Tinjauan Hukum Islam terhadap Sistem Operasional Koperasi Simpan Pinjam:Studi Kasus pada Koperasi Pondok Pesantren Darul Muttaqien Parung Bogor

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM OPERASIONAL KOPERASI SIMPAN PINJAM

(Studi Kasus Pada Koperasi Pondok Pesantren Darul Muttaqien Parung Bogor)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

Oleh: KAMALUDIN NIM : 201046100854

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM OPERASIONAL KOPERASI SIMPAN PINJAM

(Studi Kasus Pada Koperasi Pondok Pesantren Darul Muttaqien Parung Bogor)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

Oleh: KAMALUDIN NIM : 201046100854

Di Bawah Bimbingan

Dr. Muhammad Taufiqi, M Ag. NIP : 150 290 159

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM OPERASIONAL KOPERASI SIMPAN PINJAM (STDI KASUS PADA KOPERASI PONDOK PESANTREN DARUL MUTTAQIEN PARUNG BOGOR) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17 November 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

Jakarta, 17 November 2008 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH. MA. MM NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Drs. Djawahir Hejazziey, SH. MA ( ... )

130 789 745

2. Sekretaris : Drs. H. Ahmad Yani, MA ( ... )

150 269 678

3. Pembimbing : Dr. Muhammad Taufiqi, M Ag. ( ... )

150 290 159

4. Penguji I : Drs. H. Ahmad Yani, MA ( ... )


(4)

5. Penguji II : Drs. Djawahir Hejazziey, SH. MA ( ... )


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa ;

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 16 Desember 2008


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Dzat Yang Maha Pengasih lagi Penyayang atas segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya, yang membawa penulis sampai pada tahap akhir studi pada Program Strata 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Hanya karena berkat-Nya lah penulis sampai pada tahap menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dalam waktu lebih dari tiga bulan.

Penulis dapat mempertanggungjawabkan skripsi ini secara ilmiah, namun penulis menyadari bahwa skripsi ini dilihat dari beberapa aspek masih jauh dari sempurna, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima segala kritik dan saran demi penyempurnaan yang lebih baik.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil kepada penulis selama menuntut proses penulisan skripsi, terutama kepada :

1. Orang tua tercinta yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta memberikan nasehat-nasehat kepada penulis demi kelancaran penulisan skripsi ini.

2. Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(7)

3. Euis Amaliya, M.Ag selaku Ketua Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), bapak Ah. Azharudin Latif, M.Ag dan ibu Oke selaku sekretaris dan staf di Prodi Muamalat.

4. Muhammad Taufiqi, M Ag selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu untuk membimbing penulis dalam pembuatan skripsi.

5. Pengurus Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Syariah dan Hukum yang telah menyediakan berbagai macam literatur dalam proses belajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya pada saat pembuatan skripsi.

6. Pondok Pesantren Darul Muttaqien, khususnya Koperasi Unit Simpan Pinjam yang telah membantu penulis dalam mencari literature-literatur primer dalam skripsi ini.

7. ‘The special one’ yang sangat membantu penulis dalam menumbuhkan kesadaran agar tidak bermalas-malasan dalam pembuatan skirpsi.

8. Alicia Rental, maulana al mantovani, yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Serta berbagai pihak yang tak dapat penulis sebutkan seluruhnya, semoga amal baik mereka diterima Allah SWT dan skripsi sederhana ini dapat bermanfaat bagi pembaca


(8)

16 Desember 2008 18 Dzul Hijjah 1429 H

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7

D. Metode Penelitian ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II KONSEP DASAR KOPERASI DALAM ISLAM... 12

A. Pengertian Koperasi ... 12

B. Landasan Hukum dan Asas Koperasi ... 15

C. Tujuan dan fungsi Koperasi ... 35

D. Koperasi Simpan Pinjam ... 21

BAB III GAMBARAN UMUM KOPERASI USP DARUL MUTTAQIEN 26 A. Sejarah Berdirinya ... 26

B. Struktur Organisasi ... 31

C. Manajemen dan Sistem Operasional... 35


(10)

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM

OPERASIONAL KOPERASI USP DARUL MUTTAQIEN... 39

A. Karakteristik Bagi Hasil... 39

B. Unsur Riba Uang ... 43

C. Relevansi Hukum Islam terhadap Sistem Operasional Koperasi USP Darul Muttaqien... 47

BAB V PENUTUP... 51

A. Kesimpulan... 51

B. Saran-saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA... 35 LAMPIRAN


(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sejak semula, masa yang jauh silam, manusia berjuang untuk hidup. Jika awalnya, seseorang bekerja menghasilkan suatu barang untuk digunakan sendiri atau untuk keluarganya, maka dalam perkembangannya guna mencapai kehidupan yang lebih baik, mereka bertindak bukan lagi sebagai individu, tetapi sebagai anggota dari suatu kelompok masyarakat.

Berbagai cara telah digunakan manusia untuk memecahkan permasalahan ekonomi yang mereka hadapi. Bahwa jika semula dalam pemecahan kebutuhan hidupnya, manusia melakukannya secara individual, maka dalam perkembangannya manusia berusaha melakukannya secara bersama-sama dan dalam perkembangannya lebih lanjut, cara-cara yang digunakan oleh masyarakat untuk memecahkan permasalahan ekonomi yang mereka hadapi itu berbeda-beda, seirama dengan berkembangnya zaman.1

Kerjasama dalam masyarakat modern telah tampak wujudnya dalam suatu jaringan sistem yang lebih kompleks. Bentuk-bentuk ikatan persekutuan hidup telah berkembang dan untuk menjaga kelangsungan hidup dan rasa aman, juga untuk memperoleh kasih sayang dan persahabatan seperti dalam keluarga dan

1

Hendrojogi, Koperasi Azas-azas, Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), cet. Ke-4, edisi 3, h.2.


(12)

paguyuban juga telah digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkan, seperti terlihat pada bentuk-bentuk organisasi yang resmi.

Kerjasama dalam lapangan ekonomi bagi masyarakat modern sudah sangat berkembang, bukan saja dalam rangka kegiatannya, tetapi juga sangat luas lingkupnya. Kerjasama terjalin dalam sistem pembagian kerja yang rumit pada setiap lapangan kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri, perdagangan, koperasi, dan lain-lain.2

Koperasi adalah suatu bentuk kerjasama dalam lapangan perekonomian. Kerjasama ini diadakan orang karena adanya kesamaan jenis kebutuhan hidup mereka. Orang-orang ini bersama-sama mengusahakan kebutuhan sehari-hari, kebutuhan yang bertalian dengan perusahaan ataupun rumah tangga mereka. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan adanya kerjasama yang akan berlangsung terus-menerus.3

Perkembangan perkoperasian di Indonesia menunjukan bahwa koperasi mula-mula berkembang di kalangan pegawai pemerintah, kemudian di daerah pedesaan. Yang akhirnya pada saat ini sudah meluas di segala lapisan masyarakat seperti petani, buruh/karyawan, pedagang, pegawai negeri, nelayan, guru (ustadz), santri dan sebagainya.

2

Ninik Widiyanti dan Y.W. Shunindhia, Koperasi dan perekonomian Indonesia, (Jakarta: PT Bina Aksara, 1989), h.2.

3

Pandji Anoraga, dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), cet. Ke-2, h.1.


(13)

Koperasi didirikan dengan tujuan unuk membantu dalam hal pemenuhan kebutuhan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya. Prinsip seperti ini harus benar-benar dijalankan oleh organisasi yang menamakan dirinya sebagai koperasi. Dan manfaat koperasi yaitu memberi keuntungan kepada para anggota pemilik saham, membuka lapangan kerja bagi calon karyawannya, memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil usahanya untuk mendirikan sarana ibadah sekolah dan sebagainya. Maka jelaslah bahwa dalam koperasi ini tidak ada unsur kezhaliman dan pemerasan, pengelolanya demokratis dan terbuka serta membagi keuntungan dan kerugian kepada anggota sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.4

Penekanan prinsip tolong menolong, kerjasama dan persaudaraan yang diusung kopersi, sesuai dengan ajaran agama Islam, sebagaimana Allah telah memerintahkan kita untuk saling tolong menolong dalam kebaikan. Tetapi pada praktiknya apakah prinsip tolong menolong yang diusung, telah sesuai dengan ajaran Islam?

Salah satu jenis kegiatan yang dijalankan koperasi adalah usaha simpan pinjam (kredit). Usaha ini merupakan usaha yang banyak digemari oleh para anggota koperasi karena sangat minimnya bunga kredit yang harus dibayar oleh peminjam. Kendala yang dihadapi oleh usaha ini adalah kekurangan modal. Kurangnya modal disebabkan oleh jumlah anggota yang meminjam cukup besar, sedangkan modal yang tersedia minim sekali. Kendala lainnya adalah

4


(14)

raguan mayoritas masyarakat Indonesia, yaitu muslim khususnya masyarakat menengah kebawah sebagai calon pengguna koperasi terbanyak terhadap keabsahan produk-produk koperasi simpan pinjam ini, sebagai masyarakat muslim mereka tidak mau terjebak kedalam praktik riba.

Koperasi pondok pesantren (KOPONTREN) Darul Muttaqien adalah salah satu koperasi dimana salah satu unit usahanya adalah unit simpan pinjam (USP), selain unit mini market, unit wartel dan unit lainnya. Seluruh anggotanya adalah para santri, guru (ustadz), dan masyarakat sekitar pondok, telah banyak dibantu dengan kehadiran koperasi tersebut, karena mereka bisa menabung, meminjam atau yang lainnya.

Koperasi USP Darul Muttaqien sebagai salah satu penyumbang dana pesantren yang seluruh anggotanya bisa dipastikan muslim, untuk bisa menjaga kredibilitasnya di mata masyarakat pesantren khususnya, umumnya di mata masyarakat luar pesantren, harus bisa menjalankan dalam praktiknya prinsip-prinsip operasional yang sesuai dengan hukum Islam.

Dari latar bekang di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM OPERASIONAL KOPERASI UNIT SIMPAN PINJAM (STUDI KASUS PADA KOPERASI PONDOK PESANTREN DARUL MUTTAQIEN BOGOR)”.


(15)

B. pembatasan dan Perumusan Masalah

Masalah penelitian akan dibatasi pada sistem operasional koperasi simpan pinjam yang mencakup mekanisme simpan pinjam yang berlangsung di koperasi USP Darul Muttaqien.

Secara singkat masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep dasar koperasi Islam?

