Pengaruh Pelatihan Terhadap Keterampilan Kader Dalam Pembuatan Pmt Modisco Di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kecamatan Air Putih Kabupaten Batubara Tahun 2012

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PELATIHAN TERHADAP KETERAMPILAN KADER DALAM PEMBUATAN PMT MODISCO DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

PEMATANG PANJANG KECAMATAN AIR PUTIH KABUPATEN BATUBARA TAHUN 2012

Oleh :

FARADHIBA SANDI NIM. 081000013

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PENGARUH PELATIHAN TERHADAP KETERAMPILAN KADER DALAM PEMBUATAN PMT MODISCO DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

PEMATANG PANJANG KECAMATAN AIR PUTIH KABUPATEN BATUBARA TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

FARADHIBA SANDI NIM. 081000013

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

PENGARUH PELATIHAN TERHADAP KETERAMPILAN KADER DALAM PEMBUATAN PMT MODISCO DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

PEMATANG PANJANG KECAMATAN AIR PUTIH KABUPATEN BATUBARA TAHUN 2012

Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh : FARADHIBA SANDI

NIM. 081000013

Telah Diuji Dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 25 Oktober 2012

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dr. Ir. Evawany Y Aritonang. MSi Dra. Jumirah, Apt, MKes NIP. 19680616 199303 2 003 NIP. 19580315 198811 2 001

Penguji II Penguji III

Ernawati Nasution, SKM, Mkes Fitri Ardiani, SKM, MPH NIP. 19700212 199501 2 001 NIP. 19820729 200812 2 002

Medan, Oktober 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 19610831 198903 1 001


(4)

ABSTRAK

Modisco adalah singkatan dari Modified Dietetic Skim and Cotton Sheet Oil, komposisinya terdiri dari susu, margarin dan gula yang manfaatnya bisa menambah berat badan anak secara cepat dan merupakan salah satu kegiatan antisipasi terhadap dampak buruknya status gizi. Cara pembuatan modisco mudah dan sederhana namun masih banyak kader posyandu yang belum memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pembuatan PMT Modisco.

Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan menggunakan desain One Group Pre test and Post test. Sampel penelitian ini adalah seluruh kader yang aktif di wilayah kerja Puskesmas Pematang Panjang sebanyak 15 orang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan dan keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco, pelatihan dengan metode ceramah dan demonstrasi. Data mengenai pengetahuan kader diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner sedangkan data keterampilan dilihat dengan menggunakan daftar tilik. Post test dilakukan sebanyak dua kali sesaat setelah pelatihan dan seminggu setelah pelatihan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis paired sample t-test.

Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader sesudah pelatihan berdasarkan analisis paired sample t-test nilai p 0,000, ada pengaruh antara pelatihan terhadap keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco.

Disarankan kepada kader posyandu agar menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh kepada masyarakat khususnya ibu yang memiliki anak dengan status gizi kurang serta diharapkan kader yang terampil melatih kader baru dan lebih mensosialisasikan PMT Modisco sebagai upaya preventif penanganan balita dengan status gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Pematang Panjang

Kata Kunci : Pelatihan, Keterampilan Kader, PMT Modisco


(5)

ABSTRACT

Modisco is Modified Dietetic Skim and Cotton Sheet Oil , composition comprising milk, margarine and sugar with its advantage to rise one children weight sooner and it has been designed to anticipate any bad impact in nutrition status. To produce Modisco is seen easy and simply but there are many Posyandu cadres unable to produce it, no capability in producing Modisco.

This study was quasy experimental , adopted one group pre test and Post test research. The sample to this research involved all cadres whose serving and is being official to serve public on Puskesmas Pematang Panjang, noted 15 cadres. The objective of this research is to determine the influence of training against their knowledge and skill in producing self PMT Modisco. The training has been done in any workshop and display demo. In collecting the data, provided a questionnaire and by interview, while the data of skill by providing the draft list. Post Test was done twice immediately after training, the other test one week after training. In analyzing the data, using a paired sample t-test analysis method.

The result of test showed that their knowledge and skill rose up after having training. According to the data analysis with paired sample t-test before and after traning indicated its rate of p =0.000, there is a significant influence between the training to their skill as Posyandu cadres in producing PMT Modisco.

It is advised to cadres be proactive to improve knowledge and skill, every ability is encouraged to share especially to mother who have malnutrition child, and to encourage those cadres having good ability always socialize in producing PMT Modisco as an effort prevent any malnutrition to public where the Puskesmas serving.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Faradhiba Sandi

Tempat/Tanggal Lahir : Tanjung Gading, 31 Desember 1989

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin Jumlah Bersaudara : 4 (Empat)

Alamat Rumah : Jl. Besar Namorambe Perum. Taman Citra Mandiri Blok C No 7

Alamat Orang Tua : Dusun XVI Desa Simpang Empat Kabupaten Asahan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1994 – 1996 : TK Gajah Mitra Inalum

Tahun 1996 – 2002 : SD Negeri No. 016397 Sei Suka Asahan Tahun 2002 – 2005 : SLTP Negri 2 Air Putih Asahan

Tahun 2005 – 2008 : SMA Mitra Inalum Sei Suka Asahan


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Pelatihan Terhadap Keterampilan Kader Dalam Pembuatan PMT Modisco Di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batu Bara Tahun 2012”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Ramli Andi dan Ibu Tengku Hernawati yang tiada henti memberikan kasih sayang, mendoakan penulis, serta selalu memberikan bimbingan, dan motivasi kepada penulis dalam menuliskan skripsi ini.

Selanjutnya tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU. Dr. Ir.

3. Ibu Evawani Y. Aritonang. MSi selaku dosen pembimbing I dan ketua penguji yang telah banyak meluangkan waktu dan selalu sabar untuk memberikan


(8)

dukungan dan bimbingan yang sangat menginspirasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes selaku dosen pembimbing II dan dosen penguji I yang selalu sabar dalam memberikan pengarahan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Ernawati Nasution, SKM, MKes selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan saran yang membangun dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 6. Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH selaku dosen penguji III yang telah banyak

memberikan saran yang membangun dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 7. Bapak Eddy Syahrial, Drs. MS selaku dosen pembimbing akademik penulis. 8. Seluruh dosen dan pegawai administrasi di lingkungan FKM USU khususnya

dosen Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU dan Bapak Marihot Samosir S.T yang telah sabar memberi masukan serta membantu penulis dalam segala urusan administrasi.

9. Ibu Dr. Piola Tampubolon selaku kepala Puskesmas Pematang Panjang Kecamatan Air Putih Kabupaten Batubara, Ibu Neni, Amkeb, Ibu Rina, Amkeb dan Ibu Leli , Amkeb serta pegawai puskesmas lain, Bapak Lurah dan seluruh kader Posyandu di Kelurahan Desa Aras yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah meluangkan waktunya membantu penulis dalam penulisan skripsi ini

Selanjutnya secara khusus penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :


(9)

1. Abang dan kakakku yang tersayang, Eka Heri Sandi Stp, Dwi Ervina Sandi Amd, dan Nugraha Trisna Sandi SH yang selalu memberikan dukungan moril, materil, semangat, kasih sayang dan selalu mendoakan penulis dalam penulisan skripsi ini.

2. Om Ir. Suardi Kamal dan Ondo Tengku Neneng Julihartati tersayang yang memberikan tempat tinggal dan kehangatan keluarga selama ini.

3. Family Pare-pare sepupuku tersayang Mhd Rinaldy Karo-karo Sp, Reisa Jetira SE, Armita Octalia Amk, Kak Wiwik, Dita, Dila, Indah yang selalu memberikan semangat serta membantu selama penulis bekerja dilapangan.

4. Teman yang selalu datang menolong disaat dibutuhkan, baik dan selalu sabar menunggu saya dr. Alamsyah Putra Karya Tarigan Mkes.

5. Teman-temanku Nia, Diza, Nita, Nurul, Oza, Juwita, Andes, Hetty dan dari peminatan Gizi Tami, Uchy, Kak yusi, Kak Rini, Kak Jannah, Dewi, Purna, Dina, teman PBL dan LKP serta teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang membantu, memberikan saran dan kritik yang membangun.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2012 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HalamanPengesahani ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup... iv

Kata Pengantar... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar... xi

Daftar Lampiran... xii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 6

1.3 Tujuan Penelitia... . 6

1.3.1 Tujuan Umum... ………... 6

1.3.2 Tujuan Khusus... 7

1.4 Manfaat Penelitian... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...….. 8

2.1 Pelatihan…...……….. 8

2.1.1 Tujuan Pelatihan………….……… 9

2.1.2 Metode Pelatihan…………. .………….……… 10

2.2 Keterampilan……….………….……… 11

2.3 Kader……….…..……….. 14

2.4 Pemberian Makanan Tambahan Modisco ... 15

2.4.1 Cara Pembuatan Modisco...……… 16

2.4.2 Penggunaan Formula Modisco………..……... 18

2.4.3 Keuntungan Penggunaan Formula Modisco ... 19

2.4.4 Penggunaan Modisco dalam Penatalaksanaan Gizi Buruk... 19

2.5 Status Gizi... 20

2.6 Gizi Kurang... 26

2.6.1 Gejala Klinis Gizi Kurang... 26

2.6.2 Faktor Penyebab Gizi Kurang pada Balita... 26

2.6.3 Upaya Penanggulangan Gizi kurang dan Gizi Buruk ... 26

2.7 Kerangka Konsep………... 28

2.8 Hipotesis... 29

BAB III METODE PENELITIAN... 30

3.1 Jenis Penelitian... 30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 30


(11)

3.2.2 Waktu Penelitian...……… 31

3.3. Populasi dan Sampel... ….. 31

3.3.1 Populasi...………….. 31

3.3.2 Sampel...……… 31

3.4 Metode Pengumpulan Data... …... 31

3.4.1 Data Primer...………….. 31

3.4.2 Data Sekunder...………….. 32

3.5 Defenisi Operasional...…... 32

3.6 Alat dan Bahan ...…... 33

3.6.1 Alat………...…... 33

3.6.2 Bahan ...…... 33

3.7 Aspek Pengukuran...…... 34

3.8 Pengolahan dan Analisis Data... 34

3.8.1 Pengolahan Data ... 35

3.8.2 Analisa Data……... 35

3.9 Prosedur Pelaksanaan... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Puskesmas ……….. 37

4.1.1 Letak Geografis ………..……….. 37

4.1.2 Data Demografis……….……….. 39

4.2 Karakteristik Kader……….……… 40

4.2.1 Umur Kader………. 40

4.2.2 Lama Menjadi Kader……….. 40

4.2.3 Pekerjaan Kader……….. 41

4.3 Pengetahuan Kader Sebelum dan Sesudah Pelatihan……….. 42

4.4 Keterampilan Kader Sebelum dan Sesudah Pelatihan ………….... 43

4.5 Pengaruh Pelatihan terhadap Keterampilan Kader………. 44

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pengetahuan Kader Sebelum dan Sesudah Pelatihan Pembuatan PMT Modisco……….. .. 45

5.2 Keterampilan Kader Sebelum dan Sesudah Pelatihan Pembuatan PMT Modisco……….. .. 48

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan………. 53

6.2 Saran ………..……… 53

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk di masing-masing Desa/Kelurahan

Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara…..………… 39 Tabel 4.2. Distribusi Umur Kader di Puskesmas Pematang

Panjang Kabupaten Batubara... 40 Tabel 4.3. Distribusi Lama Menjadi Kader di

Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara… ... 40

Tabel 4.4. Distribusi Pekerjaan Selain Menjadi

Kader di Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara... 41 Tabel 4.5. Distribusi Pengetahuan Kader Sebelum dan Sesudah Pelatihan

Pembuatan PMT Modisco di Puskesmas Pematang Panjang

Kabupaten Batubara……… . 42 Tabel 4.6. Distribusi Keterampilan Kader Sebelum dan Sesudah

Pelatihan Pembuatan PMT Modisco di Puskesmas

Pematang Panjang Kabupaten Batubara ……….…. 43 Tabel 4.7. Distribusi Pengaruh Pelatihan terhadap Keterampilan

Kader dalam Pembuatan PMT Modisco Sebelum dan Sesudah Diadakan Pelatihan di Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara... 44


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian……… 28


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Tilik dan Kuesioner (Instrumen Penelitian) 2. Modul Pelatihan pembuatan PMT Modisco 3. Master Data

4. Output Data

5. Surat Permohonan izin penelitian/riset dari Fakultas Kesehatan Masyarakat

6. Surat Keterangan telah selesai penelitian dari Puskesmas Pematang Panjang Kecamatan Air Putih Kabupaten Batubara


(15)

ABSTRAK

Modisco adalah singkatan dari Modified Dietetic Skim and Cotton Sheet Oil, komposisinya terdiri dari susu, margarin dan gula yang manfaatnya bisa menambah berat badan anak secara cepat dan merupakan salah satu kegiatan antisipasi terhadap dampak buruknya status gizi. Cara pembuatan modisco mudah dan sederhana namun masih banyak kader posyandu yang belum memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pembuatan PMT Modisco.

Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan menggunakan desain One Group Pre test and Post test. Sampel penelitian ini adalah seluruh kader yang aktif di wilayah kerja Puskesmas Pematang Panjang sebanyak 15 orang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan dan keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco, pelatihan dengan metode ceramah dan demonstrasi. Data mengenai pengetahuan kader diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner sedangkan data keterampilan dilihat dengan menggunakan daftar tilik. Post test dilakukan sebanyak dua kali sesaat setelah pelatihan dan seminggu setelah pelatihan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis paired sample t-test.

Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader sesudah pelatihan berdasarkan analisis paired sample t-test nilai p 0,000, ada pengaruh antara pelatihan terhadap keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco.

Disarankan kepada kader posyandu agar menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh kepada masyarakat khususnya ibu yang memiliki anak dengan status gizi kurang serta diharapkan kader yang terampil melatih kader baru dan lebih mensosialisasikan PMT Modisco sebagai upaya preventif penanganan balita dengan status gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Pematang Panjang

Kata Kunci : Pelatihan, Keterampilan Kader, PMT Modisco


(16)

ABSTRACT

Modisco is Modified Dietetic Skim and Cotton Sheet Oil , composition comprising milk, margarine and sugar with its advantage to rise one children weight sooner and it has been designed to anticipate any bad impact in nutrition status. To produce Modisco is seen easy and simply but there are many Posyandu cadres unable to produce it, no capability in producing Modisco.

This study was quasy experimental , adopted one group pre test and Post test research. The sample to this research involved all cadres whose serving and is being official to serve public on Puskesmas Pematang Panjang, noted 15 cadres. The objective of this research is to determine the influence of training against their knowledge and skill in producing self PMT Modisco. The training has been done in any workshop and display demo. In collecting the data, provided a questionnaire and by interview, while the data of skill by providing the draft list. Post Test was done twice immediately after training, the other test one week after training. In analyzing the data, using a paired sample t-test analysis method.

The result of test showed that their knowledge and skill rose up after having training. According to the data analysis with paired sample t-test before and after traning indicated its rate of p =0.000, there is a significant influence between the training to their skill as Posyandu cadres in producing PMT Modisco.

It is advised to cadres be proactive to improve knowledge and skill, every ability is encouraged to share especially to mother who have malnutrition child, and to encourage those cadres having good ability always socialize in producing PMT Modisco as an effort prevent any malnutrition to public where the Puskesmas serving.


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Masalah gizi memiliki dimensi luas, tidak hanya masalah kesehatan tetapi juga masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan, dan lingkungan. Faktor pencetus munculnya masalah gizi dapat berbeda antar wilayah ataupun antar kelompok masyarakat, bahkan akar masalahnya dapat berbeda antar kelompok usia balita (Sihadi, 2005).

Keadaan gizi kurang dan buruk dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit, terutama penyakit infeksi yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan jaringan otak yang akan mengurangi kualitas sumber daya manusia Indonesia (Sihadi, 2000)

Penyebab gizi kurang pada balita sangat kompleks. Penyebab langsung anak tidak mendapat gizi seimbang, yaitu Air Susu Ibu (ASI) saat umur 0-6 bulan, dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang memenuhi syarat saat umur 6-24 bulan. Penyebab langsung lain adalah infeksi, terutama diare, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dan campak. Kedua sebab langsung ini saling memperkuat, didorong oleh faktor kemiskinan, kurangnya pendidikan, lingkungan tidak bersih, dan banyaknya anak dengan jarak kelahiran terlalu dekat. Faktor ini dapat menyebabkan anak tidak diasuh dengan semestinya, seperti tidak diberi ASI, tidak dapat menyediakan MP-ASI yang baik, dan tidak dibawa ke posyandu atau pelayanan kesehatan (Martianto, 2006).


(18)

Gizi kurang dan buruk merupakan masalah yang perlu penanganan serius. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah antara lain melalui revitalisasi Posyandu dalam meningkatkan cakupan penimbangan balita, penyuluhan dan pendampingan, pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) atau Pemberian Makanan Tambahan (PMT), peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi melalui tata laksana gizi buruk di Puskesmas Perawatan dan Rumah Sakit, penanggulangan penyakit menular dan pemberdayaan masyarakat melalui Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi).

Pemerintah telah melaksanakan kegiatan penanganan terhadap balita gizi buruk dengan pemberian PMT bubur susu dan susu bubuk namun dalam kenyataannya hal ini juga kurang efektif untuk menekan angka balita gizi kurang dan buruk pada umumnya hal ini juga terjadi di wilayah kerja Puskesmas Pematang Panjang Kecamatan Air Putih Kabupaten Batubara. Ketidak efektifan ini terjadi karena berbagai faktor baik internal maupun eksternal.

Hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan bahwa persentase anak balita gizi buruk di Indonesia sebesar 5,4% (Depkes RI, 2007). Walaupun angka ini menurun dibandingkan hasil Susenas tahun 2005 (8,8%), tetapi menunjukkan bahwa anak balita gizi buruk masih menjadi masalah kesehatan masyarakat utama, jika di suatu daerah ditemukan gizi buruk > 1% maka termasuk masalah berat (Depkes RI, 2000).

Prevalensi balita gizi buruk dan kurang berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatra Utara tahun 2010 adalah 3,14% untuk balita gizi kurang dengan


(19)

jumlah balita 41.994 orang dan prevalensi untuk balita gizi buruk 0,19% dari 2.580 orang (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Utara, 2011).

Pada Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2010, jumlah balita yang mengalami gizi buruk dan kurang hanya 44.574 balita (3,33% )dari 1.337.008 balita yang ditimbang. Ini menunjukkan bahwa banyak kasus balita gizi buruk dan kurang yang tidak dijangkau oleh pelayanan kesehatan (Dinkes Provinsi Sumatra Utara, 2011).

Untuk Wilayah Kabupaten Batubara berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumut, prevalensi balita gizi buruk tahun 2010, sebanyak 29 orang balita gizi buruk (0,08%) dari 37.906 balita yang di timbang (Dinkes Provinsi Sumatra Utara, 2011). Pada Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara 2011, jumlah balita yang mengalami gizi buruk dan kurang sebanyak 18 balita dari 3194 balita yang di timbang atau prevalensinya 0,5%.

Upaya yang dilakukan dalam penanganan gizi kurang dan buruk meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif dan preventif yang dilakukan diwilayah kerja Puskesmas Pematang Panjang ini dengan memberikan penyuluhan gizi dan penimbangan anak yang dilakukan tiap bulannya di posyandu. Upaya penanggulangan lain terhadap balita gizi buruk dan gizi kurang di Puskesmas Pematang Panjang yaitu dengan memberikan bantuan pemberian makanan tambahan berupa susu dan biskuit sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh petugas puskesmas. Bantuan pemberian makanan ini tidak selalu ada tergantung pada ketersediannya. Setelah tidak mendapatkan PMT lagi masalah gizi kurang ini timbul


(20)

kembali. Upaya penanganan seperti ini belum menekan angka gizi kurang dan buruk di wilayah kerja Puskesmas Pematang Panjang ini.

Untuk upaya kuratif dan rehabilitatif terhadap penanganan gizi buruk pada umumnya dilakukan di Panti Pemulihan Gizi, Puskesmas Rawat Inap dan Rumah Sakit sesuai tata laksana penaganan anak gizi buruk ( Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2007).

Contoh Panti Pemulihan Gizi yang melakukan upaya kuratif dan rehabilitatif dalam rangka penanganan masalah gizi buruk adalah di Panti Pemulihan Gizi NTT (2004) perkembangan kondisi anak penderita gizi buruk selama perawatan dengan terapi gizi modisco anak perempuan usia 11 bulan Desa Kamanasa, Kecamatan Malaka Tengah (Betun) Kabupaten Belu mengalami peningkatan berat badan yang signifikan, dalam satu bulan berat badan awal 3.6 kg menjadi 5.6 kg dengan Z-score awal -3/-4 menjadi -2/+2 ( Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2007). Penggunaan PMT Modisco dalam rangka memperbaiki status gizi balita juga dilakukan Puskesmas Banjarangkan II. Mereka melakukan inovasi dalam pemberian makanan tambahan pemulihan. Inovasi tersebut berupa pemberian MODISCO (Modified Dietetic Skim and Cotton Sheet Oil).

Modisco singkatan dari Modified Dietetic Skim and Cotton Sheet Oil ditemukan pada tahun 1973 oleh May White Head. Modisco merupakan formula bergizi tinggi, kaya kalori dan protein yang terdiri atas susu skim, gula dan minyak atau margarine. Modisco telah teruji dan memenuhi syarat-syarat khusus diet untuk anak balita di Indonesia sehingga dapat digunakan untuk perbaikan status gizi


(21)

(Pemberian Makanan Tambahan) atau menambah berat badan anak secara cepat (Adi, A.C, 2001). Pemberian Modisco dilakukan setiap hari selama 3 bulan. Hasil kegiatan ini mampu menurunkan gizi kurang sebesar 68 % dari 25 orang gizi kurang, 17 orang menjadi gizi baik. Selama kegiatan berlangsung, partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan ini sangat baik karena dana yang dipakai sebagian besar adalah dana dari swadaya masyarakat yang sangat peduli dengan gizi balita. Peran kader dalam pelaksanaan kegiatan ini sangat penting, dari proses persiapan, pengerahan sasaran sampai pemberian kepada sasaran serta kader tentunya terampil dalam pembuatan PMT Modisco.

Mengingat keberhasilan Modisco dalam upaya penanganan gizi kurang dan buruk di tempat Pemulihan Gizi dan Puskesmas, PMT Modisco bisa dijadikan sebagai alternatif PMT yang penanganannya bisa dilakukan sendiri di rumah. Sebagaimana kita ketahui kader merupakan tenaga pilihan yang sangat tepat untuk usaha-usaha masyarakat, karena kader mengenal betul masyarakat setempat, dipilih dan diterima oleh mayarakat disegani dan dipercaya sehingga saran dan petunjukknya didengar dan diikut oleh masyarakat (Mantra, 1997). Selain itu kader merupakan perantara langsung antara petugas kesehatan dengan masyarakat. Kader adalah orang pertama yang mengetahui bagaimana perkembangan atau kemunduran status gizi balita, berdasarkan penimbangan berat badan yang dilakukan setiap bulan di posyandu. Bila kader mendapatkan ibu yang memiliki anak dengan berat badan tidak naik atau terus menurun, bahkan sampai berstatus gizi kurang kader bisa langsung memberikan informasi dan keterampilannya. Hal ini bisa menjadi upaya preventif


(22)

agar status gizi balita tersebut tidak bertambah parah menjadi gizi buruk. Jadi kader merupakan perantara yang tepat dalam menyampaikan pengetahuan dan keterampilannya kepada ibu-ibu yang memiliki anak gizi kurang dan buruk di posyandu.

Oleh karena itu, kader yang memiliki keahlian dan keterampilan dalam pembuatan PMT Modisco sangat dibutuhkan. Untuk memperoleh keahlian dan keterampilan ini diperlukan pelatihan, karena Metode konvensional tidaklah cukup menangani kasus gizi buruk dan gizi kurang di wilayah kerja puskesmas. Sebaiknya kader kesehatan diberikan metode pelatihan yang disertai dengan demonstrasi yang merupakan alternatif untuk menambah pengetahuan dan keterampilan kader dalam pembuatan dan pemanfaatan PMT. Kader yang terampil akan sangat membantu dalam pelaksanaan kegiatan posyandu sehingga informasi dan pesan-pesan gizi akan dapat dengan mudah disampaikan kepada masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan adakah pengaruh pelatihan terhadap keterampiln kader dalam pembuatan PMT Modisco di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kecamatan Air Putih Kabupaten Batubara.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk Mengetahui pengaruh pelatihan terhadap keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Air Putih Kabupaten Batu Bara.


(23)

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui pengetahuan dan keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang sebelum dan sesudah pelatihan.

1.4 Manfaat Penelitian

Untuk menambah pengetahuan dan keterampilan kader-kader untuk menyampaikan informasi dan penerapan dalam pembuatan PMT Modisco pada masyarakat sekitar untuk penanganan gizi kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelatihan

Pelatihan merupakan suatu proses belajar mengajar terhadap pengetahuan dan keterampilan tertentu serta sikap agar peserta semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar (Tanjung, 2003). Kirkpatrick (1994) mendefinisikan pelatihan sebagai upaya meningkatkan pengetahuan, mengubah perilaku dan mengembangkan keterampilan. Pelatihan menurut Strauss dan Syaless di dalam Notoatmodjo (1998) berarti mengubah pola perilaku, karena dengan pelatihan maka akhirnya akan menimbulkan perubahan perilaku. Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar, berguna untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu relatif singkat dan metodenya mengutamakan praktek daripada teori.

Pelatihan adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek daripada teori yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan menggunakan pelatihan orang dewasa dan bertujuan meningkatkan kemampuan dalam satu atau beberapa jenis keterampilan tertentu. Sedangkan pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara peserta dengan lingkungannya yang mengarah pada pencapaian tujuan pendidikan dan pelatihan yang telah ditentukan terlebih dahulu (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesehatan, 2002).


(25)

2.1.1 Tujuan Pelatihan

Tujuan pelatihan kesehatan secara umum adalah mengubah perilaku individu, masyarakat di bidang kesehatan. Tujuan ini adalah menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di masyarakat, menolong individu agar mampu secara mandiri atau kelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai hidup sehat. Prinsip dari pelatihan kesehatan bukanlah hanya pelajaran di kelas, tapi merupakan kumpulan-kumpulan pengalaman di mana saja dan kapan saja, sepanjang pelatihan dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap dan kebiasaan (Tafal, 1989). Pelatihan memiliki tujuan penting untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sebagai kriteria keberhasilan program kesehatan secara keseluruhan (Notoatmodjo, 2005). Tujuan umum pelatihan kader posyandu adalah meningkatkan kemampuan kader posyandu dalam mengelola dan menyampaikan pelayanan kepada masyarakat (Tim Penggerak PKK Pusat, 1999).

Sedangkan tujuan khususnya adalah :

a. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan kader sebagai pengelola posyandu berdasarkan kebutuhan sasaran di wilayah pelayanannya. b. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dalam berkomunikasi dengan masyarakat.

c. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan kader untuk menggunakan metode media diskusi yang lebih partisipatif.

Menyatakan bahwa tujuan pelatihan merupakan upaya peningkatan sumberdaya manusia termasuk sumberdaya manusia tenaga kesehatan, kader


(26)

posyandu, agar pengetahuan dan keterampilannya meningkat. Kader posyandu perlu mendapatkan pelatihan karena jumlahnya tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Pelatihan bagi kader dapat berupa ceramah, tanya jawab, curah pendapat, simulasi dan praktek (Depkes, 2000).

2.1.2 Metode Pelatihan

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pelatihan adalah pemilihan metode pelatihan yang tepat. Pemilihan metode belajar dapat diidentifikasikan melalui besarnya kelompok peserta. Membagi metode pendidikan menjadi tiga yakni metode pendidikan individu, kelompok, dan masa. Pemilihan metode pelatihan tergantung pada tujuan, Kemampuan pelatih/pengajar, besar kelompok sasaran, kapan/waktu pengajaran berlangsung dan fasilitas yang tersedia (Notoatmodjo, 1993).

Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1991), jenis-jenis metode yang digunakan dalam pelatihan antara lain : ceramah, tanya jawab, diskusi kelompok, kelompok studi kecil, bermain peran, studi kasus, curah pendapat, demonstrasi, penugasan, permainan, simulasi dan praktek lapangan. Metode yang digunakan dalam pelatihan petugas kesehatan meliputi metode ceramah dan tanya-jawab (metode konvensional). Depkes (1993) menunjukkan bahwa untuk mengubah komponen perilaku perlu dipilih metode yang tepat. Metode untuk mengubah pengetahuan dapat digunakan metode ceramah, tugas, baca, panel dan konseling. Sedangkan untuk mengubah sikap dapat digunakan metode curah pendapat, diskusi


(27)

kelompok, tanya-jawab serta pameran. Metode pelatihan demonstrasi dan bengkel kerja lebih tepat untuk mengubah keterampilan

2.2 Keterampilan

Keterampilan adalah hasil dari latihan berulang, yang dapat disebut perubahan yang meningkat atau progresif oleh orang yang mempelajari keterampilan tadi sebagai hasil dari aktivitas tertentu (Whiterington, 1991). Keterampilan dari kata dasar terampil yang artinya cakap menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan sedangkan keterampilan artinya kecakapan untuk menyelesaikan tugas (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999).

Menurut Graeff, dkk (1996), pelatihan keterampilan merupakan aktivitas utama selama fase implementasi suatu program kesehatan. Selama implementasi pelatihan bertujuan untuk membangun dan memelihara perilaku-perilaku yang sangat penting dalam kelangsungan program, maka pelatihan tersebut akan mengarah kepada perolehan keterampilan. Keterampilan adalah kemampuan melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan menggunakan anggota badan dan peralatan kerja yang tersedia.

Ada 3 jenis kemampuan dasar bersifat manusia (human skill), kemampuan teknik (technicall skill) dan kemampuan membuat konsep (conceptual skill). Keterampilan teknik adalah kemampuan untuk menggunakan alat, prosedur dan teknik yang berhubungan dengan bidangnya. Keterampilan manusia adalah kemampuan untuk dapat bekerja, mengerti dan mengadakan motivasi kepada orang lain. Keterampilan konsep adalah kemampuan untuk melakukan kerja sama di dalam


(28)

pekerjaan, pekerjaan itu dapat memberikan keterampilan (Schein, 1991). Sedangkan keterampilan kader gizi lebih kepada keterampilan teknis dalam kegiatan

posyandu.

Dalam proses pendidikan atau pelatihan, suatu sikap belum tentu terwujud dalam praktek atau tindakan (Notoatmodjo, 1993). Masih diperlukan kondisi tertentu yang memungkinkan terjadinya perubahan sikap menjadi praktek. Kondisi tersebut antara lain tersedianya fasilitas untuk belajar yaitu :

a . Peserta diberi kesempatan untuk melihat dan mendengar orang lain

melakukan keterampilan tersebut dan diberi kesempatan melakukan sendiri. b. Peserta diberi kesempatan untuk menguasai sub-sub komponen keterampilan

sebelum menguasai keterampilan secara keseluruhan. c. Peserta harus melakukan sendiri keterampilan baru

d. Pelatih mengevaluasi hasil keterampilan baru dan memberi umpan balik. Menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan FKM UI, 1998 bahwa

pengetahuan dan keterampilan kader dipengaruhi oleh adanya pembinaan, dengan pembinaan kader akan meningkatkan pengetahuan, aktivitas dan keterampilan kader dalam menjalankan tugasnya. Sedangkan menurut Junaedi (1990), bahwa bimbingan dan supervisi dari petugas kesehatan akan berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader. Disamping itu pengetahuan dan kemampuan kader juga dapat ditingkatkan melalui pelatihan kader baru, pelatihan ulang kader, pengalaman kader selama menjalankan kegiatan posyandu dan kunjungan petugas di luar hari kegiatan posyandu.


