Penggunaan metode guided discovery learning untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung: studi quasi eksperimen di SMP Paramarta

(1)

(Studi Quasi Eksperimen di SMP Paramarta)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh :

QORRI`AH

103017027206

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ix

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II DESKRIPSI TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Pembelajaran Matematika ... 8

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hal Belajar ... 13

C. Kemampuan Pemahaman Konsep ... 14

D. Gain Ternormalisasi ... 18

E. Metode Guided Discovery Learning ... 19

F. Metode Konvensional ... 23

G. Bahan Ajar dan Pengembangannya ... 25

H. Kerangka Berfikir ... 26

I. Penelitian yang Relevan ... 28


(3)

x

B. Metode Penelitian ... 30

C. Populasi dan Sampel ... 31

D. Instrumen Penelitian ... 32

E. Teknik Pengumpulan Data ... 32

1. Uji Validitas Instrumen ... 33

2. Tingkat Kesukaran Soal ... 35

3. Daya Pembeda Soal ... 36

4. Uji Reabilitas Instrumen ... 38

F. Teknik Analisis Data ... 40

1. Uji Persyaratan Analisis Data ... 40

2. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 42

G. Hipotesis Statistik ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 45

B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 59

C. Pengujian Hipotesis ... 61

D. Pembahasan ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ...67


(4)

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan hampir diseluruh aspek kehidupan manusia, dimana berbagai permasalahan yang muncul dapat dipecahkan dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain bermanfaat bagi kehidupan manusia, disatu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia kedalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan jika bangsa ini tidak ingin kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.

Adapun usaha yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia tersebut tidak lain adalah dengan pendidikan. Menurut UU tentang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1 Dengan kata lain, pendidikan merupakan proses pemberian bantuan dari guru atau pendidik terhadap perkembangan sikap, pengetahuan, susila, jasmani dan rohani anak baik melalui pendidikan formal maupun non formal.

Untuk memenuhi tujuan pendidikan tersebut, maka diselenggarakan rangkaian pendidikan secara sengaja, berencana, terarah, berjenjang dan

1

Republik Indonesia, Undang-Undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya, (Jakarta : CV. Tamita Utama, 2004), h.4.


(5)

sistematis melalui lembaga pendidikan formal seperti sekolah. Dimana dalam suatu lembaga pendidikan (sekolah) menyediakan sejumlah bidang studi yang ditawarkan kepada pelajar untuk dikuasai, salah satunya adalah matematika. Dengan pemberian materi matematika, siswa diharapkan mempunyai kemampuan bernalar yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif dan memiliki sikap jujur, objektif serta komunikatif. Sehingga dengan demikian siswa dapat memperhatikan kemajuan dunia dan mampu menyesuaikan diri dengan ketentuan hidup yang semakin kompleks karena kemajuan ilmu pengetahuan.

Matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Matematika mulai dikenalkan pada siswa sejak Taman Kanak-kanak hingga Perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan matematika merupakan dasar untuk mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Disisi lain banyak anggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit. Untuk menghilangkan anggapan tersebut, guru perlu memberikan informasi yang lebih dan penyajian materi matematika disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa.

Guru dalam mendidik siswa agar lebih baik, maka seorang guru harus mampu memperdalam pengetahuannya dalam mengajar. Selain itu, seorang guru juga harus mampu menyesuaikan metode mengajarnya sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi. Di dalam mengajar seorang guru selalu mengharapkan agar semua ilmu pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan yang telah diajarkan dapat diterima, diingat, dan dikembangkan dengan baik oleh siswa.

Penggunaan metode dalam kegiatan belajar mengajar merupakan peranan yang sangat penting, karena tanpa metode yang tepat akan mempengruhi keberhasilan proses dan hasil dari kegiatan belajar mengajar tersebut. Di samping itu ada kemungkinan bahwa pemanfaatan sarana yang ada misalnya buku-buku perpustakaan dan persediaan fasilitas dalam kegiatan belajar mengajar juga dapat berpengaruh dalam kegiatan belajar mengajar, karena sarana dan fasilitas berhubungan dengan metode.


(6)

Pembelajaran matematika di sekolah pada umumnya masih menggunakan metode pembelajaran yang bersifat konvensional karena metode ini mudah dilaksanakan, cepat dan murah. Dalam pembelajaran tersebut cenderung bersifat ”teacher centered” yaitu dominasi guru dalam menguasai kelas. Guru mengajar dengan ceramah dan mengharapkan siswa mendengarkan, mencatat dan menghafalkan. Padahal tuntutan dunia pendidikan sudah berubah, bahwasanya pembelajaran merupakan ”learning by doing” yaitu siswa membuat keterkaitan-keterkaitan yang menghasilkan makna, dan ketika melihat makna, siswa akan menyerap dan menguasai pengetahuan dan keterampilan itu secara aktif. Dengan demikian diasumsikan kurangnya kreatifitas guru dalam menggunakan metode pembelajaran.

Demikian halnya yang terjadi pada siswa-siswi SMP pada umumnya. Siswa cenderung hanya menghafalkan rumus dan prosedur-prosedur penyelesaian. Ini mengakibatkan kemampuan siswa menyelesaikan soal pemecahan masalah menjadi lemah. Lebih jauh, para siswa belum mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan atau dimanfaatkan. Dengan kata lain, siswa tidak tahu fungsi dari hal yang dipelajari untuk kehidupannya. Selain itu jika dilihat dari sikap siswa dalam pembelajaran matematika, tampak bahwa siswa kurang berani bertanya, mengeluarkan pendapat berbeda dengan guru dalam menyelesaikan persoalan, dan belum mampu berpikir kritis.

Keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran matematika dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi serta hasil belajar siswa. Hal ini dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi pemahaman dan penguasaan materi serta hasil belajar, maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. Namun dalam kenyataannya dapat dilihat bahwa hasil belajar matematika yang dicapai siswa masih rendah. Masalah tersebut, dikarenakan kurangnya pemahaman konsep siswa tentang materi yang dipelajari. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan hasil pengamatan penulis selama mengajar di SMP Paramarta, dimana banyak siswa pada sekolah tersebut ketika diberikan soal-soal terlihat dari hasil


(7)

jawaban mereka yang masih salah dalam menuliskan rumus serta menjawab tidak sesuai dengan soal yang diberikan.

Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa dan siswa kurang diberi kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. Untuk itu diperlukan suatu metode yang dapat mengaitkan pengalaman kehidupan nyata siswa dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas agar pembelajaran lebih bermakna.

Metode pembelajaran guided discovery learning merupakan salah satu alternatif yang diharapkan mampu mengaktifkan anak, menemukan sesuatu yang beda (inovatif), mengembangkan kreatifitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan. Suasana belajar yang menyenangkan diindikasikan dapat membuat proses pembelajaran lebih efektif, yaitu siswa akan mampu membangun pemahamannya dengan kondisi fisik dan psikis yang tidak tertekan. Suasana yang menyenangkan juga akan membuat guru mampu menyampaikan materi pelajaran dengan lebih baik. Di samping itu siswa akan dapat menerima materi pelajaran dengan senang, sehingga apa yang disampaikan oleh guru akan lebih cepat diterima dan diingat dengan baik oleh siswa.

Dalam pembelajaran dengan menggunakan Guided Discovery menurut Mosston yang dikutip oleh Wales :

“…specifies ten cognitive operations that might take place as the learner engages in active inquiry: recognizing and analysing, synthesizing, comparing and contrasting, drawing conclusions, hypothesizing memorizing, inquiring, inventing, and discovering. By actively doing and consequence discovering facts or concepts, the learner will understand and therefore remember the subject matter.”2

2


(8)

Berdasarkan uraian di atas, dalam rangka meningkatkan pemahaman konsep siswa dengan menggunakan alternatif metode pengajaran lain, yaitu metode guided discovery learning. Dimana dalam metode initerdapat sepuluh operasi kognitif yang mungkin terjadi sebagai pembelajaran aktif yang ada dalam suatu penemuan/penyelidikan, yaitu : mengenali dan menganalisis, mensintesis, membandingkan dan membedakan, menarik kesimpulan, mengingat hipotesa, bertanya, menyelidiki, dan menemukan. Dengan aktif melakukan dan menemukan fakta atau konsep, pelajar akan memahami dan karenanya mengingat materi pelajaran. Sehingga dengan demikian, diharapkan dapat membantu siswa dalam menunjang hasil belajarnya.

Kenyataan-kenyataan di atas itulah yang mendorong penulis untuk mengadakan penelitian, yang kemudian dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: “Penggunaan Metode Guided Discovery Learning Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka diperoleh beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Masih banyak guru menggunakan metode konvensional dalam proses belajar mengajar karena metode ini mudah dilaksanakan, cepat dan murah, padahal tidak semua pokok bahasan cocok menggunakan metode konvensional.

2. Kurangnya kreatifitas guru dalam menggunakan metode pembelajaran. 3. Hasil belajar matematika yang dicapai siswa masih rendah.

4. Kurangnya pemahaman konsep siswa tentang materi yang dipelajari.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan, mempermudah memahami

masalah dan mempermudah penelitian, maka peneliti membatasi


(9)

1. Pemahaman konsep yang dimaksud dalam penelitian ini, yaitu: (a) kemampuan menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur tertentu; (b) memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep; (c) kemampuan mengaplikasi konsep atau algoritma pada pemecahan masalah.

2. Materi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran dengan metode guided discovery learning adalah Bangun Ruang Sisi Lengkung (BRSL) pada sub pokok bahasan unsur-unsur tabung dan kerucut; jaring-jaring tabung dan kerucut; luas permukaan tabung, kerucut dan bola; volume tabung, kerucut dan bola; serta perubahan volume.

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan pemahaman konsep matematika siswa dengan menggunakan metode guideddiscovery learning lebih tinggi dari pada peningkatan pemahaman konsep matematika siswa dengan menggunakan metode konvensional (metode ceramah) pada pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung?

2. Bagaimanakah pencapaian indikator pemahaman konsep pada kedua kelompok penelitian dalam pembelajaran matematika?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan metode pembelajaran dengan metode guided discovery learning.

2. Untuk mengetahui pencapaian indikator pemahaman konsep yang diperoleh siswa dalam pembelajaran matematika.

E. Kegunaan Penelitian

1. Bagi Siswa

Diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung dalam belajar matematika sehingga siswa lebih mudah memahami konsep matematika


(10)

dengan baik dan menyenangkan, khususnya pada pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung.

2. Bagi Guru

a) Dapat digunakan sebagai salah satu alternatif bagi guru SMP Paramarta untuk mengajarkan konsep matematika yang lebih mudah dipahami oleh siswa.

b) Secara bertahap, guru dapat mengetahui dan mengaplikasikan metode pembelajaran matematika yang bervariasi agar dapat memperbaiki sistem pembelajaran sehingga memberikan layanan yang terbaik bagi siswa.

3. Bagi Sekolah

a) Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka perbaikan proses pembelajaran untuk dapat meningkatkan prestasi siswa.

b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan untuk memajukan sekolah.

4. Bagi Peneliti

a) Dapat memperoleh pengalaman langsung dalam menerapkan pembelajaran matematika dengan metode guided discovery learning. b) Dapat dijadikan bekal bagi mahasiswa calon guru matematika untuk

siap melaksanakan tugas sesuai dengan kebutuhan yang ada di lapangan.


(11)

BAB II

DESKRIPSI TEORETIK, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Pembelajaran Matematika 1. Pengertian Pembelajaran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pembelajaran adalah kata benda yang diartikan sebagai “proses, cara, menjadikan orang atau mahluk hidup belajar” (Depdikbud). Kata ini berasal dari kata kerja belajar yang berarti “ berusaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman”(Depdikbud). Selain itu menurut Bruner pada dasarnya belajar ”merupakan proses kognitif yang terjadi dalam diri seseorang”.1

Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada itu, yakni mengalami.

Menurut Piaget (William C. Crain, 1980: 98) , mengatakan bahwa ” belajar tidak harus selalu berpusat pada guru, tetapi anak harus lebih aktif. Oleh karena itu siswa harus dibimbing supaya aktif menemukan sesuatu yang dipelajarinya”.2

Dengan demikian dalam kegiatan pembelajarannya dipilih materi yang menarik dan menantang siswa untuk terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran tersebut.

Sementara yang dimaksud dengan kegiatan pembelajaran adalah suatu usaha dan proses yang dilakukan secara sadar dengan mengacu pada tujuan (pembentukan kompetensi), yang dengan sistematik dan terarah pada terwujudnya perubahan tingkah laku.3 Perubahan yang dimaksud

menunjuk pada adanya suatu proses yang harus dilalui. Proses tersebut, adalah kegiatan pembelajaran sebagai suatu proses interaksi edukatif.

1

Udin S Winataputra,dkk, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), Cet.I, hal.3.13.

2

Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, Pembaharuan dalam PMB di SD, (Bandung: UPI PRESS, 2007), Cet. ke-1, h. 13

3

Wahdi Sayuti dan Zurinal Z., Ilmu Pendidikan (Pengantar & Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan), (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dan UIN Jakarta Press, 2006), Cet.1, h.117


(12)

Menurut ahli-ahli psikologi behavioral, pembelajaran adalah perubahan tingkah laku yang berlaku dalam diri seseorang individu yang disebabkan oleh pengalaman.4 Sedangkan pembelajaran menurut Brunner

adalah siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah dan guru berfungsi sebagai motivator bagi siswa dalam mendapatkan pengalaman yang memungkinkan mereka menemukan dan memecahkan masalah.5

2. Ruang Lingkup Matematika

Matematika berasal dari bahasa latin yaitu manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Sedangkan dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti yang kesemuanya itu berkaitan dengan penalaran.6 Matematika timbul karena fikiran-fikiran

manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Selain itu matematika adalah suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan tidak merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam.7

R.Seodjadi merangkum definisi atau pengertian tentang matematika sebagai berikut:

a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik.

b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan

berhubungan dengan bilangan.

d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.

e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.8

4

http://www.scribd.com/doc/6242419/Teori-Pembelajaran , (Jum’at, 26 September

2008)

5

Sri Anitah W., Janet Trineke Manoy dan Susanah., Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), Cet. III, h 8.27

6

Depdiknas,KTSP: 2004, hal. 61

7

Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT Delta Pamungkas, 2004), Cet. ke-4, h. 198.

8

R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia Konstitusi Keadaan Masa Kini Menuju Masa Depan, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2002), hal. 12


(13)

Berdasarkan pengertian-pengertian tentang matematika di atas, maka dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu eksak yang terdiri dari pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, penalaran logika yang berhubungan dengan bilangan, fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, struktur-struktur yang logik dan aturan-aturan yang ketat yang terorganisir secara sistematis.

Matematika tidak hanya merupakan media untuk pernyataan keilmuan dan rumus-rumus tetapi juga untuk pernyataan hasil pemikiran dan proses berpikir. Matematika merupakan alat dan bahasa dasar banyak ilmu. Dengan matematika, ilmu menjadi sederhana, jelas, dan lebih mudah dikembangkan. Matematika sering diterapkan dalam menyelesaikan masalah-masalah pada disiplin ilmu lainnya, baik pada ilmu pengetahuan alam seperti astronomi, fisika, kimia, teknik maupun ilmu sosial seperti ekonomi, demografi, dan asuransi. Jadi, seseorang dapat mempelajari dan memahami matematika tanpa harus mempelajari ilmu pengetahuan lainnya.

Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi aljabar, geometri, logika matematika, peluang dan statistika. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel.

Dari pengertian pembelajaran di atas, menunjukkan bahwa pembelajaran berpusat pada kegiatan siswa belajar dan bukan berpusat pada kegiatan guru mengajar. Oleh karena itu pada hakekatnya pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika. Pembelajaran matematika harus memberikan


(14)

peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika.

Dalam batasan pengertian pembelajaran yang dilakukan di sekolah, pembelajaran matematika dimaksudkan sebagai proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas atau sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar matematika di sekolah. Dari pengertian tersebut jelas kiranya bahwa unsur pokok dalam pembelajaran matematika SMP adalah guru sebagai salah satu perancang proses, proses yang sengaja dirancang selanjutnya disebut proses pembelajaran, siswa sebagai pelaksana kegiatan belajar, dan matematika sekolah sebagai obyek yang dipelajari dalam hal ini sebagai salah satu bidang studi dalam pelajaran.

Matematika mempunyai potensi yang besar untuk memberikan berbagai macam kemampuan, dan sikap yang diperlukan oleh manusia agar ia bisa hidup secara cerdas (intelegent) dalam lingkungannya. Dan agar bisa mengelola berbagai hal di dunia ini dengan sebaik-baiknya. Kemampuan-kemampuan yang dapat diperoleh dari matematika antara lain:

a. kemampuan berhitung,

b. kemampuan mengamati dan membayangkan bangun-bangun geomatris yang ada di alam beserta dengan sifat-sifat keruangan (spatial properties) masing-masing,

c. kemampuan melakukan berbagai pengukuran, misalnya panjang, luas, volume. Berat dan waktu,

d. kemampuan mengamati, mengorganisasi, mendeskripsi, menyajikan, dan menganalisis data,

e. kemampuan melakuakan kuantifikasi terhadap berbagai variabel dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yanga lain dapat diketahui lebih eksak,

f. kemampuan mengamati pola atau struktur dari suatu situasi,

g. kemampuan untuk membedakan hal-hal yang relevan dan hal-hal yang tidak relevan pada suatu masalah,

h. kemampuan membuat prediksi atau perkiraan tentang suatu hal berdasarkan data-data yang ada,

i. kemampuan menalar secara logis, termasuk kemampuan mendeteksi adanya kontradiksi pada suatu penalaran atau tindakan,

j. kemampuan berfikir dan bertindak secara konsisten,

k. kemampuan berfikir dan bertindak secara mandiri (independen) berdasarkan alasan yang dapat dipertanggung jawabkan,


(15)

m. kemampuan memecahkan masalah dalam berbagai situasi.9

Pada dasarnya bidang studi yang lain pun ada kemungkinan memiliki potensi untuk menumbuh kembangkan satu atau lebih kemampuan/sikap di atas, akan tetapi potensi matematika untuk menumbuh kembangkan kemampuan tersebut relatif besar karena itu semua sesuai dengan karakteristik matematika. Karakteristik pembelajaran matematika yang dapat mengaktualisasikan potensi-potensi tersebut di atas adalah sebagai berikut: a. Dari segi pembelajaran

1) Materi pelajaran harus meliputi jenis-jenis materi yang sedemikian rupa, sehingga kemampuan-kemampuan atau sikap-sikap yang akan ditumbuh kembangkan bisa tercakup.

2) Agar kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap yang diperoleh siswa juga dapat diaplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari di luar bidang stusi matematika itu sendiri, pada materi pelajaran perlu juga dimasukkan berbagai contoh situasi nyata dari kehidupan sehari-hari yang relevan.

3) Materi pembelajaran tidak boleh terlalu padat, untuk memberikan kesempatan yang cukup bagi siswa untuk melakukan proses belajar secara aktif dan konstruktif.

b. Dari segi strategi pembelajaran

1) Strategi tersebut harus memberikan kesempatan dan dorongan bagi siswa untuk secara aktif mengkonstruksi makna (meaning) dari materi-materi yang dipelajari, untuk mengusahakan agar proses pembelajaran abetu-betul bermakna (meaningful) bagi para siswa yang bersangkutan, sehingga pengetahuan-pengetahuan, kemampuan-kemampuan, sikap-sikap dan lain-lain yang dipelajari terinternalisasi dengan baik.

2) Strategi harus secara eksplisit dan intensif melatih dan mengembangkan kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap yang seperti yang disebutkan di atas.10

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hal Belajar

Dalam belajar, ada banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut dapat di golongkan menjadi tiga macam, yaitu11:

9

Asikin, Pembelajaran Matematika untuk Pendidikan Dasar, dari : http://www.edukasi-online.info/pendidikan/73-pembelajaran-matematika-untuk-pendidikan-dasar.html, (Rabu, 30 juni 2010)

10

Asikin, Pembelajaran Matematika…., dari :

http://www.edukasi-online.info/pendidikan/73-pembelajaran-matematika-untuk-pendidikan-dasar.html, (Rabu, 30 juni 2010)


(16)

1. Faktor-faktor stimuli belajar, diantaranya:

a. Panjangnya bahan pelajaran, yakni berhubungan dengan jumlah bahan pelajaran. Dengan adanya bahan pelajaran yang terlalu panjang atau banyak dapat menimbulkan kesulitan siswa dalam belajar. Dalam hal ini lebih berhubungan dengan faktor kelelahan serta kejemuan dalam mempelajari atau mengerjakan bahan pelajaran yang banyak.

b. Kesulitan bahan pelajaran

Tiap-tiap bahan pelajaran memiliki tingkat kesulitan yang berbeda. Dimana bahan pelajaran yang sulit dapat mempengaruhi kecepatan seseorang dalam mempelajarinya, sehingga bahan pelajaran yang sulit memerlukan aktivitas belajar yang lebih intensif, sedangkan bahan pelajaran yang sederhana mengurangi intensitas belajar seseorang. c. Berartinya bahan pelajaran

Belajar memerlukan modal pengalaman yang diperoleh dari belajar diwaktu sebelumnya. Modal pengalaman ini menentukan keberartian dari bahan yang dipelajari pada saat ini, dimana bahan pelajaran yang berarti memungkinkan siswa untuk belajar karena siswa dapat mengenalnya. Sedangkan bahan pelajaran yang tanpa arti sukar dikenal, akibatnya tida ada hal yang dimengerti oleh siswa terhadap bahan pelajaran tersebut.

d. Berat-ringannya tugas, hal ini erat hubungannya dengan tingkat kemampuan siswa. Tugas yang sama, kesukarannya berbeda bagi masing-masing siswa. Hal ini dapat disebabkan karena kapasitas intelektual mereka tidak sama.

e. Suasana lingkungan eksternal, antara lain: cuaca, waktu, kondisi tempat, penerangan, dan sebagainya. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi sikap dan reaksi siswa dalam aktivitas belajarnya, sebab selama belajar siswa akan berinteraksi dengan lingkungannya.

11

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan ( Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan), (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998), Cet. ke-4, hal. 113-121


(17)

2. Faktor-faktor metode belajar, yang terdiri dari: a. Kegiatan berlatih atau praktek

b. Overlearning dan Drill c. Resitasi selama belajar

d. Pengenalan tentang hasil-hasil belajar

e. Belajar dengan keseluruhan dan belajar dengan bagian-bagian f. Penggunaan modalitas indra

g. Bimbingan dalam belajar h. Kondisi-kondisi insentif

3. Faktor-faktor individual, yang terdiri dari: a. Kematangan,

b. Faktor usia kronologis,

c. Faktor perbedaan jenis kelamin, d. Pengalaman sebelumnya, e. Kapasitas mental,

f. Kondisi kesehatan jasmani, g. Motivasi

C. Kemampuan Pemahaman Konsep

Menurut Sadirman, pemahaman (comprehension) dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran, memahami maksudnya dan menangkap maknanya.12 Pemahaman memiliki arti sangat mendasar yang meletakkan bagian-bagian belajar pada proporsinya, oleh sebab itu pemahaman tidak sekedar tahu, tetapi juga menghendaki agar subjek belajar dapat memanfaatkan bahan-bahan yang telah dipahaminya. Fenomena ini menunjukkan bahwa pemahaman merupakan unsur psikologis yang penting dalam proses belajar-mengajar.

Seseorang dikatakan memahami sesuatu jika telah dapat mengorganisasikan dan mengutarakan kembali apa yang dipelajarinya dengan

12

Tatang Permana, Invotec vol.III , 2005, dari http://pkk.upi.edu/invotec_33-39.pdf


(18)

menggunakan kalimatnya sendiri. Siswa tidak lagi mrngingat dan menghafal informasi yang diperolehnya, melainkan harus dapat memilih dan mengorganisasikan informasi tersebut. ”Termasuk di dalamnya menafsirkan suatu bagan, grafik, gambar untuk menjelaskan dengan kalimatnya sendiri”.13

Sedangkan konsep menurut kamus bahasa Indonesia adalah “ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa konkret”.14 Dan menurut kamus

matematika, “Konsep adalah gambaran ide tentang sesuatu benda yang dilihat dari segi ciri-cirinya seperti kuantitas, sifat, atau kualitas”.15 Pada dasarnya

konsep adalah suatu kelas stimuli yang memiliki sifat-sifat (atribut-atribut) umum. 16 Misalnya konsep demokrasi, konsep kuda, konsep bangunan, mobil dan sebagainya.

Konsep dibedakan dalam dua jenis dari segi tingkat keabstrakannya, yaitu konsep konkrit dan konsep yang didefinisikan.17 Konsep-konsep konkrit misalnya: duku, durian, mangga, rambutan. Konsep yang didefinisikan dibangun dari konsep konkrit sebagai referennya, misalnya buah, ukuran, kemerdekaan, dan kemakmuran. Dalam kaitannya dengan metode pembelajaran dapat dikatakan bahwa untuk mengajarkan konsep konkrit akan lebih baik jika digunakan metode penemuan (discovery).

Adapun ciri-ciri konsep adalah sebagai berikut:

1. Atribut konsep adalah suatu sifat yang menbedakan antara konsep satu dengan konsep dengan yang lainnya. Misalnya konsep laboratorium, memiliki dua atribut, yakni warna dan bentuk, danau berbeda dengan lautan berdasarkan atribut luas (lautan lebih luas dibandingkan dengan danau).

13

Sri Anitah Wiryawan, Noorhadi TH, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2002), Cet. II, h.8.11.

14

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. ke-2, h.588.

15

Baharin Syamsudin, Kamus Matematika Bergambar,(Jakarta: Grasindo, 2002), h. 72

16

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Universitas Terbuka. 2003), Cet. Ke-2, hal.161

17

Martinis Yamin, Paradigma Pendidikan Konstruktivistik, (Jakarta: Gaung persada Press, 2008), Cet. ke-1. h.148


(19)

2. Atribut nilai-nilai, adanya variasi-variasi yang terdapat pada suatu atribut. Misalnya atribut warna punya macam-macam nilai merah, putih, biru, dan lain-lain.

3. Jumlah atribut juga bermacam-macam antara suatu konsep dengan konsep lainnya. Misalnya tanah lapangan punya dua atribut yakni warna dan bentuk; lemon punya empat atribut yakni warna, luas, bentuk, dan rasa. 4. Kedominanan atribut, menunjuk pada kenyataan bahwa beberapa atribut

lebih dominant (abvious) dari pada yang lainnya. Misalnya lokasi alam lebih dominant dari atribut warna dan bentuk konsep lapangan hijau lebih dominan dari pada warna hijau.18

Konsep menunjuk pada pemahaman dasar. Siswa mengembangkan konsep ketika mereka mampu mengklasifikasikan atau mengelompokkan benda-benda atau ketika mereka dapat mengasosiasikan suatu nama dengan kelompok benda tertentu. Konsep mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama dan dituangkan dalam bentuk suatu kata. Suatu konsep dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata atau bahasa.

Untuk mengetahui apakah siswa telah mengetahui suatu konsep, setidaknya ada empat hal yang dapat dilakukan oleh siswa, yaitu sebagai berikut:

1. Ia dapat menyebutkan nama contoh-contoh konsep bila dia malihatnya. 2. Ia dapat menyatakan ciri-ciri (properties) konsep tersebut.

3. Ia dapat memilih, membedakan antara contoh-contoh dari yang bukan contoh.

4. Ia mungkin lebih mampu memecahkan masalah yang berkenaan dengan konsep tersebut.19

Konsep dalam matematika merupakan ide abstrak yang memungkinkan orang dalam mengklasifikasikan objek-objek atau peristiwa-peristiwa dan menentukan apakah objek atau peristiwa-peristiwa itu merupakan contoh

18

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem,… .., hal.

163

19

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem,…,


(20)

atau bukan dari ide abstrak tersebut.20 Konsep dalam matematika dapat

diperkenalkan melalui definisi, gambar/gambaran/contoh, model atau peraga. Konsep-konsep dalam matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang kompleks. Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya. Dapat dikatakan bahwa dalam mempelajari matematika dibutuhkan kemampuan mengkaji dan berfikir (bernalar) secara logis, kritis dan sistematis.

Mengajarkan suatu konsep dapat dilakukan dengan memperkenalkan kepada siswa kata-kata kunci untuk digunakan dalam membicarakan mengenai konsep-konsep tersebut dan memeriksa apakah siswa telah membiasakan diri dengan kata-kata dan arti yang terdapat dalam konsep tersebut. Pemahaman terhadap suatu konsep dapat berkembang baik jika terlebih dahulu disajikan konsep yang paling umum sebagai jembatan antar informasi baru dengan informasi yang telah ada pada struktur kognitif siswa. Penyajian konsep yang paling umum perlu dilakukan sebelum penjelasan yang lebih rumit mengenai konsep yang baru agar terdapat keterkaitan antara informasi yang telah ada dengan informasi yang baru diterima pada struktur kognitif siswa.