2. Bagaimanakah sistem operasional yang dijalankan pada koperasi USP Darul Muttaqien?

3. Bagaimana perspektif hukum Islam terhadap sistem operasional koperasi simpan pinjam Darul Muttaqien?

C. Tujuan Penelitian

Diantara tujuan yang ingin dicapai pada penelitian tersebut adalah: 1. Untuk mengetahui konsep dasar koperasi dalam Islam

2. Untuk mengetahui sistem operasional yang dijalankan pada koperasi USP Darul Muttaqien

3. Untuk mengetahui perspektif hukum Islam terhadap sistem operasional di koperasi tersebut


(16)

D. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research).

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan antara lain:

a) Untuk penelitian kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data dari berbagai literatur yang ada, seperti buku-buku sumber, dokumen-dokumen koperasi USP Darul Muttaqien, dan tulisan lain yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

b) Untuk penelitian lapangan, yaitu dengan wawancara langsung secara pribadi dengan beberapa pengurus koperasi bersangkutan yaitu dengan ketua umum dan pendiri koperasi USP Darul Muttaqien.

3. Metode Pengolahan dan Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa kualitatif dengan menggunakan pola fikir induksi. Teknik ini dilaksanakan dengan metode interaktif sebagaimana dikemukakan oleh Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, yang terdiri dari tiga jenis kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Reduksi dapat diartikan sebaagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari


(17)

catatan tertulis di lapangan. Penyajian data adalah suatu penyajian sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.5

Adapun sistem penulisan skripsi ini, mengacu pada “Buku Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2008.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan, skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan rincian sebagai berikut:

BAB I, merupakan pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub-Bab yaitu Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Pelitian, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II, menjelaskan kajian materi berkenaan dengan judul penelitian. Bagian ini membahas konsep dasar koperasi dalam Islam, meliputi: Pengertian Koperasi, Landasan Hukum dan Asas Koperasi, Tujuan dan Fungsi Koperasi, Koperasi Simpan Pinjam.

BAB III, memaparkan gambaran umum koperasi USP Darul Muttaqien yang meliputi: Sejarah berdirinya, Struktur Organisasi, Manajemen dan Sistem Operasional, Fungsi Sosial dan Ekonomi.

BAB IV, menjelaskan tenteng tinjauan hukum Islam terhadap sistem operasional koperasi USP Darul Muttaqien, yang mencakup: Karakteristik Bagi

5

Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisa Data Kualitatif: buku tentang Sumber Metode-metode baru, (Jakarta: UI Press, 1992) h.18.


(18)

Hasil, Unsur Riba Uang, Relevansi Hukum Islam terhadap Sistem Operasional Koperasi USP Darul Muttaqien.

BAB V, merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dari berbagai temuan dengan desertai saran-saran yang ditujukan kepada koperasi yang bersangkutan.


(19)

BAB II

KONSEP DASAR KOPERASI DALAM ISLAM

B. Pengertian Koperasi

Koperasi secara etimologi atau menurut bahasa berasal dari kata “cooperation” dari bahasa Inggris yang berarti kerjasama. Akan tetapi tidak semua bentuk usaha bersama disebut koperasi. Bisa saja tiga atau empat orang yang mengangkat barang yang berat bekerja bersama akan tetapi tidak bisa disebut koperasi. Secara umum yang dimaksud dengan koperasi adalah: “suatu badan usaha bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak, berkewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya”. Koperasi merupakan suatu badan usaha bersama yang berjuang dalam bidang ekonomi dengan menempuh jalan yang tepat dan mantap dengan tujuan membebaskan diri para anggotanya dari kesulitan-kesulitan ekonomi yang umumnya diderita oleh mereka.6

6

G. Kartasaputra, Koperasi Indonesia yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), cet. Ke-5, h.1.


(20)

Menurut undang-undang No.12 tahun 1967 pasal 3 menyatakan bahwa: “Koperasi Indonesia adalah organisasi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.”7

Pengertian koperasi Indonesia secara yuridis dapat dilihat pada Undang-undang di atas yang menekankan pada pengertian koperasi sebagai organisasi ekonomi, yang berwatak sosial, dan dikelola berdasarkan kekeluargaan. Dari pengertian tersebut di atas sudah jelas bahwa koperasi seharusnya menjadikan anggotanya sebagai kekuatan (inti). Jadi anggotalah yang berperan serta secara aktif dalam kegiatan kopersi. Sebagai contoh, ada beberapa orang yang mempunyai tujuan bersama (membeli kain) dimana wadah kegiatannya dikelola secara bersama (perusahaan pembeli kain) untuk mencukupi kebutuhan bahan kain tersebut. Pembelian bahan kain diusahakan dengan harga yang semurah-murahnya sesuai dengan kualitas yang dikehendaki, sehingga ada efisiensi biaya yang dikeluarkan.8

Dalam rangka mewujudkan cita-cita tata perokonomian nasional yang disusun bersama menurut asas kekeluargaan, maka koperasi perlu membangun diri. Untuk menyelaraskannya dengan keadaan, ketentuan perkoperasian di Indonesia telah diperbaharui, yaitu dengan Undang-undang perkoperasian No.25 tahun 1992. pada Bab 1 pasal 1 ayat 1 UU 25/1992 yang berbunyi:

7

Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian Sejarah, Teori, & Praktek, (Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002), cet. Ke-1, h.40.

8


(21)

“ yang dimaksud dengan koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melaksanakan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”.9

Definisi lain tentang koperasi dikemukakan oleh Paul Hubert Casselman dalam bukunya berjudul: “ The Cooperative Movement and some of its Problems” mengatakan: “ Cooperation is an economic system with social contrast” (koperasi adalah suatu sistem ekonomi yang mengandung unsur sosial).10

Definisi Casselman di atas nampak sederhana, tetapi di dalamnya terkandung makna yang luas. Koperasi mengandung dua unsur, yaitu unsur ekonomi dan unsur sosial. Koperasi merupakan suatu sistem dan sebagaimana diketahui sistem itu merupakan himpunan komponen-komponen atau bagian yang saling berkaitan yang secara bersama-sama berfungsi mencapai tujuan.

Tujuan ekonomi yang dimaksud adalah bahwa koperasi harus bekerja berdasarkan motif ekonomi atau mencari keuntungan, sedangkan unsur sosial yang terdapat dalam definisi tersebut bukan dalam arti kedernawanan, tetapi lebih untuk menerangkan kedudukan anggota dalam organisasi, hubungan antar sesama anggota dan hubungan anggota dengan pengurus. Juga unsur sosial ditemukan dalam cara kerja koperasi yang demokratis, kesamaan derajat, kebebasan keluar

9

Ibid, h.6

10


(22)

masuk bagi anggota, calon anggota, persaudaraan, pembagian sisa hasil usaha kepada anggota secara proporsional dengan jasanya serta menolong diri sendiri.

Menurut kamus umum bahasa Indonesia, pengertian koperasi disebutkan sebagai “ perkumpulan yang berusaha di lapangan ekonomi, tetapi tidak bermaksud mencari keuntungan.”11

Adapun yang dimaksud tidak mencari keuntungan disini, mereka bekerja berdasarkan semangat kekeluargaan, tidak mementingkan untung dan rugi bagi dirinya sendiri, melainkan bekerja demi kesejahteraan bersama. Apa yang dikejar dalam koperasi adalah tidak hanya kesejahteraan ekonomi, namun kesejahteraan sosial. Kesejahteraan ekonomi berarti koperasi berkawajiban melayani kebutuhan anggotanya dengan harga yang relatif lebih murah. Apabila dalam usaha itu mendapatkan keuntungan, maka masing-masing anggota menerima pembagian keuntungan secara adil sesuai dengan kadar kerjanya. Adapun kesejahteraan sosial yang dimaksudkan dalam koperasi adalah semua anggota mempunyai hak dan kewajiban yang sama (equal treatment), yang merupakan prinsip dasar dalam demokrasi.

Perlakuan sama inilah yang akan menciptakan suasana kekeluargaan, yang akan saling mengingatkan satu sama lainnya, karena semua anggota merupakan pasar sekaligus pemilik dari koperai, sense of belonging dan sense of

11

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: P.H. Balai Pustaka, 1976), h.522.


(23)

responsibility (rasa saling memiliki dan tanggung jawab) akan senantiasa melekat pada diri anggota.

Prof. R.S. Soerja Atmadja memberikan definisi tentang koperasi sebagai berikut: “Koperasi adalah perkumpulan dari orang-orang yang berdasarkan persamaan derajat sebagai manusia, dengan tidak membedakan haluan agama atau politik dengan sukarela masuk untuk sekedar memenuhi kebutuhan bersama yang bersifat kebendaan atau tanggung jawab.”12

Jadi koperasi Indonesia adalah kumpulan orang-orang yang secara bersama-sama bergotong-royong, bekerja untuk mewujudkan kepentingan ekonomi mereka dan kepentingan masyarakat di sekitarnya. Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, koperasi memiliki peran yaitu:

1. Mempersatukan, mengerahkan, membina dan mengembangkan potensi, daya kreasi dan daya usaha rakyat untuk meningkatkan produksi dan mewujudkan tercapainya pendapatan yang adil dan kemakmuran yang merata.

2. Mempertinggi taraf hidup dan tingkat kecerdasan rakyat.

3. Membina kelangsungan dan perkembangan demokrasi ekonomi.13

Dalam khazanah ilmu pengetahuan Islam, kata koperasi sangat sulit ditemukan, apalagi jika merujuk literatur-literatur klasik. Namun secara

12

Hendrojogi, Koperasi Azas-azas, Teori dan praktek, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), cet ke-4, h.22.

13

Sagimun MD, Koperasi Soko Guru Ekonomi Nasional Indonesia, (Jakarta: Haji Masagung, 1989), h.15


(24)

terminologi ada sebuah akad yang mirip terminologi koperasi. Akad tersebut dalam khazanah fiqih disebut dengan syirkah atau musyarakah. Akad syirkah dipraktekkan dari zaman Rasulullah SAW sampai sekarang.

Secara etimologi, al-syirkah berarti percampuran, yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit dibedakan. Sedangkan secara terminologi, ada beberapa definisi al-syirkah yang dikemukakan oleh para ulama fiqih. Pertama, dikemukakan oleh ulama Malikiyah. Menurut mereka syirkah adalah suatu keizinan untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap harta mereka. Kedua, definisi yang dikemukakan oleh ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, syirkah adalah hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati. Ketiga, definisi yang dikemukakan oleh ulama Hanafiyah, syirkah adalah akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerjasama dalam modal dan keuntungan.14

Sebagian ulama menyebut koperasi dengan syirkah ta’awuniyah (persekutuan tolong menolong) yaitu suatu perjanjian kerjasama antara dua orang atau lebih, yang satu pihak menyediakan modal usaha sedangkan pihak lain melakukan usaha atas dasar profit sharing menurut perjanjian. Maka dalam koperasi terdapat unsur mudharabah karena satu pihak memiliki modal dan pihak lain melakukan usaha atas modal tersebut.

Menurut Mahmud Syaltut syirkah ta’awuniyah merupakan syirkah baru yang belum dikenal oleh para fuqoha terdahulu akan tetapi syirkah ini diciptakan

14


(25)

oleh para ahli ekonomi, yang banyak sekali manfaatmya yaitu memberi keuntungan kepada para anggota, memberikan lapangan pekerjaan kepada karyawan, memberikan bantuan keuangan dan lain sebagainya. Sehingga dengan demikian dalam syirkah ini tidak ada unsur kezaliman dan pemerasan dari orang kaya terhadap orang miskin. Berdasarkan pengertian diatas maka menurut Mahmud Syaltut syirkah ta’awuniyah dapat dibenarkan dalam Islam.

Demikian juga dengan Kopontren USP Darul Muttaqien termasuk syirkah ta’awuniyah, karena usaha bersama di bidang ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat pesantren Darul Muttaqien Parung ini banyak memberikan manfaat bagi para anggotanya yang membutuhkan tambahan modal untuk pengembangan usahanya, serta membantu mereka menghindari jeratan rentenir ketika mereka sedang kesulitan keuangan.

C. Landasan Hukum dan Asas Koperasi

Dalam UUD 1945 pada pasal 33 ayat 1 berbunyi:

“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asa kekeluargaan”. Dan penjelesannya berbunyi: “Dasar ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pinpinan atau pemilikan anggota masyarakat”.15

15

Departemen Kehakiman RI, Pokok-pokok undang-undang Dasar Tahun 1945, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991) cet. 13, h.34.


(26)

Penjelasan pasal diatas menerangkan kepada kita bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang, sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.

Bumi, air Indonesia dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat Indonesia. Kekayaan alam itu harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat baik materil maupun spirituil. Kekayaan alam itu harus dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia dengan menyelenggarakan susunan ekonomi atas asas kekeluargaan dan kegotongroyongan. Bangun yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Hal ini tercantum dalam Undang-undang koperasi No 25 tahun 1992: “ Koperasi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta berdasarkan atas asas kekeluargaan.”16

Dalam Islam syirkah bentuk koperasi dibolehkan, karena koperasi termasuk dalam syirkah ta’awuniyah. Para ulama fiqih mendasarkan hal tersebut pada firman Allah dalam surat sa (38): 24 yang berbunyi:

ﺏ ﺏ !" # $ ی & ' ( ) * ( + , -./ 0 1 2 : 34 5

Artinya: “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat dzalim kepada sebahagian yang lain kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan amat sedikitlah mereka itu.”

Ayat di atas menjelaskan kebolehan berserikat atau bekerjasama dalam hal kebaikan tentunya, seperti syirkah ta’awuniyah yang secara bahasa dirtikan bekerjasama dalam tolong menolong. Ini sesuai dengan yang disyaratkan ayat

16


(27)

tersebut di atas yaitu hanya orang yang beriman dan beramal solehlah yang mampu bekerjasama dalam kebaikan tanpa mendzalimi pihak lain atau partner bisnisnya.

Disamping ayat di atas dijumpai pada sabda Rasulullah yang membolehkan adanya akad syirkah. Dalam sebuah hadits qudsy Rasulullah bersabda: 6ﺏ 0 ی 7 8 9 : -; < ی= ( ; 6ﻥ ﺙ @ A ی B ی 6 ﺡ D 0 ) ﺹ ﺡ : 9F G ﺥ ﻥ : ﺥ I J ﺏ ' ) 1 K L 8 5

Artinya: “ Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman, Aku (Allah) adalah orang ketiga dalam perserikatan antara dua orang, selama salah seorang tidak mengkhianati yang lain, jika diantara mereka ada yang berkhianat maka Aku meninggalkan mereka berdua.” (HR. Muslim)

Atas dasar ayat dan hadits di atas pula para ulama fiqih menyatakan bahwa akad syirkah (koperasi) mempunyai landasan yang kuat dalam agama Islam.17

Dari ketentuan-ketentuan hukum di atas baik dari segi hukum positif ataupun hukum agama Islam, jelaslah sudah bahwa koperasi boleh dilaksanakan karena sama sekali tidak bertentangan dengan hukum, akan tetapi sesuai dengan peraturan pemerintahan dan peraturan agama, bahkan koperasi banyak sekali memberikan manfaat bagi para anggotanya yang mayoritas kelas menengah ke bawah ini.

17


(28)

D. Tujuan dan Fungsi Koperasi

Walaupun koperasi adalah suatu perkumpulan yang bergerak di bidang ekonomi, namun tujuan utamanya bukanlah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Koperasi Indonesia di negara pancasila juga tidak bertujuan untuk mengadakan persaingan, akan tetapi justru harus mengadakan kerjasama dengan siapapun dan dengan pihak manapun juga. Maksud dan tujuan koperasi adalah untuk mencapai perbaikan hidup dengan usaha bersama berdasarkan kekeluargaan dan kegotongroyongan. Tujuan koperasi Indonesia yang jauh lebih luhur ialah mencapai serta mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.18

Dalam pasal 3 UU RI No.25/1992 dikatakan bahwa:

“Koperasi bertujuan untuk memajukan kesejahtraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.”

Selain itu koperasi berusaha memajukan kemakmuran materi atau harta benda anggota-anggotanya. Koperasi berusaha memenuhi kebutuhan anggotanya dengan jalan mudah dan murah. Koperasi memang mempunyai tujuan ekonomis, disamping harus pula mementingkan cita-cita sosial, terutama bagi anggota-anggotanya dan memperhatikan pendidikannya dan pendidikan anak-anaknya.

Dan sekiranya nanti koperasi mempunyai kelebihan kemampuan, maka usaha tersebut diperluas ke masyarakat sekitarnya. Karena para anggota koperasi

18


(29)

pada dasarnya juga merupakan anggota masyarakat, maka dengan alasan ini secara bertahap koperasi ikut berperan meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Pada pasal 4 UU RI No.25/1992 diuraikan fungsi dan peran koperasi sebagai berikut:

1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.

4. Berusaha mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan demokrasi ekonomi.19

Selain fungsi dan peranan, koperasi juga memiliki prinsip-prinsip, yang dijelaskan dalam ICA dan UU Republik Indonesia Nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian yaitu:

1. dikemukakan dalam forum ICA yang menghasilkan Cooperative Identity Statement (pernyataan identitas koperasi), Manchaster September 23, 1995 yang terdiri dari tujuh prinsip, yaitu:

19


(30)

i. Keanggotaan sukarela dan Terbuka

Keanggotaan terbuka bagi semua orang yang membutuhkan dan dapat memanfaatkan jasa-jasa koperasi. Tidak ada diskriminasi terhadap agama, jender, suku, dan apapun. Dan tidak ada paksaan, baik sebelum ataupun sesudah menjadi anggota. Setiap anggota boleh keluar setiap waktu. ii. Pengendalian oleh Anggota-anggota secara Demokratis

Anggota sebagai pemilik koperasi, mempunyai hak suara yang sama dalam forum bersama, yang sering disebut Rapat Anggota Tahunan (RAT). Dalam forum tersebut, anggota berhak menentukan kebijakan strategis dari koperasi, bahkan sampai membubarkan koperasi, pada saat itu sah untuk diajukan dan diputuskan. Setiap anggota berhak untuk memilih dan dipilih.

iii. Partisipasi Ekonomi Anggota

Modal koperasi yang paling utama adalah dari anggota (modal penyertaan). Namun, banyaknya jumlah simpanan yang ditanam di koperasi tidak menjadikan seorang anggota mempunyai hak istimewa dibanding yang lainnya yang menanam uangnya lebih sedikit. Surplus usaha yang didapat oleh koperasi dibagikan kepada anggota sebagian, sesuai dengan aktivitas transaksi anggota di koperasinya. Dan sebagian keuntungan yang lain ditanam kembali untuk modal usaha koperasi. Prosentase pembagian keutungan sepenuhnya menadi wewenang anggota.


(31)

iv. Otonomi dan Kemerdekaan

Anggota sebagai pemilik dari koperasi, menjadikan koperasi memiliki independensi. Kekuasaan tertinggi ada di tangan anggota, yaitu dalam Rapat Anggota.

v. Pendidikan, Latihan dan Informasi

Koperasi merupakan organisasi/badan usaha, memerlukan anggota yang tahu dan sadar akan hak dan kewajibannya sebagai anggota. Tiap anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih dan memilih menjadi pengurus atau pengawas. Sehingga koperasi mempunyai kewajiban untuk menyiapkan dana pendidikan untuk anggotanya sebagai upaya mengusahakan kontinuitas estapeta kepemimpinan di dalam tubuh koperasi. Anggota juga berhak menerima informasi tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan koperasinya.

vi. Kerjasama antar Koperasi

Kerjasama antar koperasi merupakan kekuatan tersendiri bagi koperasi yang akan menaikan bargaining position (posisi tawar) di kalangan pelaku ekonomi lainnya, dan koperasi mampu memberikan pelayanan yang efektif kepada anggotanya.

vii. Kepedulian terhadap Lingkungan

Koperasi memberikan kontribusi langsung dalam pembangunan komunitas yang berkesinambungan, sesuai dengan persetujuan anggota.


(32)

2. UU Republik Indonesia Nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian menyebutkan bahwa prinsip koperasi itu ada tujuh, yaitu:

i. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka ii. Pengelolaan dilakukan secara demokratis

iii. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota.

iv. Pemberian balas jasa terhadap modal v. Kemandirian

vi. Pendidikan perkoperasian vii. Kerjasama antar koperasi

E. Koperasi Simpan Pinjam

Koperasi simpan pinjam (KSP) adalah koperasi yang bergerak dalam usaha pembentukan modal melalui tabungan-tabungan para anggota secara teratur dan terus menerus untuk kemudian dipinjamkan kepada para anggota dengan cara mudah, murah, cepat dan tepat untuk tujuan produktif dan kesejahteraan.20 Koperasi simpan pinjam sering disebut koperasi kredit. Karena koperasi jenis ini didirikan untuk memberikan kesempatan kepada anggota-anggotanya memperoleh pinjaman dengan mudah dan dengan ongkos yang ringan.

