkembang dimasyarakat yang menghidupkan kota.

Menurut Beddington, Nadine (1981,1)

Shopping Center adalah suatu kompleks perbelanjaan yang terencana dibawah suatu manajemen pusat yang menyewakan unit-unit pertokoan kepada para pedagang eceran dengan pengelolaan oleh manajemen yang bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pusat perbelanjaan.

II.2.2. Klasifikasi Pusat Perbelanjaan

1. Berdasarkan Skala Pelayanan

Berdasarkan skala pelayanannya, pusat perbelanjaan dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:

- Pusat perbelanjaan lokal (neighborhood center)

Pusat perbelanjaan kelas ini mempunyai jangkauan pelayanan yang meliputi 5.000 sampai 40.000 penduduk (skala lingkungan), dengan luas bangunan berkisar antara

2.787-9.290 m2. Unit penjualan terbesar pada pusat perdagangan golongan ini

adalah supermarket.

- Pusat perbelanjaan distrik (community center)

Pusat perbelanjaan kelas ini mempunyai jangkauan pelayanan 40.000 sampai 150.000 penduduk (skala wilayah), dengan luas bangunan berkisar antara 9.290-27.870 m2. Unit-unit penjualannya terdiri atas junior department store, supermarket dan toko-toko.

- Pusat perbelanjaan regional (main center)

Pusat perbelanjaan kelas ini mempunyai jangkauan pelayanan seluas daerah dengan 150.000 sampai 400.000 penduduk, dengan luas bangunan 27.870-92.990 m2. Pusat perbelanjaan golongan ini terdiri dari 1-4 departement store dan 50-100 toko retail, yang tersusun mengitari pedestrian, dan dikelilingi oleh daerah parkir5

2. Berdasarkan Fungsi dan Kegiatan

.

a. Pusat PerbelanjaanMurni

Pusat perbelanjaan yang berfungsi sebagai tempat berbelanja dan sebagai tempat

pertemuan masyarakat (community center) untuk segala urusan, baik untuk

5

The Community Builders Council of ULI-The Urban Land Institute, 1977:23)


(40)

bersantai, mencan hiburan. Misalnya Plaza Senayan, Blok M Plaza, Pondok Indah

Mall dll.

b.Pusat Perbelanjaan Multi Fungsi

Fungsi sebagai pusat perbelanjaan di campur dengan fungsi lain yang berbeda namun saling menunjang dan meningkatkan nilai komersialnya.

3. Berdasarkan Sistem Transaksi

Berdasarkan sistem transaksinya, sebuah pusat perbelanjaan dapat dibedakan sebagai berikut :

- Toko Grosir

Adalah toko yang menjual barang dalam partai besar. Barang-barang tersebut biasanya disimpan di gudang atau di tempat lain, sedangkan yang ada di toko grosir hanya contohnya.oleh karena penjualan dilakukan dalam partai besar, biasanya etalase pada pada toko grosir hanya memerlukan tempat yang relatif kecil, sedangkan bagian terbesarnya adalah gudang atau tempat penyimpan persediaan. Aktifitas lain yang juga tidak kalah penting pada toko seperti ini adalah pengepakan. Oleh karena penjualannya dilakukan dalam jumlah besar sekaligus, maka pengepakan memerlukan ruang tersendiri yang juga relatif besar, yaitu ruang

dropping barang. Area ini sebaiknya berdimensi cukup besar yang memungkinkan kendaraan pengangkut barang berhenti pada proses pembongkaran atau pemuatan barang belanjaan.

- Toko Eceran

Menjual barang dalam partai kecil atau per satuan barang. Toko eceran lebih banyak menarik pembeli karena tingkat variasi barangnya yang tinggi. Pada toko semacam ini, area display barang dagangan memerlukan ruang dengan dimensi yang relatif besar untuk mewadahi variasi barang dagangan yang tinggi. Sebaliknya, gudang

mungkin hanya memerlukan area dengan dimensi yang lebih kecil. Area dropping

barang merupakan area vital pada toko jenis ini.

4. Berdasarkan Lokasi


(41)

Merupakan kelompok fasilitas perbelanjaan sederhana (los, toko, kios, dan sebagainya) yang berada disuatu area tertentu pada suatu wilayah. Fasilitas perbelanjaan ini dapat bersifat terbuka atauun berada di dalam bangunan, biasanya berada dekat kawasan pemukiman, merupakan fasilitas perbelanjaan untuk memennuhi kebutuhan (biasanya sehari-hari) masyarakat di sekitarnya.

- Shopping Street

Merupakan pengelompokan sarana perbelanjaan yang terdiri dari deretan toko atau kios trebuka pada suatu penggal jalan. Area perbelanjaan ini merupakan jenis pasar yang berlokasi di sepanjang tepi suatu penggal jalan. Jenis perbelanjaan semacam ini biasanya berkembang di kawasan-kawasan wisata, atau kawasan pertokoan yang menarik dkunjungi wisatawan.

- Shopping Precint

Merupakan kompleks pertokoan terbuka yang menghadap pada suatu ruang terbuka yang bebas. Perbelanjaan ini biasanya tumbuh di dekat obyek atau kawasan wisata.Contohnya yaitu Nakamise-dori,Senso-ji’s temple precint’s shopping street, Asakusa, Tokyo, Jepang6

- Shopping Center .