(29)

Seseorang yang telah mendapatkan pelatihan maka pengetahuannya dan keterampilannya meningkat dan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden dalam pengetahuan yang ingin diketahui atau disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan tersebut di atas (Notoatmodjo, 2003). Menurut Abror (1993), cara mengukur tingkat pengetahuan pada tahap mengetahui dan memahami dapat dilakukan dengan tes objektif tipe benar salah atau pilihan berganda. Tahap penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi diukur dengan bentuk tes uraian. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui tes atau wawancara dengan alat bantu kuesioner berisi materi yang ingin diukur dari responden (Azwar, 1995)

Peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader sangat dipengaruhi adanya pelatihan, dengan pelatihan diharapkan kader dapat mengelola Posyandu sesuai kompetensinya, karena pengetahuan atau kognitif dan keterampilan atau psikomotor merupakan domain yang sangat penting bagi pembentukan perilaku seseorang (Simon dkk, 1995). Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pekerjaan, pengalaman dan informasi yang diterima oleh seseorang yang berupa pesan-pesan kesehatan melalui media cetak atau elektonik. Pendapat Siagian (1999), bahwa pelatihan dipakai sebagai salah satu metode pendidikan khusus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader. Handoko (2001), mengatakan pengetahuan yang diperoleh dari hasil suatu produk sistem pendidikan akan memberikan pengalaman yang nantinya akan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tertentu.


(30)

2.3 Kader

Kader adalah tenaga pilihan yang sangat tepat untuk usaha-usaha masyarakat karena berasal dari masyarakat, sehingga mengenal betul masyarakat setempat, dipilih masyarakat sehingga dapat diterima oleh masyarakat, disegani dan dipercaya masyarakat sehingga saran dan petunjuknya akan didengar dan diikuti oleh masyarakat (Mantra, 1997).

Sedangkan menurut World Health Organization (WHO) 1993, kader adalah laki-laki atau perempuan yang dipilih masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan baik perseorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan tempat-tempat pelayanan kesehatan dasar. Kader merupakan perwujudan dari usaha-usaha secara sadar dan terencana untuk menumbuhkan prakarsa dan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup. Dalam usaha ini kader diberikan keterampilan tertentu untuk menjadi “agent of change” yang akan membawa norma-norma baru yang sesuai dengan norma yang ada di daerah setempat (Sarwono, 1997).

Peran kader adalah mengambil tanggung jawab, mengembangkan kemampuan, menjadi pelaku, dan perintis serta pemimpin yang menggerakkan masyarakat berdasarkan asas kemandirian dan kebersamaan. Kegiatan masyarakat tersebut dapat bersifat pengobatan, pencegahan, peningkatan maupun pemulihan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki (Depkes, 1988). Menurut Hanna (1990), peranan kader adalah menjadi tulang punggung penggerak partisipasi masyarakat di desa dalam bidang kesehatan. Kader juga merupakan penghubung yang


(31)

handal antara petugas dengan masyarakat. Kader dapat menjadi motor penggerak kegiatan pelayanan kesehatan dalam upaya pelayanan kesehatan dasar yang saat ini sebagian besar masih dilakukan oleh tenaga kesehatan yang jumlahnya terbatas, sehingga cakupan dan jangkauan pemerataan informasi juga

terbatas.

Peranan kader gizi yang lain, memberitahu hari dan jadwal Posyandu kepada para ibu pengguna Posyandu, menyiapkan peralatan untuk menyelenggarakan Posyandu sebelum dimulai, melakukan pendaftaran bayi dan balita, ibu hamil, ibu usia subur yang hadir di Posyandu, melakukan penimbangan bayi dan balita, mencatat hasil penimbangan ke dalam Kartu Menuju Sehat (KMS), melakukan penyuluhan perorangan dan kelompok, menyiapkan dan membagi makanan tambahan untuk bayi dan balita (bila ada), melakukan kunjungan rumah khususnya pada ibu hamil, ibu bayi dan balita serta pasangan usia subur untuk menyuluh dan mengingatkan agar datang ke Posyandu (Depkes, 1992).

2.4 Pemberian Makanan Tambahan Modisco

Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT) bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anak, penyesuain kemampuan alat cerna dalam mencerna makanan tambahan dan merupakan masa peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Selain untuk memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi, pemberian makanan tambahan merupakan salah satu proses pendidikan dimana bayi diajar mengunyah dan menelan makanan padat dan membiasakan selera-selera baru agar tidak terjadi gizi buruk dan gizi kurang (Krisnatuti, 2000).


(32)

Modisco singkatan dari Modified Dietetic Skim and Cotton Sheet Oil ditemukan pada tahun 1973 oleh May White Head. Modisco dicobakan pertama kali untuk anak-anak yang mengalami gangguan gizi berat di Uganda Afrika dengan hasil yang memuaskan. Anak yang mengalami gangguan gizi berat yaitu anak yang kekurangan kalori protein dapat disembuhkan cepat dengan Modisco. Modisco memiliki kalori yang tinggi yaitu 100 kalori/ 100 cc. Modisco terdiri dari tiga formula dasar, dengan bahan baku utama gula pasir, minyak dan susu. Dan ketiganya diberikan untuk gejala atau keluhan yang berbeda. Modisco I diberikan untuk balita dengan KEP berat dengan edema, Modisco II untuk balita tanpa edema, Modisco III lanjutan dari Modisco I dan II (Adi, A.C, 2001).

2.4.1 Cara Pembuatan Modisco

Bahan-bahan untuk membuat formula modisco, seperti susu skim atau susu full cream, minyak atau margarin, dan gula putih (pasir) merupakan bahan makanan yang mudah diperoleh baik diperkotaan atau pedesaan. Cara pembuatan formula modisco relatif sederhana dan mudah. Peralatan yang digunakan pun sangat sederhana (peralatan dapur sehari-hari) sehingga dapat dilakukan oleh para ibu atau pengasuh anak. Cara pembuatan modisco dengan tiga formula dasar yang berbeda

(Adi, A.C, 2001).

1. Modisco I

a. Campur susu bubuk, gula, dan minyak/margarin. Seduh dengan air hangat/ panas.


(33)

b. Aduk sampai rata, lalu tambah dengan air sedikit demi sedikit sambil terus diaduk hingga cairan homogen. Saring dan minum dalam keadaan hangat-hangat.

2. Modisco II.

a. Larutkan margarin dalam air. b. Larutkan susu dan gula dalam air.

c. Campur kedua larutan tersebut, lalu saring. d. Minum larutan hangat-hangat.

3. Modisco III

a. Larutkan susu full cream dan gula dalam air dingin, lalu aduk sampai rata. b. Tambahkan minyak dan ½ bagian air panas.

c. Aduk sampai rata, Saring larutan bubur modisco tersebut . Agar modisco tahan lebih lama, dapat di tim dahulu selama 15 menit (Adi, A.C, 2001)..


(34)

Berikut ini adalah formula dasar modisco beserta nilai gizinya : Tabel 2.1. Formula Dasar Modisco

Modisco I / 100 ml Modisco II / 100 ml Modisco III 100 ml Bahan

- Susu skim 10 g atau full cream 12 g - Gula 5 g - Minyak 5 g

Bahan

- Susu skim 10 g atau full cream 12 g

- Gula 5 g - Margarin 5 g

Bahan

- Susu full cream 12 g (1 ¼ sdm) atau susu segar 100 g

(¼ gelas )

- Gula 7,5 g (1 ¼ sdt)

- Margarin 5 g (½ sdm)

Nilai Gizi

Energi : 100 Kal Protein : 3,6 g Lemak : 5 g

Nilai Gizi

Energi : 100 Kal Protein : 3,6 g Lemak : 5 g

Nilai Gizi Energi : 130 Kal Protein : 3 g Lemak : 7,5 g Sumber : Instalasi Gizi RSUD Dr. Soetomo.

2.4.2 Penggunaan Formula Modisco

Modisco bukan hanya cocok untuk anak balita, tetapi juga dapat digunakan oleh kelompok usia lain (anak pra sekolah, anak sekolah dan pekerja) yang memerlukan tambahan sumber energi. Berikut ini kelompok usia yang dapat diberi modisco baik balita maupun kelompok usia lain (Adi, A.C, 2001).

1. Balita yang mengalami gangguan, dengan kriteria sebagai berikut. a. Kekurangan energi protein (KEP) ringan atau gizi buruk. b. Kekurangan energi protein (KEP) sedang

c. Kekurangan energi protein (KEP) berat.

2. Usia lain pada saat-saat membutuhkan ekstra energi dengan kriteria sebagai berikut.


(35)

b. Sakit menahun.

c. Masa-masa penyembuhan dari sakit.

d. Persiapan pelaksanaan tes, ujian atau kegiatan lain yang serupa. e. Kerja lembur atau latihan-latihan berat.

Modisco dapat diberikan dalam beberapa bentuk sajian tergantung pada kondisi, diantaranya adalah minuman atau campuran makanan bergizi, tambahan diet cair sonde dan makanan kecil yang mengandung modisco. Formula dasar modisco mengandung gizi yang padat terutama energi (100 – 130 kal), protein (3 - 3,5 g), dan lemak (5 – 7,5 g) per porsi. Pengembangan dalam bentuk makanan atau minuman yang mengandung modisco, mengandung kalori dan protein yang lebih tinggi dibandingkan formula dasarnya. Apabila modisco dijadikan makanan tambahan pada anak 2 kali sehari, akan menaikkan berat badannya sekitar 30 - 100 g/hari. Selama berat badan anak balita atau usia lainnya masih dalam batas sehat (normal), pemberian modisco masih dapat diteruskan. Namun, apabila berat badan sudah sehat pemberian modisco harus dihentikan secara bertahap. Modisco tidak dapat diberikan secara bebas kepada anak yang kelebihan berat badan (obesitas), penderita penyakit ginjal, hati (kuning) dan jantung tanpa konsultasi dokter (Adi, A.C, 2001)..

2.4.3 Keuntungan Penggunaan Formula Modisco

Keuntungan penggunaan formula modisco sebagai berikut (Adi, A.C, 2001).

a. Porsi makanan/ minuman relatif kecil, tetapi mengandung kalori dan protein yang tinggi .


(36)

c. Cara alternatif bagi anak atau seseorang yang tidak menyukai susu murni .

d. Meningkatkan berat badan secara cepat (30 – 100 g/hari). 2.4.4 Penggunaan Modisco dalam Penatalaksanaan Gizi Buruk

Perawatan dan pengobatn anak gizi buruk terdiri dari 4 fase (Depkes RI, 2007) yaitu :

a. Fase Stabilisasi

Fase stabilisasi adalah fase awal dimana ditemui anak gawat darurat dan harus segera dilakukan tindaka, karena keterlambatan akan mengakibatkan kematian. Pada umumnya fase ini berlangsung dalam dua hari pertama, tetapi dapat berlanjut sampai satu minggu atau lebih sesuai kondisi klinis anak (Modisco I,II frekuensi pemberian 12x, 8x dan 6x setiap 2 jam ).

b. Fase Transisi

Fase transisi adalah masa peralihan dari fase stabilisasi ke fase rehabilitasi. Pada fase ini pemberian energy dinaikkan secara bertahap dari 100kkal/kg/BB menjadi 150/kkal/kg/BB, dan umumnya berlangsung selama satu minggu (Modisco 1, II frekuensi pemberian 6x setiap 3 jam )

Fase Rehabilitasi

Fase rehabilitasi adalah fase pemberian makanan untuk tumbuh kejar. Pemberian energi sebesar 150-220 kkal/kg/BB, umumnya berlangsung selama 2-4 minggu (Modisco III Frekuensi 3x setiap 4 jam) ditambah makanan bayi yang lumat.


(37)

Adalah fase setelah anak dipulangkan dari rumah sakit/puskesmas/Panti Pemulihan Gizi. Fase ini merupakan fase pemberian makanan tumbuh kejar dengan pemberian makanan keluarga dan pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) 2.5. Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Dibedakan atas status gizi buruk, kurang, baik dan lebih. Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh (Supariasa, dkk, 2002).

Untuk mengetahui pertumbuhan anak, secara praktis dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan secara teratur. Ada beberapa cara menilai status gizi yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia dan biofisik yang disebut dengan penilaian status gizi secara lansung. Pengukuran status gizi anak berdasarkan antropometri adalah jenis pengukuran yang paling sederhana dan praktis karena mudah dilakukan dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. Secara umum atropometri adalah ukuran tubuh manusia. Antropometri yang merupakan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi yang dapat dilakukan terhadap Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB) dan lingkaran bagian tubuh serta tebal lemak dibawah kulit (Supariasa, dkk, 2002).

Sampai saat ini, ada beberapa kegiatan penilaian status gizi yang dilakukan yaitu kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG), kegiatan bulan penimbangan dan dalam kegiatan penelitian. Jenis pengukuran yang paling sering dilakukan adalah


(38)

antropometri, karena mudah, prosedurnya sederhana dan dapat dilakukan berulang serta cukup peka untuk mengetahui adanya perubahan pertumbuhan tertentu pada anak balita.

Cara pengukuran dengan antropometri dilakukan dengan mengukur beberapa parameter antara lain : umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak dibawah kulit. Kombinasi umum digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat Badan menurut umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut tinggi Badan (BB/TB) (Soekirman, 2000).

Pilihan indeks antropometri tergantung pada tujuan penilaian status gizi, indeks BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lalu karena dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan tinggi badan atau panjang badan relatif – sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu yang singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. Sedangkan indeks BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini, dapat dikatagorikan sebagai kurus merupakan pengukuran antropometri yang terbaik (Soekirman, 2000).

1) Indeks BB/U


(39)

b. Gizi kurang bila Z-Score terletak <-2 SD s\d -3 SD c. Gizi buruk bila Z-Score terletak <-3 SD

d. Gizi lebih bila Z-Score terletak > +2 SD 2) Indeks TB/U

a. Normal bila Z-Score terletak -2 SD s\d + 2 SD b. Pendek bila Z-Score terletak <-2 SD

3) Indeks BB/TB

a. Gizi baik bila Z-Score terletak -2 SD s\d + 2 SD b. Kuruz bila Z-Score terletak >-3 SD s\d <-2 SD c. Sangat Kurus bila Z-Score terletak <-3 SD

d. Gemuk bila Z-Score terletak > +2 SD (Arisman, 2004)

Perhitungan dengan nilai Z-Score berlaku untuk semua indeks dengan batas ambang yang sama, dengan cara :

Z-Score = Nilai Individu Subjek – Nilai Median Buku Rujukan Nilai Simpangan Baku Rujukan

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Beberapa indeks telah diperkenalkan seperti pada hasil seminar antropometri 1975. Di Indonesia ukuran baku pengukuran dalam negri belum ada, maka untuk berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) digunakan baku Harvard yang disesuaikan untuk Indonesia (100% baku Indonesia = 50 persentil harvard) dan untuk Lingkar Lengan Atas (LLA) digunakan baku wolansky (Supariasa dkk, 2002).


(40)

Beberapa indeks antropometri antara lain : (Supariasa dkk, 2002) 1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan mendadak, misalnya karena serangan penyakit infeksi terhadap perubahan-perubahan mendadak, misalnya karena serangan penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan merupakan parameter antropometri yang sangat labil (Supariasa dkk, 2002).

Berdasarkan karakteristik indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status) (Supariasa dkk, 2002)

Kelebihan indeks BB/U adalah lebih mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut maupun kronis, berat badan dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil dan dapat mendeteksi kegemukan. (Supariasa dkk, 2002).

Kelemahan indeks BB/U adalah mengakibatkan intreprestasi yang keliru bila terdapat edema atau esites, umur sering sulit ditaksir dengan tepat, sering terjadi kesalahan pengukuran seperti pengaruh pakaian atau gerakan pada waktu penimbangan dan secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya.


(41)

Alat yang dapat memenuhi persyaratan dan kemudian dipilih dan dianjurkan untuk digunakan dalam penimbangan anak balita adalah dacin (Supariasa dkk, 2002).

2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan, keadaan normal tinggi badan tumbuh sama dengar pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam jangka waktu yang relatif pendek. Pengaruh defesiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama (Supariasa dkk, 2002).

Keuntungan indeks TB/U adalah baik untuk menilai status gizi pada masa lalu, ukuran panjang dapat di buat sendiri, murah dan mudah dibawa. Sedangkan kelemahan indeks TB/U tinggi badan tidak cepat naik bahkan tidak mungkin turun, pengukuran relatif sulit karena anak harus berdiri tegak sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya dan ketepatan umur sulit didapat.

Alat yang digunakan untuk pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukuran tinggi mikrotoa (micritoise). Namun untuk bayi atau anak yang belum dapat berdiri, digunakan alat pengukur panjang bayi (Supariasa dkk, 2002).

3. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan mempunyai hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan kecepatan tertentu.


(42)

Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini/sekarang.

Keuntungan indeks BB/TB tidak memerlukan data umur, dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, kurus). Kelemahan indeks BB/TB adalah tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya, sering mengalami kesulitan pengukuran tinggi badan, membutuhkan dua macam alat ukur, pengukuran relatif lama, membutuhkan dua orang yang melakukannya dan sering terjadi kesalahan dalam pengukurannya terutama oleh kelompok non-profesional (Supariasa, dkk, 2002).

2.6Gizi Kurang

Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat(patologik) yang timbul karena tidak cukup makanan dan konsumsi energi kurang selama jangka waktu tertentu. Di negara-negara sedang berkembang, konsumsi pangan yang tidak menyertakan pangan cukup energy biasanya juga kurang dalam satu atau lebih zat gizi esensial lainnya (Suhardjo, dkk, 1986).

2.6.1 Gejala Klinis Gizi Kurang

Gejala gizi kurang hanya terlihat dari berat badan anak lebih rendah dibandingkan anak seusianya. Adapun ciri-ciri klinis dari gizi kurang antara lain : (Retno, 2009)

a. Kenaikan berat badan berkurang dan menurun. b. Ukuran lingkaran lengan atas menurun.


(43)

d. Tebal lipat kulit semakin terkurang

Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan adalah tampak kurus. Gejala klinis KEP berat yang dikenal sebagai marasmus (kekurangan kalori tingkat berat) Kwasihorkor (kekurangan Protein tingkat berat), dan kedua-duanya adalah marasmus-kwashiorkor.

2.6.2 Faktor-faktor Penyebab Gizi Kurang pada Balita

Unicef (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro sebagai salah satu strategi intuk menanggulangi masalah kurang gizi. Kerangka tersebut menunjukkan bahwa makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan masalah gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang cukup mendapatkan makanan tetapi sering menderita sakit, dapat menderita gizi kurang, demikian juga pada anak yang tidak memperoleh cukup makanan, daya tahan tubuhnya akan melemah dan mudah terserang penyakit (Supariasa, 2002)

Kurang energi dan protein adalah suatu bentuk masalah gizi yang disebabkan oleh berbagai faktor yaitu faktor langsung dan faktor tidk langsung. Faktor langsung yaitu terutama faktor makanan yang tidak memenuhi kebutuhan anak akan energi dan protein serta faktor penyakit infeksi yang berdampak terhadap turun naik berat badan dan status gizi baik menjadi gizi kurang atau gizi buruk. Faktor tidak langsung antaranya pengetahuan gizi ibu, pendpaatan, ketersediaan pangan, pendidikan formal dan lain-lain (soekirman, 2000).


(44)

Secara langsung status gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Kedua penyebab langsung ini sangat terkait dengan pola asuh anak diberikan oleh ibu/pengasuh. Dan penyebab tidak langsungnya adalah ketahanan pangan dikeluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketiga faktor ini berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan keluarga (Dinkes Sumatra Utara, 2006)

2.6.3 Upaya Penanggulangan Gizi Kurang dan Gizi Buruk

Program perbaikan gizi makro yang diarahkan untuk menurunkan maslah gizi makro terutama mengatasi maslah kurang energy protein seperti didaerah miskin baik di pedesan maupun di perkotaan dengan cara : ( Retno, 2009)

a. Meningkatkan keadaan gizi keluarga. b. Meningkatkan partisipasi masyarakat.

c. Meningkatkan kualitas pelayanan gizi baik di puskesmas maupun di posyandu.

d. Meningkatkan konsumsi eneregi dan protein pada balita gizi buruk.

Strategi yang dilakukan untuk mengatasi masalah gizi makro adalah melakukan pemberdayaan keluarga dibidang kesehatan dan gizi, pemberdayaan masyrakat dibidang gizi, pemberdayaan petugas, kader berupa penyuluhan, pelatihan dalam pemberian makanan tambahan.


(45)

2.7Kerangka Konsep

Untuk melihat pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan dan keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco dapat dilihat dari kerangka konsep dibawah ini :

Gambar 2.1 Kerangka konsep pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan dan keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco

Dari kerangka konsep di atas diharapkan bahwa pelatihan meningkatkan pengetahuan dan dapat berpengaruh terhadap keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco.