20

Panji Anoraga, Manajemen koperasi: Teori dan Praktek, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), cet.ke-1, h.33


(33)

Koperasi mempunyai adagium yang sama dengan demokrasi, yaitu dari anggota, oleh anggota untuk anggota. Artinya di dalam koperasi, anggota adalah pemilik sekaligus konsumen bagi koperasinya sendiri. Semua anggota memiliki hak dan kewajiban yang sama, termasuk dalam hal suara dalam memutuskan kebijakan strategis bagi koperasi, setiap anggota memiliki satu suara, tidak melihat besar jasa dan modal yang ditanam di koperasinya.

Aturan yang menyatakan bahwa KSP harus melayani anggotanya, koperasi lain dan atau anggotanya (sesuai perjanjian), merupakan prinsip dasar sekaligus ciri khas yang membedakan koperasi dengan Bank. Sehingga menjadi suatu hal yang dianggap melanggar hukum apabila ada KSP melayani bukan anggota. Terhadap pelanggar ketentuan ini bisa berakibat fatal, yaitu sampai pembubaran koperasi secara paksa oleh pemerintah. Ketatnya aturan pelayanan pada hakekatnya untuk kepentingan anggota. Yaitu terjaminnyua uang anggota apabila ada kesalahan di pihak pengurus dan atau pengelola. Pemerintah tidak menjamin dana masyarakat yang ada di koperasi, seperti halnya di Bank.

Selain dari anggota (modal utama), modal koperasi bisa didapat dari modal penyertaan yang berasal dari perorangan atau institusi pemerintah atau swasta yang bersifat tidak mengikat (orang atau institusi yang menanam modal tidak punya kuasa apapun terhadap urusan koperasi). Dan pengelolaan (perhitungan) terhadap modal tersebut harus dipisah dengan modal dari anggota. Hal ini sangat penting untuk manajemen keuangan koperasi yang rapi, karena akan berimplikasi pada perhitungan sisa hasil usaha (SHU) anggota.


(34)

Dalam hal pengelolaan usaha, koperasi boleh mengelolanya sendiri, oleh pengurus atau mengangkat perorangan atau institusi yang berbadan hukum yang diangkat oleh pengurus dan bertanggung jawab kepada pengurus.

Keberhasilan koperasi tidak hanya ditentukan oleh besarnya volume usaha yang dimiliki, tetapi sejauh mana koperasi bisa menjawab kebutuhan dan kesejahteraan anggota. Karena koperasi merupakan badan usaha yang tidak berorientasi pada profit semata, tapi lebih kepada pelayanan terhadap anggota. Orientasi pelayanan inilah yang membuat suasana di koperasi lebih bernuansa kekeluargaan.

Secara prinsip, koperasi berhak mengelola jenis usaha apa saja, termasuk produk-produk yang dijalankan dalam koperasi simpan pinjam. Pemerintah tidak mengatur jenis usahanya. Semuanya ditentukan dalam forum bersama yang disebut rapat anggota.

Pemerintah Indonesia secara legal membolehkan koperasi simpan pinjam. Hal ini dipaparkan dengan jelas dalam:

1. UU Republik Indonesia no. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian, Bab VII. Lapangan usaha, pasal 44 ayat (1): “Koperasi dapar menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk: (a) anggota koperasi yang bersangkutan (b) koperasi lain dan atau anggotanya….”

2. Peraturan pemerintah no.9 tahun 1995 tentang pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi.


(35)

3. Keputusan Menteri koperasi, pengusaha kecil dan menengah Republik Indonesia nomor: 351/KEP/M/XII/1998, tentang petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi.

4. Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha kecil dan menengah Republik Indonesia no.194/KEP/M/1998, tentang petunjuk pelaksanaan penilaian kesehatan koperasi simpan pinjam.


(36)

BAB III

GAMBARAN UMUM KOPERASI USP DARUL MUTTAQIEN

F. Sejarah Berdirinya

Koperasi USP Darul Muttaqien didirikan pada tahun 1997, berawal dari sebuah toko kecil yang dibangun tahun 1992, berada di dalam lingkungan pesantren, untuk menjual keperluan para santri dan ustadznya. Pendirian toko tersebut dilatarbelakangi oleh keprihatinan pimpinan pondok yaitu KH.Drs. Mad Rodja Sukarta, terhadap kesejahteraan para ustadznya. Pimpinan pondok selain membangun toko juga bercita-cita ingin mendirikan sebuah koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan para Ustadz khususnya, umumnya untuk kepentingan masyarakat sekitar pondok. Cita-cita tersebut muncul terutama disebabkan kekhawatiran pimpinan terhadap para ustadz ketika memerlukan dana, untuk kebutuhan mereka yang mendesak, dikhawatirkan meminjam dari rentenir yang akan menjerumuskan mereka ke dalam praktek riba yang diharamkan dalam agama Islam.

Sejalan dengan cita-cita pimpinan pondok, tahun 1996 pemerintah mengadakan program pelatihan koperasi syari’ah khusus pondok pesantren se-Jawa Barat, yang diadakan di Pondok Pesantren Darul Muttaqien, ketika itu pimpinan pondok mengutus tiga Ustadznya untuk menjadi peserta, yaitu: Ust.Teguh Widodo, Ust.Iwan Bagja, Ust.Duklan Wastim. Berawal dari pelatihan


(37)

tersebut, atas izin pimpinan dan kesepakatan dari para ustadz, maka pada tahun 1997 berdirilah Koperasi Pondok Pesantren Darul Muttaqien, atau disingkat KOPONTREN DM, dengan bermodalkan dana 15.000.000,- dari pemerintah lewat departemen koperasi usaha kecil dan menengah, KOPONTREN DM beroperasional, jumlah anggota 60 orang, dengan awal susunan kepengurusan sebagai berikut:

Ketua : Ust.Teguh Widodo Bendahara : Usth.Martini Kasir : Usth.Sulistiyah

Perjalanan koperasi ini penuh hambatan baik dari internal maupun eksternal, menurut pengakuan pendiri hambatan yang paling berat dirasakan adalah hambatan internal yaitu lemahnya sumberdaya manusia yang dimiliki dan kesadaran anggota yang relatif masih minim terhadap gerakan koperasi, sehingga koperasi berjalan sangat lamban, namun berkat keuletan pengurus dalam memajukan usahanya, secara bertahap kopontren ini mulai menunjukan kemajuan, hal ini terlihat dari jumlah anggota yang bertambah sehingga modal koperasi juga ikut bertambah.

Pada awal tahun 2000 kopontren mengembangkan usahanya dengan membentuk unit-unit usaha, yaitu Unit Wartel, Unit Mini Market (Toko), dan termasuk di dalamnya usaha simpan pinjam yang merupakan usaha awal koperasi menjadi bagian unit usaha tersendiri, yaitu Unit Simpan Pinjam, berada di bawah kopontren. Alasan pemisahan ini didasari oleh cita-cita pimpinan pondok yang


(38)

ingin menjadikan Unit Simpan Pinjam ini ke depan menjadi Baitul Mal wa Tamwil (BMT), Masing-masing unit usaha di kepalai oleh seorang manajer, dan yang menjadi manajer Unit Simpan Pinjam (USP) yang pertama waktu itu adalah Ustadzah Yusriyanti,SE, dibawah kepemimpinannya USP masih belum menunjukan kemajuan yang berarti. Dikarenakan suatu hal alasan pribadi ibu Yusriyanti tidak bisa melanjutkan kepengurusan, maka kepengurusan diserahkan kepada Ustadzah Ninyoman Muliantari, SE, yang sebelumnya menjadi staf di USP bagian teller. Dimasa kepemimpinan beliau USP mulai berbenah diri merapihkan kredit-kredit yang tersendat pembayarannya, dan memperketat pengawasan pembiayaan, sehingga USP mengalami kemajuan yang signifikan ini terlihat dari pendapatan yang diperoleh setiap tahunnya mengalami peningkatan.

Tahun 2003 kopontren mengalami perubahan pengurus, yaitu Ust.Teguh Widodo sebagai ketua umum, yang juga termasuk sebagai pendiri kopontren, mengundurkan diri dari ketua umum, dikarenakan alasan pribadi sehingga beliau tidak bisa melanjutkan kepemimpinannya yang kemudian diserahkan kepada Ust.Asnawi Mangku Alam, S.Ag, tapi perubahan puncak kepengurusan di kopontren ini tidak menimbulkan kekacauan ataupun dampak yang negatif terhadap unit-unit usahanya, karena Ust.Teguh telah merintis kopontren dengan mendidik staf-stafnya bukan saja dengan manajerial perkoperasian, tetapi juga beliau menerapkan nilai-nilai islami dalam kepemimpinannya, sehingga kegiatan kopontren tetap berjalan seperti biasa. Di masa kepemimpininnya Ust. Asnawi


(39)

berhasil mengembangkan usaha koperasi dengan menambah unit usaha lain yaitu Cafe dan Cofy Center.

G. Struktur Organisasi

Struktur organisasi kopontren USP Darul Muttaqien terdiri dari: ketua umum yang bertugas membuat kebijakan yang sifatnya mengkoordinasikan semua kerja pimpinan unit-unit usaha. Kemudian manajer atau koordinator yang bertugas memimpin operasional harian USP, bekerjasama dengan pihak luar dalam pengembangan usaha USP, mengawasi hasil kerja keuangan Akuntan dan Teller, membuat laporan keuangan USP yang akan dipertanggungjawabkan kepada ketua umum. Selanjutnya Akuntan dan Teller bertugas dan bertanggung jawab terhadap pencatatan, penerimaan dan pengeluaran keuangan.

Sebagai organisasi yang berwatak sosial, maka pada struktur organisasinya terdapat badan pengawas yang bertugas mengarahkan, memeriksa, dan mengawasi kegiatan koperasi guna menjamin bahwa koperasi telah beroperasi sesuai dengan ketentuan dan tidak menyimpang dari aturan AD/ART koperasi yang telah dibuat sesuai dengan kesepakatan.

Selain itu terdapat anggota, yang selain menjadi anggota koperasi juga sebagai pemilik koperasi dan struktur organisasi yang ada di koperasi harus patuh pada keputusan Rapat Anggota Tahunan (RAT).

Struktur organisasi lengkap terlampir.


