Ina Anggraeni, 2014 Pendapat Mahasiswa Prodi Pendidikan Tata Boga Tentang Sanitasi Higiene Karyawan Dapur
di Tempat Praktik Industri Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Program Studi Spesialisasi Pendidikan Tata Boga memfokuskan diri dalam mencetak lulusan yang ahli dalam bidang Tata Boga. Program Studi
Jurusan dengan bobot kegiatan pembelajaran 70 teori dan 30 praktik di harapkan mampu menciptakan mahasiswa yang memiliki potensi terpadu antara
kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam Kurikulum UPI 2012:266 Mahasiswa Prodi Pendidikan Tata
Boga harus menempuh beberapa mata kuliah yaitu Mata Kuliah Umum MKU, Mata Kuliah Profesi MKP, Mata Kuliah Keahlian Profesi MKKP, Mata Kuliah
Latihan Profesi MKLP dan Mata Kuliah Keahlian Bidang Studi MKK-BS sebagai persiapan dalam menempuh dunia kerja baik dalam bidang pendidikan
maupun dalam bidang industri. Praktik Industri merupakan salah satu mata kuliah yang terdapat dalam
Mata Kuliah Profesi MKP. Praktik Industri dilaksanakan pada semester 7 dengan bobot 3 sks. Mata kuliah Praktik Industri merupakan mata kuliah yang
bersifat praktik tingkat tinggi, dimana pelaksanaan praktik diharapkan bisa dilaksanakan di industri nyata sebagai mitra pembelajaran. Praktik industri
dilaksanakan pada usaha bidang boga seperti Katering, Restoran, Hotel, Pastry dan Instalasi Gizi Rumah Sakit.
Makanan adalah kebutuhan pokok manusia, oleh karena itu penyediaan makanan adalah hal yang penting untuk manusia, baik di lingkungan keluarga
maupun di luar lingkungan keluarga. Moehyi 1992:3 mengemukakan bahwa : Penyelenggaraan makanan di luar lingkungan keluarga diperlukan oleh
sekelompok konsumen karena berbagai hal tidak dapat makan bersama dengan keluarganya di rumah. Mereka itu dapat terdiri dari para karyawan
pabrik atau perusahaan, pekerja perkebunan, para prajurit, orang sakit, penghuni asrama atau panti asuhan, narapidana, dan sebagainya.
Makanan dapat membuat seseorang menjadi sehat atau sakit. Makanan sehat memiliki nilai gizi yang optimal seperti vitamin, mineral, karbohidrat,
lemak dan lainnya serta dapat meningkatkan status gizi seseorang yang
mengkonsumsinya. Bila salah satu faktor tersebut terganggu maka makanan yang dihasilkan akan menimbulkan gangguan kesehatan dan penyakit bahkan
keracunan makanan. Sudiara et al. 1995:55 mengemukakan bahwa “Keracunan
makanan yaitu suatu penyakit yang diderita oleh seseorang karena menyantap makanan ata
u minuman yang tercemar”. Data dari Dinas Kesehatan di Indonesia
tercatat pada tahun 2005 terjadi 184 Kejadian Luar Biasa KLB karena keracunan makanan yang mengakibatkan 8.949 orang sakit serta 49 orang
meninggal. Pada tahun 2006 terjadi penurunan menjadi 62 KLB, 4.235 orang sakit, 10 orang meninggal, sedangkan pada tahun 2007 berkurang menjadi 43
KLB, 3.742 jatuh sakit serta 7 orang meninggal. Kejadian keracunan makanan juga terjadi di Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2012. Bupati Banjarnegara,
Sutedjo Slamet Utomo mengatakan, berdasarkan data Dinas Kesehatan setempat terjadi 7 kasus keracunan makanan pada tahun 2010 dengan korban 77 orang.
Pada tahun 2012 hingga April, telah terjadi 16 kasus dengan korban 22 orang. Selain itu, keracunan makanan massal terjadi pada ratusan warga Kecamatan
Bantargadung, Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan data Dinas Kesehatan setempat ada 242 warga diduga keracunan makanan, 15 orang dirawat intensif di
Puskesmas Bantargadung, 19 orang dilarikan ke Rumah Sakit Pelabuhan ratu. Santosa Aini, 2010 mengemukakan bahwa
„Sumber makanan yang menjadi penyebab kasus keracunan makanan paling banyak berasal dari
perusahaan jasa boga yakni sebesar 65, disusul makanan industri kecil sebanyak 19 dan makanan yang disiapkan rumah tangga sekitar 16
‟.
Kejadian keracunan makanan tersebut disebabkan sebagian besar industri usaha jasa boga belum mempunyai bagian Quality Control yang mengawasi mutu
produk. Rendahnya pengetahuan cara mengolah pangan secara aman, serta kurangnya kontrol terhadap kebersihan para pekerja juga menjadi sebab
tingginya kasus keracunan makanan oleh industri usaha jasa boga. Selain itu pengusaha industri usaha jasa boga lebih banyak berlatar belakang hobi dengan
pengetahuan seadanya. Akibatnya, kebutuhan makanan untuk industri disamakan dengan makanan untuk rumahan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096MenkesPer
vi2011 “Sanitasi higiene adalah upaya untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari
bahan makanan, orang, tempat dan peralatan agar aman dikonsumsi ”. Masalah
sanitasi higiene dalam bidang makanan masih kurang diperhatikan sehingga banyak orang yang mengabaikannya. Banyak orang yang menganggap dalam
usaha makanan yang terpenting adalah rasanya enak, dan untung yang banyak.
Tetapi bagaimana membuat penampilan yang bersih, baik, dan aman untuk dimakan belum sepenuhnya menjadi perhatian. Menurut Keputusan Menteri
Kesehatan yang telah penulis sarikan, persyaratan sanitasi higiene usaha bidang boga meliputi lokasi dan bangunan, fasilitas, dapur, ruang makan, gudang bahan
makanan, pemilihan bahan makanan, pengolahan makanan, penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi, pengangkutan dan penyajian makanan jadi, peralatan
yang digunakan, dan tenaga kerja. Sanitasi higiene sangat penting terutama bagi
usaha bidang boga karena terkait dengan penyedian makanan secara massal. Hampir semua Mahasiswa Prodi Pendidikan Tata Boga angkatan 2009
sudah mengambil mata kuliah dan melaksanakan Praktik Industri. Pendapat mereka mengenai sanitasi higiene penyelenggaraan makanan di tempat praktik
industri diperlukan untuk melihat apakah sanitasi higiene karyawan dapur dalam
penyelenggaraan makanan di tempat praktik industri sudah sesuai dengan persyaratan sanitasi higiene menurut Keputusan Menteri Kesehatan. Uraian
masalah tersebut menjadi dasar ketertarikan penulis untuk mengadakan penelitian mengenai
“Pendapat Mahasiswa Prodi Pendidikan Tata Boga tentang Sanitasi Higiene Karyawan Dapur
di Tempat Praktik Industri”.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah