teknologi ransum yang perlu dikembangkan adalah dengan memanfaatkan sumber bahan ransum non konvensional. Bahan ransum non konvensional dapat diperoleh
dengan cara pemanfaatan limbah. Pemanfaatan limbah merupakan suatu usaha untuk meminimalisasi dampak limbah terutama yang berasal dari industri peternakan ayam,
disamping itu limbah bulu ayam masih memiliki kandungan protein yang sangat tinggi.
2.2 Potensi Limbah Bulu Ayam
Limbah merupakan hasil samping dari suatu kegiatan industri, dalam hal ini bulu ayam merupakan hasil ikutan usaha pemotongan ayam. Bulu ayam merupakan
salah satu hasil samping ternak ayam petelur, pedaging dan buras dari rumah potong dan tempat pemotongan ayam lainnya. Populasi ayam di Indonesia tahun 1999
sebesar 726,10 juta ekor Statistik Peternakan, 1999, sedangkan untuk tahun 2003 populasi ayam pedaging meningkat sebesar 917.707.000 ekor Mathius et al, 2003.
Peningkatan populasi ayam ini akan menimbulkan peningkatan limbah bulu ayam, dan jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan pencemaran terhadap
lingkungan. Pencemaran merupakan suatu kondisi yang tidak nyaman ditimbulkan dari
suatu limbah. Limbah bulu ayam menimbulkan bau yang tidak sedap dan merupakan sumber penyebaran penyakit. Hal ini merupakan permasalahan lingkungan yang perlu
segera ditangani, seiring dengan peningkatan populasi ayam. Berat bulu ayam menurut Card 1962 berkisar antara 4-9 dari bobot hidup. Sedangkan menurut
Nurjhamayah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
Siregar 2003, berat bulu ayam 4 dari berat tubuh total. Populasi ayam di Indonesia tahun 1999 sebesar 726,10 juta ekor Statistik Peternakan, 1999. Dari populasi
726,10 juta ekor berdasarkan data statistik di atas, dengan bobot badan rata-rata 1,2 kg, maka akan diperoleh limbah bulu ayam sebesar 34.853 ton. Limbah ini terus
meningkat seiring dengan peningkatan populasi ayam dan kebutuhan masyarakat akan protein hewan. Jika limbah yang terus bertambah ini tidak dikelola dengan baik
maka akan menimbulkan dampak pencemaran yang sangat besar terhadap lingkungan khususnya lingkungan rumah potong ayam.
Bulu ayam diproses terlebih dahulu sehingga dinamakan tepung bulu terhidrolisis atau terproses. Tepung bulu memiliki kandungan leusin dan isoleusin
yang baik, tetapi miskin akan metionin dan triptopan. Tepung bulu terproses dapat digunakan untuk pakan ayam perdaging Rasyaf, 1994. Penggunaan tepung bulu
dengan pengolahan, bagi ayam pedaging masih berbeda-beda yaitu 2,5 Morris and Balloun, 1973, 5 Williams et al., 1991 dan 6 Cabel et al.,1988; Kamal, 1985.
Tepung bulu ayam kaya akan leusin, isoleusin dan valin yang berturut-turut adalah 4,88, 3,12 dan 4,44 Siregar, 2003. Komposisi nutrien hidrolisat bulu ayam
disajikan pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Komposisi Nutrien Hidrolisat Bulu Ayam
Nutrien Kandungan Nutrien
Bahan kering Protein kasar
Lemak kasar Serat kasar
91,37 79,88
3,77 0,32
Sumber: Laboratorium Nutrisi Jurusan Peternakan FP-USU Medan 2000.
Nurjhamayah Br.Ketaren : Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Sumber Protein Ayam Pedaging Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
USU Repository©2008
Disamping itu kandungan protein tepung bulu ayam lebih tinggi daripada tepung ikan dan bungkil kedelai. Perbandingan komposisi kandungan asam amino
tepung bulu ayam, tepung ikan dan bungkil kedelai dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Perbandingan Komposisi Kandungan Asam Amino Antara Tepung Bulu Ayam, Tepung ikan dan Bungkil Kedelai
Asam amino Tepung Bulu Ayam
Tepung Ikan Bungkil Kedelai
Arginin Histidin
Isoleusin Leusin
Lisin Methionin
Penil alanin Treonin
Triptofan Valin
5,57 0,95
3,91 6,94
2,28 0,57
3,94 3,81
0,55 5,93
4,21 1,74
3,23 5,46
5,47 2,16
2,82 3,07
0,83 3,90
3,14 1,17
1,96 3,39
2,69 0,62
2,16 1,72
0,74 2,07
Sumber: National Research Council 1994.
2.3 Keratin Protein Fibrous