(40)

1. Manajemen Kopontren USP Darul Muttaqien Bogor

Manajemen sebagai proses khas yang menggerakan organisasi merupakan hal yang penting, karena tanpa manajemen efektif tak akan ada usaha yang akan berhasil cukup lama. Manajemen memberikan efektivitas pada usaha manusia.

Istilah manajemen berhubungan dengan usaha untuk mencapai tujuan tertentu dengan jalan menggunakan sumber-sumber yang tersedia dalam organisasi dengan cara sebaik mungkin. Karena dalam pengertian “organisasi” selalu terkandung sekelompok (lebih dari 2 orang) manusia maka manajemenpun biasanya digunakan dalam hubungan dengan usaha suatu kelompok manusia, walaupun manajemen itu dapat pula diterapkan terhadap usaha-usaha secara individu.

Berdasarkan buku terbitan International Labour Organization (ILO) yang berjudul Cooperative Management and Administration, cenderung untuk melihat manajemen koperasi dari segi administrasi dan pembahasan koperasi mengarah ke bidang masalah-masalah ilmu administrasi dan birokrasi.21 Maka penjelasan tentang manajemen Kopontren USP Darul Muttaqien Bogor akan berbicara tentang organisasi dan administrasi.

21

Pandji Anoraga, Manajemen Koperasi, Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995), cet. Ke-1, h.79


(41)

a. Kopontren USP Darul Muttaqien merupakan milik bersama warga pondok pesantren Darul Muttaqien dan masyarakat sekitar, terutama yang telah menjadi anggotanya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. b. Hubungan kerja:

1) Hubungan vertikal

a) Dengan Muspika Kecamatan Parung b) Dengan kantor koperasi kabupaten Bogor c) Dengan Dekopinda kabupaten Bogor 2) Hubungan horizontal

a) Dengan koperasi-koperasi primer

b) Dengan instansi pemerintah atau swasta terkait c. Alat perlengkapan organisasi:

1) Rapat anggota 2) Pengurus

3) Badan pengawas

d. Permodalan Kopontren USP Darul Muttaqien didapat dari simpanan anggota yang terdiri dari: simpanan wajib dan simpanan manasuka, serta modal penyertaan dari perorangan dan institusi pemerintah.

2. Sistem Operasional Kopontren USP Darul Muttaqien a. Sumber permodalan koperasi


(42)

Menurut UU No.25 tahun 1992 tentang perkoperasian pasal 41 dinyatakan bahwa “Modal koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman”.

Modal sendiri terdiri dari:

1) Simpanan pokok; Simpanan ini harus dibayar masing-masing anggota, ketika masuk menjadi anggota sebesar Rp.50.000,- dan tidak dapat diminta kembali selama anggota tersebut belum berhenti sebagai anggota koperasi.

2) Simpanan wajib; simpanan ini harus dibayar oleh para anggota sejumlah Rp.20.000,-

3) Dana cadangan; yaitu dana yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal dan menutup kerugian koperasi bia diperlukan.

Modal pinjamandiperoleh dari:

1) Pinjaman dari pemerintah melalui program P2KER sebesar 15.000.000,- pada tahun 1997

2) Pinjaman dari Bank Syari’ah sebesar Rp.50.000.000,- pada tahun 2000.

b. Aktivitas simpan pinjam

Jenis pinjaman yang diberikan oleh koperasi hanya terbatas pada pinjaman produktif, yang dimaksudkan untuk pengembangan usaha mereka melalui pemberian tambahan modal sesuai dengan tingkat


(43)

kebutuhan usaha mereka. Jumlah pinjaman yang bisa mereka terima antara Rp.100.000,- sampai batas maksimal pinjaman adalah sejumlah 4 kali penghasilan pendapatan mereka perbulan. Adapun sistem pembayarannya diangsur perbulan dengan jasa pinjaman yang tetap sebesar 3%.

Praktek simpan pinjam kopontren USP yaitu memberikan layanan kredit. Layanan kredit diberikan kepada anggota yang sudah menjadi anggota dengan syarat sebagai berikut:

1) telah menjadi anggota minimal 5 bulan dan aktif menabung minimal 3 bulan

2) mengisi formulir pinjaman yang telah disediakan pihak koperasi disertai dengan materai sebagai jaminan dari anggota yang dipegang oleh koperasi

3) memenuhi kewajiban sebagai anggota, antara lain:

a) mematuhi anggaran dasar, anggaran rumah tangga dan keputusan-keputusan rapat anggota.

b) membayar simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan lainnya yang diputuskan oleh rapat anggota.

c) berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh koperasi.

d) mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasarkan asas kekeluargaan.


(44)

3. Sisa Hasil Usaha dan Pembagiannya

Sisa hasil usaha merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa USP ini merupakan bagian dari unit usaha kopontren Darul Muttaqien, maka untuk pembagian SHU dilaksanakan oleh kopontren yang didapat dari persentase pendapatan tiap-tiap unit usaha. USP harus menyetor sebesar 35% dari pendapatannya kepada koperasi.22 Adapun perincian persentase pendapatan USP adalah sebagai berikut:

a. 25 % untuk pemupukan modal USP

b.15 % untuk dibagikan kepada anggota yang sebanding dengan nilai bertransaksi dengan USP

c. 25 % untuk membiayai usaha lain yang menunjang USP. d. 35 % untuk diserahkan kepada kopontren.

22

Kopontren Darul Muttaqqien, Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus tahun buku 2007 (Bogor, 2007),h.16


(45)

Sedangkan mekanisme pembagian SHU kopontren Darul Muttaqien setelah dikurangi biaya penyelenggaraan kegiatan koperasi, dipergunakan untuk keperluan sebagai berikut:

a. Cadangan modal : 30%

b. Anggota : 40%

c. Pendidikan : 5% d. Pengurus : 15% e. Sosial : 2,5% f. Pembangunan daerah kerja : 2,5%

D. Fungsi Sosial dan Ekonomi 1. Fungsi Sosial

Kopontren USP Darul Muttaqien adalah koperasi yang bergerak dalam bidang simpan pinjam yang menjadi sumber tambahan modal bagi anggota. Serta bertujuan mengembangkan usaha anggota-anggotanya.

Mengingat wadah koperasi bukanlah suatu badan usaha yang mencari keuntungan semata, tetapi juga bukan usaha sosial yang memberikan bantuan secara cuma-cuma, maka sasaran utama dari usaha koperasi lebih didasarkan kepada tujuan pengembangan usaha bagi anggotanya. Dengan itu bagi anggota yang membutuhkan modal atau dana yang mendesak dapat merasakan manfaat dari usaha koperasi.


(46)

Nilai sosial lainnya adalah bahwa kopontren ini memberikan keringanan bagi anggotanya yaitu dengan jasa pinjaman yang tetap, selain itu koperasi menganggarkan dana sosial dan pembangunan daerah sebesar 5% dari SHU yang dihitung di akhir tahun.

2. Fungsi Ekonomi

Dengan adanya kegiatan usaha sumpan pinjam pada kopontren USP Darul Muttaqien ini maka para anggota dapat merasakan manfaatnya yaitu untuk kemajuan usaha mereka, juga untuk kehidupan perekonomian mereka.

Diantara fungsi ekonomi kopontren USP Darul Muttaqien adalah: a. Terciptanya hubungan perekonomian yang harmonis diantara koperasi

dan anggota, karena koperasi lebih mengedepankan asas kekeluargaan dalam membina anggotanya.

b. Mempersempit ruang gerak para lintah darat yang hanya mementingkan keuntungan semata dalam usahanya.

c. Membantu pemerintah dalam upaya mengurangi angka pengangguran dan mengentaskan kemiskinan


(47)

BAB IV

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM OPERASIONAL KOPERASI USP DARUL MUTTAQIEN

I. Karakteristik Bagi Hasil

Pembahasan tentang karakteristik bagi hasil dimaksudkan untuk memberikan gambaran sifat dasar dari transaksi simpan pinjam yang dikehendaki Islam. Sehingga kemudian, kita dapat mengkomparasikannya dengan apa yang penyusun teliti, adapun jenis transaksi yang dipilih adalah wadi’ah pada sisi produk simpanan, dan mudharabah pada sisi produk pinjaman atau kredit.

1. Karakteristik Bagi Hasil Wadi’ah i. Definisi Wadi’ah

Secara etimologi, kata wadi’ah berarti menempatkan sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya untuk dipelihara. Di kalangan paara fuqoha, terminologi wadi’ah dikenal dua definisi, yaitu: pertama, yang dikemukakan oleh ulama Hanafiyah, menurut mereka, wadi’ah adalah mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta, baik dengan ungkapan yang jelas, melalui tindakan, maupun melalui isyarat. Kedua, definisi yang dikemukakan ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah.


(48)

Yaitu wadi’ah adalah mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu.23

ii. Landasan Hukum Wadi’ah

Akad wadi’ah dipandang jelas (tidak ada hal yang dianggap samar) dan bermanfaat, sehingga merupakan hal yang dibolehkan oleh syari’at. Hal ini ditunjukan dalam firman Allah dalam Q.S Al-Nisa (4) : 58: < یM N O PQ R ﻥ , 6 0

< ;D ﺏ ()B+N 6 S ' ﺏ T)Bﺡ G

*ﺏ )ﺱ < :ﺏ BV ی ) ﻥ

1 K' W XY 5

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kalian membuat keputusan hukum, maka berbuat adillah, sesungguhnya Allah sebaik-baik mengajar kepadamu, sesungguhnya Allah Mah mendengar lagi Maha melihat.

Rasulullah SAW, pernah bersabda:

6ﺏ 0 ی 7 8 ﺽ [ < ' : -; W -; 8 ﺱ ( ; <

6 ﺱ : < ﺹ

\Q R ﻥ ] ^T ) ' _ # N ﺥ ﻥ _ 1 ` + a$ T Q Q (ﺏ6 L 8 5

Dari Abu Hurairah, diriwayatkan Rasulullah SAW bersabda: Serahkanlah/sampaikanlah amanah yang mempercayai engkau, dan jangan kamu (membalas) mengkhianati orang yang mengkhiangati engkau. (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi dan al-Hakim).

iii. Karakteristik Bagi Hasil Wadi’ah

Para ulama sepakat bahwa sifat akad wadi’ah mengikat bagi kedua belah pihak yang melakukan akad. Apabila seseorang dititipi

23


(49)

barang oleh orang lain dan akadnya ini memenuhi rukun dan syarat wadi’ah,24 maka pihak yang dititipi bertanggung jawab memelihara barang titipan itu. Pada dasarnya tangung jawab yang ditanggung oleh penerima titipan bersifat amanah atau yang disebut yad al-amanah, sehingga dia (yang dititipi barang) tidak bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi selama penitipan barang, kecuali kerusakan itu dilakukan secara disengaja atau atas kelalaiannya. Sebagaimana hadits Nabi SAW, dari Amr Ibn Syu’aib, (“orang yang dipercaya memegang amanah tidak boleh dituntut ganti rugi” HR. Ad-Daroquthni).

Berdasarkan hadits diatas, maka persyaratan di dalam akad wadi’ah untuk mengganti kerugian atas rusaknya barang (baik disengaja atau tidak) oleh orang yang dititipi, para ulama fiqih bersepakat menyatakan bahwa akad tersebut batal. Dan orang yang dititipi barang tidak boleh meminta upah dari penitipan tersebut.

Berkaitan dengan sifat akad wadi’ah, sebagai akad yang bersifat amanah, Haroen mengutip pendapat ulama fiqih yang membahas kemungkinan perubahan sifat akad wadi’ah dari sifat amanah menjadi sifat Adh-dhamanah (tanggungan atau jaminan). Beberapa kemungkinan itu adalah:

1). Barang itu tidak dipelihara oleh orang yang dititipi, dan terjadi kerusakan. Meskipun kerusakan itu disebabkan oleh orang lain,

24


(50)

tapi orang yang dititipi tidak berusaha menjaganya, sehingga diwajibkan meanggung atau menjamin kerugian ( adh-dhamanah) tersebut.

2). Barang titipan itu dititipkan oleh pihak kedua kepada orang lain (pihak ketiga) bukan berasal dari keluarga dekat dan bukan pula menjadi tanggung jawabnya. Dan ternyata di tangan ketiga barang titipan tersebut rusak. Di kalangan para ulama terdapat perbedaan dalam siapa yang mengganti rugi ke pihak yang empunya barang. Yang jelas terhadap kerusakan barang yang dititipkan. Orang yang punya barang berhak meminta ganti rugi kepada pihak kedua atau ketiga. Kalau menurut hemat penyusun, pihak pertama meminta ganti rugi pada pihak kedua, demi kejelasan tanggung jawab dalam berakad.

3). Barang itu dimanfaatkan oleh orang yang dititipi, dan terjadi kerusakan. Meskipun kerusakan tersebut bukan karenanya. Hal ini disepakati oleh para ulama fiqih.

4). Orang yang dititipi mengingkari barang yang dititipkan, sedangkan akad wadi’ah itu memang betul-betul terjadi.

5). Orang yang dititipi barang itu mencampurkannya dengan harta pribadinya.

6). Orang yang dititipi melanggar apa yang disyaratkan waktu akad dilakukan.


(51)

7). Barang yang dititipi dibawa bepergian, dan selama dalam perjalanan (yang panjang dan lama) terjadi kerusakan maka diwajibkan mengganti kerugian.25

d. Operasionalisasi wadi’ah pada Lembaga Keuangan

Dalam aktivitas perekonomian modern, si penerima simpanan (titipan) tidak mungkin akan mengidelkan aset tersebut, tetapi mempergunakannya dalam aktivitas perekonomian tertentu. Oleh sebab itu, wadi’ah yang oleh para ahli fiqih disifati dengan yad al-amanah (titipan murni tanpa ganti rugi) dimodifikasi dalam bentuk yad ad-dhamanah (dengan resiko anti rugi). Konsekwensinya adalah apabila pihak bank (yang dititipi) mengelola aset (uang) yang dititipkan dan kemudian mendapatkan keuntungan dari pengelolaan barang titipan tersebut, maka seluruh keuntungan menjadi milik pihak bank. Namun apabila pihak bank mau berbagi dengan nasabah, maka pembagian keuntungan tersebut tidak dijanjikan pada waktu akad, sebatas kebijaksanaan dari pihak bank saja. Aplikasi wadi’ah dalam dunia perbankan berbentuk giro dan deposito berjangka.26

2. Karakteristik Bagi Hasil pada Mudharabah i. Definisi Mudharabah

25

Ibid.,h.248-250

26


(52)

Mudharabah berasal dari kata dharb, artinya memukul atar berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjanlakan usaha, sebagaimana firman Allah surat Al-Muzamil (73) ayat 20:

``````` ﺥ ی ﺏ ( 9 [ R 8 b ی ( 9 / < `````` 1 / c) W 3d 5

“… dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah …”

Kata dharb di atas diartikan berjalan, tidak diartikan memukul. Lebih jauh, arti berjalan di sini dimaksudkan usaha atau bekerja.

Mudharabah sering dikatakan qiradh, karena mempunyai makna yang sama. Kata qiradh berasal dari kata qaradha, yaitu memotong, karena dalam kasus ini yang punya harta memotong sebagian hartanya. Untuk diperdagangkan (diproduktifkan dalam suatu usaha) dan mndapatkan potongan dari keuntungannya, berbagi hasil dengan yang mengusahakan hartanya itu. Masyarakat Irak menyebutnya mudharabah sedangkan masyarakat Hijaz menyebutnya qiradh. Sedangkan pengertian mudharabah menurut syara’ (menurut ahli fiqih) sebagai berikut: “Pemilik harta (modal) menyerahkan hartanya kepada pekerja (pedagang) untuk diusahakan (dijadikan modal dagang) dan keuntungannya menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan bersama.”27

27


(53)

Pendapat tersebut mendapatkan kritikan. Karena mengesankan, seolah-olah mudharabah itu adalah pemberian/penyerahan itu sendiri. Dan pengertian yang lain itu adalah persetujuan kongsi dengan harta dari salah satu pihak dan kerja dari pihak lain.

ii. Landasan Hukum

Semua ulama bersepakat bahwa hukum mudharabah adalah boleh. Hal ini berdasarkan pada Q.S. Al-Muzammil ayat 20, yang telah disebutkan di atas, dan didukung dengan keterangan yang menjelaskan bahwa tradisi (mudharabah) ini, merupakan usaha yang banyak dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.

iii. Karakteristik Bagi Hasil pada Mudharabah

Mudharabah merupakan akad/persetujuan salah satu pihak untuk memberikan hartanya untuk dikelola oleh pihak yang dipercayainya. Dari hal tersebut, ada beberapa komponen penting dalam mudharabah. Masing-masing komponen penting itu adalah pihak yang memberikan modal saja, yang disebut shahib al-mal, pihak yang mengelola modal (mudharib), dan diantara keduanya ada kepercayaan yang membuat akad ini terlaksana. Unsur kepercayaan inilah yang menyebabkan tidak diperkenankannya shahib al-mal mensyaratkan kepada mudharib sesuatu yang berharga


(54)

sebagai jaminan. Sehingga para ulama fiqih bersepakat bahwa, pensyaratan jaminan pada akad menyebabkan akad tersebut batal.28

Berkenaan dengan pembagian resiko usaha dalam akad mudharabah, shahib al-mal bertanggung jawab atas kerugian yang diderita, sebatas pada jumlah modal yang ditanam pada proyek tersebut, sedangkan mudharib tidak ikut bertanggung jawab secara materi terhadap kerugian tersebut, dia (mudharib) hanya tidak memperoleh keuntungan usaha yang telah disepakati, karena merugi. Kerena demikian adanya, M. Umar Capra menyebut akad mudharabah sebagai partnership in profit. Dan keuntungan bersih yang dihasilkan dalam usaha dibagi sesuai dengan kesepakatan. iv. Operasionalisasi Mudharabah pada Lembaga Keuangan

Dalam perbankan Islam, perjanjian mudharabah telah meliputi tiga pihak, yaitu: para nasabah penyimpan dana (depositors) sebagai shahib al-mal, bank sebagai suatu Intermediary, dan pengusaha sebagai mudharib yang membutuhkan dana. Bank bertindak sebagai pengusaha (mudharib) dalam hal bank menerima dana dari nasabah penyimpan dana (depositors), dan sebagai shahib al-mal dalam hal bank menyediakan dana bagi para nasabah debitor selaku mudharib.29

28

Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994) jilid 4, h.1197

29

Remy Sjahdeini, mengutip Elias G. Kazarian, dalam: Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999), h.47


(55)

Bank Muamalat Indonesia (BMI) mempraktekkan dua bentuk simpanan mudharabah, yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Yang dimaksud dengan tabungan mudharabah adalah simpanan masyarakat (disebut nasabah) di BMI yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai dengan peranjian. Dalam hal ini, BMI bertindak sebagai mudharib (yang mengelola modal) dan deposan sebagai shahib al-mal (pemilik modal). BMI sebagai mudharib akan membagi keuntungan kepada shahib al-mal sesuai dengan nisbah (prosentase) yang telah disetujui bersama. Hal yang lazim dalam periodisasi pembagian keuntungan adalah tiap bulan.

Deposito mdharabah merupakan investasi melalui simpanan nasabah yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalm jangka waktu tertentu, dengan mendapatkan imbalan bagi hasil dari pendapatan (revenue sharing).

Selain itu, BMI juga menyediakan fasilitas pembiayaan mudharabah dengan sistem bagi hasil. Maksudnya, pembiayaan modal investasi atau modal kerja disediakan sepenuhnya olah BMI, sedangkan nasabah menyediakan usaha dan manajemennya. Keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama dalam bentuk nisbah (prosentase) tertentu dari keuntungan pembiayaan.


(56)

J. Unsur Riba Uang

Riba dalam ajaran Islam merupakan suatu hal yang telah jelas hukumnya, yaitu haram, karena bisa merusak mental dan tatanan sosial suatu masyarakat. Perekonomian akan terasa tidak adil, ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin akan terus bertambah parah karena praktek riba, sehingga ketegangan sosial akan terus menghantui roda kehidupan, seperti bom waktu yang siap meledak setiap saat.

Namun, kejelasan tentang riba yang bagaimana, yang dimaksud al-Quran menjadi persoalan yang masih akan terus mengemuka selama masih terus bermunculan bentuk-bentuk baru dalam transaksi ekonomi. Para ulama sejak dahulu hingga kini, ketika membahas ini tidak melihat esensi riba guna sekedar mengetahuinya, tetapi mereka melihat dan membahasnya sambil meletakkan di pelupuk mata hati mereka beberapa praktek transaksi ekonomi guna mengetahui dan menetapkan apakah praktek-praktek tersebut sama dengan riba yang diharamkan itu sehingga ia pun menjadi haram, ataukah tidak sama.

Perbedaan pandangan diantara para ulama ini antara lain disebabkan oleh wahyu mengenai riba yang terakhir turun kepada Rasul SAW. Beberapa waktu sebelum beliau wafat, sampai-sampai Umar bin Khathab r.a. sangat mendambakan kejelasan masalah riba ini. Beliau berkata, “Sesungguhnya termasuk dalam bagian akhir al-Quaran yang turun, adalah ayat-ayat riba


(57)

Rasulullah wafat sebelum beliau menjelaskannya. Maka tinggalkanlah apa yang meragukan kamu kepada apa yang tidak meragukan kamu”.30

Sejarah menjelaskan, bahwa masyarakat Arab sebelum datangnya syari’at pelarangan riba telah mempraktekkan membungakan uang. Thaif, tempat pemukiman suku Tsaqif merupakan daerah subur dan menjadi salah satu pusat perdagangan antara suku, terutama suku Quraisy yang bermukim di Mekah. Di Thaif juga bermukim orang-orang Yahudi yang telah lebih dulu mengenal praktek-praktek riba, sehingga keberadaan mereka di sana menumbuhsuburkan praktek tersebut. Hal ini digambarkan dalam al-Quran surat Al-Nisa: 160-161. pada waktu datangnya syari’at pelarangan terhadap praktek riba, kaum musyrikin merasa keheranan karena mereka menganggap bahwa kelebihan yang dipungut dari pinjaman uang yang bertempo sama dengan jual beli.

Praktek pembungaan uang yang lazim dilakukan pada waktu itu adalah jenis bunga berkembang. Sehingga terjadi proses penumpukan akumulasi modal di satu pihak dan pihak lain penambahan beban yang tiada akhir (selama hutangnya belum lunas). Hal ini merupakan hal yang dianggap oleh kaum agamawan (agama-agama samawi) adalah perbuatan keji dan dosa besar bagi yang melakukannya.

Jadi ada sedikit gambaran yang bisa dijadikan acuan dalam menyikapi persoalan riba uang yang dikutuk keras oleh agama. Yaitu menunjuk kepada

30


(58)

praktek pembungaan uang yang berkembang dan berlipat ganda. Selanjutnya, penyusun akan memaparkan tentang definisi riba menurut para ulama.

Menurut bahasa, riba bermakna : ziyadah (tambahan)31. Dalam pengertian lain, riba bisa berarti “ Bertambah dan tumbuh berkembang”. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.32 Dalam Islam riba secara khusus menunjuk pada kelebihan yang diminta dengan cara khusus.

Afzalurrahman mengutip pendapat beberapa ahli/ulama berkenaan dengan definisi riba, yaitu diantaranya: Ibn Khazar al-Asqalani berpendapat bahwa, “ Esensi riba adalah kelebihan, apakah itu berupa barang ataupun uang, seperti uang dua dinar sebagai pengganti uang satu dinar.”33 Syah Waliyullah dari Delhi, berpendapat bahwa unsur riba terdapat pada hutang yang diberikan dengan syarat sipeminjam bersedia membayarnya lebih banyak dari apa yang telah diterimanya. Sedangkan Qatadah mengatakan bahwa sebelum kedatangan Islam, yang disebut riba adalah jika seseorang menjual barangnya pada orang lain untuk jangka waktu tertentu, dan ketika sampai batas waktu yang ditentukan si pembeli tidak dapat membayarnya, lalu si penjual memberikan perpanjangan waktu pembayarannya bersamaan itu pula ia menaikkan harga pembeliannya.

31

Ahnad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwi, (Surabaya: Pustaka Progressif), cet.ke-14,h.469

32

M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah suatu Pengenalan Umum,(Jakarta: Tazkia Institute, 1999), h.59

33

Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, penterj.Dewi Nurjulianti, (Jakarta: Intermasa, 1997), cet.ke.2, h.310


(59)

Menurut mujahid, unsur riba terdapat dalam setiap bentuk transaksi pada masa pra Islam; setiap kali seseorang mengadakan perjanjian pinjaman ia akan meminta kepada kreditornya untuk memberikan jangka waktu pembayaran yang panjang dan berjanji akan mengembalikan padanya sejumlah kelebihan dari uang pokok yang dipinjamkan.

Imam al-Razi mengemukakan bahwa menaikkan sejumlah uang yang dipinjamkan pada seseorang pada masa pra Islam dengan alasan jangka waktu pengembaliannya dan si pemberi pinjaman menerima bunga setiap bulannya, sudah menjadi kebiasaan, dan ketika waktu yang ditentukan tadi berakhir si peminjam diminta membayar hutang tersebut, kemudian jika ia tidak mampu membayarnya, maka ia diberi perpanjangan waktu pembayaran dan bunganya pun semakin meningkat.”

Menurut Quraish Syihab, dalam al-Quran ditemukan kata riba terulang sebanyak delapan kali, terdapat dalam empat surat, yang menunjukan proses diharamkannya riba dalam perekonomian. Secara berurutan, tahapan ayat-ayat yang bercerita tentang riba adalah:

Tahap pertama, merupakan ayat Makiyah yang menggambarkan tentang adanya unsur negatif di dalam perbuatan riba, terdapat dalam Q.S. Al-Rum (30) ayat 39: N T 8 ﺏ ﺏ ( 9 6 [ ( ; ' S 9 e ی ﺏ ( ' D < N T f !7 N Dی I : < 9M g _ 0 ) h ( 1 i W jk 5


(60)

Artinya: “Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan, agar menambahi harta orang, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah, apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mendari ridha Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).”

Tahap kedua, mengisyaratkan keharaman riba dengan menggambarkan perbuatan orang Yahudi yang lalai terhadap peringatan terdahulu, sehingga diancam siksa yang pedih, Q.S An-Nisa (4) ayat 160-161:

9 V ! $ ی 0 Q ﺡ ' l \ !, 6 ﺡ J ﺏ * \D 0 ﺱ / < mn 6 ﺥ $ 0 \ﺏ -D ﻥ ( ' : 6 6 ( ; ' S ﺏ l / 6 T D ﻥ B 9 ی ' $ ﺏ 6 ) mn 1 K' W opd -opo 5

Artinya: “ Oleh karena keaniayaan orang-orang yahudi, Kami haramkan atas mereka (makanan) yang baik-baik yang telah dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka kerap kali menghalangi orang dari jalan Allah (160) Dan disebabkan mereka makan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan mereka memakan harta orang lain dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa pedih” (161)

Tahap ketiga, secara eksplisit dinyatakan keharaman salah satu bentuk riba, yaitu suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat, bahwa pengambilan bunga dengan tingkat suku bunga yang cukup tinggi dan berkembang, merupakan fenomena yang banyak dipraktekan pada masa tersebut. Q.S Al-Imran (3) ayat 130:

ی 6Pی $ ی & ' ( # NM \ ( ﺏ 6 ﺽ 9 h ] N= < ( B Nh + ( 1 ) ; W ojd 5

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipatganda, dan bertaqwalah kamu kepada Allah, agara kamu beruntung.”

Tahap terakhir keempat, pengharaman riba secara total dalam berbagai bentuknya. Q.S Al-Baqarah (1) ayat 275-281:


(61)

$ ی یM \ﺏ # ی= ( ( # ) ی= ( i $ q یT T : A ) \r G _ ﺏM ﻥ -( ﻥ ) s / \ﺏ 6 ﺡ / < s ﺡ i \ﺏ 9 ) I L ( V .] 8 \ﺏ : 9 ﻥT 9 : ﺱ t 6 L < Q 9M g _ 6 ﺹ + u ' 8 0 9 ﺥ D mn ی ) + v < \ﺏ ی ﺏ * D -, < # ی + Pw / h !8 6ﺙ ! mn $ ی & ' ( ) * ( + , 6-* ( e 7 N& c ( 7 6 I 0 ' D 8 \ﺏ # ﺥ ( .x # 0 ی + c ﻥ ( mn ی 6Pی $ ی & ' ( N= < ( G 8 ﺏ= [ \ﺏ 'T O ' mn 9F Nh ( 9M G ﻥ ( ﺏ + !u \ < 8 ﺱ ( : N 9 B 8 S 6 ( B # N V ) ( # N V ) ( mn G K !7 9' V .7 K !7 6 N * D -( ﺥ . B 'T N ) ( mn N= ( ی ( N I ( 9 : < ﺙ N ( 9 P/ ﻥ !r K J 0 # ی V ) ( mn 1 7 = W 3yX -3Yo 5

Artinya: “ orang-orang yang memakan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang ittu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya. {275} Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. {276} Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Rabb-nya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan ttidak (pula) mereka bersedih hati.{277} Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah pada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.{278} Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat, maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.{279} Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.{280} Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap


(62)

apa yang dikerjakannya sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya.{281}”

Ibnu Qayim seorang ulama yang tajam pandangannya tentang hal-hal kemasyarakatan tetapi melarang keras perbuatan-perbuatan yang menyalahi ajaran Rasulullah. Adapun riba yang terang ialah riba nasi’ah yakni sebagaimana yang berlaku di zaman jahiliyyah. Ditangguhkannya piutang dan penundaan tempo pembayaran ini menentukan pula akan tambahan dari besar jumlah piutang itu. Sekian kali ditunda sekali pula piutangnya bertambah, sehingga yang seratus menjadi beribu-ribu. Hal inilah yang tidak dibolehkan oleh beliau jika riba itu berlipat ganda seperti terdapat dalam firman Allah surat Ali Imran ayat 30. selanjutnya beliau berkata atas rahmat dan keadilan Tuhan diharamkanlah perbuatan riba itu, mendapat laknat orang yang memakannya, orang yang membayarnya, juru tulis dan saksinya. Tuhan mengundang orang-orang untuk berperang dengan Dia dan rasul-Nya, tidak ada dosa besar yang demikian sengitnya mendapat ancaman seperti dosa memakan riba itu.34

Imam Fakhruddin ar Razzy (1210 M) mengatakan larangan riba dengan alasan. Pertama, karena riba berarti mengambil harta si peminjam secara tidak adil. Pemilik uag biasanya berdalih ia berhak atas keuntungan bisnis yang dilakukan si peminjam. Namun ia tampaknya lupa bila ia tidak meminjamkannya, uangnya tidak bertambah, iapun berdalih kesempatannya

34


(63)

berbisnis hilang karena meminjamkan uangnya, karenanya ia berhak atas riba. Inipun keliru karena belum tentu bisnisnya menghasilkan untung dan yang pasti ia harus menganggung resiko bisnis. Kedua, dengan riba seseorang akan malas bekerja dan berbisnis karena dapat duduk-duduk tenang sambil menunggu uangnya berbunga. Imam ar-Razzy mengatakan bahwa tanpa adanya bekerja dan berbisnis, kegiatan produksi dan perdagangan akan lesu. Ketiga, riba akan merendahkan martabat manusia karena untuk memenuhi hasrat dunianya seseorang tidak segan-segan meminjam dengan bunga tinggi walau akhirnya dikejar-kejar penagih hutang. Keempat, riba akan membuat yang kaya bertambah kaya dan yang miskin bertambah miskin. kelima, riba jelas-jelas dilarang dalam al Quran dan al Hadits.

Quraish berkesimpulan bahwa ‘illat keharaman riba adalah sifat aniaya (adz-dzulm), sebagaimana yang tercantum di akhir ayat 279 surat Al-Baqarah. Pendapatnya ini didasarkan atas argumentasi yang dikemukakan oleh Muhammad Rasyid Ridha, yang menyebutkan tiga alasan, yaitu: pertama, kaidah kebahasaan menyebutkan bahwa apabila ada suatu koskata berbentuk ma’rifah berulang, maka pengerian kosakata kedua (yang diulang) sama dengan kosakata pertama. Dan kata al-riba dalam Ali-Imran ayat 130 berbentuk ma’rifah, demikian pula halnya dalam Al-Baqarah ayat 287. kedua, kaidah memahami ayat yang tidak bersyarat berdasarkan ayat yang sama tetapi bersyarat. Ketiga, pembicaraan Al-Quran tentang riba selalu digandengkan dengan pembicaraan tentang sedekah, dan riba dinamakan


(64)

dhulm (penganiayaan atau penindasan). Dan akhirnya, kalimat B ( 6 S 8 B 9 yang berarti bagimu modal-modal kamu, dijelaskan kemudian dengan kondisi

() VN # () VN # yang berarti kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya. Dari uraian di atas, penyusun mempunyai sebuah kesimpulan yang bernada sepakat dengan para ulama yang berpendapat bahwa riba dalam bentuk apapun tetap hukumnya haram dilarang agama karena hukum riba itu sudah jelas tertulis dalam Al-Quran dan Hadits.

K. Relevansi Hukum Islam terhadap Sistem Operasional Koperasi USP Darul Muttaqien

Seperti yang telah diuraikan pada bab III, bahwa koperasi USP DM ini bergerak di bidang simpan pinjam, dan kerena itu maka fungsinya lebih mirip Bank. Namun dengan mekanisme yang tentunya berbeda dengan bank. Diantaranya adalah yang dilayani dalam koperasi hanya anggota, sedangkan dalam bank tidak dikenal adanya istilah anggota. Hal tersebut mempengaruhi hubungan yang ada, kalau dalam koperasi anggota adalah konsumen sekaligus pemilik lembaga tersebut, sedangkan dalam bank hanya sebatas hubungan nasabah dan bank (konsumen dan produsen).

Sehubungan dengan masalah diatas, penulis akan meninjau jasa pinjaman yang terdapat pada koperasi simpan pinjam Darul Muttaqien dari segi hukum Islam. Badan usaha koperasi mempunyai tujuan kesejahteraan bersama dengan mengurusi kepentingan anggota-anggotanya. Disamping itu koperasi melaksanakan simpan pinjam secara bersama-sama, dan untuk memberikan


(65)

pinjaman uang. Modal koperasi tidak tetap selalu berubah-ubah, hal ini disebabkan keluar masuknya anggota karena koperasi tidak mengikat para anggotanya.

Koperasi simpan pinjam Darul Muttaqien melaksanakan kegiatan pinjam meminjam uang, menurut hemat penulis kegiatan tersebut termasuk dalam kategori riba Nasi’ah yaitu penambahan bersyarat dari orang yang meminjamkan kepada orang yang meminjam karena adanya penangguhan atau tenggang waktu.

Jadi jasa pinjaman yang dipungut oleh Koperasi simpan pinjam Darul Muttaqien sebesar 3 % itu dalam pandangan penulis tidak sesuai dengan hukum Islam, sebagaimana dalam firman Allah surat al Baqarah (1) ayat 275:

ﺏ\ / s )ﻥ ( - ﻥMﺏ _ G \r) A :T Tی q$ i(=ی ) # ( (=ی # ﺏ\ Mی ی$

.]V ( L I )9 ﺏ\ i ﺡ s < /ﺡ6

_g M9 Q < L 6 t ﺱ : 9 Tﻥ 9 :\ﺏ8

D ﺥ 9 0 8 ' u +ﺹ6 1

7 = W 3yX 5

Artinya: “ orang-orang yang memakan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang ittu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya. (Qs.Al Baqarah : 275)

Pengembalian pinjaman tidak boleh melebihi dari pokok pinjaman, karena akad qiradl atau utang dimaksudkan untuk berlemah lembut terhadap sesama


(66)

manusia, menolong urusan kehidupan mereka dan melicinkan bagi sarana hidup mereka, bukan bertujuan untuk memperoleh keuntungan, bukan pula salah satu cara untuk mengeksploitir. Karena inilah seorang yang diberikan hutang tidak dibenarkan mengembalikan kepada pemberi qiradl kecuali apa yang telah diterima darinya atau yang semisalnya. Mengikuti kaidah fiqih yang berbunyi:

(ﺏ8 ( 9 .] h' I !b -

P/-Artinya: “Semua bentuk qiradl yang membuahkan manfaat adalah riba” 35 Dari kaidah fiqih di atas juga menunjukan jelasnya larangan riba, dimana dalam hal ini riba disamakan dengan qiradl yang membuahkan hasil.

Pinjaman adalah salah satu jenis pendekatan untuk bertaqarrub kepada Allah SWT, karena pinjaman berarti berlemah lembut kepada manusia, mengasihi mereka, memberikan kemudahan dalam urusan mereka dan memberikan jalan keluar dari duka dan kabut yang meliputi mereka.

35


(1)

Lampiran 1:

RA

PEMBINA KH. MAD RODJA S

PENGURUS Ketua : ASNAWI.M,SAG Sekretaris : AHMAD, SPD Bendahara : TUTI RUSYANTI

PENGAWAS YASIN DAHLAN MANAJER CAFE MANAJER TOKO MANAJER USP NI NYOMAN MULIANTARI

MANAJER WARTEL MANAJER COPY CNTR AKUNTAN SA’DIYAH TELLER ERLI & TIWI


(2)

Lampiran 2:

PEDOMAN WAWANCARA Nama : H. Teguh Widodo

Jabatan : Pendiri Kopontren Darul Muttaqien Tempat : Rumah H. Teguh Widodo

Waktu : 20 November 2008

1. Siapakah yang mendirikan Kopontren Darul Muttaqien?

Jawab: yang mendirikannya saya atas perintah pimpinan pondok yaitu bapak KH Mad Rodja Sukarta, yang kemudian didukung oleh para ustadz dan ustadzahnya 2. Kapan berdirinya Kopontren Darul Muttaqien ini?

Jawab: didirikan pada tahun 1997, berawal dari sebuah toko kecil yang dibangun tahun 1992, berada di dalam lingkungan pesantren, untuk menjual keperluan para santri dan ustadznya.

3. Apa tujuan didirikannya Kopontren Darul Muttaqien?

Jawab: tujuannya adalah untuk mensejahtrakan masyarakat pondok khususnya dan masyarakat sekitar pada umumnya, selain itu juga untuk mempersempit ruang lingkup para rentenir di sekitar pondok pada khusunya.

4. Bergerak dalam bidang apakah Kopontren Darul Muttaqien?

Jawab: pada awal berdirinya kopontren Darul Muttaqien bergerak dalam bidang simpan pinjam, tetapi seiring perkembangannya kopontren ini memperluas


(3)

usahanya yaitu dengan membuka unit usaha yang lainnya yaitu mini market, wartel, foto copy dan kafe.

5. Bagaimana perkembangan kopontren Darul Muttaqien?

Jawab: Kopontren Darul Muttaqien ini pada awal tahun berdirinya belum memperlihatkan kemajuan yang signifikan dan mengalami perkembangan yang pesat antara tahun 2000 dimana kopontren ini sampai sekarang berhasil memperluas usahanya dengan menambah unit usaha mini market, wartel, foto copy dan kafe.

Parung, 20 november 2008

Yang mewawancara Yang di wawancara


(4)

Lampiran 3:

PEDOMAN WAWANCARA Nama : Ninyoman Muliantari, SE

Jabatan : Manager Koperasi Unit Simpan Pinjam Tempat : Kantor Koperasi Unit Simpan Pinjam Waktu : 20 November 2008

6. Dari manakah sumber permodalan koperasi ini?

Jawab: Modal koperasi berasal dari anggota melalui simpanan pokok, yang harus dibayar ketika masuk menjadi anggota sebesar Rp. 50.000,- dan tidak dapat diminta kembali selama anggota belum berhenti sebagai anggota koperasi. Modal juga berasal dari simpanan wajib, yang harus dibayar oleh para anggota sebesar Rp. 20.000,- setiap bulan dan tidak dapat diminta kembali selama anggota belum berhenti sebaga anggota koperasi. Dan juga dari dana cadangan yaitu dana yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal dan menutup kerugian koerasi bila diperlukan.

7. Selain dari anggota apakah koperasi mendapatkan modal dari luar?

Jawab: Ya, koperasi mendapatkan pinjaman dari pemerintah melalui program P2KER sebesar Rp. 15.000.000,- pada tahun 1997, dan juga mendapatkan pinjaman dari Bank Syari’ah sebesar Rp. 50.000.000,- pada tahun 2000.


(5)

Jawab: sebagaimana kita tahu ada dua fungsi koperasi yaitu : fungsi sosial dan fungsi ekonomi, fungsi sosial dari koperasi ini yaitu membuka usaha simpan pinjam bagi anggota dengan jasa pinjaman yang rendah sehingga sangat membantu dan menjaga keberlangsungan usaha para anggotanya, sedangkan fungsi ekonomi dari koperasi ini yaitu membantu meningkatkan taraf hidup para anggotanya dengan penyediaan modal usaha bagi mereka yang tidak mempunyai modal untuk usaha, dan menyediakan tambahan modal bagi paran anggota yang kekurangan modal dalam usahanya.

Parung, 20 November 2008

Yang mewawancara Yang di wawancara

KAMALUDIN NINYOMAN MULIANTARI, SE


(6)