Seseorang siswa dikatakan telah memahami suatu konsep apabila ia telah mampu mengenali dan mengabstraksi sifat yang sama (yang terdapat pada berbagai objek atau peristiwa), yang merupakan ciri khas dari konsep yang dipelajari, dan telah mampu membuat generalisasi terhadap konsep itu. Artinya siswa telah memahami bahwa keberadaan konsep itu tidak lagi terkait dengan suatu benda konkret tertentu atau peristiwa tertentu, tetapi bersifat umum (general).

Pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah

20


(21)

diuraikan bahwa indikator siswa memahami konsep matematika adalah mampu:

1. menyatakan ulang sebuah konsep,

2. mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya,

3. memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep,

4. menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, 5. mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep,

6. menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi tertentu,

7. mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah.21.

D. Gain Ternormalisasi

Gain adalah selisih antara posttest dan pretest, gain menunjukkan peningkatan pemahaman konsep atau penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran dilakukan guru.22 Gain ternormalisasi digunakan untuk menghindari hasil kesimpulan yang akan menimbulkan bias pada penelitian, hal itu disebabkan karena pada nilai pretest kedua kelompok penelitian sudah berbeda. Gain score ternormalisasi <g> merupakan metode yang baik untuk menganalisis hasil pre-test dan post-test. Gain score merupakan indikator yang baik untuk menunjukkan tingkat keefek-tifan pembelajaran yang dilakukan dilihat dari skor pre-test dan post-test.

Adapun rumus normal gain menurut Meltzer, yaitu: g =

pretest nilai

maksimum nilai

pretest nilai

postest nilai

. .

. .

 

21

Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, http://www.docstoc.com/docs/DownloadDoc.aspx?doc_id=18529207, (diakses: Sabtu, 21 Agustus 2010)

22

David E. Meltzer, “Addendum to: The Relation Between Mathemattics Preparation and conceptual Learning gain Physics: A Possible Hidden variable in diagnostic Pretest Scores”, dari


(22)

Tingkat perolehan gain score ternormalisasi dikategorikan dalam tiga kategori, yaitu : 23

g – tinggi : nilai (g) ≥ 0,70

g – sedang : nilai 0,70 > (g) ≥ 0,30 g – rendah : (g) < 0,30

E. Metode Guided Discovery Learning

Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai dengan optimal.24 Ini berarti, metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode memegang peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

Discovery berasal dari kata “discover” yang berarti menemukan dan “discovery” adalah penemuan.25 Bahasa Indonesia memberi pengertian discover sebagai menemukan. Makna menemukan dalam pembelajaran mengarah pada pengertian memperoleh pengetahuan yang membawa kepada suatu pandangan. Cara belajar dengan menemukan (discovery learning) ini pertama kali dikenalkan oleh Plato dalam dialog antara Socrates dan seorang anak. Sedang guided dapat diartikan sebagai bimbingan atau terbimbing.

Guided discovery learning (pembelajaran penemuan terbimbing) sering dipertukarkan pemakainnya dengan inquiry (penyelidikan). "Guided Discovery, ditandai dengan berpikir konvergen. Instruktur merencanakan serangkaian pernyataan atau pertanyaan yang memandu pelajar, langkah demi langkah logis, membuat serangkaian penemuan yang mengarah ke tujuan yang telah ditentukan tunggal. Dengan kata lain instruktur memulai rangsangan dan

23

Richard R. Hake, Interactive-engagement vs traditional methods: A six-thousandstudent survey of mechanics test data for introductory physics courses*,

http://www.physics.indiana.edu/~sdi/ajpv3i.pdf, (diakses: 23 Februari 20011)

24

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet. ke-2, h.145

25


(23)

pelajar bereaksi dengan melakukan penyelidikan aktif sehingga menemukan jawaban yang tepat.26

Menurut Dewey dan Piaget, discovery learning meliputi suatu strategi dan model pembelajaran yang memusatkan pada peluang belajar aktif langsung untuk para siswa. Bicknell dan Hoffman menguraikan tiga atribut utama discovery learning seperti: 1) menyelidiki dan memecahkan masalah untuk menciptakan, mengintegrasikan, dan menyamaratakan pengetahuan, 2) mendorong para siswa untuk belajar berdasarkan pada cara/langkah mereka sendiri, dimana siswa menentukan frekuensi dan urutannya, 3) aktivitas untuk mendorong pengintegrasian dari prinsip penggunaan pengetahuan yang telah ada sebagai dasar untuk membangun pengetahuan yang baru.27

Tahap-tahap penerapan dalam discovery learning adalah sebagai berikut:

1. Stimulus (pemberian perangsang/stimuli); kegiatan belajar dimulai dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah kepada persiapan pemecahan masalah.

2. Problem statement (mengidentifikasi masalah); memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian memilih dan merumuskannya dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara dari masalah tersebut).

3. Data collection (pengumpulan data); memberikan kesempatan kepada siswa mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis tersebut.

26

http://edutechwiki.unige.ch/en/Guided_discovery_learning (Diakses: Rabu, 30 juni 2010)

27

Joyce A. Castronova, Discovery Learning for the 21st Century: What is it and how does it compare to traditional learning in effectiveness in the 21st Century?, http://teach.valdosta.edu/are/Litreviews/vol1no1/castronova_litr.pdf (Kamis, 23 Juli 2009)


(24)

4. Data processing (pengolahan data); mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi dan lain-lain. Data tersebut kemudian ditafsirkan.

5. Verifikasi; mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan pengolahan data.

6. Generalisasi; mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum yang berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi. (Muhibbin Syah 1995, hal. 245)28

Salah satu bentuk discovery yang disebut guided discovery (penemuan terbimbing), guru memberi beberapa petunjuk kepada siswa untuk membantu siswa menghindari jalan buntu. Guru memberi pertanyaan atau mengungkapkan dilema yang membutuhkan pemecahan-pemecahan, menyediakan materi-materi yang sesuai dan menarik, serta meningkatkan kemampuan siswa untuk mengemukakan dan menguji hipotesis. Secara berturut-turut langkah-langkah guided discoverylearning sebagai berikut: 1. Adanya problema yang akan dipecahkan, yang dinyatakan dalam

pertanyaan atau pernyataan.

2. Jelas tingkat/kelasnya (Misalnya SMP kelas III)

3. Konsep atau prinsip yang harus ditemukan siswa melalui kegiatan tersebut perlu ditulis dengan jelas.

4. Alat/bahan harus disediakan sesuai dengan kebutuhan setiap siswa dalam melaksanakan kegiatan.

5. Diskusi sebagai pengarahan sebelum siswa melaksanakan kegiatan.

6. Kegiatan metode discovery oleh siswa berupa penyelidikan/percobaan untuk menemukan konsep-konsep dan atau prinsip-prinsipyang telah ditetapkan.

7. Proses berfikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya mental operasional siswa, yang diharapkan dalam kegiatan.

28


(25)

8. Perlu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, yang mengarah pada kegiatan yang dilakukan siswa.

9. Ada catatan guru yang meliputi penjelasan tentang hal-hal yang sulit dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil terutama kalau penyelidikan mengalami kegagalan atau tak berjalan sebagaimana mestinya.29

Metode guided discovery learning memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari metode guided discovery learning adalah sebagai berikut:

1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir dan menggunakan kemampuannya untuk menemukan hasil akhir.

2. Siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat.

3. Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi hingga minat belajarnya meningkat.

4. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya keberbagai konteks.

5. Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.30 6. Situasi belajar menjadi lebih menggairahkan.31

Adapun kekurangan metode discovery terbimbing diantaranya: 1. Metode ini banyak menyita waktu. Juga tidak menjamin siswa tetap

bersemangat mencari penemuan-penemuan

2. Tidak setiap guru mempunyai selera atau kemampuan mengajar dengan cara penemuan. Kecuali tugas guru sekarang cukup besar.

3. Tidak semua anak mampu melakukan penemuan. Apabila bimbingan guru tidak sesuai dengan kesiapan intelektual siswa, ini dapat merusak struktur

29

Sri Anitah W., Janet Trineke Manoy dan Susanah., Strategi Pembelajaran Matematika, ……., Cet. III, h.1.9-1.10

30

Eman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: UPI, 2004), h.214

31


(26)

pengetahuannya. Juga bimbingan yang terlalu banyak dapat mematikan inisiatifnya.

4. Metode ini tidak dapat digunakan untuk mengajarkan tiap topik.

5. Kelas yang banyak siswanya akan sangat merepotkan guru dalam memberikan bimbingan dan pengarahan belajar dengan penemuan.32

Pembelajaran dengan menggunakan metode guided discovery learning bertujuan untuk memperbaiki pola pengajaran yang selama ini hanya mengarah kepada menghafal fakta-fakta saja, tetapi tidak memberikan kepada siswa pengertian konsep-konsep dan atau prinsip-prinsip yang terdapat dalam suatu materi pelajaran. Dalam pembelajaran guided discovery learning ini siswa melakukan percobaan dengan mengamati dan menuliskan data yang dihasilkan ke dalam LKS serta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru dalam upaya menemukan konsep-konsep berdasarkan data yang diperoleh dan membandingkannya dengan teori yang terdapat dalam modul atau buku pelajaran. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat mengembangkan keterampilan berfikirnya dengan menemukan sendiri konsep-konsep dari materi yang diajarkan dan pemahaman konsep siswa akan lebih bersifat permanent atau tidak akan mudah hilang dari ingatan.

F. Metode Konvensional

Menurut Djamarah metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran.33 Metode

ceramah adalah suatu metode yang digunakan dalam menyampaikan informasi secara lisan kepada seluruh pendengar di dalam ruangan dan pendengar melakukan pencatatan seperlunya.34 Dalam metode ceramah kegiatan berpusat

pada penceramah dan interaksi hanya searah, yaitu dari penceramah kepada

32

H. Eman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika….., h. 214.

33 Forum UM,

Pembelajaran Konvensional, dari

:http://forum.um.ac.id/index.php?topic=10030.0#top, (Minggu, 8 Agustus 2010)

34


(27)

pendengar. Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa.

Ada beberapa alasan mengapa ceramah masih sering digunakan. Alasan ini sekaligus merupakan kelebihan metode ceramah:

1. Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas, oleh karena sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang memberikan ceramah.

2. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam, atau tidak memerlukan persiapan-persiapan yang rumit.35

3. Dapat menampung kelas besar, dan siswa mempunyai kesempatan yang sama dalam mendengarkan sehingga biaya yang diperlukan relative lebih murah.

4. Tidak semua siswa dapat belajar sendiri dengan membaca.

5. Guru dapat memberi tekanan dan mengulang-ulang materi pelajaran yang penting dengan kata-kata sendiri.

6. Materi yang diberikan dapat diberikan lebih urut oleh guru sehingga konsep-konsep yang disajikan secara hierarkis oleh guru akan memberikan fasilitas belajar kepada siswa.

7. Jika materi yang disajikan itu baru bagi siswa, sedangkan modul/buku yang memuat materi tersebut belum tersedia.

8. Isi silabus dapat terselesaikan lebih mudah, karena guru tidak harus menyesuaikan dengan kecepatan belajar siswa.36

9. Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat antu pelajaran, tidak menghambat dilaksanakannyapelajaran dengan ceramah.37

Di samping beberapa kelebihan di atas, ceramah juga memiliki beberapa kelamahan, diantaranya:

35

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi ….., Cet. ke-2, h. 146

36

Sri Anitah W, Janet Trineke Manoy dan Susanah, Strategi pembelajaran…., h. 9.22

37


(28)

1. Materi yang dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru.

2. Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme. Verbalisme adalah ”penyakit”yang sangat mungkin disebabkan oleh proses ceramah.

3. Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum. Walaupun ketika siswa diberi kesempatan untuk bertanya, dan tidak ada seorangpun yang bertanya, semua itu tidak menjamin siswa seluruhnya sudah paham.38

4. Suasana pembelajaran membosankan dan membuat siswa pasif, karena tidak diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan. Siswa hanya aktif membuat catatan.

5. Menyebabkan belajar hanya menghafal (rote learning) dan tidak mengakibatkan timbulnya pengertian.

6. Padatnya materi yang diberikan guru dapat berakibat siswa tidak mampu menguasai materi yang diajarkan.

7. Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat hilang atau terlupakan.39

G. Bahan Ajar dan pengembangannya

Selain buku paket siswa, dalam penelitian ini digunakan bahan ajar berupa lembar kerja siswa dan lembar tugas latihan mandiri. Lembar Kerja Siswa (LKS) tersebut memiliki struktur: Judul LKS, kolom daftar nama anggota kelompok, petunjuk alat dan bahan yang diperlukan oleh siswa untuk melakukan suatu percobaan, tujuan yang akan dicapai setelah siswa selesai melakukan percobaan, serta tugas atau langkah kerja yang dapat dilakukan oleh siswa berdasarkan tujuan dari percobaan tersebut. Adapun untuk lembar tugas latihan mandiri berupa soal-soal latihan yang dapat diselesaikan siswa untuk melihat kemampuan siswa dalam memahami permasalahan matematika

38

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi ….., Cet. ke-2, h. 146-147

39


(29)

yang berkaitan dengan materi yang diberikan oleh guru yang dipresentasikan dalam bentuk soal.

Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai bahan ajar yang bersifat konstruktivistik adalah rancangan tugas-tugas atau langkah kegiatan yang disusun secara rinci untuk membimbing siswa agar dapat melakukan kegiatan atau aktifitas matematika secara mandiri, sehingga konstruksi pengetahuan secara sosial dan akhirnya personal dengan sedikit mungkin atau tanpa bantuan guru hingga ditemukan pengetahuan konseptual dapat dilakukan siswa. Dalam proses pembelajaran, LKS hanya digunakan oleh kelompok eksperimen. Sedangkan untuk lembar tugas latihan mandiri digunakan oleh kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Dalam penyusunan LKS ini peneliti marujuk pada buku MATEMATIKA 3 SMP dan MTs untuk kelas IX (M.Cholik Adinawan dan Sugijono, Penerbit Erlangga, Jakarta) dan buku MATEMATIKA untuk SMP Kelas IX (Tatang Yuli Eko Siswono dan Netti Lastiningsih, Penerbit ESIS, Jakarta), yang mana isi dari LKS tersebut telah sedikit dimodifikasi oleh peneliti. LKS diberikan kepada siswa untuk dikerjakan secara kelompok, sedangkan Lembar Tugas Latihan Mandiri diberikan kepada siswa untuk diselesaikan secara individu.

H. Kerangka Berfikir

Kegiatan pembelajaran matematika merupakan proses yang mengarahkan siswa untuk belajar agar pada diri siswa terjadi perubahan tingkah laku baik dalam hal pengetahuan, kemampuan dan keterampilan akan sesuatu serta kritis dalam berfikir. Keberhasilan proses pembelajaran matematika akan membentuk pola pikir dan intuisi yang matang dalam berbagai hal yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam berinteraksi, baik dengan sesamanya maupun dengan lingkungan alam sekitarnya yang kemudian dapat mempengaruhi masa depannya.


(30)

Pada proses pencapaian tujuan pembelajaran matematika, metode pembelajaran merupakan salah satu unsur yang dapat menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Dengan demikian pemilihan metode pembelajaran dirasakan sangat penting agar proses dan tujuan pembelajaran yang direncanakan dapat tercapai. Dalam pemilihan metode pembelajaran perlu diperhatikan pula mengenai kesesuaian dengan perkembangan peserta didik baik dari segi umur, latar belakang, tingkat kecerdasan dan unsur perkembangan yang lainnya.

Selama ini metode pembelajaran yang biasa digunakan guru adalah metode yang berpusat pada guru, dimana guru lebih banyak mendominasi kegiatan siswa sehingga menyebabkan siswa selalu pasif sedangkan guru aktif bahkan segala inisiatif dari guru. Selain itu, dengan adanya pembelajaran tersebut dapat menyebabkan kurangnya perhatian siswa dalam belajar sehingga siswa kurang memahami atau menarik kesimpulan dari informasi konsep yang diberikan oleh guru.

Metode penemuan terbimbing (guided discovery learning) merupakan salah satu cara belajar dimana siswa diarahkan untuk lebih banyak mendominasi proses pembelajaran (student dominated learning), yang bertujuan agar siswa aktif dalam kegiatan belajar, melatih belajar sendiri dan menemukan sendiri konsep-konsep yang menjadi objek pembelajaran. Peranan guru dalam metode ini hanya sebatas preparasi objek, membantu kebutuhan-kebutuhan siswa dalam proses penemuannya, serta menjadi sumber informasi apabila dibutuhkan siswa. Pada pelaksanaannya siswa hanya diberikan gambaran dan langkah-langkah secara garis besar mengenai bangun ruang sisi lengkung, kemudian siswa mengolah dan mendiskusikannya sehingga menemukan kesimpulan sendiri dari apa yang dipelajarinya. Dengan demikian akan mempermudah siswa dalam meningkatkan pemahaman konsep dari apa yang telah dipelajarinya.

Dari uraian tersebut, diasumsikan bahwa siswa yang diajar dengan metode penemuan terbimbing mempunyai pemahaman konsep yang lebih


(31)

tinggi dibandingkan dengan siswa yang tidak diajar menggunakan metode penemuan terbimbing.

I. Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang dilakukan terkait dengan Metode Penemuan Terbimbing (Giuded Discovery Learning) diantaranya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Laksmy Rathmila (2007) mengenai pengaruh penggunaan metode discovery terbimbing terhadap hasil belajar matematika siswa di SMA. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa kelompok yang menggunakan model pembelajaran tersebut memberikan hasil belajar yang tinggi secara signifikan dari pada hasil belajar kelompok yang menggunakan pembelajaran konvensional.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Iman Sukirman (2006) mengenai perbandingan hasil belajar matematika antara siswa yang menggunakan metode penemuan terbimbing dengan siswa yang menggunakan metode ekspositori. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa kelompok yang menggunakan model pembelajaran tersebut memberikan hasil belajar yang lebih baik dari pada hasil belajar kelompok yang menggunakan metode ekspositori.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Rahmania (2009) tentang menumbuhkan nilai-nilai dalam pembelajaran sains (nilai religius dan nilai praktis) melalui pendekatan penemuan (discovery) terbimbing pada konsep sistem sirkulasi. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa pembelajaran dengan discovery terbimbing dapat menumbuhkan nilai religius pada diri siswa karena siswa dapat secara langsung menemukan kebesaran Allah SWT, sehingga dapat menambah rasa keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT.


(32)

J. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pada deskripsi teori dan kerangka berfikir di atas, maka penulis mengajukan hipotesis penelitian bahwa rata-rata skor peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang diajar dengan menggunakan metode guided discovery learning lebih tinggi dari pada rata-rata skor peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang diajar dengan menggunakan metode konvensional (metode ceramah).