2.8. Hipotesis

Ada pengaruh pelatihan terhadap keterampilan kader dalam pembuatan PMT di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kecamatan Air Putih Kabupaten Batubara.

Pengetahuan Kader

Keterampilan Kader dalam Pembuatan PMT Modisco Pelatihan


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah quasi eksperimental dengan menggunakan desain penelitian One Group Pre test dan Pos test, dimana rancangan ini tidak menggunakan kelompok pembanding (kontrol) tetapi sudah dilakukan observasi pertama (pre test) yang memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya perlakuan. Untuk menguji signifikansi pengaruh pelatihan terhadap keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco untuk balita status gizi kurang menggunakan uji-t berpasangan.

O1 x O2 O3 Keterangan :

O1 : Pre test sebelum pelatihan untuk mengetahui pengetahuan dan keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco

x : Perlakuan berupa pelatihan terhadap kader.

O2 : Pos test sesudah perlakuan untuk mengetahui pengetahuan dan keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco

O3 : Pos test sesudah perlakuan untuk mengetahui pengetahuan keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco (1 minggu setelah pelatihan ) 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di wilyah kerja Puskesmas Pematang Panjang Kecamatan Air Putih Kabupaten Batubara. Alasan pemilihan lokasi ini adalah :


(47)

1. Tingginya balita gizi kurang dan buruk pada Puskesmas Pematang Panjang Kecamatan Air Putih Kabupaten Batubara yaitu sebanyak 18 orang balita dari 3194 balita yang di timbang atau prevalensinya 0.5 %.

2. Belum pernah dilakukan pelatihan terhadap keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco.

3. Kader-kader di wilayah kerja puskesmas ini aktif dan jumlahnya sebanyak 15 orang.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan September 2012. 3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah seluruh kader wanita berusia 20-50 tahun yang aktif dalam kegiatan posyandu dengan masa kerja 2-5 tahun berada di wilayah kerja Puskesmas Pematang Panjang yaitu sebanyak 15 orang kader.

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah seluruh populasi (total sampling) yaitu seluruh kader yang berada dan masih aktif di wilayah kerja Puskesmas Pematang panjang sebanyak 15 orang kader.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dapat dibagi atas data primer dan data sekunder. 3.4.1. Data Primer


(48)

cara wawancara menggunakan kuesioner. Data keterampilan dilihat dengan menggunkan daftar tilik yang berisi tahapan-tahapan prosedur pembuatan modisco yang dinilai langsung oleh peneliti pada saat kader menguji coba keterampilannya . 3.4.2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari Puskesmas Pematang Panjang Kecamatan Air Putih Kabupaten Batubara yang meliputi jumlah kader dan data lain yang mendukung. 3.5. Defenisi Operasional

1. Pelatihan adalah proses belajar dan mengajar terhadap kader dengan menyampaikan materi yang berkaitan dengan cara pembuatan PMT Modisco yang disampaikan melalui ceramah, pemberian modul dan disertai dengan demonstrasi pembuatan modisco.

2. Pengetahuan yang dilihat adalah pengetahuan kader mengenai jenis PMT yang mereka ketahui dan pengetahuan seputar PMT Modisco menggunakan tes tertulis. Pengetahuan kader dilihat sebelum dilakukan pelatihan, setelah dilakukan pelatihan dan seminggu setelah pelatihan dilakukan.

3. Keterampilan yang dilihat adalah kemampuan kader dalam melakukan tahapan-tahapan dalam pembuatan PMT Modisco yang sesuai dengan standart prosedur menggunakan daftar tilik yang dinilai langsung oleh peneliti. Keterampilan kader dilihat sebelum dilakukan pelatihan, setelah dilakukan pelatihan dan seminggu setelah postest pertama dilakukan.

4. Kader adalah peserta yang mengikuti pelatihan pembuatan PMT Modisco, wanita berusia 20-50 tahun yang menjadi kader aktif selama 2-5 tahun.


(49)

5. Pembuatan PMT Modisco adalah membuat PMT yang memiliki kalori tinggi yang berasal dari susu, gula dan margarin yang bisa dijadikan alternatif PMT untuk balita.

3.6 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 3.6.1 Alat

- Modul Pelatihan - Flipchart

- Kuesioner - Daftar tilik - Pulpen

- Peralatan Pembuatan PMT Modisco -Alat :

1. Gelas

2. Sendok makan 3. Sendok teh 4. Saringan 5. Termos 3.6.2 Bahan

- Bahan pembuatan PMT Modisco 1. Susu Full Cream


(50)

2. Gula pasir 3. Margarin 4. Air 3.7. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran yang digunakan untuk melihat pengaruh pelatihan terhadap keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco adalah :

1. Pengetahuan

Pengetahuan kader dinilai melalui 10 pertanyaan. Perhitungn skor dilakukan dengan menghitung hasil jawaban yang benar. Ada 3 (tiga) pilihan jawaban yaitu a, b atau c dan setiap jawaban yang benar diberi skor 2 (dua), jawaban kurang benar diberi skor 1 (satu), dan jawaban yang salah diberi skor 0 (nol) dan di hitung total skor.

Penilaian dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kategori (baik, sedang, kurang) berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden (Arikunto, 2002). Adapun kategori penilaian ini antara lain : Baik, apabila nilai yang diperoleh > 66% dari nilai tertinggi. Sedang, apabila nilai yang diperoleh 33%-66% dari nilai tertinggi. Kurang, apabila nilai yang diperoleh < 33% dari nilai tertinggi. Berdasarkan penilaian ini untuk jawaban benar bila skor benar > 13 maka pengetahuannya baik, bila skor benar 7-13 maka pengetahuanya sedang dan < 13 maka pengetahuannya kurang,. 2. Keterampilan

Keterampilan kader dinilai pada saat melakukan kegiatan pembuatan PMT Modisco sesuai dengan prosedur dan standar. Bila keterampilan dilakukan sesuai dengan standart prosedur maka diberi nilai 1 (satu) dan bila keterampilan dilakukan


(51)

tidak sesuai dengan standart prosedur diberi nilai 0 (nol). Kemudian dikategorikan bila sesuai dengan standart prosedur 1 (satu) trampil dan bila tidak sesuai dengan standart prosedur 0 (nol) tidak terampil. Perhitungan nilai dengan cara membagi jumlah jawaban yang benar dibagi jumlah soal dikalikan 100% (Arikunto, 2002). 3.8. Pengolahan dan Analisis Data

3.8.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut (Nazir, 2005) :

a. Editing

Data dikumpulkan dan diperiksa, bila terdapat kesalahan dalam pengumpulan data segera diperbaiki (editing) dengan cara memeriksa jawaban yang kurang .

b. Coding

Adalah Mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut kriteria tertentu. c. Tabulating

Tabulasi adalah penyusunan data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi . 3.8.2 Analisis Data

Data yang sudah terkumpul (BB), diolah dan kemudian dianalisis secara deskriptif. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis paired sample t-test dengan tingkat kepercayaan 95% (alfa 5%).

3.9 Prosedur Pelaksanaan

1. Sebelum mengikuti pelatihan terlebih dahulu dilaksanakan pretest pengetahuan dan keterampilan kader posyandu dengan menggunakan kuesioner, untuk data


(52)

tilik yang meliputi tahapan-tahapan dalam membuat larutan Modisco dan diawasi langsung oleh peneliti.

2. Pelatihan dilakukan dengan metode ceramah, kemudian membagikan modul yang berisi materi tentang pengenalan terhadap modisco, formula dasar modisco, cara pembuatan larutan modisco, penggunaan formula modisco sebagai PMT, keuntungan penggunaan formula. Selain menggunakan metode ceramah peneliti melakukan demonstrasi memperagakan cara pembuatan formula dasar modisco.

3. Setelah selesai mengikuti pelatihan dilaksanakan postest pengetahuan dan keterampilan kader dengan menggunakan kuesioner dan daftar tilik, untuk keterampilan kader dilakukan pengamatan langsung terhadap kader melihat kemampuannya dalam memperaktekkan cara pembuatan modisco. Postest dilakukan sebanyak dua kali. Postest I sesaat sesudah diadakan pelatihan, postest II dilakukan seminggu setelah diadakan pelatihan tanpa ada pemberitahuan terhadap kader.


(53)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Pengetahuan Kader Sebelum dan Sesudah Pelatihan Pembuatan PMT Modisco

Pengetahuan kader dipengaruhi oleh pengalaman dan juga informasi yang didapat baik dari media massa, pelatihan atau penyuluhan yang didapat dilapangan. Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan kader tentang pembuatan PMT Modisco yang diukur melalui kuesioner sebelum dilakukan pelatihan, sebanyak 14 (93,3%) kader memiliki pengetahuan dengan kategori kurang dan hanya satu (6,7 %) kader yang memiliki pengetahuan dengan kategori baik. Kader yang memiliki pengetahuan baik sebelum pelatihan ini memiliki pekerjaan sebagai perawat. Faktor lain yang memungkinkan kader memiliki pengetahuan yang baik tentang modisco yaitu usia kader masih muda dan menurut hasil wawancara yang peneliti lakukan, kader pernah mengetahui sekilas pengetahuan modisco melalui internet. Sebagian besar kader tidak mengetahui apa itu PMT Modisco dan bagaimana cara pemberiannya mereka hanya mengetahui PMT seperti susu, biskuit dan bubur.

Setelah diadakan pelatihan dari 15 orang kader, sebanyak empat (26,7%) kader berpengetahuan kurang, empat (26,7%) kader berpengetahuan sedang dan kader yang berpengetahuan baik sebanyak tujuh (46,7 %) kader.

Kader yang memiliki pengetahuan kurang setelah diadakan pelatihan tiga diantaranya termasuk golongan kader berusia > 40 tahun. Usia kader yang > 40 merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pengetahuan kader tetap kurang


(54)

mengingat hal-hal yang baru dipelajari. Akibat proses penuaan terjadi kemunduran kemampuan otak diantara kemampuan yang menurun secara linier atau seiring dengan proses penuaan adalah daya ingat (memori) dan Intelegensia Dasar (Fluid intelligence) (Kuntjoro, 2002).