Merupakan pengelompokan fasilitas perbelanjaan (toko dan kios) yang berada di bawah satu atap. Pada shopping center, barang yang diperdagangkan didominasi oleh kebutuhan sekunder dan tersier, sedangkan pada jenis pasar, barang yang diperdagangkan terutama didominasi oleh kebutuhan primer manusia.

Shopping center secara khusus mempunyai pola visual dan sirkulasi yang diperuntukkan bagi pengunjung untuk berjalan mengelilinya, bahkan tidak hanya mencakup kompleks yang berukuran besar berskala monumental, tetapi juga berskala manusia.

- Department Store

Merupakan wadah perdagangan eceran besar dari berbagai jenis barang yang berada di bawah satu atap. Pada perbelanjaan ini transaksi masih menggunakan tenaga pelayan untuk membantu konsumen memilih dan mencari benda yang dikehendaki.

6

www.terragaleria.com


(42)

Penataan barang-barangnya memiliki tata letak khusus yang memudahan sirkulasi dan mencapai kejelasan akses. Luas lantainya berkisar antara 10.000 sampai 20.000 m2.

- Supermarket

Merupakan toko yang menjual barang kebutuhan sehari-hari dengan cara pelayanan mandiri (self service). Pemilihan dan pencarian produk dilakukan secara mandiri oleh konsumen. Pelayan hanya digunakan untuk membantu proses pembayaran. Jumlah bahan makanan yang dijual pada toko jenis ini kurang dari 15% dari seluruh barang yang diperdagangkan. Luas lantainya berkisar antara 1.000 sampai dengan 2.500 m2.

Setiap supermarket mempunyai sekuen kejadian, diawali dengan masuknya konsumen sehingga proses pembelian, pembeyaran dan perginya konsumen. Sekuen kejadian ini perlu dikaji melalui sebuah program yang termasuk di dalamnya adalah perilaku pembeli dan penjual seperti disampaikan dalam Lang (1987:114).

- Superstore

Merupakan pusat perdagangan dengan luas area penjualan lebih dari 2.500 m2. Pada umumnya luas superstore berkisar antara 5.000 m2 sampai dengan 7.000 m2. Superstore ini menempati satu lantai bangunan dan terletak di pusat kota. Sistem pelayanan yang digunakan adalah sistem self timer.

Oleh Karena system pelayanannya mandiri, perlu penataan dan pengelompokan barang yang jelas sehingga memudahkan pembeli menemukan barang yang diinginkan.

- Hypermarket

Merupakan bentuk perluasan dari superstore, dengan luas lantai minimum 5.000 m2. Hypermarket merupakan simbol perdagangan disuatu kota kota karena tempat tersebut mencerminkan adanya kecendrungan penduduk yeng mengikuti tren perdagangan dengan munculnya produk-produk yang ditawarkan. Sistem penjualannya pun dibedakan antara pembeli eceran adan pembeli sistem grosir.

Pada hypermarket yang bergabung dengan plaza atau shopping park, kecendrungannya adalah ruangan untuk hypermarket diletakkan di area paling


(43)

belakang karena membutuhkan lahan bangunan yang paling luas sehingga tidak menutupi area retail atau counter lain yang luasannya lebih kecil.

- Shopping mall

Merupakan sebuah plaza umum, jalan-jalan umum, atau sekumpulan sistem dengan belokan-belokan dan dirancang khusus untuk pejalan kaki. Jadi mall dapat disebut sebagai jalan pada area pusat usaha yang terpisah dari lalu lintas umum, tetapi memiliki akses mudah terhadapnya, sebagai tempat berjalan-jalan, duduk-duduk, bersantai, dan dilengkapi dengan unsur-unsur dekoratif untuk melengkapi kenyamanan.

Bentuk-bentuk Mall

a. Bentuk mall berdasarkan penutup bangunan

1. Mall Terbuka (Open Mall)

Adalah mall tanpa pelingkup, merupakan mall yang terbuka langsung terhadap cahaya matahari sehingga member kesan luas dan cocok untuk udara, tetapi berpengaruh pada kenyamanan terhadap gangguan cuaca dan antara retail saling terpisah.

Gbr 2.7. Open Mall

2. Mall Tertutup (enclosed Mall)

Adalah mall dengan pelingkup merupakan suatu bangunan lengkap dimana pedagang dan pemilik toko terlindungi dalam bangunan yang tertutup dan terkontrol serta dimungkinkan terjadinya interaksi sosial. Dengan dilengkapi fasilitas rekreasi seperti

tempat duduk, taman, ruang pamer, atau promosi serta pelengkap lainnya. Mall tertutup dilengkapi dengan pengkondisian udara sementara untuk pencahayaan alami.


(44)

Gbr 2.8. enclosed Mall

3. Composite Mall

Merupakan gabungan antara mall terbuka dan tertutup, dimana sebagian terbuka dan sebagian lain tertutup. Bentuk ini timbul untuk mengantisipasi terhadap pengaruh pengontrolan penghawaan dan keborosan energi serta mahalnya biaya perawatan.

Gbr 2.9. Composite Mall b . Tipe Mall

1. Full mall

Terbentuk oleh sebuah jalan yang sebelumnya digunakan untuk lalu lintas kendaraan kemudian diperbaharui menjadi jalur pejalan kaki atau plaza (alun - alun ) yang dilengkapi dengan potion, patung, air mancur, paving untuk pejalan kaki. Sebuah full mall dibangun diarea dengan jumlah penduduk dan dasar ekonomi bermacam - macam, biasanya dengan jumlah penduduk antara 9.725 - 360.000 jiwa. Seperti di negara Lebanon, New Hampshire dan Louisville.