(33)

30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Paramarta, Jl. Raya Jombang Gg. Taqwa no. 70 Jombang-Ciputat Tangerang Selatan. Alasan peneliti memilih sekolah ini sebagai tempat dilaksanakannya penelitian adalah karena hasil belajar siswa di sekolah tersebut masih rendah pada pelajaran matematika berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti pada waktu PPKT.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilasanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011 pada bulan November – Desember 2010, dengan mengambil materi Bangun Ruang Sisi Lengkung.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimental (eksperimen semu) yaitu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Metode ini dilakukan terhadap kelompok yang homogen, dengan membagi kelompok yang diteliti menjadi dua kelompok pengamatan. Kelompok pertama adalah kelompok dengan perlakuan menggunakan metode guided discovery learning dan kelompok kedua yang menggunakan metode konvensional (metode ceramah). Perlakuan ini diberikan sebanyak 8 kali pertemuan.

Penelitian ini menggunakan The Randomized Pretest-Postest Control Group Design. Rancangan penelitian tersebut digambarkan sebagai berikut:


(34)

Tabel 1

Rancangan Penelitian Kelompok

Kelas Pretest

Treatment (perlakuan)

Postest

(R)E A XE O

(R)K A XK O

Keterangan:

(R) E = Kelompok eksperimen (R) K = Kelompok kontrol

XE = Perlakuan pada kelompok eksperimen XK = Perlakuan pada kelompok kontrol A = Pretest

O = Postest

R = Pemilihan subjek secara random

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP Paramarta yang terdaftar pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011, yaitu berjumlah 245siswa.

Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik Cluster Random Sampling, dimana setiap kelas yang berada dalam populasi memperoleh kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel penelitian. Sampel yang dipilih adalah 2 unit kelas dari 5 kelas yang ada, yaitu kelas IX-E sebagai kelas eksperimen dan kelas IX-D sebagai kelas kontrol. Adapun perincian jumlah siswa untuk masing-masing kelas tersebut adalah sebagai berikut :


(35)

Table 2

Perincian Sampel Penelitian

D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini metode guided discovery learning merupakan variable independent (variabel bebas), sedangkan pemahaman konsep merupakan variable dependent (variabel terikat). Untuk mengukur pemahaman konsep digunakan instrumen tes dalam bentuk uraian sebanyak 15 butir soal dengan kisi-kisi instrumen terlampir.

E. Teknik Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah tes. Agar semua data dapat diperoleh dengan baik dan lengkap, maka terdapat beberapa tahap dalam pengumpulan data tersebut. Tahapan pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut:

1. Langkah awal pada tahap pelaksanaan penelitian adalah peneliti melakukan observasi untuk menentukan kelas yang akan dijadikan objek penelitian serta menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2. Memberikan tes awal (pretest) pada kedua kelompok penelitian menggunakan soal-soal hasil analisis data uji coba instrumen penelitian. 3. Memberikan treatment (perlakuan) pada kelas yang akan dijadikan objek

penelitian. Perlakuan ini diberikan sebanyak 8 kali pertemuan.

4. Mengamati dan mencatat suasana dalam kelas pada setiap pembelajaran. 5. Memberikan tes akhir (postest) pada kedua kelompok penelitian

menggunakan soal-soal yang sama ketika dilakukan tes awal (pretest). 6. Melakukan analisis data hasil tes awal (pretest) dan tes akhir (postest)

kedua kelompok penelitian untuk melihat peningkatan pemahaman atau

No Kelas Jumlah Sampel

1. IX.D 42


(36)

penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran yang dilakukan guru. Untuk menghindari hasil kesimpulan yang akan menimbulkan bias penelitian, karena pada nilai (pretest) kedua kelompok sudah berbeda.

Dalam hal ini menggunakan rumus normalizedgain (g) sebagai berikut1 : g = pretest nilai maksimum nilai pretest nilai postest nilai . . . .  

Sebelum instrumen tersebut digunakan, maka perlu dilakukan pengujian validitas dan reabilitas agar layak digunakan sebagai alat pengumpulan data. Untuk keperluan ini maka penulis melakukan uji coba instrumen penelitian.

1. Uji Validitas Instrumen

Salah satu ciri tes itu baik adalah apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur atau istilahnya valid atau sahih. Dalam penelitian ini digunakan validitas isi (content validity) yang berarti tes disusun sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran khusus. Untuk menentukan validitas instrument digunakan rumus koreksi product moment pearson dengan angka kasar sebagai berikut:

 

][

 

]

[n x2 x 2 n y2 y 2

y x xy n rxy            Keterangan rumus:

rxy = angka indeks korelasi ”r” Product Moment N = number of case

XY

 = jumlah hasil perkalian antara skor X dan skor Y

X

 = jumlah seluruh skor X

Y

 = jumlah seluruh skor Y2

1 David E, Meltzer, “

Addendum to: The Relationship Between Mathematics Preparation

And Conseptual Learning Gains In Physics: A Possible”Hidden Variable” In Diagnostic Pretest

Scores”, darihttp://physicseducation.net/docs/AJP-Dec-2002-Vol.70-1259-1268.pdf, (diakses: Sabtu, 21 Agustus 2010 )


(37)

Untuk mengetahui valid tidaknya butir soal, maka r hitung dibandingkan dengan r tabel product moment dengan

= 0,05. Jika r hitung > r tabel, maka soal tersebut valid dan r hitung < r tabel, maka soal tersebut tidak valid. Setelah dilakukan uji coba dan dilakukan uji validitas, dari 15 soal uraian yang diujicobakan terdapat 3 soal yang tidak valid sehingga didapat 12 soal yang valid. Hasil perhitungannya disajikan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 3

Hasil Perhitungan Uji Validitas

Butir Soal

Rata-Rata Hitung

Rata-Rata

Tabel Keterangan

1 0,71421 0,304 Valid

2 0,51819 0,304 Valid

3 0,46645 0,304 Valid

4 0,72563 0,304 Valid

5 0,2733 0,304 Tidak Valid

6 0,63953 0,304 Valid

7 0,6865 0,304 Valid

8 0,27784 0,304 Tidak Valid

9 0,5858 0,304 Valid

10 0,1597 0,304 Tidak Valid

11 0,58706 0,304 Valid

12 0,69067 0,304 Valid

13 0,50704 0,304 Valid

14 0,54833 0,304 Valid

15 0,59659 0,304 Valid

Berdasarkan tabel.3 di atas dapat diketahui bahwa dari 15 soal uji coba yang ada terdapat 3 soal yang tidak valid, yaitu pada soal nomor 5, 8 dan 10. Sedangkan soal uji coba yang dikatakan valid ada 12 soal, yaitu soal pada nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9, 11, 12, 13, 14 dan 15. Untuk lebih jelasnya, contoh perhitungan validitas soal dapat dilihat pada lampiran 7(h.128-130)

2

Anas Sudijono, Pengantar Statistika Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), Cet. ke-15, h.206


(38)

2. Tingkat Kesukaran Soal

Untuk mengetahui apakah soal itu sukar, sedang , atau mudah maka soal – soal tersebut diujikan taraf kesukarannya terlebih dahulu. Indeks kesukaran butir – butir soal ditentukan dengan rumus :

P =

JS B

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar JS = Jumlah seluruh siswa peserta test

Menurut klasifikasi indeks kesukaran yang paling banyak digunakan adalah:

IK = 0,00 : soal terlalu sukar 0,00 < IK  0,30 : soal sukar 0,30 < IK  0,70 : soal sedang 0,70 < IK  1,00 : soal mudah

IK = 1,00 : soal terlalu mudah3

Berikut ini akan disajikan tabel hasil perhitungan tingkat kesukaran instrumen tes:

Tabel 4

Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran

Butir Soal

Indeks

Kesukaran Keterangan

Butir Soal

Indeks

Kesukaran Keterangan

1 0,742 Mudah 9 0,79 Mudah

2 0,808 Mudah 10 0,57 Sedang

3 0,61 Sedang 11 0,735 Mudah

4 0,448 Sedang 12 0,453 Sedang

5 0,75 Mudah 13 0,535 Sedang

6 0,795 Mudah 14 0,545 Sedang

7 0,689 Sedang 15 0,365 Sedang

8 0,565 Sedang

3

M Subana dan Sudrajat, Dasar – Dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), Cet. ke-2, h. 134


(39)

Dari data tabel tersebut dapat diketahui bahwa instrumen tes yang memiliki kadar sedang 60 % dan mudah 40 %. Untuk lebih jelasnya, contoh perhitungan indeks kesukaran dapat dilihat pada lampiran 9 (hal. 133).

3. Daya Pembeda Soal

Analisis daya pembeda mengkaji butir – butir soal dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang mampu (lemah prestasinya). Cara perhitungan daya pembeda adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

D = PA - PB, dimana PA =

A A

J B

dan PB =

B B

J P

Keterangan :

D = Daya Pembeda PA = Proporsi kelas atas PB = Proporsi kelas bawah

BA = Banyak siswa kelas atas yang menjawab benar untuk setiap butir soal

BB = Banyak siswa kelas bawah yang menjawab benar untuk setiap butir soal

JA = Jumlah siswa kelas atas JB = Jumlah siswa kelas bawah

Klasifikasi daya pembeda yang paling banyak digunakan adalah:

D = - : Jelek sekali

D < 0,2 : Jelek (Poor)


(40)

D = 0,4 – 0,70 : Baik (Good)

D = 0,7 – 1 : Sangat baik (Excellent)4

Berikut ini akan disajikan tabel hasil perhitungan daya pembeda instrument tes:

Tabel 5

Perhitungan Daya Pembeda Instrumen Tes

Butir Soal

Daya Pembeda

Keterangan

1 0,417 Baik

2 0,25 Cukup

3 0,34 Cukup

4 0,405 Baik

5 0,157 Jelek

6 0,41 Baik

7 0,407 Baik

8 0,07 Jelek

9 0,42 Baik

10 0,08 Jelek

11 0,41 Baik

12 0,425 Baik

13 0,39 Cukup

14 0,45 Baik

15 0,27 Cukup

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa instrumen yang telah dibuat memiliki kadar yang berbeda-beda antara soal yang satu dengan yang lainnya, yaitu 53,33 % berkategori baik, 26,67 % berkategori cukup dan

4

Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:Bumi Aksara, 2006), h. 218.