Terjadi peningkatan pengetahuan sesudah diadakan pelatihan dapat diketahui dari persentase kader yang sebelumnya berpengetahuan kurang (93,3%) turun menjadi (26,7 %). Pengetahuan kader meningkat menjadi kategori sedang (26,7 %) dan baik (46,7 %). Peningkatan pengetahuan yang diperoleh kader dimungkinkan karena materi yang disampaikan dengan metode ceramah disertai dengan tanya jawab dan diskusi mengenai PMT Modisco serta demonstrasi pembuatan PMT Modisco mudah dimengerti oleh kader. Kader terlihat interaktif dan sangat tertarik dengan materi yang disampaikan saat pelatihan, hal ini dilihat dari banyaknya kader yang bertanya seputar PMT Modisco. Pendidikan terakhir kader yang sebagian besar tamat sekolah menengah ke atas dan ada kader yang bekerja sebagai perawat sangat mendukung dalam memudahkan pemahaman materi yang diajarkan.

Seminggu setelah diadakan pelatihan diadakan kembali test yang bertujuan untuk melihat apakah pengetahuan yang diperoleh oleh kader dapat bertahan lama atau tidak. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dilihat sebanyak 12 (80,0 %) kader memiliki pengetahuan dengan kategori baik. Dari penilaian tersebut, menunjukkan kenaikan persentase sebesar 33,3 % kader yang berpengetahuan baik .

Pengetahuan kader meningkat sesaat setelah diberikannya informasi mengenai PMT Modisco dengan penyuluhan dan demonstrasi dan mengalami peningkatan


(55)

pengetahuan lagi seminggu setelah pelatihan, hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang didapat oleh kader masih bertahan dalam ingatan kader. Modul yang diberikan kepada kader menjadi pedoman yang bisa dipelajari kader untuk mempertahankan pengetahuan yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan pendapat Siagian (1999), bahwa pelatihan dipakai sebagai salah satu metode pendidikan khusus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader. Handoko (2001), mengatakan pengetahuan yang diperoleh dari hasil suatu produk sistem pendidikan akan memberikan pengalaman yang nantinya akan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tertentu.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Purnawan (1990) bahwa pelatihan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan gizi kader, karena dalam setiap pelatihan selain mendapatkan materi pokok pelatihan, kader juga dapat bertanya tentang masalah lain yang menyangkut kesehatan dan gizi. Seorang kader akan lebih mudah untuk menerima suatu informasi apabila didapatkan sedikit demi sedikit tetapi frekuensinya sering.

Berdasarkan penelitian Sarbini (2008), tentang pelatihan pembuatan MP ASI Lokal nilai rata-rata pengetahuan kader mengalami peningkatan yaitu 97,74 % atau memiliki pengetahuan yang baik. Hal ini menunjukkan setelah kegiatan pelatihan semua peserta telah memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang BMC dan cara pembuatan MP-ASI Lokal dengan bahan dasar BMC sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pelatihan dikategorikan berhasil.


(56)

5.2 Keterampilan Kader Sebelum dan Sesudah Pelatihan Pembuatan PMT Modisco

Keterampilan adalah hasil dari latihan berulang, yang dapat disebut perubahan yang meningkat oleh orang yang mempelajari keterampilan sebagai hasil dari aktivitas tertentu. Pengetahuan dan keterampilan kader dipengaruhi oleh adanya pembinaan, dengan pembinaan kader akan meningkatkan pengetahuan, aktivitas dan keterampilan kader dalam menjalankan tugasnya.

Kriteria umur kader yang tertinggi berusia 30-40 tahun sebanyak 46,7 % yaitu tujuh kader dari 15 orang kader dan yang kriteria umur terendah kader yang berumur < 30 tahun yaitu sebanyak tiga orang (20,0%), dengan waktu paling lama menjadi kader yaitu 3–4 tahun yaitu sebanyak sembilan orang (60,0%) dan umumnya kader adalah ibu rumah tangga sebanyak 11 (73,3 %) kader.

Terjadi peningkatan keterampilan kader sesudah diadakan pelatihan pembuatan PMT Modisco. Hal ini dilihat dari 15 kader sebelum diadakan pelatihan tidak seorangpun (100,0%) kader memiliki keterampilan dalam pembuatan PMT Modisco, kemudian meningkat menjadi sembilan orang (60,0%) kader yang terampil dan seminggu setelah diadakan pelatihan kader yang terampil meningkat lagi menjadi 12 (80,0%) kader.

Hasil dari uji paired sample t-test untuk melihat pengaruh pelatihan terhadap keterampilan kader menunjukkan hasil p yaitu 0,000 < 0,05, p ditolak yang artinya ada pengaruh pelatihan terhadap keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco.


(57)

Seluruh kader tidak terampil pada pre-test karena sebagian besar kader baru pertama kali mengetahui PMT Modisco ini dan tentu saja tidak terampil dalam pembuatan PMT tersebut, hal ini merupakan pengetahuan dan keterampilan baru bagi mereka. Setelah diadakan pelatihan, persentase kader yang terampil meningkat begitu juga seminggu sesudah diadakannya pelatihan. Berdasarkan teori, metode ceramah dapat meningkatkan inspirasi pendengarnya dan demonstrasi merupakan suatu bentuk pembelajaran dengan jalan mendemonstrasikan penggunaan alat atau melaksanakan kegiatan tertentu seperti kegiatan sesungguhnya yang dapat meningkatkan keterampilan kader. Selain mendengarkan, kader juga dapat melihat langsung bagaimana cara pembuatan PMT Modisco, sehingga kader tidak hanya mendapatkan pengetahuan, juga bisa memperoleh keterampilan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2003), seseorang yang telah mendapatkan pelatihan maka pengetahuannya dan keterampilannya meningkat dan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden dalam pengetahuan yang ingin diketahui atau disesuaikan.

Menurut Simon dkk, (1995), Peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader sangat dipengaruhi adanya pelatihan, dengan pelatihan diharapkan kader gizi dapat mengelola Posyandu sesuai kompetensinya. Hal ini diharapkan kelak kader gizi dapat menyampaikan segala pengetahuan dan keterampilan yang didapat melalui pelatihan ini kepada masyarakat yang memiliki anak dengan gizi kurang agar permasalahan gizi seperti ini bisa dicegah sebelum balita tersebut menjadi gizi buruk.


(58)

Depkes (1993) menunjukkan bahwa untuk mengubah komponen perilaku perlu dipilih metode yang tepat. Penggunaan metode ceramah dan demonstrasi terbukti lebih efektif untuk meningkatkan keterampilan kader, karena kader langsung melihat sendiri cara pembuatan dan juga bisa langsung memperaktekkan sehingga pengetahuan dan keterampilan yang didapat bisa lebih melekat.

Keterampilan adalah hasil dari latihan berulang, yang dapat disebut perubahan yang meningkat atau progresif oleh orang yang mempelajari keterampilan tadi sebagai hasil dari aktivitas tertentu (Whiterington, 1991).

Berdasarkan penelitian Dwi dan Setyaningrum (2008), Dari 18 kader posyandu di empat kelurahan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Setabelan dan setelah mengikuti pelatihan tentang Pembuatan MP-ASI Lokal dengan Bahan Dasar BMC (Bahan Makanan Campuran) untuk balita pada Kader Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Stabelan Surakarta, terdapat empat kader posyandu telah mempraktekkan resep-resep MPASI lokal yang diberikan selama pelatihan (22,22 %). Dari data tersebut tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan ketrampilan kader. Hal ini sesuai dengan pendapat Purnawan (1990) bahwa melalui pelatihan yang harapkan PMT yang diberikan di Posyandu menjadi lebih bermutu dan bernilai gizi tinggi.

Berdasarkan wawancara yang didapat dilapangan, kader menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya didalam keluarga dengan memberikan PMT Modisco pada anak mereka yang kurus. Selain itu kader menunjukkan langsung keterampilan yang mereka miliki pada Post test II yang


(59)

dilakukan di Posyandu. Saat itu kader memperaktekkan dan menjelaskan langsung cara pembuatan PMT Modisco kepada ibu-ibu. Kader menguasai keterampilan yang mereka miliki, dalam penjelasaanya kader juga memberi beberapa informasi mengenai manfaat PMT Modisco.

Diharapkan kader tetap untuk melakukan sosialisasi Modisco pada saat posyandu, mengingat manfaat Modisco sebagai alternatif PMT untuk balita status gizi kurang yang mana pembuatannya mudah dan sederhana, biayanya relatif murah, juga menghemat susu. Untuk membuat segelas PMT Modisco Formula III, yang biasa digunakan untuk balita dengan status gizi kurang, penggunaan susunya hanya 1 ¼ sdm, margarin ½ sdm dan gula 1 ¼ sdt dengan tambahan 100 ml air dan menjadi 110 ml larutan Modisco/gelas setelah dicampurkan.

Cara pembuatan PMT Modisco kepada ibu-ibu. Kader menguasai keterampilan yang mereka miliki, dalam penjelasaanya kader juga memberi beberapa informasi mengenai manfaat PMT Modisco.

Diharapkan kader tetap untuk melakukan sosialisasi Modisco pada saat posyandu, mengingat manfaat Modisco sebagai alternatif PMT untuk balita status gizi kurang yang mana pembuatannya mudah dan sederhana, biayanya relatif murah, juga menghemat susu. Untuk membuat segelas PMT Modisco Formula III, yang biasa digunakan untuk balita dengan status gizi kurang, penggunaan susunya hanya 1 ¼ sdm, margarin ½ sdm dan gula 1 ¼ sdt dengan tambahan 100 ml air dan menjadi 110 ml larutan Modisco/gelas setelah dicampurkan.


(60)

Susu full cream sachet yang dijual di warung dengan harga ± Rp. 2500,- bisa untuk membuat ± tiga gelas PMT Modisco. Margarin dengan harga ± Rp. 4000,- perbungkus (250 gr), bisa 50 kali penggunaannya karena yang dibutuhkan dalam satu kali pembutan PMT Modisco hanya ½ sdm margarin (5 gr) saja. Begitu juga dengan penggunaan gula. Jadi untuk membuat segelas PMT Modisco biaya yang dikeluarkan berkisar ± Rp. 2000,-. Dengan biaya tersebut yang relatif murah sudah bisa membuat minuman berkalori tinggi dan bermanfaat bagi anak dari pada menggunakan uang tersebut untuk jajanan kurang bergizi yang beredar dipasar

Larutan PMT Modisco bisa langsung dikonsumsi dan bisa juga dimodifikasi dan dikreasikan menjadi makanan lain, seperti bolu ataupun puding Modisco yang tentunya menjadi makananan tinggi kalori dan diberikan kepada anak untuk penambah berat badannya.

Melihat manfaat dan nilai ekonomis ini diharapkan penanganan masalah gizi untuk balita kasus gizi kurang dan buruk tidak lagi menunggu PMT yang diberi oleh Dinas karena masyarakat bisa trampil untuk membuat alternatif PMT sendiri.