2. Transit Mall

Transit mall atau dikembangkannya lalu lintas mobil pribadi dan trek ke jalan lain dan hanya mengijinkan angkutan umum seperti bis dan taksi . Area parkir direncanakan tersendiri dan menghindari sistem


(45)

parkir pada jalan (on street parking ) jalur pejalan kaki diperlebar dan dilengkapi dengan street furniture.

3. Semi Mall

Semi mall lebih menekankan pada pejalan kaki, oleh karena itu areanya diperluas dan silengkapi dengan pohon–pohon dan taman, bangku–bangku, pencahayaan dan fasilitas buatan lainnya, sedangkan jalur kendaraan dikurangi.

c. Bentuk Mall menurut komposisi ukuran dan bentuk

1. Bentuk L ( L Shape )

Gbr 2.10. L Shape 2. Bentuk Segitiga ( Triangle shaped )

Gbr 2.11. Triangle shaped 3. Bentuk jalur ( strip shaped )

Gbr 2.12. strip shaped 4. Dumb bell shaped


(46)

Gbr 2.13. Dumb bell shaped

5. Bentuk U ( U shaped )

Gbr 2.14. U shaped

6. Bentuk Cluster (Cluster shaped )

Gbr 2.15. Cluster shaped


(47)

Gbr 2.16. Double dumbbell shaped

8. Bentuk T ( T shaped )

Gbr 2.17. T shaped

e. Bentuk mall berdasarkan sistem parkir 1. Strip center with curb parking

Gbr 2.18. Strip center with curb parking

2. Strip center with off-street parking


(48)

Gbr 2.19. Strip center with off-street parking

3. Double-strip center with off-street parking

Gbr 2.20. Double-strip center with off-street parking

4. Mall center with only one magnet

Gbr 2.21. Mall center with only one magnet


(49)

Gbr 2.22. Mall center with magnet centrally placed

6. Cluster-type center

Gbr 2.23. Cluster-type center

7. “Introverted” center

Gbr 2.24. Introverted center

II.2.3. Prinsip shopping mall

Prinsip dasar Shopping Mall terletak pada peran dan pola hubungan antara unit retail dan mall. Lebih sekedar street of shop melainkan sebagai penghubung, pengontrol, pengorganisir unit retail serta mengidentifikasi area (memberikan kejelasan orientasi)

Design Control Zone


(50)

Mencapai komunitas flow melalui efek ping pong sehingga semua ruang bernilai strategis. Control zone dicapai dengan :

1. Pola Mall, linier sederhana, dengan jalur utama tanpa pembagi agar semua ruang sewa strategis dan orientasi sirkulasi jelas.

2. Magnet / Anchor, unit utama sebagai obyek penarik

pengunjung. Kuncinya adalah perancangan key tenant yaitu pemilihan dan penempatan anchor tenant. Penyewa seperti supermarket, cineplex, restoran, amusement dan lainnya, penempatannya harus mampu menjadi magnet bagi pengunjung 3. Pembatasan panjang dan lebar, mempertimbangkan kenyamana

pejalan kaki dan komunikasi antara tenant.

4. Pembatasan tinggi bangunan, dilakukan orientasi orizontal tercapai.

Tenan Mix

Pengelompokan magnet dan unit retail berdasarkan jenis materi perdagangan dengan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan persaingan yang mematikan.

Design Criteria

Design dari masing - masing unit sewa telah ditentukan sebelumnya kepada para tenant, menyangkul perwujudan fisik seperti ketentuan mengenai bahan, warna, design interior dll yang mengutamakan kesesuaian bukan kesenangan.

II.2.4. Unsur shopping mall

Mall merupakan penggambaran dari kota yang terbentuk oleh elemen-elemen: a. Anchor ( Magnet )

Merupakan transformasi dari nodes dapat pula berfungsi sebagai land mark, perwujudannya berupa plaza dalam shopping mall.

b. Secondary Anchor ( magnet sekunder )

Merupakan transformasi dari distrik perwujudan berupa toko - toko pengecer, retail, supermarket, superstore dan bioskop.


(51)

c. Street Mall

Merupakan transformasi path perwujudannya berupa pedestrian yang menghubungkan magnet - magnet.

d. Landscaping ( pertamanan )

Merupakan transformasi dari edges sebagai pembatasan pusat pertokoaan ditempat– tempat luar.

II.2.5. Sistem pelayanan

Sistem pelayanan shoping mall antara lain: a. Personal Service System

Pelayanan dengan menggunakan cara tawar menawar atara pedagang dan konsumen dimana pelayana dilayani dengan pramuniaga.

b. Self Service System

Pelayanan dimana konsumen diberi kebebasan memilih dan mengambil barang yang diinginkan dengan harga yang pasti.

c. Self Select System

Pelayanan dimana konsumen diberi kebebasan memilih dan mengambil barang yang diinginkan kemudian menyerahkannya ke pramuniaga.

d. Wending Mechine System

Pelayanan dimana konsumen dilayani dengan menggunkan peralatan mekanis.

e. Order System

Pelayanan dimana konsumen dilayani dengan cara memesan barang terlebih dahulu dari contoh yang ada melalui sarana komunikasi pos dan telepon.