(41)

sebanyak 20 % berkategori jelek. Untuk lebih jelasnya, contoh perhitungan daya pembeda intrumen tes dapat dilihat pada lampiran 11 (hal. 135).

Tabel 6

Rekapitulasi Analisis Butir Soal

Nomor Soal

Validitas Instrumen

Daya Pembeda (DP)

Tingkat

Kesukaran Keterangan

1. Valid Baik Mudah Dipakai

2. Valid Cukup Mudah Diperbaiki

3. Valid Cukup Sedang Dipakai

4. Valid Baik Sedang Dipakai

5. Tidak valid Jelek Mudah Tidak dipakai

6. Valid Baik Mudah Dipakai

7. Valid Baik Sedang Dipakai

8. Tidak valid Jelek Sedang Tidak dipakai

9. Valid Baik Mudah Dipakai

10. Tidak valid Jelek Sedang Tidak dipakai

11. Valid Baik Mudah Dipakai

12. Valid Baik Sedang Dipakai

13. Valid Cukup Sedang Dipakai

14. Valid Baik Sedang Dipakai

15. Valid Cukup Sedang Dipakai

Berdasar hasil perhitungan analisis instrumen tes pada tabel di atas, terdapat 12 soal yang dipakai dan 3 soal tidak dipakai. Soal yang dibuang adalah soal nomor 5, 8 dan 10, sedangkan soal yang digunakan dalam tes adalah soal nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9, 11, 12, 13, 14 dan 15.

4. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas adalah alat penilaian ketepatan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya5

. Suatu alat evaluasi atau tes disebut reliabel jika tes tersebut dapat dipercaya, konsisten atau stabil

5

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, ( Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), h.16


(42)

produktif, jadi yang diperhitungkan di sini adalah ketelitiannya. Karena instrumen pada soal matematika berupa tes uraian, maka untuk menguji reabilitasnya menggunakan rumus Cronbach’s Alpha sebagai berikut:

r11 =  

1 k k        2 2 1 total item

, dengan varians

 

n n x x 2 2 2    

Keterangan: 11

r = reliabilitas yang dicari

∑ 2

item

= jumlah varians skor tiap soal

total

= varians total

k = jumlah butir soal yang valid x = skor tiap soal

n = banyaknya butir soal

Kualifikasi koefisien reabilitas adalah sebagai berikut : 0,91 – 1,00 Sangat tinggi

0,71 – 0,90 Tinggi 0,41 – 0,70 Cukup 0,21 – 0,40 Rendah

<0,20 Sangat Rendah

Berdasarkan perhitungan statistik dengan n = 40 dan taraf α= 5 % diperoleh r11 = 0,818 (dapat dilihat pada lampiran 14), sedangkan rtabel = 0,304 (dari daftar kritik r Product Moment) sehingga dapat disimpulkan bahwa soal tersebut reliabel dengan kategori tinggi. Untuk lebih jelasnya, langkah perhitungan reliabilitas dapat dilihat pada lampiran 13 (hal. 138-138).


(43)

F. Teknik Analisis Data

1. Uji Persyaratan Analisis Data

Berdasarkan hipotesis yang diajukan, maka pengujian hipotesis yang digunakan adalah uji-t dengan taraf signifikan α = 0,05 untuk menguji perbedaan mean dua populasi. Kemudian sebelum dilakukan analisis uji-t terlebih dahulu dilakukan uji atas asumsi yang harus dipenuhi dalam melakukan uji-t. Asumsi tersebut adalah normalitas data dan homogenitas varians.

a. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berasal dari distribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian normalitas menggunakan uji chi square, yaitu:6

  k

i fe

fe fo

1

2

2 ( )

Keterangan:

O = fo = frekuensi observasi E = fe = frekuensi harapan

Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1) Membuat tabel distribusi frekuensi yang dibutuhkan 2) Menentukan rata-rata dan standar deviasi

3) Menentukan batas kelas, yaitu angka skor kiri kelas interval pertama dikurangi 0,5 dan kemudian angka skor kanan kelas interval ditambah 0,5.

4) Mencari nilai z skor untuk batas kelas interval dengan rumus:

Z =

SD x kelas batas

__

. 

5) Mencari luas 0 – Z di table kurva normal 0 – Z dengan menggunakan angka-angka untuk batas kelas

6


(44)

6) Mencari luas tiap kelas interval dengan jalan mengurangkan angka-angka 0 – Z, yaitu angka baris pertama dikurangi angka pada baris kedua, angka baris kedua dikurangi angka pada baris ketiga, dan seterusnya. Kecuali untuk angka yang berbeda arah (tanda “min” dan “plus”, bukan tanda aljabar atau hanya merupakan arah) angka-angka 0 – Z dijumlahkan.

7) Mencari frekuensi harapan (fe) dengan cara mengalikan luas tiap interval dengan jumlah responden.

8) Menentukan nilai Chi-Kuadrat (

2)

9) Membandingkan nilai uji

2 hitung dengan nilai

2 tabel, dengan kriteria perhitungan: jika nilai uji

2 hitung  nilai

2 tabel, maka data tersebut berdistribusi normal. Dengan k = (1 - ) (dk = k-3), dimana dk = derajat kebebasan (degree of freedom), dan k = banyak kelas pada distribusi frekuensi.

b. Uji homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah varians kedua populasi dimana sampel yang diambil sama (homogen) atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian homogenitas menggunakan uji Fisher (F). Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut: 1) Menentukan hipotesis

H0 :

12 = 2 2

H1 :

12 ≠

2 2

2) Cari Fhitung dengan rumus: F = 2

2

k b

S S

Keterangan :

Sb2 = varians terbesar Sk2 = varians terkecil 3) Tetapkan taraf signifikansi (α)


(45)

4) Hitung Ftabel dengan rumus: Ftabel

=

 1

2n1n2

F

5) Tentukan kriteria pengujian H0, yaitu: Jika Fhitung ≤ Fta bel, maka H0 diterima Jika Fhitung > Fta bel, maka H0 ditolak

2. Pengujian Hipotesis Penelitian

Untuk uji hipotesis, peneliti menggunakan rumus uji t. Rumus yang digunakan yaitu:

a. Untuk sampel yang homogen7

2 1 2 ___ 1 ___ 1 1 n n s X X t gab hitung    dengan 1 1 1 ___ n X

X  dan

2 2 2 ___ n X

X 

Sedangkan 2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1       n n s n s n sgab Keterangan: hitung

t : harga t hitung 1

___

X : nilai rata-rata hitung data kelompok eksperimen 2

___

X : nilai rata-rata hitung data kelompok kontrol 2

1

S : varians data kelompok eksperimen 2

2

S : varians data kelompok kontrol

gab

s : simpangan baku kedua kelompok 1

n : jumlaj siswa pada kelompok eksperimen

7


(46)

2

n : jumlah siswa pada kelompok kontrol

Setelah harga t hitung diperoleh, langkah selanjutnya adalah melakukan uji kebenaran kedua hipotesis dengan membandingkan besarnya thitung dengan ttabel, dengan terlebih dahulu menetapkan degrees of freedomnya atau derajat kebebasannya, dengan menggunakan rumus:

dk = (n1n2) – 2

Dengan diperolehnya dk, maka dapat dicari harga ttabel pada taraf kepercayaan 95 % atau taraf signifikansi (α) 5 %. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:8

Jika thitung < ttabel maka H0 diterima Jika thitungttabel maka H0 ditolak

b. Untuk sampel yang tidak homogen (heterogen)9

1) Mencari nilai thitung dengan rumus :

2 2 2 1 2 1 2 ___ 1 ___ n s n s X X t   

2) Menentukan derajat kebebasan dengan rumus:

1 1 2 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 1 2 1              n n s n n s n s n s dk 8

Anas Sudijono, Pengantar Statistika Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), Cet.XVII, h. 316

9


(47)

3) Mencari ttabeldengan taraf signifikansi (α) 5 %

4) Kriteria pengujian hipotesisnya: Jika thitung < ttabel maka H0 diterima Jika thitungttabel maka H0 ditolak

G. Hipotesis Statistik

Secara statistik hipotesis dinyatakan sebagai berikut : Ho : 1 = 2

Ha : 1 > 2 Keterangan

1 = Rata-rata skor peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa pada kelompok eksperimen

2 = Rata-rata skor peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa pada kelompok kontrol

Terima H0, jika t hitung≤ t tabel Tolak H0, jika t hitung > t tabel


(1)

Statistik

S 2gabungan 0,158

Fhitung 1,27

Ftabel 1,68

Kesimpulan Homogen

Pengujian dilakukan pada taraf kepercayaan 95 % (

= 0,05) dengan db pembilang = n1– 1 = 42 – 1 = 41 dan db penyebut = n2– 1 = 42 – 1 = 41. Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa varians kedua populasi dimana sampel penelitian yang diambil homogen karena memenuhi kriteria Fhitung

Ftabel.