Diharapkan adanya swadaya dari masyarakat sendiri dengan iuran untuk membeli bahan PMT tersebut dan melatih para ibu-ibu, sehingga mereka bisa terampil dalam pembuatan PMT Modisco dan menerapkannya sendiri dirumah. Selain itu penggunaan dana Pemerintah Derah yang terkait juga diharapkan, agar kegiatan sosialisasi dan pelatihan ini bisa tetap dilakukan di Posyandu sehingga masalah gizi di wilayah kerja Puskesmas Pematang Panjang bisa berkurang. Dukungan dari Puskesmas Pematang Panjang sangat diharapkan dalam


(61)

pensosialisasian PMT Modisco ini mengingat keberhasilan beberapa Puskesmas yang menggunakan PMT Modisco sebagai upaya penanganan gizi buruk di Wilayah kerja Puskesmas tersebut.

Puskesmas yang menerapkan penggunaan PMT Modisco dan telah berhasil salah satunya, Puskesmas Banjarangkan II Desa Takmung, kecamatan Banjarangkan, kabupaten Klungkung, Bali melakukan inovasi dalam pemberian makanan tambahan pemulihan. Inovasi tersebut berupa pemberian Modisco pada tahun 2011. Sasaran dari kegiatan ini adalan balita dengan gizi kurang (BB/U) sebanyak 25 orang. Pemberian dilakukan setiap hari selama 3 bulan. Hasil kegiatan ini mampu menurunkan gizi kurang sebesar 68 % ( dari 25 orang gizi kurang, 17 orang menjadi gizi baik)


(62)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

1. Pengetahuan kader mengenai PMT Modisco meningkat setelah diadakan pelatihan, dapat dilihat dari persentase kader yang berpengetahuan baik sebelum pelatihan sebesar 6,7 % meningkat menjadi 46,7 % sesaat sesudah pelatihan dan 80,0 % seminggu sesudah pelatihan.

2. Pelatihan dalam bentuk ceramah dan demonstrasi berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco

(p < 0,05) 6.2 Saran

1. Diharapkan kepada para kader agar menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh dalam pelatihan pembuatan PMT Modisco kepada masyarakat, khususnya ibu-ibu yang memiliki anak dengan status gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Pematang Panjang.

2. Diharapkan bagi kader yang telah trampil dapat melaksanakan pelatihan terhadap kader-kader lain atau kader baru dan lebih mensosialisasikan PMT Modisco ini sebagai upaya preventif untuk penanganan balita dengan status gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Pematang Panjang.


(63)

DAFTAR PUSTAKA .

Adi, A.C, 2001. Makanan Penambah Berat Badan Anak. Puspa Swara. Jakarta. Adiningsih, Sri, 2010. Waspadai Gizi Balita Anda. Kompas Gramedia. Jakarta. Almatsier, S, 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Ariekunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Penerbit

Rineka Cipta, Jakarta.

Arisman, 2004. Gizi Dalam Dur Kehidupan. Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. Admin, 2011. PMT Pemulihan di Desa Jumpai. Dikutip dari.

Diakses tanggal 10

September 2012.

Depkes, RI, 2002. Petunjuk Teknis Pengelolaan Makanan Pendamping ASI Program JPS_BK. Jakarta

__________, 2002. Buku Kader Usaha Perbaikan Gizi Keluarga, Direktoral Jendral Kesehatan Masyarakat, Jakarta

__________, 2005. Pedoman Pelaksanaan Pendistribusian dan Pengelolaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Tahun 2005. Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta

__________, 2006. Pedoman Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2006 – 2010. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Utara, Medan

__________, 2007. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I. Jakarta

__________, 2007. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku II. Jakarta

__________, 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI

__________, Spesifikasi dan Pedoman Pengelolaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Instant untuk Bayi Umur 6-11 Bulan. Ditjen Bina


(64)

Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan FKM-UI, 1998. Program Perbaikan Gizi Keluarga didalam Posyandu, Dirjen Binkesmas Depkes RI, Jakarta.

Kemenkes RI, 2011. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk, Jakarta

Krisnatuti, D, 2002. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Puspa Swara

Notoatmojo, soekidjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.

Pudjiadi, S, 2003. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak Edisi Ke Empat. Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta

Sarbini, D, Rahmawaty, S, 2008. Pelatihan membuat MP-ASI lokal dengan bahan dasar BMC (bahan makanan campuran) untuk balita pada kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Stabelan Purwakarta. Dikutip dari.

Sihadi, 2000. Anak Gizi Buruk, Tanggung Jawab Siapa?. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta

Sihadi, Rajin ke Posyandu, Cegah Gizi Buruk. Kompas, 10 Juni 2005

Suhardjo, dkk, 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta

Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya Untuk Keluarga dan Masyarakat. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

Sukiarko, E, 2007. Pengaruh Pelatihan dengan Metode Belajar Berdasarkan Masalah terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Kader Gizi dalam Kegiatan Posyandu di Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang. Dikutip dari. eprints.undip.ac.id/15497/1/Edy_Sukiarko.pdf. Diakses tanggal 14 Juli 2012

Supariasa, dkk, 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta


(65)

Lampiran 1

Lembar Observasional

PENGARUH PELATIHAN TERHADAP KETERAMPILAN KADER DALAM PEMBUATAN PMT MODISCO UNTUK BALITA DI PUSKESMAS PEMATANG PANJANG KECAMATAN AIR PUTIH KABUPATEN BATU

BARA TAHUN 2012 I. Identitas Kader

Nama :

Umur :

Alamat :

Lama menjadi kader : Pekerjaan :

II. Penilaian Keterampilan PMT Modisco Formula III 1. Ketepatan ukuran pembuatan bahan

Susu full cream 12 g atau (1 ¼ sdm) 2. Gula 7,5 g (1 ¼ sdt)

3. Margarin 5 g (1/2 sdm)

4. Larutkan susu full cream dan gula dalam air dingin lalu aduk sampai rata

5. Tambah margarin cair dan ½ bagian air panas 6. Aduk sampai rata larutan Modisco

7. Saring larutan modisco 8. Tim selama 15 menit Skor :


(66)

Kuesioner

1. Apa saja jenis PMT yang anda ketahui a. Bubur, susu, biskuit.

b. ASI, susu, biscuit. c. Susu saja

2. Apa manfaat pemberian makanan tambahan untuk balita dengan status gizi kurang a. Menambah berat badan

b. Agar tidak sakit

c. Meningkatkan nafsu makan. 3. Modisco adalah

a. Modified Dietetic Skim and Cotton Sheet Oil. b. Modifikasi susu menjadi makanan

c. Modifikasi formula makanan bergizi 4. Apa saja bahan dasar pembuatan Modisco

a. Susu skim/full cream, keju, gula b. Susu skim/full cream, margarine, gula c. Susu skim/ full cream, gula, air

5. Berapa jenis Formula Modisco yang anda ketahui a. 1

b. 2 c. 3

6. Berapa kalori yang terkandung dalam formula modisco a. (90 – 100 kal)

b. (100-130 kal) c. Tidak ada

7. Untuk siapa Modisco diberikan a. Untuk balita gemuk

b. Untuk balita Kekurangan energi protein

c. Untuk balita Kekurangan energi protein ringan, sedang dan berat 8. Keuntungan penggunaan Formula Modisco adalah

a. Porsi makanan/ minuman relatif kecil dan kalorinya tinggi. b. Meningkatkan berat badan anak secara cepat

c. Jawaban benar semua.

9. Berapa jumlah Modisco yang diberikan kepada balita gizi buruk tanpa edema a. 150-220kkal/kg/BB

b. 100/kkal/kg/BB c. 130/kkal/kg/BB

10. Pada fase, jenis dan berapa jumlah frekuensi Modisco yang diberikan untuk balita gizi kurang

a. Fase Stabilisasi (Modisco I, II frekuensi 8x , 100kkal/kg/BB) b. Fase Transisi (Modisco I, II, frekuensi 6x, 100/kkal/kg/BB) c. Fase Rehabilitasi (Modisco II, frekuensi 3x, 150 kkal/kg/BB) Skor :


(67)

MODUL PELATIHAN

PEMBUATAN PMT MODISCO UNTUK BALITA STATUS

GIZI KURANG

Oleh :

Faradhiba sandi 081000013

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(68)

Daftar isi

Pendahuluan……… 1

Tujuan……… 1

Pemberian Makanan Tambahan PMT……….. 2

Mengenal Modisco……… 3

Formula Modisco………. 3

Cara Pembuatan Formula Modisco……….. 5

Penggunaaan Formula Modisco………. 6

Keuntungan Penggunaan Formula Modisco... 6 Kapan Modisco Digunakan atau Dihentikan ……… 7 Pemberian Modisco pada Balita Status Gizi Buruk……… 7 Lampiran


(1)

Pa ired Sa mples Correlations

15 -,373 ,171

P1TOT & P 3TOT Pair 1

N Correlation Sig.

Pa ired Sa mples Test

-4,333 2,637 ,681 -5,794 -2,873 -6,365 14 ,000 P1TOT - P3TOT

Pair 1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences


(2)

Lampiran 7 Foto Penelitian

Gambar 1. Melakukan penjelasan prosedur pelaksanaan penelitian di balai desa.


(3)

Gambar 2. Pretest pengetahuan dan keterampilan kader tentang pembuatan PMT Modisco sebelum diadakan peatihan


(4)

Gambar 4. Demostrasi cara pembuatan PMT Modisco

Gambar 5. Larutan Modisco


(5)

Gambar 7. Post test I pengetahuan dan keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco setelah pelatihan


(6)

Gambar 9. Post test II keterampilan kader dalam pembuatan PMT Modisco, Kader menjelaskan langsung kepada para ibu yang datang ke Posyandu

Gambar 10. Post test II Kader mengujicobakan keterampilan dan mengisi kuesioner pengetahuan kader dalam pembuatan Modisco seminggu setelah


Dokumen yang terkait

Gambaran Peran Keluarga Terhadap Penderita Tbc Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara 2013

1 61 152

PEMBERDAYAAN KADER DENGAN MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER DALAM PELAYANAN POSBINDU DI WILAYAH Pemberdayaan Kader dengan Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan Kader di Wilayah Kerja Puskesmas Bayat.

0 2 17

Lilis Ratna Dewi R 1111018

1 2 53

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 0 17

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 0 2

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 0 9

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 0 29

Analisis Faktor Positive Deviance terhadap Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan dari Keluarga Miskin di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kabupaten Batubara Tahun 2014

0 1 3

Pengaruh Pelatihan terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Kader dalam Menilai Pertumbuhan Balita di Puskesmas Peureulak Kabupaten Aceh Timur Tahun 2014

0 0 16

Efektifitas Pelatihan Metode Kanguru Terhadap Pengetahuan Dan Keterampilan Kader Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Gandus Palembang Tahun 2012

0 3 9