II.2.6. Aktifitas dalam shopping mall

a. Aktifitas Utama

Kegiatan utama jual beli dengan pelaku penjual dan pengunjung pembeli b. Aktifitas Pendukung

Kegiatan pendukung kegiatan utama: bongkar muat, pengelola administrasi, pelaku penyewa dan pengelola

c. Aktifitas Pelengkap

Kegiatan berkaitan dengan perawatan dan pemeliharaan bangunan


(52)

d. Aktivitas Pelayanan

Merupakan kegiatan pelayanan atau servis.

II.2.7. Fungsi Shopping Mall

Ada beberapa fungsi dari shopping mall antara lain :

- Sebagai wadah untuk perbelanjaan.

- Menyediakan fasillitas penunjang lainnya untuk sarana rekreasi ataupun untuk

sarana santai.

- Sebagai magnet kawasan untuk menarik pengunjung datang dan menggunakan

fasilitas yang disediakan.

II.3. Studi Banding Proyek Sejenis

Studi banding proyek sejenis adalah bertujuan untuk mendapatkan perbandingan proyek yang akan dibuat, dimana dalam hal ini akan diambil poin-poin dari proyek yang akan dijadikan sebagai pembanding.

BLOK M PLAZA JAKARTA

Blok M ibarat jantung di wilayah Jakarta selatan. Di sinilah tempat semua orang bertemu dari seluruh penjuru kota Jakarta bahkan dari seluruh Indonesia. Karena identitasnya sebagai muara masyarakat lokal maupun pendatang, maka Blok M bisa disebut terminal yang paling ramai dan sibuk diseluruh Indonesia. Sejak tahun 60 an, wilayah ini sudah merupakan tempat ideal untuk dibangun rumah tinggal, sekolah, taman-taman kota dan beragam hiburan bagi warganya.

Pada masa 80-an, masyarakat berkelas dari kategori B ke A+ dan sebagian besarnya adalah para profesiional muda, lebih memilih wilayah ini maka tidaklah mengherankan jika pada masa tersebut kawasan Blok M dianggap “mewah” dan paling bergengsi di Jakarta selatan. Hal itulah yang mendorong grup pengembang Pakuwon untuk membangun pusat perbelanjaan bergengsi di sini yang dinamakan Blok M plaza. Sehingga kerap ada julukan bahwa lokasi tersebut seperti Tokyo mini atau Korea mini, karena banyak dijual barang-barang bermerek terkenal dari mancanegara. Blok M plaza kemudian dibuka pada akhir tahun 80-an.


(53)

Pada saat itu, belum banyak masyarakat yang terbiasa melihat sesuatu yang dianggap besar dan mewah sebelumnya, seperti sosok pusat perbelanjaan ini. Disain yang diterapkannya sebagian besar merefleksikan sosok modern dengan garis-garis tegas dan unsur-unsur kemewahan yang menarik perhatian pengunjung seperti penggunaan bahan-bahan yang mahal dan tahan lama sebagai bangunan yang berkelas. Meskipun telah berdiri lebih dari dua dekade, keberadaan Blok M plaza masih terlihat baru dikarenakan faktor estetika bahan dan masa pakainya telah terbukti tahan uji. Sebagai contoh bahan krom untuk handrail dan marmer untuk penutup lantai dan sebagian besar dinding-dinding bangunan. Kualitasnya mewakili sebuah tampilan yang berkelas dan mewah.

Salah satu penampilan yang paling menarik adalah jalur sirkulasi di dalam bangunan. Konsep perancangannya menggunakan ramp yang berputar dan bersambung diseluruh gedung. Cara ini sangat efektif untuk mengiring pengunjung mendatangi setiap toko-toko di dalamnya. Di samping itu ramp juga berfungsi untuk mengakomodir pengunjung yang menggunakan kursi roda atau yang membawa kereta bayi.

Bila pengunjung ingin langsung menuju toko yang diinginkan, tidak perlu mengitari jalur ramp sampai ke ujung. Cukup menyeberangi jembatan yang menghubungkan jalur-jalur sirkulasi disetiap lantai. Selain koridor berupa ramp dan jembatan, jalur sirkulasi lain menggunakan eskalator yang terletak di samping Matahari Depertement Store. Jalur-jalur sirkulasi tersebut diterangi oleh cahaya alami yang berasal dari atap tembus pandang di tengah bangunan. Begitu pula disetiap bagian interior bangunan, terlihat terang pada saat siang hari.

Gbr 2.25. Entrance Blok M Plaza

Sumber : Indonesia Shopping Center,Design Concept Lifestyle


(54)

Berada dekat lokasi dekat terminal bis, gelanggang remaja dan perkantoran, semakin menguntungkan Blok M Plaza dalam menarik konsumen yang tepat sasaran dan fokus ke dalam target pasarnya yaitu remaja, mahasiswa dan para profesional muda dari segment C sampai B+.

Mereka tertarik dengan fasilitas yang disediakan seperti bioskop, matahari Departement Store dan toko-toko yang menyediakan keperluan kawula muda. Sepanjang hari kerja dan pada saat makan siang atau sore hari, plaza ini tetap ramai dan semakin ramai pada saat akhir minggu.