C. Pengujian Hipotesis

Setelah dilakukan pengujian prasyarat analisis data diketahui bahwa data tersebut berdistribusi normal dan homogen, sehingga asumsi normalitas dan homogenitas terpenuhi. Dengan demikian, uji perbedaan rata-rata dua skor gain ternormalisasi dalam penelitian ini menggunakan uji t. Untuk pengujian tersebut diajukan hipotesis sebagai berikut:

Ho : 1 = 2

Ha : 1 > 2 Keterangan

1 = Rata-rata skor peningkatan pemahaman konsep siswa pada kelompok

eksperimen

2 = Rata-rata skor peningkata pemahaman konsep siswa pada kelompok

kontrol

Terima H0, jika t hitung≤ t tabel


(2)

62

Adapun hasil perhitungan uji hipotesis penelitian akan disajikan pada uraian berikut ini:

Tabel 27

Uji Perbedaan Dua Rata-Rata NormalizedGain

Keterangan Kelompok Eksperimen

Kelompok Kontrol

N 42 42

x

0,56 0,43

S 2 0,028 0,022

t hitung 16,25

t tabel 1,66

Kesimpulan Ho Ditolak

Dari data nilai pada tabel di atas, diketahui berdasarkan hasil perhitungan uji t dengan taraf kepercayaan 95 % (

= 0,05) dan derajat kebebasan (dk) = (n1+ n2) – 2 = 82, diperoleh gain ternormalisasi pada

kelompok eksperimen berbeda secara signifikan dengan kelompok kontrol (t hitung = 16,25 dan t tabel = 1,66). Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima, artinya bahwa rata-rata skor peningkatan pemahaman konsep siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata skor peningkatan pemahaman konsep siswa pada kelompok kontrol. Perhitungan lengkap uji perbedaan dua rata-rata gain ternormalisasi dapat dilihat pada lampiran 32 (hal. 195-196).

D. Pembahasan

Penggunaan metode guided discovery learning pada kelompok

eksperimen dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan bangun ruang sis lengkung. Hal ini dibuktikan dari hasil skor rata-rata

posttest yang lebih tinggi pada kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelompok kontrol dan hasil uji perbedaan dua rata-rata posttest yang


(3)

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor

posttest pada kedua kelompok penelitian.

Selain itu, nilai rata-rata gain ternormalisasi pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil uji t pada gain ternormalisasi yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan normal gain antara kelompok ekperimen dengan kelompok kontrol pada taraf kepercayaan 95 % (

= 0,05), diperoleh skor yang menunjukkan bahwa gain ternormalisasi pada kelompok eksperimen berbeda dengan kelompok kontrol.

Melalui pembelajaran dengan menggunakan metode guided discovery

learning, siswa dapat menemukan dan membuktikan sendiri konsep bangun ruang sisi lengkung serta dapat mengeksplorasi dalam pemikiran matematis.. Disamping itu, siswa dapat terlatih untuk menganalisis, membandingkan dan membedakan suatu permasalahan dengan cermat sehingga siswa dengan sendirinya dapat mengembangkan daya kreatifitas siswa untuk menemukan hubungan baru mengenai konsep yang dimiliki dengan permasalahan yang dihadapi.

Hal ini sejalan dengan pendapat Mosston yang dikutip oleh Wales , menyatakan bahwa dalam penemuan/ penyelidikan terdapat sepuluh operasi kognitif yang mungkin terjadi dalam belajar aktif, yaitu : mengenali dan menganalisis, mensintesis, membandingkan dan membedakan, menarik kesimpulan, mengingat hipotesa, bertanya, menyelidiki, dan menemukan. Dengan aktif melakukan dan menemukan fakta atau konsep, pelajar akan memahami dan karenanya mengingat materi pelajaran. Sejalan pula dengan yang diuraikan oleh Bicknell dan Hoffman, bahwa tiga atribut utama

discovery learning seperti: 1) menyelidiki dan memecahkan masalah untuk menciptakan, mengintegrasikan, dan menyamaratakan pengetahuan, 2) mendorong para siswa untuk belajar berdasarkan pada cara/langkah mereka sendiri, dimana siswa menentukan frekuensi dan urutannya, 3) aktivitas untuk


(4)

64

mendorong pengintegrasian dari prinsip penggunaan pengetahuan yang telah ada sebagai dasar untuk membangun pengetahuan yang baru.

Dalam memahami dan menguasai konsep-konsep matematika, siswa tidak hanya cukup diberikan penjelasan verbal dari suatu konsep tersebut akan tetapi siswa perlu diberikan pemahaman lebih lanjut melalui pengalaman langsung untuk membuktikan kebenaran dari sebuah konsep. Karena dengan melakukan sendiri siswa akan lebih memahami apa yang mereka pelajari (learning by doing) dan mereka memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna sehingga ingatan mereka terhadap suatu konsep akan lebih lama.

Dengan demikian, berdasarkan hasil perhitungan statistik dan teori yang ada, dapat dibuktikan bahwa peningkatan pemahaman konsep

matematika siswa dengan menggunakan metode guided discovery learning

lebih baik dari pada peningkatan pemahaman konsep matematika siswa dengan menggunakan metode konvensional (metode ceramah) pada pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung.

Pencapaian indikator pemahaman konsep pada kelompok eksperimen untuk pretest diperoleh sebesar 35 % dan pencapaian indikator pemahaman konsep untuk posttest diperoleh sebesar 72 % (gain = 0,57). Sedangkan

pencapaian indikator pemahaman konsep pada kelompok kontrol untuk pretest

diperoleh sebesar 34 % dan pencapaian indikator pemahaman konsep untuk

posttest diperoleh sebesar 62 % (gain = 0,42). Berdasarkan hasil pencapaian indikator pemahaman konsep pada kedua kelompok tersebut menunjukkan bahwa pencapaian pemahaman konsep pada kelompok kontrol lebih tinggi jika dibandingkan dengan pencapaian pemahaman konsep pada kelompok kontrol. Hal tersebut disebabkan karena keaktifan siswa pada kelompok kontrol kurang, informasi masih terpusat pada guru dan padatnya konsep dan aturan-aturan yang diberikan membuat siswa kurang menguasai bahan pelajaran.


(5)

65 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan pemahaman konsep siswa pada kelompok yang menggunakan

metode guided discovery learning lebih baik dari pada peningkatan pemahaman konsep siswa pada kelompok yang menggunakan metode konvensional (metode ceramah). Hal ini terlihat berdasarkan hasil perhitungan uji-t yang sangat signifikan. Artinya, penggunaan metode

guided discovery learning dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung.

2. Pencapaian indikator pemahaman konsep yang diperoleh siswa pada

kelompok eksperimen untuk skor pretest pemahaman konsep diperoleh

sebesar 35 % dan pencapaian indikator pemahaman konsep yang diperoleh siswa untuk skor postttest pemahaman konsep diperoleh sebesar 72 % (gain = 0,57). Sedangkan pencapaian indikator pemahaman konsep pada

kelompok kontrol untuk skor pretest pemahaman konsep diperoleh sebesar

34 % dan pencapaian indikator pemahaman konsep yang diperoleh siswa untuk skor postttest pemahaman konsep diperoleh sebesar 62 % (gain = 0,42). Hal ini menunjukkan bahwa pencapaian indikator pemahaman konsep yang diperoleh siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari pencapaian indikator pemahaman konsep siswa pada kelompok kontrol. Artinya, pencapaian indikator pemahaman konsep siswa pada kelompok eksperimen lebih baik jika dibandingkan dengan pencapaian indikator pemahaman konsep siswa pada kelas kontrol.


(6)

66

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, ada beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan; yaitu :

1. Berdasarkan keberhasilan pembelajaran dengan menggunakan metode

guided discovery learning, disarankan guru agar lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat menemukan dan membuktikan sendiri mengenai hubungan baru tentang konsep yang dimiliki dengan permasalahan yang dihadapi.

2. Diharapkan guru dapat meningkatkan pencapaian indikator kemampuan

pemahaman konsep siswa dengan menerapkan metode guided discovery

learning secara optimal.

3. Guru hendaknya dapat lebih optimal dalam memberikan pemahaman

konsep suatu materi kepada siswa, karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasyarat pemahaman konsep yang sebelumnya.

4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut sebagai pengembangan dari penelitian ini.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Model guided discovery learning terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi (quasi eksperimen di SMAN 72 Jakarta Utara)

5 19 165

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Lembar Kerja Siswa (LKS) Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar (PTK Siswa Kelas VIII Semester G

0 4 13

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING BERBANTUAN LEMBAR Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Lembar Kerja Siswa (LKS) Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi D

0 3 15

PENGGUNAAN METODE MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN Penggunaan Metode Mind Map Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Belajar Siswa Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar (PTK Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar Pada Siswa Kelas VIII Internasional Semester

0 3 15

PENDAHULUAN Penggunaan Metode Mind Map Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Belajar Siswa Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar (PTK Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar Pada Siswa Kelas VIII Internasional Semester Genap MTs PPMI Assalaam Sukoharjo

0 2 6

PENGGUNAAN METODE MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR Penggunaan Metode Mind Map Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Belajar Siswa Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar (PTK Pokok Bah

0 2 13

PENGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN YANG INOVATIF BERBASIS KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR.

0 1 8

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN GUIDED Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Guided Discovery Learninguntuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Bangun Ruang Sisi Daftar (Ptk Pada Siswa Kelas Viii Smp Negeri 2 Sawit Tahunajaran 2011/2012).

0 0 16

PENDAHULUAN Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Guided Discovery Learninguntuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Bangun Ruang Sisi Daftar (Ptk Pada Siswa Kelas Viii Smp Negeri 2 Sawit Tahunajaran 2011/2012).

0 0 5

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN GUIDED Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Guided Discovery Learninguntuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Bangun Ruang Sisi Daftar (Ptk Pada Siswa Kelas Viii Smp Negeri 2 Sawit Tahunajaran 2011/2012).

0 0 13