THE PLAZA SEMANGGI JAKARTA Kawasan Segitiga Emas

Selain bermodalkan konsep yang khas dan unik, lokasi menjadi daya tarik ampuh bagi sebuah pusat perbelanjaan untuk meraih sukses. Salah satu lokasi lokasi yang sangat strategis berada di pusat kota Jakarta dan dikenal dengan sebutan Kawasan Segitiga Emas. Kawasan ini meliputi daerah sekitar Jl. Jendral Sudirman, Jl. Gatot Subroto dan Kuningan. Kawasan tersebut menjadi barometer pertumbuhan properti khususnya di Jabotabek dan nasional untuk disulap menjadi bangunan perkantoran, pusat belanja, hotel dan apartemen. Dengan padatnya fungsi kawasan tersebut, irama kehidupan pun

Gbr 2.26. Interior Blok M Plaza Sumber : Indonesia Shopping Center, Design


(55)

menjadi sangat kompleks, hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya kebutuhan masyarakat kelas atas kota Jakarta akan tempat berbelanja dan hiburan. Untuk memenuhi permintaan tersebut, maka dibengunlah sebuah pusat belanja yang berlokasi di kawasan segitiga emas ini yang diberi nama The Plaza Semanggi.

Lifestyle Shopping Center

The Plaza Semanggi yang berlokasi di tengah kawasan bisnis Granadha yaitu antara Jl. Jendral Sudirman dan Jl. Gatot Subroto yang memiliki populasi sangat tinggi dan dikenal dengan Semaggi Crowd adalah Lifestyle Shopping Center. Dengan segmentasi menenga ke atas (A) atau middle-up, The Plaza Semanggi yang dikelilingi oleh kawasan niaga dan bisnis, bukan lagi sekedar tempat berbelanja, melainkan menjadi tempat berkumpul dan bersosialisasi serta melepas lelah setelah seharian bekerja. Gaya hidup seperti inilah yang sekarang menjadi trendsetter dikalangan para eksekutif muda di Jakarta. Porsi berbelanja telah tergeser, didominasi oleh porsi hiburan. Dengan kondisi ini, diharapkan The Plaza Semanggi akan menjadi oasis dan trendsetter pusat perbelanjaan di kota Jakarta dan mampu memenuhi semua kebutuhan pengunjungnya.

Downtown Experience

Konsep umum The Plaza Semanggi adalah downtown experience pertemuan dari berbagai budaya, dengan slogan Experience The Downtown Eperience. Konsep downtown ini terwujud dalam perencanaan interior bangunan yang dibagi menjadi 8 Downtown Sensation, yaitu berbagai menu nasional dan internasional (Wide Variety

Gbr 2.27. Interior The Plaza Semanggi Jakarta

Sumber : Indonesia Shopping Center, Design Concept Lifestyle


(56)

of The World Cuisine), berbagai retail tenant lokal dan mancanegara (Mix n’Match Fashion Boutique), lounge and pool, bioskop 21 dan karaoke (Absolute Entertainment), berbagai peralatan elektronik (Information Technology)

and Electronic Center), area bermain anak (Kids Heaven), berbagai perlengkapan rumah (Household Center), klub kebugaran dan kecantikan (Health Beauty and Spa Clubs), dan gedung pertemuan tempat berbagai acara dilaksanakan (Unique Cultural Activities di Balai Sarbini).

Dengan luas ± 45.034 m2 yang terdiri dari 17 lantai, The Plaza Semanggi adalah bagian yang tak terpisahkan dari bangunan monumental Balai Sarbini yang berfungsi sebagai gedung serba guna dan gedung veteran R.I yang berfungsi sebagai gedung perkantoran, dimana kedua bangunan tersebut memiliki nilai historikal yang tinggi dan telah lebih dulu berdiri sejak lama. Untuk menghormati kedua bangunan tersebut, maka konsep eksterior masa bangunan The Plaza Semanggi adalah menyatukan bentuk bangunan lama yang bersejarah dengan bentuk bangunan baru yang modern. Bentuk masanya sendiri merupakan pengembangan dari bentuk gedung Balai Sarbini yang orientasinya mengikuti bentuk jalan yang melengkung. Begitu pula dengan konsep fasadnya, merupakan penggabungan antara gaya arsitektur lama dengan gaya arsitektur modern. Gabungan dari ketiga massa bangunan tersebut menghasilkan suetu bentuk permainan massa yang menarik dilihat dari segala sudut dan menghasilkan fasad yang harmonis sehingga menghasilkan karakter tersendiri bagi kaawasan bisnis Granadha.

Gbr 2.28. Interior The Plaza Semanggi Jakarta


(57)

Konsep interior The Plaza Semanggi adalah penyatuan antara retail tenant besar dan kecil dengan permainan perbedaan material dan warna. Desainnya banyak menggunakan warna-warna cerah pada elemen-elemen interiornya yang mempresentasikan logo dari The Plaza Semanggi dan grafis daun semanggi yang ekspresif. Daun memiliki arti simbolik yaitu The Plaza Semanggi sebagai pusat dari segala tren, gaya hidup, atarktif dan menghibur, sesuai dengan konsepnya sebagai Lifestyle Shopping Center.

Untuk kenyamanan dan kemudahan pengunjung ke lokasi, The Plaza Semanggi dilengkapi dua pintu masuk yaitu pintu masuk dari Jl. Gatot Subroto dan pintu masuk bebas 3 in 1 dari Jl. Garnisun. Sedangkan untuk masuk ke dalam bangunan, dilengkapi dengan 4 lobby yaitu lobby selatan menghadap ke Jl. Gatot Subroto, lobby barat menghadap ke Jl. Jend. Sudirman, lobby utara menghadap ke Jl. Garnisun dan lobby timur menghadap ke Hotel Aston. Ditambah pula dengan fasilitas parkir berupa bangunan parker 7 lantai yang dapat menampung sampai 1200 buah mobil. Kapasitas ini dapat memenuhi daya tampung pengunjung yang datang khususnya pada akhir pecan dan libur.

Beragam jenis retail tenant telah dipilih disesuaikan dengan segmentasi The Plaza Semanggi. Dengan konsep mix-tenant dan system pengelolaan sewa penuh 5 tahun, pengaturan letak retail tenant tersebut berdasarkan zoning perlantai dengan pertimbangan pangsa pasar yang terwujud dalam downtown sensation. The Plaza Semanggi sebagai lifestyle shopping center yang didukung oleh Semanggi Crowd, akan terus mengembangkan dan memajukan diri menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di kawasan segitiga emas dan diharapkan akan menjadi The Best Meeting Point di Jakarta.


(58)

MAL CIPUTRA JAKARTA Konsep Mall

Berawal dari mulai dikenalnya konsep mall pada pusat belanja diakhir tahun 1980-an, grup Ciputra ingin mencoba menerapkan konsep tersebut pada salah satu pusat belanja rancangannya, sekaligus sebagai pelopor ke-2 konsep mall di Indonesia.

Keinginan ini terwujud dalam perencanaan sebuah pusat belanja di kawasan Jakarta Barat yang dikenal dengan nama Mal Ciputra. Bekerja sama dengan konsultan arsitektur dari Amerika-Design International, perencanaan Mal Ciputra dimulai pada

Gbr 2.29. Eksterior The Plaza Semanggi

Sumber : Indonesia Shopping Center, Design Concept

Lifestyle

Gbr 2.30. Eksterior Mal Ciputra Jakarta


(59)

tahun 1989. Pembangunannya dimulai pada Maret 1991,pembukaan pada 26 februari 1993 dan diresmikan oleh ibu Tien Soeharto pada 21 maret 1994.

Family Shopping Center

Dengan konsep Family Shoping Center berslogan World of Choises – Dunia Segala Pilihan, Mal Ciputra adalah mal keluarga tempat dimana kebutuhan dan aktifitas seluruh anggota keluarga dapat terpenuhi. Tidak tertutup juga untuk kalangan pelajar dan karyawan karena lokasinya yang dikelilingi oleh kompleks perumahan, pendidikan dan niaga.

Mal Ciputra menempati lahan dipersimpangan antara Jl. S. Parman – Jl. Kyai Tapa – Jl. Tol Dalam Kota, adalah lokasi yang strategis karena selalu menjadi daerah yang dilewati setiap orang yang akan menuju ke kawasan Jakarta Barat. Akses pencapaiannya pun sangat menguntungkan karena dapat ditempuh melalui beberapa ruas jalan dan dibuat pintu-pintu masuk dari setiap ruas jalan tersebut.

Dengan luas lahan ± 5 Ha, Mal Ciputra adalah sebuah superblock dengan Mix-used Complex yaitu mal dengan luas ± 80.000 m2 yang terdiri dari 9 lantai dan hotel bintang empat dengan luas ± 30.000 m2 yang terdiri dari 9 lantai. Konsep arsitektural keseluruhan baik eksterior maupu interior adalah festive, bersifat cerah dan ramai. Konsep ini dapat terlihat antara lain pada permainan 2 warna utama yaitu peach yang pada saat itu menjadi trend warna Internasional dan hijau tosca yang melambangkan corporate identity Grup Ciputra. Terlihat juga pada permainan bentuk massa bangunan yang merupakan perpaduan antara bangunan mal dan hotel yang disambungkan melalui sebuah podium dibagian tengah dilengkapi dengan menara pada kedua ujungnya.

Selain dari segi disain, perancangan mal Ciputra tidak melupakan 2 faktor penting yaitu kemudahan dan kenyamana pengunjung. Untuk kemudahan, dibuat koridor utama dengan sistem ramp sepanjang interior bangunan sebagai sirkulasi horizontal, sedangkan untuk sirkulasi vertikal terdapat 10 buah elevator dan 29 buah eskalator, serta berbagai signage/directory sebagai penunjuk arah. Untuk kenyamanan, dibuat ruang – ruang publik dengan ukuran besar antara lain atrium dan centercourt tempat berbagai acara biasa dilaksanakan seperti pameran. Dilengkapi juga dengan elemen –


(60)

elemen interior seperti void, skylight pada lantai foodcourt sebagai penerangan alami dan brige.

Berbagai fasilitas tersedia di mal ini yang secara garis besar dapat dibagi menjadi beberapa kelompok. Fasilitas pusat pertokoan berupa retai tenant yang berjumlah 360 unit. Fasilitas khusus berupa area pameran di atrium/centercourt, area bermain anak, ruang ibu dan bayi, tempat penitipan anak, playgroup bekerja sama dengan Sanggar Bobo, ruang serba guna Amadeus, taman bacaan anak dan berbagai kelas khusus seperti kelas musik dan kelas komputer. Fasilitas hiburan berupa Bioskop Citra 21 (4 studio), stringer dan Fun city. Fasilitas sosial berupa kantin murah untuk karyawan. Fasilitas pelengkap berupa ATM center, toilet pengunjung disetiap lantai, pusat informasi, kursi roda, musholla, dan telepon umum. Fasilitas lain yang tidak kalah penting adalah fasilitas parkir yang dibagi menjadi dua jenis yaitu parkir terbuka di sekeliling area bangunan dan parkir tertutup berupa gedung parkir 11 lantai dengan system split level. Kapasitas keduanya dapat dapat menampung ± 1.500 buah mobil dan ± 700 buah sepeda motor serta dapat memenuhi daya tampung pengunjung baik pada hari – hari biasa maupun pada akhir pekan dan libur.

Gbr 2.31. Interior Mal Ciputra Jakarta


(61)

Sesuai dengan kondisi kawasan segmentasi mal ciputra adalah B+. Untuk itu, beragam jenis retail tenant yang dipilih telah melalui seleksi disesuaikan segmentasi tersebut dan dengan sistem pengelolaan yaitu system sewa penuh. Penerapan single-corridor dengan ramping sistem shopping center di lantai 1- 6 pada interior bangunan menambah kuat konsep mal. Penyusunan letak retai tenant berhubungan langsung dengan zoning mal. Untuk barang – barang bermerek dari mancanegara diletakkan di ground floor sebagai daya tarik dan nilai jual mal. Anchor tenant di sudut – sudut bangunan untuk menarik pengunjung agar mengelilingi semua sudut bagian mal. Sedangkan untuk retail tenant kecil, disusun bercampur agar secara psikologis pengunjung tidak merasa lelah dan bosan.

Meskipun usianya telah menginjak 13 tahun, mal ciputra sampai sekarang tetap menjadi menjadi salah satu tujuan wisata belanja, khususnya untuk kawasan Jakarta Barat. Dengan kondisi ini tentunya Mal Ciputra akan selalu mengembangkan dan memajukan diri demi kenyamanan, kemudahan dan kepuasan pengunjung di tengah era persaingan antar mal yang semakin hari semakin kuat.

BAB III

ELABORASI TEMA

Dalam perkembangan arsitektur, semiotika mulai banyak digunakan sejak era Arsitektur Post-Modern yaitu era dimana para arsitek mulai menyadari adanya kesenjangan antara kaum elite pembuat lingkungan arsitek dengan orang awam yang menghuni lingkungan. Dalam masyarakat tradisional, usaha memadukan dua unsur ini

Gbr 2.32. Denah Mal Ciputra Jakarta Sumber : Indonesia Shopping Center,

Design Concept Lifestyle


(62)

tidak begitu sulit karena mereka memiliki bahasa arsitektur yang sama. Tetapi dalam budaya pluralis seperti yang kita hadapi sekarang ini akan lebih sukar karena latar belakang yang berbeda.

Arsitek berkeinginan mengajak masyarakat awam untuk memahami karyanya dengan cara berkomunikasi, oleh sebab itu diperlukan pemahaman dan pemakaian semiotika yang merupakan studi hubungan antara sign (tanda) dan bagaimana manusia memberikan meaning (arti).

III.1. Semiotika Dalam Arsitektur III.1.1. Pengertian Semiotika

Semiotika (semiotics) berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti tanda. Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif, mampu menggantikan sesuatu yang lain (stand for something else) yang dapat dipikirkan atau dibayangkan (Broadbent, 1980). Bidang-bidang yang terlibat dalam semiotika cukup luas, mencakup dunia manusia, binatang dan benda-benda.

Sebagai tanda dapat dipahami secara alami artinya terdapat hubungan yang alami (natural) antara tanda dan artinya, seperti misalnya pada teriakan orang yang kesakitan. Namun sebagian besar dari tanda-tanda yang dimanfaatkan untuk komunikasi antar manusia perlu dipelajari dan berdasarkan pada konvensi, contoh yang paling jelas adalah penggunaan simbol.Beberapa pengertian lain semiotika yaitu menurut :

Charles Sanders Perre

Semiotika adalah teori mengenai suatu arti yang dapat ditangkap dari suatu jenis tanda. Ia memberi tanda ke dalam 3 kelompok utama, yaitu : icon, index dan symbol. Ketiga jenis ini paling banyak digunakan dalam Arsitektur.

Dien S. Halim

Semiotika adalah ilmu atau teori mengenai tanda-tanda, tanda-tanda mana yang dipakai untuk menyampaikan sesuatu informasi sehingga bersifat komunikatif, mampu menggantikan sesuatu yang lain yang dapat dipikirkan atau dibayangkan.

Charles Jencks

Semiotika adalah dalam Arsitektur, jika seseorang melihat sesuatu bangunan, mengekspresikan bentuknya dan menebak apa maksud yang ingin diekspresikan dan dikomunikasikan oleh bentuk tersebut.


(63)

Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda-tanda. Semiotika menjelaskan dari mana tanda-tanda tersebut dibuat dan hukum-hukum apa saja yang mengatur sifat dan tanda-tanda tersebut.

Dalam perkembangan selanjutnya menurut Aart Van Zoest (1978) muncul 3 aliran dalam semiotika, yaitu:

1. Aliran Semiotika Komunikatif

Aliran ini dimanfaatkan oleh orang-orang yang mempelajari tanda-tanda sebagai bagian dari suatu proses komunikasi. Yang dianggap sebagai tanda adalah tanda yang dipakai oleh pengirim dan diterima oleh penerima dengan arti yang sama (kesamaan pengertian). Mengenai tanda itu sendiri, arti atau maknanya dapat ditangkap secara denotatif dan konotatif. Yang dimaksud dengan denotatif adalah arti makna yang langsung dari suatu tanda, yang telah disepakati bersama atau sudah menjadi pengertian yang sama. Sedang konotatif adalah arti kedua atau yang tersirat di luar arti pertama tadi.

2. Aliran Semiotika Konotatif

Aliran ini mempelajari arti/makna tanda-tanda yang konotatif. Semiotika konotatif ini banyak diterapkan pada bidang kesusasteraan dan arsitektur.

3. Aliran Semiotika Ekspansif

Aliran ini sebenarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari semiotika konotatif. Dalam semiotika ekspansif ini arti/makna tanda telah diambil alih sepenuhnya oleh pengertian yang diberikan. Aliran ini seolah-olah akan mengambil alih peran filosofi.

III.1.2. Klasifikasi Tanda Dalam Semiotika

Menurut Jacques Havet (1978), pembentukan suatu tanda (semeion) adalah akibat hubungan yang kuat antara signifier (pemberi tanda/semeion) dan signified (arti yang dimaksudkan/semainomenon). Berdasarkan dasarnya, Zoes (1978) membagi tanda-tanda menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Qualisign

Kata quali diambil dari kata quality (kualitas, sifat). Qualisign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan sifatnya. Misalnya warna merah yang menyolok dimanfaatkan dalam pembuatan tanda larangan dalam lalu-laintas.


(64)

2. Sinsign

Kata sin berasal dari kata singular (tunggal). Sinsign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan kejadian, bentuk, atau rupa yang khas dan orisinil. Misalnya kita dapat mengenal seseorang dari suaranya yang khas. Bangunan tradisional etnis juga dapat mengandung sinsign karena bentuk dan penampilannya yang unik dan khas.

3. Legisign

Kata legi berasal dari kata lex (hukum). Legisign adalah suatu tanda yang menjadi tanda karena suatu keberaturan tertentu. Jenis tanda ini banyak digunakan dalam arsitektur misalnya dalam struktur bangunan.

Peirce (dalam Zoest, 1978) membedakan jenis tanda yaitu ikon (icon), indeks (index) dan simbol/lambing (symbol).

1. Ikon

Adalah tanda yang menyerupai objek (benda) yang diwakilinya atau tanda yang menggunakan kesamaan ciri-ciri dengan yang dimaksud. Misalnya kesamaan peta dengan wilayang geografis yang digambarkan, foto dengan oranng yang difoto dan lain-lain.

Bila dirinci maka sifat dari ikon adalah sebagai berikut : - Sesuatu yang pasti (segi tiga, segi empat)

- Persis sama dengan yang diwakili (contoh lukisan naturalis, foto) - Berhubungan dengan angka (contoh : hurup, angka)

- Memperlihatkan atau menggambarkan sesuatu ( contoh : peta, foto)

Contoh penggunaan ikon dalam disain arsitektur adalah toko yang menjual rokok yang dirancang persis sama dengan bungkus rokok yang dijual.

2. Indeks

Indeks adalah tanda yang tergantung pada keberadaan suatu denotatum (penanda). Tanda ini memiliki kaitan sebab-akibat dengan apa yang diwakilinya. Misalnya asap dan api, tidak aka nada asap kalau tidak ada api, maka asap adalah indeks.

Indeks sebagai tanda akan kehilangan cirri bila bendanya disingkirkan, namun akan tetap punya arti walaupun tidak ada pengamat. Contoh yang paling sederhana yaitu petunjuk arah mata angin di lapangan terbang. Benda ini baru


(65)

akan berfungsi apabila ada angin bertiup dan hal ini akan berlangsung terus baik ada maupun tidak ada pengamat.

3. Simbol/lambang

Adalah tanda dimana hubungan antara tanda dengan denotatum (penanda) ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum atau kesepakatan bersama (konvensi). Tanda bahasa dan matematika merupakan contoh simbol.

Simbol juga dapat menggambarkan suatu ide abstrak dimana tidak ada kemiripan antara bentuk tanda dan arti. Misalnya Garuda Pancasila umumnya hanya dikenal di Indonesia. Makna simbol itu akan hilang bila tidak dapat dipahami oleh masyarakat yang latar belakangnya berbeda.

Tanda biasanya berfungsi dalam hubungannya dengan tanda-tanda yang lain. Ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan ini disebut semiotika sintaksis. Ilmu ini biasanya bertujuan untuk mencari peraturan-peraturan yang menjadi kesamaan berfungsinya tanda-tanda tersebut. Penyelidikan yang diarahkan untuk mempelajari hubungan antara tanda, denotatum, serta interpreternya disebut semiotika semantik. Sedangkan penyelidikan yang diarahkan untuk mempelajari hubungan antara tanda dan reaksi penerima disebut semiotika pragmatis.

Tabel 3.1 Trikotomi Menurut Pierce

Tanda/sign ICON INDEKS SIMBOL

Ditandai dengan Per(ke)samaan/ mengikut sifat obyeknya

Hubungan sebab-akibat

Konvensi

Contoh Gambar,

patung, tokoh, monumen

Asap /api

Gejala / sakit

Kata-kata

Isyarat

Gambar


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)